Hubungan Antara Populasi Mikroorganisme Udara Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terjun Medan

(1)

HUBUNGAN ANTARA POPULASI MIKROORGANISME

UDARA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN

PERNAFASAN AKUT DI SEKITAR TEMPAT

PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH TERJUN

MEDAN

T E S I S

OLEH

NIN SUHARTI

117004004/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

HUBUNGAN ANTARA POPULASI MIKROORGANISME

UDARA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN

PERNAFASAN AKUT DI SEKITAR TEMPAT

PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH TERJUN

MEDAN

T E S I S

Diajukan Sebagai Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan pada

Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

OLEH

NIN SUHARTI 117004004/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

Judul Tesis : HUBUNGAN ANTARA POPULASI MIKROORGANISME UDARA DENGAN

KEJADIAN INFEKSI SALURAN

PERNAFASAN AKUT DI SEKITAR

TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

SAMPAH TERJUN MEDAN Nama Mahasiswa : Nin Suharti

Nomor Induk Mahasiswa : 117004004

Program Studi : Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc. Ketua

)

(Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. Anggota

)

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS (

)

Prof. Dr. Harry Agusnar, M.Sc., M.Phil. Anggota

)

Direktur

(Prof. Dr. Erman Munir, M, Sc)


(4)

Telah Diuji pada

Tanggal : 12 Desember 2013

PANITIA PENGUJI TESIS :

Ketua : Prof. Dr. Erman Munir, MSc. Anggota : 1. Prof. Dr. Dwi Suryanto, MSc.

2. Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc., M.Phil. 3. Prof. Dr. Irnawati Marsaulina, MS. 4. Drs. Chairuddin, MSc.


(5)

PERNYATAAN

Judul Tesis

HUBUNGAN ANTARA POPULASI MIKROORGANISME UDARA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT

DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH TERJUN MEDAN

Dengan ini penulis menyatakan bahwa tesis ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya penulis sendiri.

Adapun pengutipan-pengutipan yang penulis lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan tesis ini, telah penulis cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian tesis ini bukan hasil karya penulis sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, penulis bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang penulis sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, Desember 2013 Penulis


(6)

HUBUNGAN ANTARA POPULASI MIKROORGANISME UDARA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT

DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH TERJUN MEDAN

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah mikroorganisme udara pada lokasi tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Terjun Medan dan untuk mengetahui hubungan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada masyarakat di sekitarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada titik pusat TPAS (0 meter) jumlah mikroorganisme udara sebanyak 2322 cfu/m3. Semakin jauh dari titik pusat jumlah mikroorganisme udara semakin menurun dengan angka korelasi 94,4% dan jarak yang aman bagi masyarakat adalah 750 meter, karena populasi mikroorganisme udara sudah dibawah standar baku mutu yang ditetapkan (< 700 cfu/m3). Analisis kejadian ISPA pada masyarakat disekitar TPAS Terjun Medan menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi mikroorganisme udara semakin tinggi kejadian ISPA dengan nilai korelasi 85,7%. Identifikasi mikroorganisme udara menunjukkan bahwa udara disekitar TPAS Terjun Medan mengandung mikroba penyebab ISPA terdiri dari Streptococcus, Staphylococcus, Klebsiella, Corynebacterium, Aspergillus dan Candida.


(7)

THE RELATIONSHIP BETWEEN AIR MICROORGANISMS POPULATION WITH ACUTE RESPIRATORY TRACT INFECTION INCIDENCE AROUND

THE LANDFILL TERJUN MEDAN

ABSTRACT

This study aims to determine the number of microorganisms in the landfill

Terjun Medan and to determine the relationship of acute respiratory infections in the surrounding community. The results showed that at the center of TPAS (0 meters) of air as much as the number of microorganisms cfu/m3 2322. The farther from the center point the amount of air microorganisms declined with

94.4 % correlation rate and for the people a safe distance is ≥ 750 meters, because the microorganism population below the air quality standards established (< 700 cfu/m3). Analysis of the incidence of acute respiratory infections in the community around landfill Terjun Medan indicated that the higher the population of air microorganisms acute respiratory infections event correlation value of 85.7 %. Identification of air microorganisms showed that the air around the landfill Terjun Medan containid microbes that cause acute respiratory infections consisting of Streptococcus, Staphylococcus, Klebsiella, Corynebacterium, Aspergillus and Candida.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanahu Wataala yang telah melimpahkan rahmad dan kasih sayang NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan judul “Hubungan Antara Populasi Mikroorganisme Udara Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terjun Medan”.

Selama pelaksanaan penelitian dan penulisan tesis ini penulis telah mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc., selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian, nasehat, arahan dan waktu secara sabar untuk berdiskusi dengan memberikan semangat secara terus-menerus.

2. Prof. Dr. Dwi Suryanto, M.Sc. dan Prof. Dr. Harry Agusnar, M. Sc., M.Phil., selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan perhatian, nasehat, arahan dan waktu secara sabar untuk berdiskusi dengan memberikan semangat secara terus-menerus.

3. Prof. Dr. Retno Widhiastuti, MS., selaku

4. Drs. Chairuddin, M.Sc., selaku penguji dan sekretaris Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Utara yang telah memberikan semangat untuk tetap bertahan dalam menyelesaikan studi ini.

Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dorongan untuk tetap bertahan dalam menyelesaikan studi ini.

5. Prof. Dr. Irnawati Marsaulina, MS., selaku penguji yang telah memberikan koreksi dan masukan, saran dan semangat dalam menyelesaikan studi. 6. Teman-teman yang telah banyak membantu dan bertdiskusi selama studi.

Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan Bapak dan Ibu. Sebagaimana kata pepatah Tak Ada Gading Yang Tak Retak maka penulis sangat menyadari bahwa di dalam penulisan tesis ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kritik dan saran terutama yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini. Semoga Allah memberikan kebaikan bagi kita semua. Amin

Desember 2013 Penulis

Nin Suharti 117004004


(9)

RIWAYAT HIDUP

Nin Suharti lahir di Medan, pada tanggal 1 September 1968, dari pasangan

Ayahanda H. Muhammad Nuh Hasibuan dan Ibunda Hj. Masnilam Lubis. Penulis merupakan anak tiga dari tujuh bersaudara. Pendidikan Sekolah Dasar di

SD Negeri No. 060831 Medan, pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Panca Budi Medan dan pendidikan Sekolah Menengah Atas Kejuruan Analitika Medan. Penulis melanjutkan pendidikan DIII di Poltekkes Depkes Medan Jurusan Analisis Kesehatan dan Strata Satu (S1) di Universitas Medan Area. Penulis melanjutkan Pendidikan S2 pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) tahun 2011. Saat ini penulis bekerja pada Balai Laboratorium Kesehatan Propinsi Sumatera Utara.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Sampah dan Pengaruhnya ... 6

2.2 Pengertian Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) ... 9

2.3 Penyakit Yang Ditularkan Lewat Udara ... 10

2.4 Sumber ISPA dan Penularannya ... 11

2.5 Proses Terjadinya ISPA ... 14

2.6 Kondisi TPAS Terjun ... 14

2.7 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 16

III. METODE PENELITIAN ... 19

3.1 Tempat dan Waktu ... 19

3.2 Bahan dan Alat ... 19

3.3 Pelaksanaan Penelitian ... 20

3.3.1 Pengukuran Jumlah Mikroorganisme ... 20

3.3.2 Identifikasi Mikroorganisme Udara ... 21

3.3.3 Survei Kejadian ISPA Masyarakat di Sekitar TPAS ... 21

3.4 Analisis Data ... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah Mikroorganisme Udara ... 23

4.2 Kejadian ISPA di Sekitar TPAS Terjun Medan ... 28


(11)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 33 5.2 Saran ... 33 DAFTAR PUSTAKA ... 35


(12)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.1. Data Mengenai Kondisi TPA ... 17

4.1. Jumlah Mikroorganisme Udara Berdasarkan Jarak dari TPAS ... 24

4.2. Kejadian ISPA di Sekitar TPAS Terjun Medan ... 27


(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman 4.1. Grafik Hubungan Jarak dari TPAS Terhadap Jumlah Mikroorganisme ... 24 4.2. Persentasi kejadian ISPA berdasarkan Jarak dari TPAS... 29


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman

1. Peta TPAS Terjun ... 38

2. Peta Titik Pengambilan Sampel ... 39

3. Foto-Foto Penelitian ... 40

4. Penyebaran Jumlah Kuisioner dan Kejadian ISPA ... 41

5. Hasil Pengukuran Mikroorganisme Udara dan Penyebarannya Terhadap ISPA 42 6. Kuisioner Penelitian ... 43

7. Hasil Korelasi dan Regresi ... 44

8. Data Hasil Gejala yang Dialami (Kuisioner) ... 45


(15)

HUBUNGAN ANTARA POPULASI MIKROORGANISME UDARA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT

DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH TERJUN MEDAN

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah mikroorganisme udara pada lokasi tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Terjun Medan dan untuk mengetahui hubungan penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) pada masyarakat di sekitarnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada titik pusat TPAS (0 meter) jumlah mikroorganisme udara sebanyak 2322 cfu/m3. Semakin jauh dari titik pusat jumlah mikroorganisme udara semakin menurun dengan angka korelasi 94,4% dan jarak yang aman bagi masyarakat adalah 750 meter, karena populasi mikroorganisme udara sudah dibawah standar baku mutu yang ditetapkan (< 700 cfu/m3). Analisis kejadian ISPA pada masyarakat disekitar TPAS Terjun Medan menunjukkan bahwa semakin tinggi populasi mikroorganisme udara semakin tinggi kejadian ISPA dengan nilai korelasi 85,7%. Identifikasi mikroorganisme udara menunjukkan bahwa udara disekitar TPAS Terjun Medan mengandung mikroba penyebab ISPA terdiri dari Streptococcus, Staphylococcus, Klebsiella, Corynebacterium, Aspergillus dan Candida.


(16)

THE RELATIONSHIP BETWEEN AIR MICROORGANISMS POPULATION WITH ACUTE RESPIRATORY TRACT INFECTION INCIDENCE AROUND

THE LANDFILL TERJUN MEDAN

ABSTRACT

This study aims to determine the number of microorganisms in the landfill

Terjun Medan and to determine the relationship of acute respiratory infections in the surrounding community. The results showed that at the center of TPAS (0 meters) of air as much as the number of microorganisms cfu/m3 2322. The farther from the center point the amount of air microorganisms declined with

94.4 % correlation rate and for the people a safe distance is ≥ 750 meters, because the microorganism population below the air quality standards established (< 700 cfu/m3). Analysis of the incidence of acute respiratory infections in the community around landfill Terjun Medan indicated that the higher the population of air microorganisms acute respiratory infections event correlation value of 85.7 %. Identification of air microorganisms showed that the air around the landfill Terjun Medan containid microbes that cause acute respiratory infections consisting of Streptococcus, Staphylococcus, Klebsiella, Corynebacterium, Aspergillus and Candida.


(17)

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keterbatasan tempat tinggal di daerah perkotaan semakin bertambah dari

waktu ke waktu, karena pertumbuhan penduduk lebih cepat dibandingkan dengan ketersediaan lahan. Kondisi ini mengakibatkan munculnya permasalahan

perumahan yang semakin rumit di perkotaan terutama masalah sanitasi lingkungan yang kurang baik. Penduduk dengan status sosial ekonomi yang rendah bertambah banyak jumlahnya. Untuk mengatasi kebutuhan perumahan mereka cenderung tinggal di daerah pinggiran, termasuk masyarakat umum dan pemulung yang bermukim di sekitar lokasi tempat pembuangan akhir sampah (TPAS). Pemulung yang menjadikan TPAS sebagai sumber mata pencahariannya bahkan mendirikan rumahnya di atas timbunan sampah di lokasi TPAS. Kebutuhan ekonomi yang semakin tinggi dengan kesulitan mencari pekerjaan yang layak membuat para pemulung tetap bertahan tinggal di lokasi TPAS (Soedojo, 1993).

Di sekitar lokasi TPAS Terjun banyak berdiri rumah penduduk dan

pemulung. Hal ini bertentangan dengan Keputusan Menkes RI No. 829 tahun 1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan

pemukiman, salah satu persyaratan adalah perumahan tidak terletak pada daerah bekas TPAS. Lokasi TPAS Terjun yang berada di sekitar perumahan penduduk sangat berpeluang menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan, diantaranya


(18)

pencemaran udara di luar maupun di dalam rumah. Timbunan sampah yang ada di TPAS Terjun menimbulkan bau yang tidak sedap. Tercemarnya udara di

sekitar TPAS menyebabkan kesehatan lingkungan terganggu (Sukamawa, et. al, 2006).

Hasil kajian dari Departemen Kesehatan pada tahun 2008/2010 melihatkan

bahwa penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) berada di urutan pertama dari sepuluh besar penyakit di 80% kabupaten/kota pada 22 propinsi di Indonesia.

Pneumonia dan penyakit gangguan saluran pernafasan lainnya disebabkan oleh buruknya kualitas udara di dalam rumah/gedung dan di luar rumah baik secara fisik, kimia maupun biologi (Budiyono, 2001).

Undang-undang No.23 tahun 1992 mengenai kesehatan menyatakan bahwa upaya kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas

lingkungan yang sehat dan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan pemukiman, tempat kerja, angkutan umum dan lingkungan lainnya yang meliputi penyehatan air, udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi, kebisingan, pengendalian vektor dan penyehatan lainnya. TPAS mempunyai fungsi yang sangat penting, namun dapat menimbulkan dampak yaitu menurunnya kualitas lingkungan yang disebabkan karena tumpukan sampah yang mengandung berbagai polutan yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Salah satu standart baku mutu yang ditetapkan oleh Keputusan Menteri Kesehatan RI No: 1077/MENKES/PER/V/2011 mengenai udara yang sehat adalah jumlah mikroorganisme < 700 cfu/m3 udara (Soemirat, 1994). Data dari Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan menyatakan bahwa penyakit ISPA selama


(19)

bulan Januari 2011 sampai dengan Desember 2011 dengan jumlah kasus

sebanyak 1.640 berada di urutan pertama dari sepuluh penyakit terbanyak di Puskesmas (Dinas Kesehatan Kota Medan, 2011).

Hampir semua kota mempunyai TPAS, tidak terkecuali Kota Medan. Metode pengelolaan sampah yang diterapkan oleh Dinas Kebersihan Kota Medan

adalah Open Dumping yaitu sampah yang masuk ke TPAS dibuang atau dipaparkan langsung ke lokasi TPAS tanpa melalui proses tertentu. Cara ini tidak direkomendasikan lagi mengingat banyaknya potensi pencemaran lingkungan

yang dapat ditimbulkan seperti perkembangan vector penyakit seperti lalat, tikus dan lain-lain. Polusi air akibat banyaknya lindi (cairan sampah) yang timbul. Estetika lingkungan yang buruk karena pemandangan yang kotor

(Syafalni dan Satrio, 2007).

Pemerintah Kota Medan memiliki dua TPAS, diantaranya adalah TPAS Terjun. TPAS Terjun berjarak ± 14 km dari pusat kota, dengan luas 137.563 m²

dan beroperasi sejak 7 Januari 1993. Berlokasi di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Pengoperasian TPAS ini masih dilakukan dengan sistem open dumping (pembuangan terbuka) sehingga dapat menimbulkan dampak

negatif terhadap kesehatan masyarakat di sekitarnya (Dinas Kebersihan Kota Medan, 2010).

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah seberapa banyak jumlah


(20)

mikroorganisme udara di sekitar tempat pembuangan akhir sampah Terjun dan sejauh mana hubungannya dengan jarak rumah penduduk yang berpengaruh terhadap kejadian penyakit ISPA.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui jumlah mikroorganisme udara pada lokasi TPAS Terjun Medan.

2. Untuk mengetahui hubungan kejadian ISPA pada masyarakat di sekitar TPAS Terjun Medan dengan populasi mikroorganisme udara.

1.4. Hipotesis

1. Populasi mikroorganisme udara di sekitar TPAS Terjun Medan melebihi standart baku mutu yang telah ditetapkan.

2. Ada hubungan antara populasi mikroorganisme udara dengan kejadian ISPA di sekitar TPAS Terjun Medan.


(21)

1.5. Manfaat Penelitian

1. Bagi petugas kebersihan dan pemulung dalam melaksanakan tugasnya agar menggunakan alat pengaman dan pelindung bagi dirinya.

2. Memberi informasi bagi pemerintah kota untuk mengambil kebijakan jarak tempat tinggal yang aman bagi masyarakat di sekitar TPAS Terjun.

3. Menambah khasanah ilmu pengetahuan kesehatan lingkungan khususnya mengenai kualitas udara pada pemukiman sekitar TPAS dan sebagai masukan bagi peneliti selanjutnya.


(22)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sampah dan Pengaruhnya

Sampah merupakan berakhirnya suatu derajat keterpakaiannya. Dalam sampah, yang ada hanya produk-produk yang dihasilkan setelah dan selama proses alam tersebut berlangsung. Akan tetapi karena dalam kehidupan manusia didefinisikan konsep Berdasarkan sumbernya jenis- jenis sampah dapat dibagi beberapa jenis diantaranya sampah alam, sampah manusia, sampah konsumsi, dapat juga dibedakan berdasarkan sifat–sifatnya, sampah organik yaitu sampah yang dapat diurai dan sampah anorganik yaitu sampah yang tidak terurai (Dasmasetiawan, 2004).

Pengelolaan sampah yang kurang baik dapat memberikan pengaruh negatif bagi kesehatan, lingkungan, maupun bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan menjadikan sampah sebagai tempat perkembangbiakan vektor penyakit, seperti lalat, tikus, serangga dan jamur. Penyakit demam berdarah disebabkan oleh vektor Aedes aegypty yang hidup berkembangbiak di lingkungan, pengelolaan sampah yang kurang baik, banyaknya kaleng, ban bekas dan plastik dengan genangan air. Penyakit sesak nafas dan penyakit mata disebabkan bau sampah yang menyengat yang


(23)

mengandung amonia hydrogen, solfide dan metylmercaptan. Penyakit saluran pencernaan (diare, kolera dan typus) disebabkan banyaknya lalat yang hidup

berkembangbiak di sekitar lingkungan tempat penumpukan sampah (Prasasti, et. al, 2005).

Insidensi penyakit kulit meningkat karena adanya bibit penyakit yang hidup dan berkembangbiak di tempat pembuangan dan pengumpulan

sampah yang kurang baik. Penularan penyakit ini dapat melalui kontak langsung ataupun melalui udara. Penyakit kecacingan terjadi dikarenakan membuang sampah secara sembarangan dan masyarakat kurang menjaga kebersihan dirinya,

misalnya makan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu dan lain-lain. Gangguan kesehatan yang disebabkan oleh pencemaran udara ini dengan

sendirinya dapat mempengaruhi daya kerja dan kreatifitas seseorang, yang berakibat menurunnya nilai produktifitas serta bias mengakibatkan kerugian ekonomi di jangka pendek maupun jangka panjang, serta timbulnya permasalahan sosial ekonomi keluarga maupun masyarakat (Nurmaini, 2005).

Pengelolaan sampah yang kurang baik menyebabkan estetika lingkungan menjadi kurang sedap dipandang mata misalnya banyaknya tebaran-tebaran sampah sehingga mengganggu kesegaran udara lingkungan masyarakat. Pembuangan sampah ke dalam saluran pembuangan air menyebabkan aliran air terganggu dan saluran air menjadi dangkal. Proses pembusukan sampah oleh mikroorganisme menghasilkan gas-gas tertentu yang menimbulkan bau busuk. Adanya asam organik dalam air serta kemungkinan terjadinya banjir mempercepat terjadinya pengerusakan fasilitas pelayanan masyarakat antara lain jalan,


(24)

jembatan, saluran air, fasilitas jaringan dan lain-lain. Pembakaran sampah dapat menimbulkan pencemaran udara dan bahaya kebakaran lebih luas. Apabila musim hujan datang, sampah yang menumpuk dapat menyebabkan banjir dan mengakibatkan pencemaran pada sumber air permukaan atau sumur dangkal (Sulistyorini, 2005).

Pengelolaan sampah yang kurang baik mencerminkan keadaan sosial-budaya masyarakat setempat. Keadaan lingkungan yang kurang baik dan jorok, menurunkan minat dan hasrat orang lain untuk datang berkunjung ke daerah tersebut. Penumpukan sampah di pinggir jalan menyebabkan kemacetan lalu lintas yang dapat menghambat kegiatan transportasi barang dan jasa. Angka kesakitan meningkat dan mengurangi hari kerja sehigga produktifitas masyarakat menurun. Kegiatan perbaikan lingkungan yang rusak memerlukan dana yang besar sehingga dana untuk sektor lain berkurang (Tamod, 2008).

Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman adalah kondisi fisik, kimia, dan biologik di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan, sehingga memungkinkan penghuninya mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. Persyaratan kesehatan perumahan yang meliputi persyaratan lingkungan perumahan dan pemukiman serta persyaratan rumah itu sendiri, sangat diperlukan karena pembangunan perumahan berpengaruh sangat besar terhadap peningkatan derajat kesehatan individu, keluarga dan masyarakat seperti yang terdapat pada peraturan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No.829/Menkes/SK/VII/1999 mengenai lokasi tempat tinggal (Nandi, 2005).


(25)

2.2 Pengertian Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS)

Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) merupakan tempat dimana sampah mencapai tahap terakhir dalam pengelolaannya sejak mulai timbul di sumber, pengumpulan, pemindahan/pengangkutan, pengolahan dan pembuangan. TPAS merupakan tempat dimana sampah diisolasi secara aman agar tidak menimbulkan gangguan terhadap lingkungan sekitarnya. Karenanya diperlukan penyediaan fasilitas dan perlakuan yang benar agar keamanan tersebut dapat dicapai dengan baik. Beberapa jenis sampah dapat terurai secara cepat, sementara yang lain lebih lambat bahkan ada beberapa jenis sampah yang tidak berubah sampai puluhan tahun misalnya plastik. Hal ini memberikan gambaran bahwa setelah TPAS selesai digunakanpun masih ada proses yang berlangsung dan menghasilkan beberapa zat yang dapat mengganggu lingkungan. Karenanya masih diperlukan pengawasan terhadap TPAS yang telah ditutup. Penentuan harus mengikuti persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan pemerintah melalui SNI nomor 03-3241-1994 tentang tata cara pemilihan lokasi TPAS. Kriteria penentuan lokasi TPAS sudah pernah dikaji oleh tim peneliti dari Kelompok Keilmuan Inderaja dan SIG serta peneliti dari Pusat Penginderaan Jauh ITB dengan rekan-rekan dari Teknik Lingkungan ITB untuk studi kasus cekungan Bandung. Persyaratan didirikannya suatu TPAS ialah bahwa pemilihan lokasi TPAS harus mengikuti persyaratan hukum, ketentuan perundang-undangan mengenai pengelolaan lingkungan hidup, analisis mengenai dampak lingkungan, ketertiban umum, kebersihan kota/lingkungan, peraturan daerah tentang


(26)

pengelolaan sampah dan perencanaan dan tata ruang kota serta peraturan-peraturan pelaksanaannya (SNI nomor 03-3241-1994 ).

2.3 Penyakit Yang Ditularkan Lewat Udara

Udara bukanlah habitat alamiah mikroorganisme, oleh karenanya kuman tidak dapat bertahan lama di dalam udara. Keberadaannya di udara tak bebas dimungkinkan karena aliran udara tidak terlalu besar, sehingga kuman dapat berada di udara dalam waktu yang relatif lama. Dengan demikian kemungkinan untuk mamasuki tubuhpun menjadi semangkin besar. Hal ini dibantu pula oleh taraf kepadatan penghuni ruangan, sehingga penularan penyakit infeksi lewat udara sebahagian besar terlaksana lewat udara tak bebas (Santoso, 1989).

Penyakit dapat dipindahkan melalui udara dengan melewati jalan pernapasan yaitu hidung, faring, laring, trakhea, bronkhi dan paru-paru. Salah satu ciri khas penyakit yang dapat ditularkan lewat udara adalah kecenderungannya untuk berjangkit secara epidemik dan menyerang banyak orang dalam waktu yang relatif singkat. Contoh khas infeksi bakterial yang ditularkan lewat udara adalah penyakit infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) dan streptokokal. Sedangkan penyakit yang khas disebabkan oleh virus dan disebarkan melalui jalan pernapasan antara lain influenza dan salesma. Penyakit yang disebabkan oleh jamur dan cendawan juga merupakan infeksi yang ditularkan lewat udara (Nurmaini, 2005).

Jenis algae, protozoa, ragi, jamur, bakteri merupakan jenis mikroorganisme yang dapat ditemukan di udara dekat pemukiman. Spora jamur


(27)

Bakteri yang ditemukan pada umumnya dari jenis gram positif, baik spora maupun nonspora. Selain itu juga ditemukan kokus gram positif dan basil gram negatif (Fitria, et. al, 2008).

Kelembaban turut mempengaruhi jumlah bakteri udara. Udara pada musim panas/kering membawa bakteri lebih banyak dari pada musim dingin atau hujan. Beberapa mikroorganisme udara termasuk dalam golongan mikroorganisme yang patogen dan dapat menyebabkan penyakit pada manusia, terutama bila berada di suasana udara tidak bebas seperti di dalam perumahan penduduk, rumah sakit, gedung- gedung umum dan perkantoran, pabrik serta gedung- gedung lainnya. Golongan ini terdiri atas berbagai jenis mikroorganisme patogen, baik jamur, protozoa, bakteri maupun virus. Penyakit yang disebabkannya sering diklasifikasikan sebagai penyakit yang menyebar lewat udara (air borne diseases) (Budiarti, et. al, 2007).

2.4 Sumber ISPA dan Penularannya

Penyakit ISPA dapat menyerang semua umur, baik orang dewasa, remaja, maupun balita. Namun yang paling rentan terserang ISPA adalah balita dan bayi. Penyakit ISPA ditandai dengan demam dan disertai satu atau lebih reaksi sistemik, seperti menggigil/kedinginan, sakit kepala, malaise, dan anoreksia, kadang pada anak-anak ada gangguan gastrointestinal. Tanda-tanda lokal juga terjadi diberbagai lokasi saluran pernafasan, bisa hanya satu gejala atau kombinasi, seperti rhinitis, faringitis, atau tonsillitis, laryngitis, laringotrakelitis, bronkhitis, pneumonitis atau pneumonia (Hartono dan Rahmawati, 2012).


(28)

Istilah ISPA meliputi tiga unsur yaitu infeksi, saluran pernafasan dan akut. Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembangbiak sehingga menimbulkan gejala penyakit. Saluran pernafasan adalah organ yang dimulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14 hari. Dengan demikian ISPA adalah infeksi saluran pernafasan yang dapat berlangsung sampai 14 hari, yang secara klinis suatu tanda dan gejala akut akibat infeksi yang terjadi di setiap bagian saluran pernafasan atau struktur yang berhubungan dengan saluran pernafasan yang berlangsung tidak lebih dari 14 hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan berlansungya proses akut, dengan gejala batuk, pilek, serak, demam, sakit kepala, meriang, sesak nafas, radang tenggorokan dan mengeluarkan ingus atau lendir yang berlangsung sampai dengan 14 hari (Nindya dan Sulistyorini, 2005).

Bakteri di udara bebas masuk dan menempel pada saluran pernafasan bagian atas yaitu tenggorokan dan hidung. Biasanya bakteri tersebut menyerang anak-anak yang kekebalan tubuhnya lemah misalnya saat perubahan musim panas ke musim hujan. Beberapa komponen lingkungan yang memiliki potensi sebagai penyebab penyakit dapat berupa benda hidup seperti bakteri, virus, jamur, cacing dan lain- lain. Sedangkan komponen lingkungan yang termasuk golongan fisik dapat berupa radiasi, kebisingan, panas, suhu, kelembapan dan lain-lain. Umumnya penyakit masuk ke dalam tubuh (berinteraksi) melalui perantaraan makanan, air, udara, vektor/binatang penular ataupun secara langsung melalui manusia. Hubungan interaktif berbagai komponen lingkungan tersebut


(29)

berinteraksi melalui saluran pernapasan, jalan pencernaan dan kulit. Agen penyakit yang melalui satu atau dua jalan tersebut kemudian diabsosbsi (diserap oleh tubuh) dan masuk ke dalam sistem sirkulasi tubuh. Dalam sirkulasinya, benda asing yang masuk ke dalam tubuh tersebut akan mengalami biotransformasi atau penangkalan. Bila tubuh gagal melakukannya maka benda-benda asing tersebut baik kimia maupun biologi akan merusak organ dan menimbulkan gangguan kesehatan (Yusup dan Sulistyorini, 2005).

Penyebab ISPA terdiri lebih dari 300 jenis bakteri, virus dan riketsia. Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus, Staphylococcus, Pneumococcus, Haemophylus, Bordetella, dan Corynebacterium. Virus penyebab ISPA terbesar adalah virus pernafasan antara lain adalah group Mixovirus (Orthomyxovirus sub group Influenza virus, Paramyxovirus sub group Para Influenza virus dan Metamixovirus sub group Rerpiratory sincytial virus/RS-virus), Adenovirus, Picornavirus, Coronavirus, Mixoplasma, Herpesvirus. Jamur Penyebab ISPA antara lain Aspergilus sp, Candida albicans dan Histoplasma. Bibit penyakit ISPA berupa jasad renik ditularkan melalaui udara. Mikroorganisme yang berada di udara masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan dan menimbulkan infeksi, penyakit ISPA dapat pula berasal dari penderita yang mengandung bibit penyakit, baik yang sedang jatuh sakit maupun karier. Jika mikroorganisme berasal dari tubuh manusia umumnya dikeluarkan melalui sekresi saluran pernafasan dapat berupa saliva dan sputum. Penularan juga dapat terjadi melalui kontak langsung/tidak langsung dari benda yang telah dicemari mikroorganisme (hand to hand transmission). Oleh karena salah satu


(30)

penularan melalui udara yang tercemar dan masuk ke dalam tubuh melalui saluran pernafasan, penyakit ISPA termasuk golongan air borne diseases (Anies, 2005).

2.5 Proses Terjadinya ISPA

Udara yang masuk melalui rongga hidung disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Partikel debu yang kasar dapat disaring oleh rambut yang terdapat dalam hidung, sedangkan partikel debu yang halus akan terjerat dalam lapisan mukosa. Gerakan silia mendorong lapisan mukosa ke posterior/belakang ke rongga hidung dan ke arah superior/atas menuju faring. Secara umum, efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan pergerakan silia hidung menjadi lambat dan kaku bahkan dapat berhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan akibat iritasi oleh bahan pencemar. Produksi lendir akan meningkat sehingga menyebabkan penyempitan saluran pernafasan dan rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan. Akibat dari hal tersebut akan menyebabkan kesulitan bernafas sehingga benda asing tertarik dan bakteri lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan, hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan (Nindya dan Sulistyorini, 2005).

2.6 Kondisi TPAS Terjun

TPAS Terjun berlokasi sekitar 16 km di utara pusat kota Medan yaitu Kelurahan Terjun kecamatan Medan Marelan yang beroperasi sejak 1993. Tanah asli TPAS Terjun relatif datar dengan ketinggian elevasi ± 2,5-3 m dari permukaan laut. Kondisi klimatologi Kota Medan menurut stasiun BMG Sampali suhu minimum berkisar antara 23,0ºC-24,1ºC dan suhu maksimun berkisar antara


(31)

30,6ºC-33,1ºC. Kelembaban udara untuk Kota Medan rata-rata berkisar antara 78-82%. Kecepatan angin rata-rata sebesar 0,42 m/sec sedangkan rata-rata total laju penguapan tiap bulannya 100,6 mm. Kondisi areal sekitarnya berupa rawa yang banyak ditumbuhi pohon palem, kolam dan areal persawahan irigasi (Dinas Kebersihan Kota Medan, 2012).

Penimbunan sampah masih berlangsung secara terbuka (open dumping), dimana truk sampah membuang sampah pada zona yang telah ditentukan kemudian sampah tersebut diatur penempatannya oleh alat berat. Ketinggian timbunan sampah berpariasi ± 7-12 m dari lantai jembatan timbang dengan tinggi timbunan sampah maksimun di utara TPAS. Hampir seluruh areal TPAS sudah tertimbun sampah kecuali areal TPAS dibahagian barat yang masih berupa rawa. Prasarana jalan operasional sudah mudah dijangkau seluruh areal TPAS. Prasarana ini dibangun di atas timbunan sampah dengan kontruksi timbunan batu dan tanah. Kelandaian jalan operasional maximum sebesar 12% berada pada awal jalan operasional yakni pada saat truk naik pada areal timbunan sampah.

Pengelolaan kebersihan di kota Medan dilakukan oleh Dinas Kebersihan Kota Medan yang meliputi penyapuan jalan-jalan, pengumpulan sampah dari sumber ke tempat penampungan sementara (TPS), pengangkutan sampah ke TPAS, pemusnahan sampah dan pengelolaan TPAS. Sumber-sumber sampah di kota Medan dapat dikelompokkan berdasarkan sampah domestik yaitu sumpah yang bersumber dari lokasi pemukiman penduduk, sampah non domestik yaitu sampah yang bersal dari toko, plaza, perkantoran industri dan fasilitas umum misalnya tempat pendidikan, hotel tempat rekreasi, terminal dan stasiun kereta


(32)

api. TPAS Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan berada dekat dengan perumahan penduduk. Dari studi AMDAL terhadap TPAS Terjun menyatakan bahwa timbulnya pencemaran udara akibat meningkatnya konsentrasi gas serta timbulnya bau, baik yang ditimbulkan pada tahap operasi penimbunan dan pemadatan sampah maupun setelah selesainya tahap operasi. (Dinas Kebersihan Kota Medan, 2012).

2.7 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota Medan mempunyai luas area keseluruhan ± 16,05 Km dengan luas pemukiman ± 2,1 Km dengan wilayah sebagai berikut sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Hamparan Perak, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Labuhan Deli, sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Labuhan dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Helvetia. Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan terbagi dalam 22 Lingkungan. Lokasi penelitian dilakukan pada lingkungan 1 yang mempunyai luas area ± 225 Ha dan terdiri dari ± 351 KK/RT. Sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai buruh dan nelayan dengan tingkat perekonomian menengah ke bawah. Di lingkungan1 Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan terdapat lahan Pemerintah Kota Medan seluas ± 13 Ha yang dijadikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir Sampah, atau dikenal sebagai TPAS Terjun. Data mengenai kondisi TPAS Terjun dapat dilihat pada Tabel 2.1.


(33)

Tabel 2.1. Data Mengenai Kondisi TPA (Sumber: Dinas Kebersihan Kota Medan, 2012).

No Uraian Keterangan

1 Lokasi

Kelurahan Terjun

Kecamatan Medan Marelan

2 Kepemilikan lahan Pemko Medan

3 Jarak lokasi TPA dari

Sungai 5 km (Sei Deli)

Lapangan terbang 23 km (Polonia)

Pantai 6 km (Belawan)

Pusat kota 14 km

4 Kondisi tanah

Areal Tanah lempung

Lapisan dasar Tanah liat

5 Topografi Relatif datar

6 Mulai dioperasikan 7 januari 1993

7 Fasilitas lain

Incenerator Tidak ada

Instalasi pengolahan limbah tinja (IPTL) Tidak ada

Komposting Tidak ada

8 Sampah yang masuk perhari 50% dari sampah terangkut Sampah yang dibiarkan terbuka bukan hanya menyebabkan pencemaran udara akibat bau tetapi dapat juga terjadi pencemaran udara yang mengandung mikroorganisme. Sampah yang menggunung akan mempengaruhi kwalitas udara yang berada disekirar TPAS. Mikroorganisme yang ada di udara berasal dari tumpukan sampah. Pada ketinggian 300-1000 kaki atau lebih dari permukaan bumi mikroorganisme tanah yang melekat pada fragmen daun kering, jerami, atau partikel debu yang tertiup angin. Mikroorganisme yang ditemukan di udara di atas pemukiman penduduk di bawah ketinggian 500 kaki yaitu spora Bacillus dan

Clostridium, yeast, fragmen dari miselium, spora fungi, serbuk sari, kista. Faktor-faktor lingkungan dapat juga mempengaruhi mikroorganisme udara


(34)

diantaranya suhu, atmosfer, kelembaban, angin, ketinggian, dan lain-lain. Suhu dan kelembaban adalah dua faktor penting yang menentukan mikroorganisme dalam kelangsungan hidup di udara terkait erat dengan suhu. Peningkatan suhu menyebabkan penurunan waktu bertahan (Dinas Kebersihan kota Medan, 2012).

Aerosol pernafasan dipengaruhi oleh gaya dan tekanan yang ada ketika partikel-partikel tersebut dihasilkan. Ukuran akhir aerosol tergantung pada sifat cairan yang mengandung mikroorganisme, gaya dan tekanan emisi, ukuran awal aerosol, lama terbawa udara, dan ukuran mikroorganisme di dalam droplet. Jarak dan lamanya partikel tetap melayang di udara ditentukan jenis mikroorganisme, ukuran partikel, kecepatan pengendapan, kelembaban dan aliran udara. Partikel besar biasanya tetap melayang di udara selama jangka waktu yang terbatas dan mengendap pada jarak 1 meter (3 kaki) dari sumbernya. Partikel kecil menguap dengan cepat, dan residu yang dihasilkan mengendap dari udara secara perlahan-lahan dan bisa melayang di udara selama jangka waktu yang bervariasi. Ukuran partikulat debu yang membahayakan kesehatan umumnya berkisar antara 0,1 mikron sampai dengan 10 mikron. Pada umumnya ukuran partikulat debu sekitar 5 mikron merupakan partikulat udara yang dapat langsung ke paru-paru dan mengendap di alveoli. Keadaan ini bukan berarti bahwa ukuran partikulat yang lebih besar dari 5 mikron tidak berbahaya, karena partikulat yang lebih besar

dapat mengganggu saluran pernafasan atas dan menyebabkan iritasi (Ching, et. al, 2007).


(35)

BAB III. METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di TPAS dan daerah sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah di Desa Terjun Marelan kota Medan. Pengukuran kualitas udara dilakukan pada bulan Maret 2013. Sampel Pengukuran kualitas udara diambil pada daerah pemukiman masyarakat di daerah TPAS dan dititik lokasi TPAS (Lampiran 2). Masing–masing sampel dianalisis di Balai Laboratorim Kesehatan Propinsi Sumatera Utara dengan cara kultur/pembiakan.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah udara di sekitar TPAS yang diambil di lokasi TPAS dan daerah pemukiman masyarakat yang berada di bagian selatan, sisi kanan dan kiri TPAS. Media yang digunakan adalah Plate Count Agar (PCA), Brain Heart Infusion (BHI) broth, Mac Conkay Agar (MCA), Agar Darah, Nutrient Agar (NA), Endo Agar, Salmonella Shigella Agar (SSA), TCBS Medium, Sabarout dektrosa Agar (SDA), Tripple Sugar Iron Agar (TSIA), Simon Citrat Agar dan SIM Medium. Alat yang di gunakan untuk pengambilan sampel adalah Mas Exampler dengan code Mas 100, petridish, koloni counter, inkubator, autoklaf, tabung, laminar flow, biosafety.


(36)

3.3. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan dua tahapan. Tahap pertama dengan melakukan pengambilan sampel untuk pengukuran kualitas udara di lokasi TPAS

Terjun dan di sekitar perumahan penduduk (Lampiran 2), kemudian dianalisis di Balai Laboratorium Kesehatan Propinsi Sumatera Utara. Tahap ke dua dengan

melakukan survei terhadap masyarakat yang berada di sekitar TPAS Terjun dengan melakukan wawancara/kuisioner (Lampiran 6).

3.3.1 Pengukuran Jumlah Mikroorganisme

Sampel udara diambil di TPAS Terjun dengan empat arah mata agin (timur, barat, utara, selatan) dan daerah pemukiman masyarakat di sekitar TPAS Terjun pada sisi kanan dan kiri arah selatan dari TPAS dengan titik sampel yang tersebar pada jarak 0 m di lokasi TPAS dan keluar ke arah perumahan penduduk 100 m, 250 m, 500 m, 750 m dan 1000 m seperti tampak pada Lampiran 1.

Pengukuran sampel udara dilakukan dengan cara, alat pengambil sampel (Mas Exampler dengan code Mas 100) diletakkan di atas meja, kemudian alat tersebut dihidupkan, lalu tutup alat dibuka serta petridis yang berisi media PCA dimasukkan kedalam alat tersebut, kemudian ditutup serta diarahkan menghadap ke atas, diatur waktu selama 15-30 menit dengan daya sedot 100 liter/menit (Merck MAS-100, 2002) seperti tampak pada Lampiran 2. Setelah selesai media dibawa ke laboratorium, lalu diinkubasi pada 37ºC selama 24 jam. Koloni yang tumbuh (bakteri dan jamur) dihitung pada media dengan menggunakan koloni


(37)

3.3.2 Identifikasi Mikroorganisme Udara

Setelah dilakukan penghitungan jumlah mikroorganisme dari media PCA (lampiran 4) dilakukan identifikasi secara makroskopis terhadap bentuk, sifat, morfologi koloni mikroorganisme yang tumbuh (Lampiran 3). Koloni dengan ciri-ciri dan bentuk yang berbeda-beda diambil dan dilakukan pewarnaan Gram, diambil kembali koloni dari PCA dan ditanam ke media enrichment (BHI broth) inkubasi 37ºC selama 24 jam, kemudian ditanam pada media Mac Conkey Agar, Nutrien Agar, Agar Darah, Endo Agar, SS Agar, dan TCBS Inkubasi dilakukan pada 37ºC selama 24 jam. Kemudian koloni-koloni yang tumbuh pada media-media tersebut ditanam ke media-media TSIA, Simon Citrat dan SIM diinkubasi pada 37ºC selama 24 jam dan diidentifikasi (Lampiran 5). Untuk jamur ditanam ke media Sabaroud dekstrosa Agar dan diinkubasi pada 25ºC selama 3 x 24 jam (Soemarno, 2000).

3.3.3 Survei Kejadian ISPA Masyarakat di Sekitar TPAS Terjun Medan Survei dilakukan dengan memberikan kuisioner dan diisi oleh kepala keluarga yang berada di sekitar TPAS Terjun. Lokasi penyebaran kuisioner dapat di lihat pada Lampiran 6.

Kuisioner dikembangkan dari gejala-gejala ISPA seperti yang ditulis oleh Hartono dan Rahmawati (2012) dalam buku ISPA gangguan pernafasan pada anak panduan bagi tenaga kesehatan dan umum (lampiran 6). Data dari Kelurahan Terjun menunjukkan jumlah kepala keluarga 351. Dengan jumlah masyarakat sebanyak 1.381 orang (Pemerintah Kota, 2011). Dalam penelitian ini


(38)

menggunakan tingkat kesalahan 5% (0,05). Berdasarkan rumus N = n/N(d)2 + 1. n = sampel, N = populasi, d = nilai presisi 95% atau sig = 0,05 (Suharsimi, 2005).

Maka jumlah kuisioner sebanyak = 186.9 digenapkan menjadi

187. Untuk mewakili populasi kuisioner pendistribusian disebar sebanyak 221 dikarenakan jumlah masyarakat di sekitar TPAS Terjun tidak merata. Kuisioner didistribusikan secara proporsional kepada kepala keluarga yang bertempat

tinggal di sekitar TPAS dengan jarak 100 m (21), 250 m (50), 500 m (50), 750 m (50), 1000 m (50).

3.4 Analisis Data

Data yang ada diolah, dirapikan, diseragamkan sehingga terlihat jelas sifat-sifat yang dimiliki data tersebut. Data dari hasil kuisioner yang diberikan dan diisi

oleh kepada keluarga ditabulasi sehingga terlihat jelas hasil data tersebut. Data dikelompokkan sesuai dengan sifat yang dimiliki dan dipindahkan ke dalam

tabel dan disesuaikan dengan tujuan lalu dianalisis. Data dikelompokkan sesuai dengan hasil yang dimiliki untuk mengetahui hubungan dan pengaruh jarak dari TPAS. Hasil analisis laboratorium dibandingkan/dihubungkan dengan data hasil kuisioner. Metode yang digunakan adalah uji statistik regresi/korelasi linier untuk mengetahui hubungan jarak dan kejadian ISPA dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terjun.


(39)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Jumlah Mikroorganisme Udara

Penelitian dilakukan di TPAS dan di sekitar rumah penduduk di sekitar TPAS Terjun Kecamatan Medan Marelan untuk mengetahui hubungan jarak

TPAS terhadap jumlah mikroorganisme udara (bakteri dan jamur). Hasil pemeriksaan laboratorium terhadap pengukuran jumlah mikroorganisme

udara dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Jumlah Mikroorganisme Udara Berdasarkan Jarak dari TPAS Jarak dari TPAS (meter) Jumlah mikroorganisme (cfu/m³)

0 2322

100 2096

250 1062

500 871

750 629

1000 99

Dari hasil seperti pada Tabel 3 di atas dapat terlihat bahwa jumlah mikroorganisme udara yang terbanyak pada jarak 0 m (pusat TPAS) sebanyak 2322 cfu/m³ . Semakin jauh jarak dari titik pusat TPAS menunjukkan bahwa jumlah mikroorganisme semakin sedikit. Pada jarak 1000 m jumlah mikroorganisme dijumpai yang paling sedikit. Jumlah mikroorganisme pada lokasi titik pusat TPAS melebihi dari standart baku mutu yang telah ditetapkan. Populasi mikroorganisme udara yang tertinggi di titik pusat TPAS inilah menyebar ke daerah sekitarnya. Dari hasil ini menunjukkan bahwa jarak yang aman dari TPAS Terjun adalah pada jarak 750 m dari TPAS, karena pada jarak


(40)

itu jumlah mikroorganisme < 700 cfu/m³ Gambar 5 menunjukkan penurunan jumlah populasi mikroorganisme udara dengan penambahan jarak dari titik TPAS.

Gambar 4.1. Grafik Hubungan Jarak dari TPAS Terhadap Jumlah Mikroorganisme.

Gambar di atas dapat diketahui adanya hubungan yang linier (Y = -2,09X+ 2086) antara jarak dari TPAS dengan jumlah mikroorganisme.

Korelasi antara jarak dari TPAS dengan jumlah mikroorganisme (cfu/m³) sebesar 0,944. Hal ini menunjukkan hubungan yang erat antara jumlah mikroorganisme dengan jarak dari TPAS adalah sebesar 94,4%. Sedangkan variasi yang terjadi terhadap banyaknya jumlah mikroorganisme sebesar 89,1% disebabkan oleh jarak dari TPAS dan sisanya 10,9% disebabkan oleh faktor lain (Lampiran 7).

Kemungkinan tingginya populasi mikroorganisme udara di daerah TPAS Terjun juga disebabkan oleh banyaknya sampah organik (74,07%) yang terdapat di TPAS Terjun merupakan tempat berkembang biak mikroorganisme. Mikroorganisme ini hidup dengan memperoleh makanan berupa zat organik dari


(41)

lingkungannya. Bakteri yang mendapatkan zat organik dari sampah, kotoran, bangkai dan juga sisa makanan yang dibuang ke TPAS. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O, energi dan

mineral. Disamping itu mikroorganisme juga mengurai bahan-bahan organik dan limbah organik yang memberi manfaat kepada manusia. Penguraian dalam kondisi tanpa oksigen (anaerobik), material organik akan menjadi gas amoniak, hidrogen sulfida (H2S), methana (CH4

Topografi permukaan tanah asli TPAS Terjun relatif datar dengan ketinggian elevasi ±2,5-3,0 m dari permukaan laut (Lampiran 4), hal ini sangat

mendukung untuk hidup dan berkembangbiaknya mikroorganisme. Kelembaban udara untuk kota medan rata-rata berkisar antara 78-82%.

Kelembaban udara yang relatif rendah yaitu < 20% dapat menyebabkan kekeringan selaput lendir membran, sedangkan kelembaban tinggi akan meningkatkan pertumbuhan mikrorganisme. Udara terdiri dari berbagai lapisan hingga ketinggian sekitar 1000 km. Lapisan yang terdekat dengan bumi disebut troposfer. Jumlah dan macam mikroorganisme dalam suatu volume udara akan bervariasi sesuai dengan lokasi, kondisi cuaca dan jumlah orang yang ada. Hal yang senada juga diteliti oleh Prasasti et al (2005) mengenai pengaruh kualitas udara dalam ruangan ber AC terhadap gangguan kesehatan dengan hasil adanya gangguan kesehatan terhadap karyawan yang bekerja pada ruangan AC yang udara disekitarnya tercemar.

) dan senyawa lain yang lebih sederhana. Bahrin, et. al. (2011) menunjukkan bahwa sampah organik dapat menghasilkan biogas dan bermamfaat bagi manusia.


(42)

Banyaknya truk-truk sampah yang masuk ke lokasi TPAS menyebabkan banyaknya debu di sekitar perumahan penduduk. Daerah yang berdebu hampir selalu mempunyai populasi mikroorganisme atmosfer yang tinggi. Pengaruh angin juga menentukan keberadaan mikroorganisme di udara. Kecepatan angin Kota Medan rata-rata sebesar 0,42 m/detik. Pada udara yang tenang, partikel cenderung turun oleh gravitasi, tapi sedikit aliran udara dapat menjaga mikroorganisme dalam suspensi untuk waktu yang relatif lama. Angin penting dalam penyebaran mikroorganisme karena membawa mereka lebih jauh. Kecepatan angin juga memproduksi turbulensi udara yang menyebabkan distribusi vertikal mikroorganisme udara. Pola cuaca global juga mempengaruhi penyebaran vertikal. Ketinggian membatasi distribusi mikroorganisme di udara. Semakin tinggi dari permukaan bumi, udara semakin kering, radiasi ultraviolet semakin tinggi, dan suhu semakin rendah sampai bagian puncak troposfer. Hanya spora yang dapat bertahan dalam kondisi ini, dengan demikian, mikroorganisme yang masih mampu bertahan pada ketinggian adalah mikroorganisme dalam fase spora dan bentuk-bentuk resisten lainnya (Budiarti, et. al., 2007).

Wikansari, et. al. (2012) mengatakan bahwa pencemaran udara yang

disebabkan oleh mikroorganisme juga dapat menyebabkan penyakit nosokomial bagi pasien yang berada di rumah sakit. Mikroorganisme udara berasal dari 3 fenomena lingkungan yaitu partikel debu, droplet dan inti droplet. Droplet udara yang terbentuk selama aktifitas manusia bisa mengandung debu saja ataupun debu material biologi seperti bakteri. Droplet yang mengandung mikroorganisme udara akan masuk dan berdistribusi melalui aliran udara dan menyebabkan terjadinya


(43)

resiko penularan infeksi. Mikroorganisme dengan jumlah yang banyak lebih memungkinkan untuk terjadinya infeksi (Budiarti et al, 2007).

4.2 Kejadian ISPA di Sekitar TPAS Terjun Medan

Dari hasil studi kejadian ISPA pada masyarakat di sekitar TPAS dengan menggunakan kuisioner terdapat hasil seperti terlihat pada Tabel 4.

Tabel 4.2. Kejadian ISPA di Sekitar TPAS Terjun Medan Jarak dari

TPAS (meter) Jumlah Kuisioner

ISPA Jumlah (%)

0 0 0 0

100 21 21 100

250 50 33 66

500 50 16 32

750 50 9 18

1000 50 4 8

Data di atas dapat dilihat bahwa kejadian ISPA ditemukan di seluruh area studi dan banyak dialami oleh masyarakat di sekitar TPAS pada jarak 100 m. Pada jarak 100 m dari sisi kanan dan 100 m dari sisi kiri keseluruhan masyarakat di sekitar itu mengalami ISPA. Semakin jauh dari titik pusat TPAS persentase kejadian ISPA semakin menurun, dan mencapai angka 8% pada jarak 1000 m. Jarak yang sangat dekat dengan TPAS tidak baik untuk kesehatan karena udara yang berada di sekitar TPAS banyak mengandung mikroorganisme melebihi yang direkomendasikan oleh Menteri Kesehatan No.1077/MENKES/PER/V/2011 mengenai udara yang sehat.

Udara tidak mengandung mikroorganisme secara alami, tetapi kontaminasi dari lingkungan sekitarnya mengakibatkan udara mengandung berbagai mikroorganisme, misalnya dari debu, air, proses aerasi, dari penderita ISPA


(44)

dan lain-lain. Mikroorganisme yang terdapat di udara biasanya melekat pada bahan padat misalnya debu atau terdapat dalam tetesan air (droplet). Jika dalam suatu ruangan banyak terdapat debu, mikroorganisme yang ditemukan di dalamnya juga bermacam-macam (Budiyono, 2001). Safitri dan Keman (2007) menyebutkan kejadian ISPA juga sangat erat hubungannya dengan komponen rumah, sarana sanitasi rumah dan perilaku penghuni. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sulistyoningsih dan Rustandi (2011) bahwa faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA bisa terjadi karena faktor pengetahuan ibu, pendidikan ibu, tingkat sosial ekonomi, status gizi balita dan imunisasi.

4.3 Hubungan Mikroorganisme Udara Dengan Kejadian ISPA

Lokasi jarak yang dekat dengan TPAS sangat memungkinkan untuk terjadinya ISPA. Dari Gambar 4.2. dapat dilihat bahwa, semakin dekat ke TPAS kejadian ISPA semakin tinggi, hal ini kemungkinan karna tingginya populasi mikroorganisme udara di sekitar TPAS Terjun seperti yang dijelaskan sebelumnya. Mikrooganisme udara yang menyebar di daerah sekitarnya dan mengkontaminasi masyarakat. Hasil perhitungan menunjukkan koefisien korelasi 85,7% artinya hubungan antara jarak TPAS dengan kejadian ISPA erat dan

hubungan antara jarak dari TPAS dengan kejadian ISPA berbentuk linier (Y = -0,043X + 56,22).


(45)

Gambar 4.2. Persentasi kejadian ISPA berdasarkan Jarak dari TPAS

Variasi yang terjadi terhadap kejadian ISPA sebesar 73,4% disebabkan oleh jarak dari TPAS dan sisanya 26,6% disebabkan oleh faktor lain. Faktor lain tersebut dapat berupa kondisi keadaan lingkungan fisik rumah seperti yang diteliti oleh Sukamawa et al (2006)bahwa keadaan lingkungan fisik rumah yang meliputi ventilasi rumah dan kebersihan rumah, dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa ventilasi merupakan proses penyediaan udara segar dan pengeluaran udara kotor secara alamiah. Ventilasi di samping berfungsi sebagai pertukaran udara juga berfungsi sebagai masuknya cahaya atau sinar matahari ke dalam ruangan. Sedangkan kebersihan rumah merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap kesehatan penghuninya. Dengan demikian kebersihan rumah merupakan faktor resiko utama terjadinya ISPA.

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya ISPA seperti yang diteliti Arini (2012) diantaranya adalah pengetahuan tentang ISPA, pemberian makanan yang bergizi, status imunisasi dan lain-lain. ISPA dapat terjadi bila udara bebas


(46)

(yang tercemar) masuk dan menempel pada saluran pernapasan bagian atas, yaitu tenggorokan dan hidung. Dari kejadian tersebut terjadi peradangan yang disertai demam, pembengkakan pada jaringan tertentu hingga berwarna kemerahan, rasa nyeri dan gangguan fungsi karena mikroorganisme di daerah tersebut maka kemungkinan peradangan menjadi parah semakin besar dan cepat. Infeksi dapat menjalar ke paru-paru, dan menyebabkan sesak atau pernapasan terhambat, bila oksigen yang dihirup berkurang, bisa menyebabakan kejang bahkan bila tidak segera ditolong bisa menyebabkan kematian. Penyakit ISPA ditandai dengan tanda-tanda dan gejala seperti demam, batuk, pilek, berhingus, sakit kepala, meriang, sesak nafas, radang tengorokan. Seseorang dikatakan menderita ISPA bila ditemukan tiga (demam, batuk, pilek) dari delapan tanda-tanda dan gejala ISPA (Oktaviani et al,2010). Data menunjukkan bahwa seluruh masyarakat yang menderita ISPA juga mengalami keseluruhan gejala-gejala yang ada (lampiran 8).

4.4 Hasil Identifikasi Mikroorganisme Udara

Setelah dilakukan identifikasi dari sampel yang diambil dengan alat Mas Exampler dengan code Mas 100 didapat beberapa bakteri udara seperti terlihat pada Tabel 4.2.


(47)

Tabel 4.3. Mikroorganisme Udara yang Teridentifikasi Jarak Dari TPAS

(Meter)

Genus yang berpotensi menyebabkan ISPA

Genus yang tidak berpotensi menyebabkan ISPA 0 100 250 500 750 1000 Streptococcus Staphylococcus Klebsiella Corynebacterium Aspergilus Candida Streptococcus Staphylococcus Klebsiella Corynebacterium Aspergilus Candida Streptococcus Staphylococcus Klebsiella Corynebacterium Aspergilus Candida Streptococcus Staphylococcus Klebsiella Corynebacterium Aspergilus Candida Streptococcus Staphylococcus Klebsiella Aspergilus Candida Streptococcus Staphylococcus Aspergilus Candida Salmonella Shigella Escherichia Vibrio Enterobacter Salmonella Shigella Escherichia Vibrio Enterobacter Salmonella Shigella Escherichia Enterobacter Salmonella Escherichia Enterobacter Salmonella Escherichia Enterobacter Escherichia Enterobacter

Dari Tabel 4.2 dapat disimpulkan bahwa jumlah genus mikroorganisme udara pada jarak 0 meter (titik pusat) terdapat mikroorganisme yang menyebabkan ISPA terdiri dari 4 genus bakteri yaitu Streptococcus, Staphylococcus, Klebsiella dan Corynebacterium juga 2 genus jamur yaitu Aspergilus dan Candida,


(48)

sedangkan mikroorganisme yang tidak berpotensi menyebabkan ISPA terdiri dari Salmonella, Shigella, Escherichia, Vibrio dan Enterobacter. Pada jarak 750 meter dan 1000 meter jumlah genus mikorooganisme udara yang menyebabkan ISPA mengalami penurunan, pada jarak 1000 m dari titik pusat TPAS hanya ditemukan 2 genus bakteri yaitu Streptococcus dan Staphylococcus 2 genus jamur yaitu Aspergilus dan Candida. Berdasarkan dari hasil ini bahwa mikroorganisme udara yang berada di sekitar TPAS Terjun berasal dari TPAS Terjun. Banyaknya jenis

dan jumlah mikroorganisme sangat berpengaruh terhadap kejadiaan ISPA. Pada jarak 750 meter jenis dan jumlah mikroorganisme menurun, hal ini

menyebabkan daya untuk menyebabkan ISPA menjadi berkurang.

Banyaknya jenis mikroorganisme yang menyebabkan infeksi saluran pernafasan akut ini cukup menyulitkan dalam klasifikasi dari segi kausa, hal ini semakin nyata setelah diketahui bahwa satu organisme dapat menyebabkan beberapa gejala klinis penyakit serta adanya satu macam penyakit yang bisa disebabkan oleh berbagai macam mikroorganisme tersebut. Oleh karena itu klasifikasi ISPA hanya didasarkan pada lokasi anatomis meliputi infeksi saluran pernafasan bagian atas dan derajat keparahan penyakit.Pembagian ISPA menurut derajat keparahannya meliputiISPA ringan ditandai dengan satu atau lebih gejala yaitu batuk, pilek dan demam. ISPA sedang meliputi gejala ISPA ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut berhingus, sakit kepala, radang tenggorokan dan meriang. ISPA berat meliputi gejala sedang/ringan ditambah satu atau lebih gejala berikut seperti kesadaran menurun, bibir/kulit pucat kebiruan (Dep Kes RI, 1992).


(49)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:

1. Kualitas udara di sekitar lokasi TPAS Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan tidak memenuhi syarat kesehatan disebabkan oleh adanya mikroorganisme sudah di atas batas baku mutu (>700 cfu/m³).

2. Semakin banyak jumlah mikroorganisme di udara kejadian ISPA disekitar TPAS semakin besar.

3. Jarak yang aman bagi masyarakat adalah 750 m dari TPAS.

4. Hasil identifikasi ditemukan bakteri udara yang berpotensi menyebabkan ISPA diantaranya Streptococcus, Staphylococcus, Klebsiella dan Corynebacterium, sedangkan jenis jamur Aspergillus dan Candida. Sedangkan bakteri lain yang tidak berpotensi menyebabkan ISPA diantaranya Salmonella, Shigella, Escherichia, Vibrio dan Enterobacter

5.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan dan pembahasan di atas, maka didapat saran- saran:

1. Bagi masyarakat yang bertempat tinggal di daerah 750 m dari TPAS pindah dari lokasi sekitar TPAS.


(50)

2. Bagi petugas kebersihan agar menjalankan prosedur keselamatan kerja dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku serta menjalankannya dalam melaksanakan tugas.

3. Sebagai masukan bagi pemerintah kota untuk memperbaiki sistim pengelolaan sampah yang ada dengan metode dan teknik pengolahan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat dan lingkungan.

4. Hasil penelitian dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan dan sebagai informasi mengenai kualitas udara yang berada di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah, khususnya TPAS Terjun Kecamatan Medan Marelan, serta sebagai dokumen ilmiah yang dapat dikembangkan oleh peneliti selanjutnya, khususnya berbagai dampak yang diakibatkan oleh TPAS.


(51)

DAFTAR PUSTAKA

Anies. 2005. Mewaspadai Penyakit Lingkungan, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Arini, D. 2012. Hubungan Pola Pemberian ASI dengan Frekuensi Kejadian Diare dan ISPA Pada Anak. Jurnal Ilmiah keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya. 3(2): 58-66.

Bahrin, D., Anggraini, D dan Pertiwi, M. B. 2011. Pengaruh Jenis Sampah Komposisi Masukan dan Waktu Tinggal Terhadap Komposisi Biogas dari Sampah Organik Pasar di Kota Palembang. Prosiding Seminar Nasional AVoER ke-3 ISBN:979-587-395-4: 283-293.

Budiarti, Y.L., Noormuthmainah dan Rahmiati. 2007. Jenis Bakteri dan Jamur Kontaminan Udara di Ruang Perawatan Sub Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Banjarbaru. Jurnal Kedokteran. 15(1): 41-48.

Budiyono, A. 2001. Pencemaran Udara Dampak Pencemaran Udara Pada Lingkungan. Berita Dirgantara. 2(1): 21-27.

Ching, P., Harriman, K., Yuguoli., Silva, C.L.P., Seto, W.H dan Wang, T.K.F. 2007. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang Cenderung Menjadi Epidemi dan Pandemi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, WHO Jenewa.

Darmasetiawan, M. 2004. Perencanaan Tempat Pembuangan Ahir (TPA) Ekamitra Enginering, Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. 1992. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA).Direktorat Jenderal PPM & PLP Jakarta. Dinas Kebersihan Kota Medan. 2010. Laporan Final Studi Kelayakan Lokasi

Tempat Pembuangan Ahir Sampah (TPA), Pemerintah Kota Medan.

______________ 2012. Penyusunan DED Revitalisasi TPA Terjun dan Namo Bintang. Pemerintah Kota Medan.

Dinas Kesehatan Kota Medan. 2011. Laporan Tahunan Pasien Berobat Jalan Puskesmas Terjun. Pemerintah Kota Medan.

Fidrotin, A., Edianto dan Agus, S., 2011. Hubungan Pengetahuan Tentang Polusi Udara Dengan Terjadinya ISPA Pada Masyarakat. Jurnal Penelitian Kesehatan. 3(2):1-5


(52)

Fitria, L., Wulandari,. R. A., Hermawati, E dan Susanna, D. 2008. Kualitas Udara Dalam Ruang Perpustakaan Universitas “X” Ditinjau dari Kualitas Biologi, Fisika dan Kimia. Makara Kesehatan. 12(2): 76-82.

Hartono, R dan Rahmawati, D.H. 2012. ISPA Gangguan Pernafasan Pada Anak Panduan Bagi Tenaga Kesehatan dan Umum. Nuha Medika, Yokyakarta. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829 Tahun 1999. Tentang Persyaratan

Kesehatan Perumahan dan Lingkungan Pemukiman.

______________No: 1077/MENKES/PER/V/2011. Mengenai Udara Yang Sehat. Nandi. 2005. Kajian Keberadaan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah

Dalam Konteks Tata-Ruang. Jurnal GEA Jurusan Pendidikan Geografi. 5(9):1-7

Nindya, T.S dan Sulistyorini, L. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) Pada Anak Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2(1): 43-52.

Nurmaini, S.C.I. 2005. Faktor-Faktor Kesehatan Lingkungan Perumahan Yang Mempengaruhi Kejadian ISPA Pada Balita di Perumahan Nasional (Perumnas) Mandala Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Majalah Kedokteran Nusantara. 38(3): 230-234.

Oktaviani, D,. Fajar, N. A dan Purba, I, G,. 2010. Hubungan Kondisi Fisik Rumah dan Perilaku Keluarga Terhadap Kejadian ISPA Pada Balita di Kelurahan Cambai Kota Prabunulih Tahun 2010. Jurnal Pembangunan Manusia. 4(12): 1-15

Pemerintah Kota Medan. 2011. Laporan Kependudukan Desa Terjun, Pemerintah Kota Medan.

Prasasti, C.I., Mukono, J dan Sudarmaji. 2005. Pengaruh Kualitas Udara Dalam Ruangan Ber-AC Terhadap Gangguan Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 1(2): 160-169.

Safitri, A.D dan Keman, S. 2007. Hubungan Tingkat Kesehatan Rumah Dengan Kejadian ISPA Pada Anak Balita di Desa Labuhan kecamatan Labuhan Badas Kabupaten Sumbawa. Jurnal Kesehatan Lingkungan. 3(2): 139-150 Santoso, I.N. 1989. Bakteriologi Klinik, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan

Departemen Kesehatan RI, Jakarta.

Soedojo, P. 1993. Dampak Pada Kwalitas Udara. Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dan UGM, PPLH Yokyakarta.


(53)

Soemarno. 2000. Isolasi dan Identifikasi Bakteri Klinik. Akademi Analis Kesehatan Yogyakarta Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Soemirat, J. 1994. Kesehatan Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Standart Nasional Indonesia Nomor 03-3241-1994, Mengenai Tempat Pembuangan Akhir Sampah.

Suharsimi, A. 2005. Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.

Sukamawa, A. A. A., Keman, S dan Sulistyorini, L. 2006, Determinan Sanitasi Rumah dan Sosial Ekonomi Keluarga Terhadap Kejadian ISPA Pada Anak Balita Serta Managemen Penanggulangannya di Puskesmas, Jurnal Kesehatan Lingkungan. 3(1): 49-58.

Sulistyorini, L. 2005. Pengelolaan Sampah Dengan Cara Menjadikan Kompos, Jurnal Kesehatan Lingkungan. 2(1): 77-84.

Sulistyoningsih, H dan Rustandi, R. 2011, Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian ISPA Pada Balita di Wilayah Kerja Puskesmas DTP Jamanis Kabupaten Tasikmalaya Tahun 2010, Jurnal FKM-UNSIL ISBN 978-602-96943-1-4: 154-159.

Syafalni dan Satrio. 2007. Studi Air Tanah di Sekitar Tempat Pembuangan Ahir Sampah Bantar Gebang Bekasi Jawa Barat, Jurnal Purifikasi. 8(2): 109-114. Tamod, E.Z. 2008. Karakteristik Mutu Udara di Pusat dan Sekitar TPA

Sumompo, Jurnal Formas. 2(1): 94-97.

Wikansari, N., Hestiningsih, R., dan Raharjo, B. 2012. Pemeriksaan Total Kuman Udara dan Stapylococcus aureus di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit X Kota Semarang, Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1(2): 384-392.

Yusup, A.N dan Sulistyorini, L. 2005. Hubungan Sanitasi Rumah Secara Fisik Dengan Kejadian ISPA Pada Balita, Jurnal Kesehatan Lingkungan UNAIR. 1(2): 110-119.


(54)

(55)

Lampiran 2. Peta titik Pengambilan Sampel

Batas TPAS Kantor TPAS Pemukiman

Titik Pengambilan Sampel Jalan Masuk Aspal


(56)

Lampiran 3. Foto-Foto Penelitian

Alat Saat Pengambilan Sampel

Mikroorganisme Pada Media PCA


(57)

Lampiran 4. Penyebaran Jumlah Kuisioner dan Kejadian ISPA Jarak dari TPAS Jumlah Kuisioner ISPA

Jumlah %

0 m/titik utama 0 0 0

100 m/sisi kanan 9 9 100

100m/sisi kiri 12 12 100

250 m/sisi kanan 25 16 64

250 m/sisi kiri 25 17 68

500 m/sisi kanan 25 9 36

500 m /sisi kiri 25 7 28

750 m/sisi kanan 25 4 16

750 m/sisi kiri 25 5 20

1000 m/sisi kanan 25 2 8


(58)

Lampiran 5. Hasil Pengukuran Mikroorganisme Udara dan Penyebarannya Terhadap ISPA

Jarak dari TPAS (meter)

Jumlah Mikroorganisme

(cfu/m³) ISPA (%)

0 Titik Pusat 2328

0 Ke Selatan 2322

0 Ke Utara 2298

0 Ke Barat 2336

0 Ke Timur 2329

Rata-Rata 2322 0

100 /sisi kanan 2075

100 /sisi kanan 2089

100/sisi kiri 2111

100/sisi kiri 2110

Rata-Rata 2096 100

250 /sisi kanan 1076

250 /sisi kanan 1064

250 /sisi kiri 1057

250 /sisi kiri 1053

Rata-Rata 1062 66

500 /sisi kanan 878

500 /sisi kanan 865

500 /sisi kiri 854

500 /sisi kiri 886

Rata-Rata 871 32

750 /sisi kanan 632

750 /sisi kanan 624

750 /sisi kiri 626

750 /sisi kiri 633

Rata-Rata 629 18

1000 /sisi kanan 102

1000 /sisi kanan 98

1000 /sisi kiri 101

1000 /sisi kiri 96


(59)

Lampiran 6. Kuisioner Penelitian

KUISIONER PENELITIAN

HUBUNGAN ANTARA POPULASI MIKROORGANISME UDARA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT (ISPA)

DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH TERJUN Karakteristik Responden

1. Nama :

2. Alamat :

3. Jenis Kelamin :

4. Pekerjaan :

5. Pendidikan :

6. Jumlah Anggota Keluarga : 7. Jarak Rumah ke TPAS :

Isilah daftar kuisioner dengan memberi tanda () pada jawaban yang sesuai 1. Apakah anda / keluarga anda sering mengalami demam.

฀ Ya ฀ Tidak

2. Apakah anda / keluarga anda sering mengalami batuk. ฀ Ya

฀ Tidak

3. Apakah anda / keluarga anda sering mengalami pilek ฀ Ya

฀ Tidak

4. Apakah anda / keluarga anda sering mengalami hidung berhingus ฀ Ya

฀ Tidak

5. Apakah anda / keluarga anda sering mengalami sakit kepala ฀ Ya

฀ Tidak

6. Apakah anda / keluarga anda sering mengalami badan meriang ฀ Ya

฀ Tidak

7. Apakah anda / keluarga anda sering mengalami sesak nafas ฀ Ya

฀ Tidak

8. Apakah anda / keluarga anda sering mengalami radang tenggorokan ฀ Ya


(60)

(61)

Lampiran 7. Hasil Korelasi dan Regresi

Koefisien Korelasi (R) % Koefisien Determinasi (r Square) %

94,4 89,1

Hasil Korelasi dan Regresi Antara Jarak TPAS Dengan Kejadian ISPA

Koefisien Korelasi (R) % Koefisien Determinasi (r Square) %

85,7 73,4

Correlations

Correlations

1 -.944 **

. .005

6 6

-.944 ** 1

.005 . 6 6 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N JRKTPAS JMLHMIKR JRKTPAS JMLHMIKR

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

Regression

Model Summary

.944a .891 .863 143.906

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Predictors: (Constant), JMLHMIKR a.

ANOVAb

675497.3 1 675497.264 32.619 .005a

82836.070 4 20709.017

758333.3 5 Regression Residual Total Model 1 Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), JMLHMIKR a.

Dependent Variable: JRKTPAS b.

Coefficients a

935.770 105.786 8.846 .001

-.426 .075 -.944 -5.711 .005

(Constant) JMLHMIKR Model

1

B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig.

Dependent Variable: JRKTPAS a. Correlations Correlations 1 -.857 . .064 6 5 -.857 1 .064 . 5 5 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N JRKTPAS ISPA JRKTPAS ISPA Regression Model Summary

.857a .734 .646 217.334

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate Predictors: (Constant), ISPA


(62)

(63)

Lampiran 8. Data Hasil Gejala ISPA yang Dialami (Kuisioner)

Jarak dari TPAS (meter) / Jumlah kuisioner

Gejala ISPA yang Dialami (orang) / %

Demam Batuk Pilek Berhingus Sakit Kepala Meriang Sesak Nafas Radang Tenggorokan

100/21 21/100 21/100 21/100 21/100 21/100 21/100 21/100 21/100

250/50 33/66 33/66 33/66 33/66 33/66 33/66 33/66 33/66

500/50 16/32 16/32 16/32 16/32 16/32 16/32 16/32 16/32

750/50 9/18 9/18 9/18 9/18 9/18 9/18 9/18 9/18


(64)

Lampiran 9. Hasil Identifikasi Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Kuman Tumbuh pada Media

MCA NA Agar Darah Endo Agar SS Agar TCBS Agar TSIA Simon

Citrat

SIM

Streptococcus Bulat, putih

kekreman, mengkilat,tepi koloni rata,cembung, Putih-abu-abu, jernih, smooth, sedikit cembung, beta haemolitis a/a

g/+ H2S/+

Indol/+ Motility/+ Staphylococcus Putih-kuning, smooth, keping Putih-kuning, smooth, keping, haemolitis

Klebsiella Merah muda/ merah

bata smooth, mukoid, cembung Putih dengan bercak hitam, smooth Abu-abu, smooth anhaemolitis, cembung

Corynebacterium Putih

dengan bercak hitam, smooth Putih keruh, smoth cembung, haemolitis Salmonella Jernih, keping,

smooth Merah muda, keping, smooth Jernih, keping, bulat, smooth k/a g/+ H2S/+ Indol/- Motility/+

Shigella Tidak

berwarna, Keping, smooth Bulat, merah muda jernih, keping, tidak berwarna jernih, keping smooth k/a g/- H2S/- Indol/+ Motility/-


(65)

smooth Escherichia Merah bata,metalic, smooth, keping, sedikit cembung Abu-abu, smooth keping, haemolitis Smooth cembung, bulat, merah tua, metalic a/a g/+ H2S/- Indol/+ Motility/+

Enterobacter Putih-merah keruh, cembung, bulat, smooth. putih abu-abu, bulat, sedikit cembung, smoth, anhaemolitis. a/a g/+ + H2S/- Indol/- Motility/+

Vibrio Tidak

berwarna, smooth, Sedikit cembung. Kuning jernih, smooth, keping, tepinya tipis k/a H2S/- Indol/+ Motility/+

Keterangan: MCA (Mac Conkay Agar) NA (Nutrient Agar)

SS Agar (Salmonella Shigella Agar) TSIA (Triple Sugar Iron Agar) SIM (Sulfur, Indol, Motility) k/a (lereng merah, dasar kuning) a/a (lereng kuning, dasar kuning) g (gas)


(1)

(2)

Lampiran 7. Hasil Korelasi dan Regresi

Koefisien Korelasi (R) %

Koefisien Determinasi (r Square) %

94,4

89,1

Hasil Korelasi dan Regresi Antara Jarak TPAS Dengan Kejadian ISPA

Koefisien Korelasi (R) %

Koefisien Determinasi (r Square) %

85,7

73,4

Correlations

Correlations

1 -.944 ** . .005

6 6

-.944 ** 1

.005 . 6 6 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N JRKTPAS JMLHMIKR JRKTPAS JMLHMIKR

Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). **.

Regression

Model Summary

.944a .891 .863 143.906

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Predictors: (Constant), JMLHMIKR a.

ANOVAb

675497.3 1 675497.264 32.619 .005a

82836.070 4 20709.017 758333.3 5 Regression Residual Total Model 1 Sum of

Squares df Mean Square F Sig.

Predictors: (Constant), JMLHMIKR a.

Dependent Variable: JRKTPAS b.

Coefficients a

935.770 105.786 8.846 .001

-.426 .075 -.944 -5.711 .005

(Constant) JMLHMIKR Model

1

B Std. Error Unstandardized Coefficients Beta Standardized Coefficients t Sig.

Dependent Variable: JRKTPAS a.

Correlations

Correlations 1 -.857 . .064 6 5 -.857 1 .064 . 5 5 Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N Pearson Correlation Sig. (2-tailed) N JRKTPAS ISPA JRKTPAS ISPA

Regression

Model Summary

.857a .734 .646 217.334

Model 1

R R Square

Adjusted R Square

Std. Error of the Estimate

Predictors: (Constant), ISPA a.


(3)

(4)

Lampiran 8. Data Hasil Gejala ISPA yang Dialami (Kuisioner)

Jarak dari TPAS (meter) /

Jumlah kuisioner

Gejala ISPA yang Dialami (orang) / %

Demam Batuk

Pilek

Berhingus Sakit Kepala Meriang Sesak Nafas

Radang

Tenggorokan

100/21

21/100

21/100 21/100

21/100

21/100

21/100

21/100

21/100

250/50

33/66

33/66

33/66

33/66

33/66

33/66

33/66

33/66

500/50

16/32

16/32

16/32

16/32

16/32

16/32

16/32

16/32

750/50

9/18

9/18

9/18

9/18

9/18

9/18

9/18

9/18


(5)

Lampiran 9. Hasil Identifikasi Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Kuman Tumbuh pada Media

MCA NA Agar Darah Endo Agar SS Agar TCBS Agar TSIA Simon

Citrat

SIM

Streptococcus Bulat, putih

kekreman, mengkilat,tepi koloni rata,cembung, Putih-abu-abu, jernih, smooth, sedikit cembung, beta haemolitis a/a

g/+ H2S/+

Indol/+ Motility/+ Staphylococcus Putih-kuning, smooth, keping Putih-kuning, smooth, keping, haemolitis

Klebsiella Merah muda/ merah

bata smooth, mukoid, cembung Putih dengan bercak hitam, smooth Abu-abu, smooth anhaemolitis, cembung

Corynebacterium Putih

dengan bercak hitam, smooth Putih keruh, smoth cembung, haemolitis Salmonella Jernih, keping,

smooth Merah muda, keping, smooth Jernih, keping, bulat, smooth k/a g/+ H2S/+ Indol/- Motility/+

Shigella Tidak

berwarna, Keping, smooth Bulat, merah muda jernih, keping, tidak berwarna jernih, keping smooth k/a g/- H2S/- Indol/+ Motility/-


(6)

smooth Escherichia

Merah bata,metalic, smooth,

keping, sedikit cembung

Abu-abu, smooth keping, haemolitis

Smooth cembung, bulat, merah tua, metalic

a/a g/+

H2S/- Indol/+ Motility/+

Enterobacter Putih-merah keruh, cembung, bulat, smooth.

putih abu-abu, bulat,

sedikit cembung, smoth,

anhaemolitis.

a/a g/+

+

H2S/- Indol/- Motility/+

Vibrio Tidak

berwarna, smooth, Sedikit cembung.

Kuning jernih, smooth, keping, tepinya tipis

k/a

H2S/- Indol/+ Motility/+

Keterangan: MCA (Mac Conkay Agar)

NA (Nutrient Agar)

SS Agar (Salmonella Shigella Agar)

TSIA (Triple Sugar Iron Agar)

SIM (Sulfur, Indol, Motility)

k/a (lereng merah, dasar kuning)

a/a (lereng kuning, dasar kuning)

g (gas)


Dokumen yang terkait

Hubungan Jarak Sumur Gali dengan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Terhadap Kandungan Fosfat (PO4-3) dan Nitrat (NO3-) pada Air Sumur Gali Masyarakat di Desa Namo Bintang, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

8 87 99

Isolasi Bakteri Dari Tanah Tempat Pembuangan Sampah Untuk Pembuatan Pupuk Organik Cair

7 86 81

Pengaruh Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Personal Hygiene dan Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap Keluhan Kesehatan pada Pemulung di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

19 80 151

Pengukuran Tingkat Kepadatan Lalat Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kota Binjai Tahun 2000

2 65 79

Kajian Air Lindi Di Tempat Pembuangan Akhir Terjun Menggunakan Metode Thornthwaite

8 88 75

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Udara Dalam Rumah Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2008

0 42 10

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Udara Dalam Rumah Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2008

1 32 98

HUBUNGAN ANTARA FUNGSI KELUARGA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAPASAN AKUT Hubungan Antara Fungsi Keluarga dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) pada Anak Balita di Puskesmas Kartasura.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA POPULASI MIKROORGANISME UDARA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH TERJUN MEDAN.

0 2 2

HUBUNGAN ANTARA IMUNITAS PSIKOLOGIS DENGAN STRES PADA WARGA YANG TINGGAL DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN HUBUNGAN ANTARA IMUNITAS PSIKOLOGIS DENGAN STRES PADA WARGA YANG TINGGAL DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN SAMPAH AKHIR (TPA) PUTRI CEMPO.

0 0 16