20 Pada saat ini bentuk-bentuk pelacuran di Indonesia dapat dikatakan
bertambah lagi dengan apa yang dinamakan pelacuran tersembunyi terselubung dalam bentuk-bentuk kerja jasa lainnya yang sulit dibuktikan, misalnya
terselubung dalam pekerjaan tukang-tukang pijat di hotel dan bersembunyi di tempat-tempat mandi uap dan pijat tertentu yang terdapat di kota-kota besar.
Semakin unik bentuk-bentuk pelacuran semakin sulit pula pelacuran ditanggulangi apalagi dilenyapkan.
II.3.1 Pengertian
1. Tuna susila adalah seorang wanita, pria dan waria wanita pria yang
melakukan hubungan seksual di luar pernikahan dengan tujuan untuk mendapatkan imbalan uang, materi dan atau jasa.
2. Wanita tuna susila WTS adalah wanita yang melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya secara berulang-ulang dan bergantian di
luar perkawinan yang sah dengan mendapat imbalan uang, materi, danatau jasa.
II.3.2 Faktor Penyebab ProstitusiPelacuran
Masalah WTS atau pelacuran sudah terjadi sejak dulu seiring dengan perjalanan perilaku manusia, dalam simandjuntak,1981 dikemukakan beberapa
teori kemiskinan menimbulkan kejahatan dan pemberontakan, Taft mengatakan crime is a product of culture yaitu benturan budaya atau norma dimana individu
mengalami kegoncangan jiwa akan melahirkan kejahatan. Kemudian Sutherland dengan teori learning mengidentifikasikan bahwa seseorang menjadi jahat karena
pergaulan yang kurang baik pada masa lalu. Dari teori ini lahir pemikiran bahwa
Universitas Sumatera Utara
21 WTS sebagian besar berasal dari pergaulan kurang baik, keluarga yang tidak
mampu mendidik, kekurangan atau kehilangan cinta kasih. Pelacuran timbul dikarenakan berbagai hal yang komplek, menurut hasil
penelitian dalam Suyanto,2001: 111 Rowbothon 1973 menyebutkan bahwa unsur utama pelacuran adalah faktor ekonomi, masalah WTS tidak lepas dari
pengertian pelacuran sebagai gejala kemasyarakatan dimana wanita menjual diri dengan melakukan perbuatan seksual sebagai mata pencaharian, jadi unsur
essensial dalam pelacuran adalah motif ekonomi. Kemudian Saptari 1997 secara garis besar menyebutkan paling tidak ada tiga faktor yang mendorong seseorang
menjadi pelacur. Pertama, karena keadaan ekonomi dan kondisi kemiskinan rumah tangga perempuan pelacur atau WTS. Kedua, karena pandangan tentang
seksualitas yang cenderung menekankan arti pentingnya keperawanan, sehingga tidak memberi kesempatan bagi perempuan yang sudah tidak perawan kecuali
masuk ke dalam peran yang diciptakan oleh nilai yaitu sebagai pelacur. Ketiga, karena sistem paksaan dan kekerasan seperti yang sering terjadi di lokasi, WTS
sengaja dijerat utang oleh germo sebagai pengikat dan terpaksa melacurkan diri. Namun demikian, banyak ditemui kasus wanita melacurkan diri tidak
semata-mata motif ekonomi. Di luar muatan ekonomi tersebut, pelacuran sesungguhnya adalah ekspresi dari hegomoni kultural pria atas kaum perempuan
dan terpaksa atau dipaksa masuk kedalam pelacuran oleh laki-laki yang menggunakan beragam sarana atau sekedar janji janji berselubung cinta.
Universitas Sumatera Utara
22
II.3.3 ProstitusiPelacuran sebagai masalah sosial