Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Udara Dalam Rumah Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2008

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

SAMPAH KELURAHAN TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN

TAHUN 2008

TESIS

Oleh

M E I R I N D A 067031008/MKLI

SEKOLAH PASCA SARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

SAMPAH KELURAHAN TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN

TAHUN 2008

TESIS

Untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi Magister Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

M E I R I N D A 067031008/MKLI

SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2008


(3)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DENGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH KELURAHAN TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2008

Nama Mahasiswa : Meirinda Nomor Pokok : 067031008

Program Magister : Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS) (Ir. Indra Chahaya S, MSi) Ketua Anggota

Ketua Program Studi Direktur


(4)

Telah diuji pada :

Tanggal : 04 September 2008

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS Anggota : 1. Ir. Indra Chahaya S, MSi

2. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, PhD


(5)

PERNYATAAN

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KUALITAS UDARA DALAM RUMAH DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR

SAMPAH KELURAHAN TERJUN KECAMATAN MEDAN MARELAN TAHUN 2008

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebut dalam daftar pustaka.

Medan, September 2008

MEIRINDA 067031008/MKLI


(6)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Meirinda

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/ Tanggal Lahir : Binjai, 18 Mei 1975

Agama : Islam

Alamat : Jalan Eka Rasmi Perumahan Villa Johor Blok B-9

Medan

Telp : 061- 30039072

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri 020262 Binjai : 1981-1987

2. SMP Negeri 2 Binjai : 1987-1990

3. Sekolah Menengah Analis Kesehatan

Departemen Kesehatan RI. Medan : 1990-1993

4. D-3 PendidikanTeknologi Kimia Industri Medan : 1993-1996

5. Teknik Industri Universitas Medan Area : 2000-2002

6. Program Magister Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara : 2006-2008

RIWAYAT PEKERJAAN


(7)

ABSTRAK

Tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) mempunyai fungsi yang sangat penting, namun dapat menimbulkan dampak menurunnya kualitas lingkungan disebabkan tumpukan sampah menghasilkan berbagai polutan yang dapat menyebabkan pencemaran udara baik di dalam rumah maupun di luar rumah yang berada disekitar TPAS serta menyebabkan terjadinya penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut. Pembusukan sampah akan menghasilkan antara lain gas methane (CH4), gas hidrogen sulfida (H2S) yang bersifat racun bagi tubuh.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas udara dalam rumah di sekitar TPAS Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Jenis penelitian adalah penelitian survai bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross-sectional. Uji statistik regresi linier dengan tingkat keyakinan (g) 0,05 dilakukan untuk mengetahui hubungan kualitas kimiawi udara dalam rumah penduduk di sekitar TPAS Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan dengan jarak rumah dari TPAS dan kualitas fisik rumah. Jumlah responden sebanyak 30 KK dengan lokasi pengambilan sampel dilakukan pada rumah penduduk sekitar TPAS yang berjarak 0 m sebanyak 4 KK, 100 m sebanyak 6 KK, 200 m sebanyak 8 KK dan 300 m sebanyak 12 KK.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi gas SO2, H2S, NH3, dan CH4 dengan jarak rumah dari TPAS Terjun, masing-masing dengan nilai p= 0,001; 0,012; 0,000, dan 0,000. Terdapat hubungan yang signifikan antara kualitas fisik rumah dengan konsentrasi gas SO2 (p=0,021), H2S (p=0,001), NH3 (p=0,005) dan CH4 (p=0,017) di udara dalam rumah penduduk sekitar TPAS Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan.

Diharapkan pemerintah kota Medan memperbaiki sistim pengolahan sampah yang ada dengan metode dan teknik yang berwawasan lingkungan serta menanami jenis pepohonan seperti mahoni, angsana, beringin, dan lain-lain di sekitar TPAS terjun untuk menyerap polutan-polutan gas dari TPAS. Bagi masyarakat yang bermukim di sekitar lokasi TPAS agar memperbaiki kualitas fisik rumahnya sehingga sirkulasi udara dalam rumah menjadi lancar.


(8)

ABSTRACT

Garbage dump sites has a very important function but it can bring an impact in the form of environmental quality degradation because the pile of garbage produces various pollutants which can pollute either indoor or outdoor air that the incident of Acute Respiratory Tract Infection. Garbage decomposing will produce methane gas (CH4), hydrogen sulfide gas (H2S), and ammonia gas (NH3) that can be a

toxin for human body.

The purpose of this study is to analyze the factors related to the Air Quality inside the House around the garbage dump site in Kelurahan Terjun, Medan Marelan Sub–district. This observational study with cross sectional design was conducted in the vicinity of the garbage dump site in Kelurahan Terjun, Medan Marelan Sub– district with the samples of 4 houses with distance of 0 (zero) meter, 6 houses with the distance of 100 meters, 8 houses with distance of 200 meters and 12 houses with the distance of 300 meters from the garbage dump site. The relationship between the chemical quality of air in the houses and distance of the houses from the garbage dump site and physical quality of the houses was statically examined by means of linear regression test.

The result of this study show that there is a relationship between the concentration of SO2 (p=0,001), H2S (p=0,012), NH3 (p=0,000) and CH4 (p=0,000)

gases and the distance of the houses from the Terjun garbage dump site. There is a relationship between the physical quality of the houses and the concentration of SO2

(p=0,021), H2S (p=0,001), NH3(p=0,005) and CH4 (p=0,005) gases found in the air

inside the residents house around the garbage dump site in Kelurahan Terjun , Medan Mareland Sub-district.

It is expected that the Municipal Government of Medan to improve the existing treatment system of garbage by using environmental-oriented methods and growing such trees as mahogany, angsena, banyan tree, etc around the garbage dump site to absorb the gas pollutants. In addition, the community who lived around the location of garbage, it is expected to improve the physical quality of their houses to make air circulation smoother.

Key word: Garbage Dump Site, Air Quality inside the House


(9)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmatnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini, untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Magister Kesehatan pada Program Studi Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara Medan.

Proses penulisan dapat terwujud berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengungkapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. T. Chairun Nisa B, MSc, Direktur Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara.

2. Dr. Dra. Irnawati Marsaulina, MS, Ketua Program Studi Magister Manajemen Kesehatan Lingkungan Industri, dan Ketua Komisi Pembimbing penulisan tesis. 3. Ir. Indra Chahaya S, MSi., selaku anggota Komisi Pembimbing penulisan tesis

yang selalu mendorong dan meluangkan waktu untuk membimbing, serta memberikan masukan bagi penulis.

4. Prof. Ir. Zulkifli Nasution, PhD. dan Drs. Chairuddin, MSc., selaku dosen pembanding tesis.


(10)

5. Keluarga tercinta: Ibunda Hj. Djamilah, Suami Rinaldi, ST serta kedua buah hati M. Adithya Rinanda dan Fadhil Fadhlullah Rinanda yang selalu mendoakan dan menjadi motivasi bagi penulis.

6. Teman-teman MKLI 06 khususnya Alfattah Faisal M, Mahyudi selaku rekan sejawat yang telah banyak membantu penulis, Yanti Agustini, Butet B. Manurung, Marlinang dan Mustar.

7. Ibu Dra. Indah Anggraini, MSi., yang selalu memberikan support dan masukan bagi penulis.

8. Semua pihak yang telah ikut membantu proses penyusunan tesis ini hingga selesai.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengaharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi kesempurnaan tesis ini. Semoga hasil dari tesis ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, September 2008


(11)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Meirinda

Jenis Kelamin : Perempuan Tempat/ Tanggal Lahir : Binjai, 18 Mei 1975

Agama : Islam

Alamat : Jalan Eka Rasmi Perumahan Villa Johor Blok B-9 Medan

Telp : 061- 30039072

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. SD Negeri 020262 Binjai : 1981-1987 2. SMP Negeri 2 Binjai : 1987-1990 3. Sekolah Menengah Analis Kesehatan

Departemen Kesehatan RI. Medan : 1990-1993 4. D-3 PendidikanTeknologi Kimia Industri Medan : 1993-1996 5. Teknik Industri Universitas Medan Area : 2000-2002 6. Program Magister Manajemen Kesehatan

Lingkungan Industri Sekolah Pascasarjana

Universitas Sumatera Utara : 2006-2008


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR ……… iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ………... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ………..… 1

1.1. Latar Belakang ……….. 1

1.2. Perumusan Masalah ……….. 4

1.3. Tujuan Penelitian ……….. 5

1.4. Hipotesis ……… 6

1.5. Manfaat Penelitian ……… 6

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 7

2.1. Perumahan dan Lingkungan ……….……… 7

2.2. Persyaratan Rumah Sehat ……….……… 8

2.3. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 15

2.4. Sampah Padat ………... 16

2.5. Karakteristik Sampah ………... 19

2.6. Pengolahan Sampah ………... 21

2.7. Tempat Pembuangan Akhir Sampah ………... 23

2.8. Pencemaran Udara ……… 26

2.9. Polusi Udara Dalam Ruang ……….. 31

2.10.Kerangka Konsep ……….. 34

BAB III. METODE PENELITIAN ……….. 35


(13)

3.2. Lokasi Penelitian ... 35

3.3. Waktu Penelitian ... 35

3.4. Populasi dan Sampel ... 36

3.5. Teknik Pengambilan Sampel ... 36

3.6. Metode Pengumpulan Data ... 38

3.7. Variabel dan Definisi Operasional ... 40

3.8. Teknik Pengumpulan Data ... 43

3.9. Metode Analisa Data ... 44

BAB IV. HASIL PENELITIAN ………... 45

4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah... 45

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Fisik Rumah... 46

4.3. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Fisik Udara Dalam Rumah ... 47

4.4. Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Udara Dalam Rumah... 48

4.5. Hasil Pengukuran Kualitas Kimiawi Udara Dalam Rumah ... 49

4.6. Hubungan Jarak Rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan Kualitas Kimiawi Udara Dalam Rumah... 50

4.6.1. Hubungan Jarak Rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan Konsentrasi gas SO2 di Udara Dalam Rumah... 50

4.6.2. Hubungan Jarak Rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan Konsentrasi gas H2S di Udara Dalam Rumah... 51

4.6.3. Hubungan Jarak Rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan Konsentrasi gas NH3 di Udara Dalam Rumah... 51

4.6.4. Hubungan Jarak Rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan Konsentrasi gas CH4 di Udara Dalam Rumah... 52 4.7. Hubungan Kualitas Fisik Rumah dengan Kualitas


(14)

4.7.1. Hubungan Kualitas Fisik Rumah dengan

Konsentrasi gas SO2 di Udara Dalam Rumah... 53

4.7.2. Hubungan Kualitas Fisik Rumah dengan Konsentrasi gas H2Sdi Udara Dalam Rumah... 53

4.7.3. Hubungan Kualitas Fisik Rumah dengan Konsentrasi gas NH3 di Udara Dalam Rumah... 54

4.7.4. Hubungan Kualitas Fisik Rumah dengan Konsentrasi gas CH4 di Udara Dalam Rumah... 54

BAB V. PEMBAHASAN...………... 55

5.1. Kualitas Kimiawi Udara Dalam Rumah ... 55

5.2. Hubungan Jarak Rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan Kualitas Kimiawi Udara Dalam Rumah ... 58

5.3. Hubungan Kualitas Fisik Rumah dengan Kualitas Kimiawi Udara Dalam Rumah ... 62

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN……… 65

6.1. Kesimpulan ... 65

6.3. Saran ... 66


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Penyakit yang Ditimbulkan oleh Rumah yang Tidak Sehat... 10

2.2. Jenis-Jenis Pencemaran Udara ... 28

3.1. Jumlah Sampel Penelitian Berdasarkan Proporsi ... 37

3.2. Tabel Definisi Operasional Penelitian ... 42

4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Jarak Rumah dengan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan pada Tahun 2008... 45

4.2. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Fisik Rumah di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan pada Tahun 2008... 46

4.3. Kualitas Fisik Rumah Responden di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan pada Tahun 2008... 47

4.4. Distribusi Responden Berdasarkan Kualitas Fisik Udara Dalam Rumah di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan pada Tahun 2008... 48

4.5. Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Udara Dalam Rumah di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan pada Tahun 2008... 49

4.6. Hasil Pengukuran Kualitas Kimiawi Udara Dalam Rumah di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2008... 50


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1. Model Oksidasi Biologi (Tebbutt, 1982) ... 18 2. Kerangka Konsep Penelitian ... 34


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 829/Menkes/SK/VII/1999

tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan (Kualitas Udara) ... 71

2. Data Hasil Penelitian ... 72

3. Gambar Lokasi Penelitian ... 76

4. Foto Udara Lokasi Penelitian ………... 77

5. Peta TPAS Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan ... 78

6. Arah dan Kecepatan Angin Dominan Kecamatan Medan Marelan... 79


(18)

(19)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup sehat, mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu, adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. (Notoatmodjo, 2005).

Undang-undang No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan mengamanatkan bahwa upaya kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat dan dilaksanakan terhadap tempat umum, lingkungan pemukiman, tempat kerja, angkutan umum, dan lingkungan lainnya yang meliputi penyehatan air, udara, pengamanan limbah padat, limbah cair, limbah gas, radiasi, kebisingan, pengendalian vektor dan penyehatan lainnya.

Keterbatasan tempat tinggal di daerah perkotaan semakin meningkat dari waktu ke waktu. Pertumbuhan penduduk lebih cepat dibandingkan dengan ketersediaan lahan. Kondisi ini mengakibatkan munculnya permasalahan perumahan yang semakin rumit di perkotaan terutama masalah sanitasi lingkungan yang kurang baik. Penduduk dengan status sosial ekonomi rendah jumlahnya cukup banyak, dan untuk mengatasi kebutuhan perumahan, mereka cenderung tinggal di daerah


(20)

2

pinggiran, termasuk masyarakat umum dan pemulung yang bermukim di sekitar lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS). Pemulung yang menjadikan TPAS sebagai sumber mata pencahariannya bahkan mendirikan rumahnya di atas timbunan sampah di lokasi TPAS. Kebutuhan ekonomi yang semakin meningkat dan sulitnya mencari pekerjaan yang layak membuat para pemulung tetap bertahan tinggal di lokasi TPAS.

Tempat pembuangan akhir sampah mempunyai fungsi yang sangat penting, namun dapat menimbulkan dampak yaitu menurunnya kualitas lingkungan yang disebabkan karena tumpukan sampah menghasilkan berbagai polutan yang dapat menyebabkan pencemaran udara. Pemukiman yang ada di sekitar TPAS sangat beresiko bagi kesehatan penghuninya. Pembusukan sampah akan menghasilkan antara lain gas metan (CH4), gas amonia (NH3), dan gas hidrogen sulfida (H2S) yang bersifat racun bagi tubuh. Selain beracun H2S juga berbau busuk sehingga secara estetis tidak dapat diterima; jadi, penumpukan sampah yang membusuk tidak dapat dibenarkan (Soemirat, 2004).

Masalah yang dihadapi para pengelola sampah adalah mengenai metode dan lokasi pemindahan fisik sampah dari TPS (Tempat Pembuangan Sementara) ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Sampah secara mekanis dibuang, ditumpuk, ditimbun, diratakan, dipadatkan, dan dibiarkan membusuk serta mengurai sendiri secara alami di TPA. Sebagian lain dibakar secara langsung di tempat dengan atau tanpa menggunakan fasilitas insinerator/tungku pembakaran (Kramadibrata, 2006).


(21)

3

Tercemarnya udara di sekitar TPA sampah menyebabkan kesehatan lingkungan terganggu, termasuk kualitas udara dalam rumah yang berada disekitar TPA sampah terutama meningkatnya penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA). Hasil kajian dari Departemen Kesehatan pada tahun 2004/2005 menyatakan bahwa penyakit ISPA selalu berada di urutan pertama dari sepuluh besar penyakit di 80% kabupaten/kota pada 22 propinsi di Indonesia. Diketahui bahwa resiko terjadinya ISPA, Pneumonia dan penyakit gangguan saluran pernafasan lainnya disebabkan oleh buruknya kualitas udara di dalam rumah/gedung dan di luar rumah baik secara fisik, kimia maupun biologis.

Menurut penelitian Mardiani (2006) tentang Hubungan Kualitas Udara Ambien dan Vektor Terhadap Gangguan Keluhan Saluran Pernafasan dan Saluran Pencernaan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah menunjukkan bahwa kadar gas H2S terdeteksi melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) pada radius 150 meter dari TPA, sedangkan kadar polutan udara yang lain belum melebihi NAB. Studi AMDAL terhadap TPA Bantar Gebang Bekasi tahun 1989 menyatakan bahwa timbulnya pencemaran udara akibat meningkatnya konsentrasi gas serta timbulnya bau, baik yang ditimbulkan pada tahap operasi penimbunan dan pemadatan sampah maupun setelah selesainya tahap operasi (Noriko, 2003).

Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan berada dekat dengan perumahan penduduk. Pengolahan sampah di TPAS Terjun yang menggunakan sistim open dumping (penumpukan terbuka)


(22)

4

meningkatkan pencemaran. Di sekitar lokasi TPAS Terjun banyak berdiri rumah, baik rumah penduduk maupun pemulung. Hal ini bertentangan dengan Keputusan Menkes RI No. 829 tahun 1999 tentang Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman, dimana salah satu persyaratan adalah tidak terletak pada daerah bekas Tempat Pembuangan Akhir Sampah.

Lokasi TPAS Terjun yang berada di sekitar perumahan penduduk sangat berpeluang menimbulkan berbagai permasalahan lingkungan, diantaranya pencemaran udara di luar maupun di dalam rumah. Timbunan sampah yang ada di TPAS Terjun menimbulkan bau yang tidak sedap. Data dari Puskesmas Terjun Kecamatan Medan Marelan menyatakan bahwa penyakit ISPA dengan jumlah kasus sebanyak 1.840 berada di urutan pertama dari sepuluh penyakit terbanyak di puskesmas selama bulan Januari sampai dengan Desember tahun 2007. Hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh pencemaran yang berasal dari TPAS Terjun.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dari uraian di atas maka dapat dirumuskan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan kualitas udara dalam rumah di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan.


(23)

5

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui hubungan jarak rumah dan kualitas fisik rumah dengan kualitas udara dalam rumah di sekitar TPAS Terjun Kecamatan Medan Marelan.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui jarak rumah penduduk dengan TPAS di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan.

2. Untuk mengetahui kualitas fisik perumahan (ventilasi, luas lantai, jenis lantai, jenis dinding) di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan.

3. Untuk mengetahui kualitas fisik udara (suhu, kelembaban, pencahayaan) dalam rumah, dan kualitas kimiawi udara (SO2, H2S, NH3, dan CH4) dalam rumah di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan.

4. Untuk mengetahui hubungan jarak rumah dengan kualitas kimiawi udara dalam rumah di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan.

5. Untuk mengetahui hubungan kualitas fisik rumah dengan kualitas kimiawi udara dalam rumah di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan.


(24)

6

1.4. Hipotesis

1. Ada hubungan antara jarak rumah dengan kualitas kimiawi udara dalam rumah di sekitar TPAS Terjun Kecamatan Medan Marelan.

2. Ada hubungan antara kualitas fisik rumah dengan kualitas kimiawi udara dalam rumah di sekitar TPAS Terjun Kecamatan Medan Marelan.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi Pemerintah Kota dalam program pengelolaan sampah di TPA Terjun.

2. Sebagai informasi bagi masyarakat mengenai kualitas udara pada pemukiman sekitar TPA Terjun.

3. Menambah khasanah ilmu pengetahuan kesehatan lingkungan khususnya mengenai kualitas bakteriologi udara pada pemukiman sekitar TPA dan sebagai masukan bagi peneliti selanjutnya.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perumahan dan Lingkungan

Setiap manusia dimanapun berada membutuhkan tempat untuk tinggal yang disebut rumah. Rumah berfungsi sebagai tempat untuk melepaskan lelah, tempat bergaul dan membina rasa kekeluargaan diantara anggota keluarga, tempat berlindung dan menyimpan barang berharga, dan rumah juga merupakan status lambang sosial (Azwar, 1996; Mukono, 2000).

Rumah merupakan salah satu kebutuhan dasar selain makanan dan pakaian bagi penduduk. Permintaan unit rumah akan terus meningkat sejalan dengan pertumbuhan penduduk. Di lain pihak, terbatasnya lahan untuk pemukiman dan penawaran perumahan hanya tertuju pada suatu golongan masyarakat tertentu. Hal ini merupakan kendala bagi sebagian besar masyarakat dalam memenuhi kebutuhan perumahannya dan secara tidak langsung berpengaruh pada tingginya harga rumah, sedangkan tingkat pendapatan penduduk relatip rendah. Dengan demikian, banyak rumah tangga menempati rumah yang kurang layak, baik dipandang dari segi kesehatan lingkungan maupun luas lantai perkapita (Ebenhaezer, 2000).

Secara umum masyarakat golongan ekonomi rendah lebih banyak mengalami masalah perumahan dibanding masyarakat dengan tingkat ekonomi yang baik. Masalah utama yang perlu diperhatikan adalah pengadaan serta kelengkapan sarana


(26)

perumahan. Rumah yang layak sebaiknya mampu memenuhi syarat kesehatan penghuninya (Ebenhaezer, 2000).

Lingkungan perumahan memiliki berbagai variabel diantaranya: jenis dinding, lantai, sumber air, sumber penerangan, saluran pembuangan air, cara pembuangan sampah dan lain-lain. Variabel-variabel lingkungan perumahan tersebut harus memiliki kualitas standard yang didasarkan atas penilaian mutu material yang digunakan serta cara dan bentuk penggunaannya.

2.2. Persyaratan Rumah Sehat

Kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman adalah kondisi fisik, kimia, dan biologik di dalam rumah, di lingkungan rumah dan perumahan, sehingga memungkinkan penghuni mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukinan adalah ketentuan teknis kesehatan yang wajib dipenuhi dalam rangka melindungi penghuni dan masyarakat yang bermukim di perumahan dan/atau masyarakat sekitar dari bahaya atau gangguan kesehatan.

Pemukiman adalah bagian dari lingkungan hidup diluar kawasan hutan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan atau pedesaan. Pemukiman berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan (UU RI No. 4/1992).

Pemukiman yang baik terdiri dari kumpulan rumah yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas pendukungnya seperti sarana jalan, saluran air kotor, tempat


(27)

sampah, sumber air bersih, lampu jalan, bebas banjir dan lain-lain. Standar arsitektur bangunan terutama untuk pemukiman umum pada dasarnya ditujukan untuk menyediakan rumah tinggal yang cukup baik dalam bentuk desain, letak dan luas ruangan, serta fasilitas lainnya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarga atau dapat memenuhi persyaratan rumah tinggal yang sehat dan menyenangkan.

Rumah harus sehat agar penghuninya dapat bekerja secara produktif. Konstruksi rumah dan lingkungannya yang tidak memenuhi syarat kesehatan merupakan faktor risiko sebagai sumber penularan berbagai penyakit, khususnya penyakit yang berbasis lingkungan.

Menurut American Public Health Association (APHA) rumah dikatakan sehat apabila : (1) Memenuhi kebutuhan fisik dasar seperti temperatur lebih rendah dari udara di luar rumah, penerangan yang memadai, ventilasi yang nyaman, dan kebisingan 45-55 dB.A.; (2) Memenuhi kebutuhan kejiwaan; (3) Melindungi penghuninya dari penularan penyakit menular yaitu memiliki penyediaan air bersih, sarana pembuangan sampah dan saluran pembuangan air limbah yang saniter dan memenuhi syarat kesehatan; serta (4) Melindungi penghuninya dari kemungkinan terjadinya kecelakaan dan bahaya kebakaran, seperti fondasi rumah yang kokoh, tangga yang tidak curam, bahaya kebakaran karena arus pendek listrik, keracunan, bahkan dari ancaman kecelakaan lalu lintas (Sanropie, 1992; Azwar, 1996).


(28)

Tabel 2.1. Penyakit yang Ditimbulkan oleh Rumah yang Tidak Sehat

Penyakit Masalah Lingkungan

yang relevan Strategi Pencegahan Infeksi saluran

pernapasan akut

Polusi udara dalam rumah & kepadatan

Peningkatan ventilasi.

Peningkatan dapur, alat masak.

Penyediaan listrik pada penduduk desa dan penduduk miskin kota.

Diarrhea

Sanitasi, penyediaan air dan hygiene / kebersihan

Peningkatan kualitas air.

Peningkatan kuantitas air dengan

meningkatkan keterjangkauan & jaminan suplai air.

Peningkatan sanitasi dan kebersihan (perilaku cuci tangan, memasak air, mencegah penggunaan sumber yang tidak aman).

Cacing Usus Sanitasi, penyediaan

air dan hygiene Sama dengan diarrhea Penyakit Masalah Lingkungan

yang relevan Strategi Pencegahan

Malaria Penyediaan air

Peningkatan manajemen air permukaan. Menghilangkan tempat berkembang biak nyamuk.

Mengurangi kunjungan ke tempat sarang nyamuk.

Menggunakan kelambu. Demam Dengue

Penyediaan air dan pengumpul-an

sampah

Sama dengan malaria Penyakit Tropik (schistommiasis, trypanosomiasis dan filariasis) Sanitasi, pembuangan sampah, tempat berkembang biak

vektor sekitar rumah

Mengurangi kontak dengan air yang terinfeksi

Mengontrol populasi keong Filter air

TBC Kepadatan Peningkatan kualitas dan kuantitas rumah Penyakit saluran

napas kronis

Polusi udara dalam

rumah Sama dengan penyakit saluran napas akut.


(29)

Berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) yang dilaksanakan tahun 1995 (Ditjen PPM dan PL, 2002) penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) yang merupakan penyebab kematian terbanyak kedua dan tuberkulosis yang merupakan penyebab kematian terbanyak ketiga erat kaitannya dengan kondisi sanitasi perumahan yang tidak sehat. Penyediaan air bersih dan dan sanitasi lingkungan yang tidak memenuhi syarat menjadi faktor risiko terhadap penyakit diare (penyebab kematian urutan nomor empat) disamping penyakit kecacingan yang menyebabkan produktivitas kerja menurun.

Dalam penilaian rumah sehat menurut Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan perumahan, parameter rumah yang dinilai meliputi lingkup 3 (tiga) kelompok komponen penilaian, yaitu: 1. Kelompok komponen rumah, meliputi langit-langit, dinding, lantai, jendela kamar

tidur, jendela kamar keluarga, dan ruang tamu, ventilasi, sarana pembuangan asap dapur, pencahayaan;

2. Kelompok sarana sanitasi, meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran, sarana pembuangan air limbah, dan sarana pembuangan sampah; dan

3. Kelompok perilaku penghuni, meliputi perilaku membuka jendela kamar tidur, membuka jendela ruang keluarga dan tamu, membersihkan halaman rumah, membuang tinja bayi/anak ke kakus, dan membuang sampah pada tempatnya.


(30)

Persyaratan kesehatan perumahan dan lingkungan pemukiman menurut Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No. 829/Menkes/SK/VII/1999 meliputi parameter sebagai berikut :

1. Lokasi

a. Tidak terletak pada daerah rawan bencana alam seperti bantaran sungai, aliran lahar, tanah longsor, gelombang tsunami, daerah gempa, dan sebagainya; b. Tidak terletak pada daerah bekas tempat pembuangan akhir (TPA) sampah

atau bekas tambang;

c. Tidak terletak pada daerah rawan kecelakaan dan daerah kebakaran seperti jalur pendaratan penerbangan.

2. Kualitas udara

Kualitas udara ambien di lingkungan perumahan harus bebas dari gangguan gas beracun dan memenuhi syarat baku mutu lingkungan sebagai berikut :

a. Gas H2S dan NH3 secara biologis tidak terdeteksi;

b. Debu dengan diameter kurang dari 10 µg maksimum 150 µg/m3; c. Gas SO2 maksimum 0,10 ppm;

d. Debu maksimum 350 mm3/m2 per hari. e. Kebisingan dan getaran

f. Kebisingan dianjurkan 45 dB.A, maksimum 55 dB.A; g. Tingkat getaran maksimum 10 mm/detik .


(31)

Adapun ketentuan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Kepmenkes No. 829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut :

1. Bahan bangunan

a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan bahan yang dapat membahayakan kesehatan, antara lain: debu total kurang dari 150 µg/m2, asbestos kurang dari 0,5 serat/m3 per 24 jam, plumbum (Pb) kurang dari 300 mg/kg bahan;

b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme patogen.

2. Komponen dan penataan ruangan

a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan;

b. Dinding rumah memiliki ventilasi, di kamar mandi dan kamar cuci kedap air dan mudah dibersihkan;

c. Langit-langit rumah mudah dibersihkan dan tidak rawan kecelakaan; d. Bumbungan rumah 10 m dan ada penangkal petir;

e. Ruang ditata sesuai dengan fungsi dan peruntukannya; f. Dapur harus memiliki sarana pembuangan asap. 3. Pencahayaan

Pencahayaan alam dan/atau buatan langsung maupun tidak langsung dapat menerangi seluruh ruangan dengan intensitas penerangan minimal 60 lux dan tidak menyilaukan mata.


(32)

4. Kualitas udara

a. Suhu udara nyaman antara 18 – 30 oC; b. Kelembaban udara 40 – 70 %;

c. Gas SO2 kurang dari 0,10 ppm/24 jam; d. Pertukaran udara 5 kaki3/menit/penghuni; e. Gas CO kurang dari 100 ppm/8 jam; f. Gas formaldehid kurang dari 120 mg/m3. g. Ventilasi

Luas lubang ventilasi alamiah yang permanen minimal 10% luas lantai. 6. Vektor penyakit

Tidak ada lalat, nyamuk ataupun tikus yang bersarang di dalam rumah. 7. Penyediaan air

a. Tersedia sarana penyediaan air bersih dengan kapasitas minimal 60 liter/ orang/hari;

b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih dan/atau air minum menurut Permenkes 416 tahun 1990 dan Kepmenkes 907 tahun 2002. 8. Sarana penyimpanan makanan

Tersedia sarana penyimpanan makanan yang aman . 9. Pembuangan Limbah

a. Limbah cair yang berasal rumah tangga tidak mencemari sumber air, tidak menimbulkan bau, dan tidak mencemari permukaan tanah;


(33)

b. Limbah padat harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan bau, tidak mencemari permukaan tanah dan air tanah.

10. Kepadatan hunian

Luas kamar tidur minimal 8 m2 dan dianjurkan tidak untuk lebih dari 2 orang tidur.

2.3. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Kota Medan mempunyai luas area keseluruhan ± 16,05 Km2 dengan luas pemukiman ± 2,1 Km2, dengan deskripsi wilayah sebagai berikut:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Hamparan Perak, b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Labuhan Deli, c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Medan Labuhan, dan d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Medan Helvetia.

Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan terbagi dalam 22 Lingkungan. Lokasi penelitian dilakukan pada lingkungan 13 yang mempunyai luas area ± 225 Ha dan terdiri dari ± 320 KK/RT. Sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai buruh dan nelayan dengan tingkat perekonomian menengah ke bawah. Di Lingkungan 13 Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan terdapat lahan Pemerintah Kota Medan seluas ± 10 Ha yang dijadikan sebagai Tempat Pembuangan Akhir Sampah, atau dikenal sebagai TPAS Terjun.


(34)

TPAS Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan mulai beroperasi tahun 1991. Sampah-sampah yang ada dari TPS (Tempat Pembuangan Sementara) di kota Medan dan dari TPS sekitar TPAS Terjun dibuang setiap hari ke lokasi TPAS Terjun. Sistem yang digunakan untuk mengolah sampah di TPAS Terjun menggunakan sistem open dumping.

Di sekitar lokasi TPAS Terjun banyak berdiri rumah-rumah penduduk, sebagian telah ada sebelum TPAS Terjun dibuat dan banyak pula yang baru dibangun setelah TPAS ada. Lahan-lahan kosong di sekitar lokasi TPAS dan letaknya bersebelahan langsung dengan TPAS Terjun, sebelumnya merupakan areal persawahan dan rawa-rawa, tetapi saat ini sebagian telah berdiri rumah-rumah penduduk. Bahkan sebagai tanah timbunan untuk membangun rumah mereka digunakan dari timbunan sampah dengan bantuan mobil pengeruk yang sengaja di sewa oleh penduduk untuk meratakan sampah.

2.4. Sampah Padat

Sampah adalah sesuatu bahan/benda padat yang terjadi karena berhubungan dengan aktivitas manusia yang tidak dipakai lagi, tidak disenangi dan dibuang dengan cara-cara saniter kecuali buangan yang berasal dari tubuh manusia (Kusnoputranto, 1986).

Sampah padat merupakan salah satu bentuk limbah yang terdapat di lingkungan. Berbagai aktivitas dilakukan manusia untuk memenuhi kesejahteraan hidupnya dengan memproduksi makanan minuman dan barang lain dari sumber


(35)

daya alam. Selain menghasilkan barang-barang yang akan di konsumsi, aktivitas tersebut juga menghasilkan bahan buangan yang sudah tidak dibutuhkan oleh manusia. Bahan buangan makin hari semakin bertambah banyak. Hal ini erat hubungannya dengan makin bertambahnya jumLah penduduk, dengan ketersediaan ruang hidup manusia yang relatip tetap (Chandra, B., 2007).

Penguraian sampah disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme. Pembusukan sampah ini akan menghasilkan gas metana yang bersifat racun bagi tubuh makhluk hidup. Sampah yang tidak dapat membusuk adalah sampah yang memiliki bahan dasar plastik, logam, gelas, karet. Untuk pemusnahannya dapat dilakukan pembakaran tetapi dapat menimbulkan dampak lingkungan karena menghasilkan zat kimia, debu dan abu yang berbahaya bagi makhluk hidup.

Proses dekomposisi zat organik yang terkandung di dalam sampah dapat berlangsung baik secara aerobik maupun anaerobik. Jika kadar oksigen cukup, maka penguraian akan berlangsung secara aerob, sehingga akan terbentuk gas-gas CO2, NH3, H2S, PO4 dan SO4. Jika kadar oksigen rendah, maka penguraian sampah akan berlangsung secara anaerob sehingga akan dihasilkan gas-gas NH3, CH4 (metan), H2S yang berbau tidak enak. (Suriawiria, 1986).

Reaksi oksidasi biologi menurut Tebbutt (1982) menyatakan bahwa dalam hal tersedianya oksigen, oksidasi aerobik akan berlangsung, sebagian dari zat-zat organik disintesis untuk membentuk mikroorganisme baru (pertumbuhan) dan sisanya dikonversikan menjadi produk akhir yang relatip stabil, eperti yang dilukiskan dalam


(36)

Gambar 1. Jika oksigen tidak tersedia, oksidasi anaerobik akan berlangsung yang akan memproduksi sel-sel baru dan produk akhir yang tidak stabil seperti asam-asam organik, alkohol, keton dan gas metan.

Oksidasi Aerobik

Sel-sel baru Zat organik + bakteri + O2

CO2, NH3, H2O

Oksidasi Anaerobik

Sel-sel baru Zat organik + bakteri

Alkohol dan asam + bakteri

Sel-sel baru CH4, H2S, CO2, NH3, H2O

Gambar 1. Model oksidasi Biologi (Tebbutt, 1982)

Sistem yang memproduksi gas metan, yang umum dalam pengolahan limbah, terjadi dalam dua tahap, pertama: mikroorganisme pembentuk asam mengkonversikan zat organik menjadi sel-sel baru dan asam-asam organik dan alkohol. Tahap kedua: kelompok mikroorganisme kedua yaitu bakteri metan melanjutkan oksidasi yang memanfaatkan sebagian material organik untuk


(37)

mensintesis sel-sel baru dan mengkonversikan sisanya menjadi gas metan, karbon dioksida dan hidrogen sulfida. Reaksi dalam oksida anaerobik jauh lebih lambat daripada oksidasi aerobik (Tebbutt, 1982).

Selain faktor oksigen, faktor lain yang mempengaruhi proses dekomposisi sampah adalah kelembaban dan suhu. Hal inilah yang mengakibatkan jika pada musim hujan proses dekomposisi akan meningkat sehingga diperlukan oksigen yang cukup besar. Jika kebutuhan oksigen tersebut tidak dapat terpenuhi, maka proses dekomposisi sampah akan berlangsung secara anaerob.

Sampah dapat dibuat biogas yang merupakan hasil penguraian sampah secara anaerob dengan bantuan bakteri pengurai. Biogas yang dihasilkan tidak murni terdiri dari metana (65%), karbon dioksida (30%), hydrogen sulfide (1%) dan sejumLah gas lain (Sastrawijaya, 1991).

Sampah yang ada dipermukaan bumi ini dapat berasal dari beberapa sumber, antara lain: pemukiman penduduk, tempat umum dan tempat perdagangan, sarana layanan masyarakat milik pemerintah, industri berat dan ringan, dan pertanian. (Chandra, B., 2007).

2.5. Karakteristik Sampah

Sampah mempunyai karakteristik yang berbeda antara satu kota dengan kota yang lain, tergantung dari tingkat sosial ekonomi penduduk, iklim, dan lain-lain. Karakteristik sampah menurut Masduki, (1991) dapat mencakup antara lain:


(38)

1. Komposisi sampah, terbagi dalam dua golongan, yaitu:

Komposisi fisik sampah, adalah mencakup besarnya persentase dari komponen pembentuk sampah yang terdiri dari sampah organik yang bersifat mudah membusuk dan sampah anorganik (kertas, kayu, kaca, logam, plastik) Berdasarkan hasil survai di beberapa kota di Indonesia umumnya sekitar 70-80% sampah merupakan sampah organik. Komposisi kimia sampah, adalah besarnya persentase dari unsur/senyawa yang terkandung dalam sampah. Umumnya komposisi kimia sampah terdiri dari unsur carbon, nitrogen, hidrogen, sulfur dan phospor (CHONSP) serta unsur lainnya yang terdapat dalam protein, karbohidrat dan lemak.

2. Densitas (kepadatan) sampah, adalah besaran yang menyatakan berat sampah persatuan volume. Besarnya kepadatan sampah tiap kota berbeda tergantung dari keadaan sosial, ekonomi serta iklim kota tersebut. Terdapat kecenderungan bila produksi sampahnya tinggi (umumnya di negara industri), maka densitasnya lebih rendah. Kepadatan sampah rumah tangga di negara sedang berkembang menurut Sandra J. Cointreau, 1982 yang dikutip Masduki, 1991 berkisar antara 100 s/d 600 kg/m3, sedangkan kepadatan sampah kota Medan rata-rata sebesar 250 kg/m3.

3. Kadar air sampah, yaitu besaran (biasanya dalam satuan %) yang menyatakan perbandingan antara berat air dengan berat basah sampah total atau dengan berat


(39)

kering sampah tersebut. Untuk negara berkembang besarnya berkisar antara 50-70%.

2.6. Pengolahan Sampah

Pengolahan sampah merupakan proses antara sebelum dilakukan pembuangan sampah di TPA yang bersifat optional. Tujuan dilakukan pengolahan yang utama adalah untuk memanfaatkan TPA secara lebih optimal dengan melakukan pengurangan volume, pemanfaatan kembali (daur ulang) sampah, pemanfaatan energi dan pembuatan kompos. Teknik dan cara pengolahan sampah dapat dilakukan dengan beberapa metode (Sastrawijaya, 1991), yaitu:

1. Daur ulang (recycling)

Salah satu teknik pengolahan sampah untuk memanfaatkan kembali benda-benda yang masih mempunyai nilai ekonomis, seperti: kertas, plastik, karet, kaca/gelas, serta dapat pula mengurangi volume dan berat sampah sebelum pengolahan lebih lanjut atau dibuang ke TPA.

2. Pengomposan (Composting).

Composting adalah sistem pengolahan sampah dengan memanfaatkan aktivitas mikroorganisme/bakteri untuk mengubah sampah menjadi kompos (proses fermentasi). Proses biodekomposisi sampah organik dapat berlangsung secara aerobik maupun anaerobik tergantung pada tersedianya oksigen untuk proses tersebut. Operasi pengomposan untuk sampah perkotaan umumnya


(40)

menggunakan proses aerobik, karena proses anaerobik berlangsung sangat lambat dan menimbulkan bau yang sangat berlebihan dan sulit untuk dikontrol. 3. Pemadatan (Balling)

Balling merupakan sistim pengolahan sampah secara pemadatan dengan menggunakan alat pemadat (compactor) yang dapat dilakukan di transfer station, ataupun di lokasi TPA. Sampah padat yang dihasilkan diangkut dan dibuang ke TPA dengan metode sanitary landfill. Pembuangan sampah yang sebelumnya dilakukan proses pemadatan akan meningkatkan kapasitas TPA karena pengurangan volume sampah serta mengurangi material tanah penutup. Proses balling memerlukan energi listrik yang besar, dan pemadatan akan sulit dilakukan bila kelembaban/kandungan air cukup tinggi sehingga rasio pemadatannya mejadi rendah.

4. Pembakaran (Incineration)

Pembakaran merupakan metode pengolahan sampah secara kimiawi dengan proses oksidasi (pembakaran) dengan maksud stabilisasi dan reduksi volume dan berat sampah. Setelah proses pembakaran akan dihasilkan abu yang volume serta beratnya jauh lebih kecil/rendah dibandingkan dengan sampah sebelumnya. Sampah yang akan dibakar harus memenuhi syarat minimum karakteristik sampah untuk pembakaran, seperti jumLah kandungan air, kadar abu serta nilai kalornya, baik pada musim kemarau maupun musim hujan. Agar incinerator layak digunakan dan tercapai pembakaran yang sempurna pada suhu 800-900oC


(41)

karakteristik sampah harus mempunyai nilai kalor minimum 800 kcal/kg, sehingga ekonomis karena tidak perlu menambah bahan bakar tambahan dan mengurangi tingkat pencemaran udara serta tidak menimbulkan bau.

2.7. Tempat Pembuangan Akhir Sampah

Pembuangan akhir sampah adalah merupakan rangkaian/proses terakhir dalam sistem pengelolaan sampah pada suatu tempat yang dipersiapkan, aman, serta tidak mengganggu lingkungan. Sistem pembuangan akhir TPAS menurut Sastrawijaya (1991) adalah sebagai berikut:

1. Sistem open dumping (pembuangan terbuka)

Sistem open dumping merupakan sistem yang tertua yang dikenal manusia dalam pembuangan sampah. Sampah hanya dibuang/ditimbun di suatu tempat tanpa ada perlakuan khusus, sehingga dapat menimbulkan gangguan terhadap lingkungan. Pembuangan sampah secara terbuka dapat menjadi sarang/tempat perkembangan vektor penyakit (lalat, tikus, kecoa), menyebarkan bau, mencemari udara, air permukaan dan air tanah, bahaya kebakaran dan menimbulkan asap tebal yang berkepanjangan.

Keuntungan menggunakan sistim ini antara lain:

a Investasi awal paling murah dibandingkan dengan sistem yang lain b Biaya operasi rendah


(42)

e Dapat menampung berbagai macam sampah tanpa harus disortir terlebih dahulu, kecuali sampah yang diklasifikasikan berbahaya atau beracun.

Kerugiannya antara lain:

a Potensi pencemarannya terhadap lingkungan tinggi, sehingga lokasinya harus berjauhan dari wilayah pemukiman kota

b Memerlukan lahan yang relatif luas. 2. Sistem Controlled landfill

Controlled landfill adalah sistem open dumping yang telah diperbaiki atau ditingkatkan dan peralihan teknik open dumping dan sanitary landfill. Pada sistem ini penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setelah TPAS penuh dengan timbunan sampah yang dipadatkan atau setelah mencapai tahap/periode tertentu. Penutupan dengan tanah ini tidak dilakukan setiap hari, tetapi dengan periode waktu yang lebiih panjang dengan maksud untuk mengurangi kemungkinan adanya pencemaran, tetapi dengan biaya yang relatif masih rendah. 3. Sistem Sanitary Landfill

Pada sistem ini penutupan sampah dengan lapisan tanah dilakukan setiap hari, yaitu pada setiap akhir operasi, sehingga setelah operasi berakhir tidak akan terlihat adanya timbunan sampah. Dengan cara ini pengaruh timbunan sampah terhadap lingkungan akan sangat kecil, tergantung pada kondisi topografi lokasi. Sistem sanitary landfill ini dapat dilaksanakan dengan sistem area, sistem trench, gabungan antara sistem area dan sistem trench dan sistem progresif.


(43)

Secara operasional terdapat peraturan yang perlu dijadikan acuan yaitu Keputusan Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Pemukiman Departemen kesehatan No. 281 tahun 1989 tentang Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Sampah yaitu :

1. Pengelolaan sampah yang baik dan memenuhi syarat kesehatan merupakan salah satu upaya untuk mencapai derajat kesehatan yang mendasar.

2. Masyarakat perlu dilindungi dari kemungkinan gangguan kesehatan akibat pengelolaan sampah sejak awal hingga tempat pembuangan akhir.

Dalam lampiran Keputusan Dirjen tersebut dijelaskan pula persyaratan kesehatan pengelolaan sampah untuk Pembuangan Akhir Sampah yang dinyatakan antara lain:

1. Lokasi untuk TPA harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Tidak merupakan sumber bau, asap, debu, bising, lalat, binatang pengerat, bagi pemukiman terdekat (minimal 3 KM).

b. Tidak merupakan pencemar bagi sumber air baku untuk minum dan jarak sedikitnya 200 meter dan perlu memperhatikan struktur geologi setempat. c. Tidak terletak pada daerah banjir.

d. Tidak terletak pada lokasi yang permukaan airnya tinggi.

e. Tidak merupakan sumber bau, kecelakaan serta memperhatikan aspek estetika.


(44)

2. Pengelolaan sampah di TPA harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Diupayakan agar lalat, nyamuk, tikus, kecoa tidak berkembang biak dan tidak menimbulkan bau.

b. Memiliki drainase yang baik dan lancar.

c. Leachate harus diamankan sehingga tidak menimbulkan masalah pencemaran.

d. TPA yang digunakan untuk membuang bahan beracun dan berbahaya, lokasinya harus diberi tanda khusus dan tercatat di Kantor Pemda.

e. Dalam hal tertentu jika populasi lalat melebihi 20 ekor per blok gril atau tikus terlihat pada siang hari atau nyamuk Aedes, maka harus dilakukan pemberantasan dan perbaikan cara-cara pengelolaan sampah.

3. TPA yang sudah tidak digunakan: a. Tidak boleh untuk pemukiman.

b. Tidak boleh mengambil air untuk keperluan sehari-hari

2.8. Pencemaran Udara

Udara merupakan media lingkungan yang merupakan kebutuhan dasar manusia perlu mendapatkan perhatian yang serius. Komposisi udara terutama uap air sangat dipengaruhi oleh keadaan suhu udara, tekanan udara, dan lingkungan sekitarnya. Dalam udara terdapat oksigen (O2) untuk bernafas, CO2 untuk proses fotosintesis oleh klorofil daun, dan ozon (O3) untuk menahan sinar ultra violet. Kegiatan yang berpotensi menaikkan konsentrasi CO2 seperti pembusukan sampah


(45)

tanaman, pembakaran, atau sekumpulan massa manusia dalam ruangan terbatas yaitu karena proses pernafasan (Sunu, 2001).

Komposisi udara bersih dan kering menurut Sunu (2001) pada umumnya sebagai berikut:

1. Nitrogen (N2) = 78,09 % 2. Oksigen (O2) = 20,94 % 3. Argon (Ar) = 0,93 % 4. Karbon dioksida (CO2) = 0,032 %

Pencemaran udara didefinisikan sebagai dimasukkannya komponen lain kedalam udara baik oleh kegiatan manusia secara langsung atau tidak langsung maupun akibat proses alam, sehingga kualitas udara turun sampai ke tingkatan tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Setiap substansi yang bukan merupakan bagian dari komposisi udara normal disebut sebagai polutan (Chandra. B. 2007).

Pada umumnya pencemaran udara disebakan oleh kegiatan manusia, seperti: debu/partikel dari kegiatan industri, penggunaan zat kimia yang disemprotkan ke udara dan gas buang hasil pembakaran bahan bakar fosil. Pencemaran udara juga disebabkan oleh faktor alam, yaitu: debu akibat letusan gunung berapi, proses pembusukan sampah organik dan debu yang beterbangan ditiup angin. (Sunu, 2001).


(46)

Tabel 2.2. Jenis-jenis Pencemaran Udara

No. Pencemaran Udara Jenisnya

1. Menurut bentuk 1. Gas

2. Partikel

2. Menurut tempat 1. Ruangan (indoor) 2. Udara bebas (outdoor) 3. Gangguan kesehatan 1. Irritansia

2. Apiksia 3. Anestesia 4. Toksis

4. Susunan kimia 1. Anorganik

2. Organik

5. Menurut asalnya 1. Primer

2. Sekunder

Sumber: Woodwell, 1973; Tollison, 1987; Ryadi, 1982; Sitepoe, Mangku, 1997

2.8.1. Polutan pencemaran udara 1. Sulfur dioksida (SO2)

Sulfur dioksida merupakan ikatan yang tidak stabil dan sangat reaktif terhadap gas yang lain. Ciri lainnya adalah tidak berwarna, bau yang tajam, sangat mengiritasi, tidak terbakar dan tidak meledak. SO2 merupakan polutan yang berbahaya bagi kesehatan terutama bagi penderita penyakit kronis sistem pernafasan dan kardiovaskuler. Penderita sangat sensitif bila kontak dengan SO2 meskipun dalam konsentrasi yang kecil (Sunu, 2001).

Sumber emisi gas SO2 yang terbanyak berasal dari alam, sumber emisinya berupa: pembakaran yang tidak bergerak, proses dalam industri, limbah padat, dan pembakaran limbah pertanian. Sebagian SO2 yang berada di atmosfer akan diubah menjadi SO3 selanjutnya menjadi H2SO4 oleh proses-proses fotolisis, penguraian zat


(47)

oleh cahaya, dan katalisis yaitu efek yang dihasilkan oleh sejumLah zat pada saat berlangsungnya reaksi kimia (Sunu, 2001).

2. Hidrogen sulfida (H2S)

Hidrogen sulfida adalah gas yang berbau telur busuk. Sekalipun gas ini bersifat iritan bagi paru-paru, tetapi ia digolongkan ke dalam asphyxiant karena efek utamanya adalah melumpuhkan pusat pernafasan, sehingga kematian disebabkan oleh terhentinya pernafasan. Hidrogen sulfida juga bersifat korosif terhadap metal dan menghitamkan berbagai material. H2S lebih berat daripada udara, sehingga sering terkumpul di udara pada lapisan bagian bawah dan biasanya ditemukan bersama-sama gas beracun lainnya seperti metan dan karbon dioksida (Soemirat, 2004).

H2Spada kadar 0.05 ppm dapat dideteksi dari bau, dan pada kadar 0,1 ppm mengakibatkan iritasi dan kehilangan rasa sensoris. Setelah mengalami pemajanan pada kadar di atas 50 ppm, gejala secara bertahap akan naik, conjunctivitis yang nyeri, pusing, anosmia, mual, batuk, radang tenggorokan dan edema paru. Pada kadar 500 ppm akan terjadi kehilangan kesadaran mendadak, depresi pernafasan dan akan meninggal dalam waktu 30-60 menit (Ditjen PPM&PL, 2001).

3. Ammonia (NH3)

Ammonia merupakan gas yanng tidak berwarna dengan kadar 50 ppm memberikan bau yang menyengat. Dibentuk dari proses dekomposisi asam amino atau ikatan organik oleh bakteri (Sunu, 2001).


(48)

Ammonia secara alami ada di lingkungan, maka kita terus menerus terpapar ammonia dalam dosis rendah di udara, tanah dan air. Kadar di udara sekitar 1-5 ppb. Sepanjang hari kadar ammonia bervariasi, juga sepanjang musimnya. Kadar tinggi di udara dapat terjadi setelah pemupukan yang dalam tanah bisa mencapai 3000 ppm, namun kadar cepat menurun dalam beberapa hari kemudian. (Ditjen PPM&PL, 2001).

Bila terpapar ammonia dalam kadar cukup tinggi dari normal, akan mengakibatkan batuk dan iritasi mata. Apabila kadar ammonia lebih tinggi lagi, misalnya ketumpahan ammonia pada kulit akan mengakibatkan efek serius pada kulit, mata, tenggorokan dan paru-paru. Hal ini bisa menyebabkan kebutaan permanen, penyakit paru dan dapat menyebabkan kematian (Ditjen PPM&PL, 2001).

4. Metan (CH4)

Metan adalah gas-gas rumah kaca yang dapat menciptakan pemanasan global ketika terlepas ke atmosfer, dan umumnya dianggap sebagai polutan ketimbang sumber energi yang berguna. Meskipun begitu, metana di atmosfer bereaksi dengan ozon, memproduksi karbon dioksida dan air, sehingga efek rumah kaca dari metana yang terlepas ke udara relatif hanya berlangsung sesaat. Sumber metana yang berasal dari makhluk hidup kebanyakan berasal dari rayap, ternak (mamalia) dan pertanian (diperkirakan kadar emisinya sekitar 15, 75 dan 100 juta ton per tahun secara berturut-turut). Komponen kimia utama metana adalah (CH4), yang merupakan molekul hidrokarbon yang terpendek dan teringan. Ia juga mungkin mengandung zat


(49)

hidrokarbon gas yang lebih berat seperti etana, propana dan butana (Prameswari, 2007).

Metan (CH4) merupakan gas dominan selain karbon dioksida (CO2) yang

dihasilkan dari proses dekomposisi sampah di tempat pembuangan akhir. Keberadaan dan pergerakan metan sangat berbahaya pada TPA yang tidak dilengkapi dengan

fasilitas pengelolaan gas. Pembuangan sampah terbuka di TPAS mengakibatkan

sampah organik yang tertimbun mengalami dekomposisi secara anaerobik, dan proses itu menghasilkan gas metan yang mempunyai kekuatan merusak hingga 20-30 kali lebih besar daripada CO2 (Anonimous, 2008).

2.9. Polusi Udara Dalam Ruang

Polusi tidak hanya menyerang di udara terbuka. Di dalam ruangan pun terdeteksi rawan polusi udara. Bahkan, polusi dalam ruangan dinyatakan sebagai satu dari lima besar polusi yang berisiko mengancam kesehatan masyarakat modern. United State Environtal Protection Agency (US EPA), menemukan bahwa derajat polusi dalam ruangan, dua sampai lima kali lebih tinggi dibandingkan dengan polusi dalam luar ruangan.

Kualitas udara dalam ruangan (indoor air quality) ditentukan secara sengaja ataupun tidak sengaja oleh penghuni ruangan itu sendiri. Ada gedung yang secara khusus diatur, baik suhu maupun frekuensi pertukaran udaranya dengan memakai peralatan ventilasi khusus, ada pula yang dilakukan dengan mendayagunakan


(50)

udara dalam ruangan juga dipengaruhi oleh temperatur dan kelembaban yang dapat mempengaruhi kenyamanan dan kesehatan penghuninya. Dengan demikian kualitas udara tidak bebas dalam ruangan sangat bervariasi. Apabila terdapat udara yang tidak bebas dalam ruangan, maka bahan pencemar udara dalam konsentrasi yang cukup memiliki kesempatan untuk memasuki tubuh penghuninya (Keman, 2005).

Sumber pencemaran udara dalam ruangan menurut penelitian The National Institute of Occupational Safety and Health (NIOSH) dirinci menjadi 5 sumber (Aditama, 1992) meliputi :

1. pencemaran akibat kegiatan penghuni dalam gedung seperti asap rokok, pestisida, bahan pembersih ruangan;

2. pencemaran dari luar gedung meliputi masuknya gas buangan kendaraan bermotor, cerobong asap dapur karena penempatan lokasi lubang ventilasi yang tidak tepat;

3. pencemaran dari bahan bangunan ruangan seperti formaldehide, lem, asbestos, fibreglass , dan bahan lainnya;

4. pencemaran mikroba meliputi bakteri, jamur, virus atau protozoa yang dapat diketemukan di saluran udara dan alat pendingin ruangan beserta seluruh sistemnya;

5. kurangnya udara segar yang masuk karena gangguan ventilasi udara dan kurangnya perawatan sistem peralatan ventilasi.


(51)

Bahan pencemar udara yang mungkin ada dalam ruangan dapat berupa gas CO, CO2, beberapa jenis bakteri, jamur, kotoran binatang, formaldehid dan berbagai bahan organik lainnya. Dampak pencemaran udara dalam ruangan terhadap tubuh terutama pada daerah tubuh atau organ tubuh yang kontak langsung dengan udara meliputi organ sebagai berikut (Mukono, 2000) :

a. Iritasi selaput lendir: iritasi mata, mata pedih, mata merah, mata berair

b. Iritasi hidung, bersin, gatal: Iritasi tenggorokan, sakit menelan, gatal, batuk kering c. Gangguan neurotoksik: Sakit kepala, lemah/capai, mudah tersinggung, sulit

berkonsentrasi

d. Gangguan paru dan pernafasan: Batuk, nafas berbunyi/mengi, sesak nafas, rasa berat di dada

e. Gangguan kulit: Kulit kering, kulit gatal f. Gangguan saluran cerna: Diare/mencret


(52)

2.10. Kerangka Konsep Penelitian

Jarak TPAS ke

perumahan

Kualitas Kimiawi Udara Dalam Rumah

1. H2S 2. SO2 3. NH3

4. Metan (CH4)

Kualitas Fisik Udara Dalam Rumah - Suhu

- Kelembaban - Tekanan udara Kualitas Fisik Perumahan

Kelurahan Terjun - Luas lantai perkapita - Jenis Lantai

- Jenis dinding - Ventilasi

Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian


(53)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah survai bersifat deskriptif analitik dengan rancangan penelitian cross-sectional yaitu pendekatan yang bersifat sesaat pada suatu waktu dan tidak diikuti dalam suatu kurun waktu tertentu.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan pada perumahan penduduk yang ada di sekitar lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Adapun yang menjadi alasan pemilihan lokasi penelitian adalah karena di sekitar lokasi TPAS Terjun banyak berdiri rumah-rumah penduduk dan data yang diperoleh dari Puskesmas Kelurahan Terjun penyakit ISPA menempati urutan pertama dari 10 penyakit terbanyak.

3.3. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dimulai dengan pengajuan judul penelitian, survey awal, penelusuran daftar pustaka, persiapan proposal, konsultasi dengan pembimbing, pelaksanaan penelitian, pengumpulan data dan pengolahan data sampai dengan penyusunan laporan akhir direncanakan berlangsung selama 6 bulan, mulai dari bulan Maret 2008 sampai Agustus 2008.


(54)

3.4. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah perumahan penduduk yang ada di sekitar lokasi TPAS Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan. Populasi berjumlah 320 KK yang tersebar pada jarak: 0 m, 100 m, 200 m, dan 300 m. Pengambilan sampel dilakukan secara stratified random sampling, dimana populasi yang ada dibagi dalam lapisan-lapisan (strata) yang seragam dan dari setiap lapisan diambil sampel secara acak. Jumlah sampel dalam penelitian adalah lebih kurang sebanyak 30 KK, dimana jumlah sampel disesuaikan untuk masing-masing jarak.

Jumlah sampel dalam penelitian ini dengan populasi lebih kecil dari 10.000 (320 kk) ditentukan dari formula sebagai berikut:

N n =

1 + N (d2) Keterangan: N = Besar populasi

n = Besar sampel

d = Tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan Maka jumlah sampel penelitian adalah sebanyak 30 kk.

3.5. Teknik Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel yang tersebar pada jarak: 0 m, 100 m, 200 m, dan 300 m dengan jumlah sampel sebanyak 30 KK, berdasarkan kriteria sampel yaitu sesuai arah angin dominan dengan kondisi cuaca yang relatip sama, dimana semakin jauh dari sumber (TPAS Terjun) maka penyebaran akan semakin luas, sehingga


(55)

ditentukan jumlah titik sampel untuk masing-masing jarak berdasarkan populasi dengan formula sebagai berikut:

Proporsi = n x 100 % N

Jumlah sampel setiap jarak = Proposi x Total Sampel

Dengan formula di atas, maka diperoleh jumlah sampel setiap jarak adalah seperti pada tabel 3.1 berikut:

Tabel 3.1. Jumlah Sampel Penelitian Berdasarkan Proporsi No. Jarak Rumah

dari TPAS

Populasi Proporsi Jumlah Sampel

1. 0 m 43 KK 13,44 % 4

2. 100 m 64 KK 20 |% 6

3. 200 m 85 KK 26,56 % 8

5. 300 m 128 KK 40 % 12

Total 320 KK 100 % 30 KK

Lokasi titik pengambilan sampel udara dalam rumah penduduk dilakukan pada ruang tamu/keluarga. Pengambilan sampel udara menggunanakan alat Midget Impinger. Sampel yang diperoleh dibawa ke laboratorium untuk dianalisis kadar gas SO2 dengan metode pararosanilin dan kadar gas amonia (NH3) dengan metode Nessler. Untuk kadar gas metan dan H2S diukur langsung di lokasi penelitian menggunakan alat Gas Analyzer (IAQ 5001 Pro). Suhu dan kelembaban ruangan diukur dengan alat Termohygrometer.


(56)

3.6. Metode pengumpulan data 3.6.1. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari:

1. Data primer diperoleh dari hasil observasi melalui pengukuran langsung kualitas udara dalam rumah responden dan kualitas udara di TPAS Terjun.

2. Data sekunder diperoleh dari pencatatan data-data tentang penduduk dan TPAS Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan dari Dinas Kebersihan Kota Medan, Puskesmas dan Kecamatan Medan Marelan.

3.6.2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut:

1. Data Suhu dan Kelembaban dalam rumah penduduk (ruang keluarga) diukur dengan alat Thermohygometer.

2. Data kadar SO2 dan NH3 di udara dalam rumah dilakukan dengan tahapan sebagai berikut:

a. Pengambilan contoh uji selama 1 jam (SNI 19-7119.7-2005)

a.1. Peralatan yang digunakan untuk pengambilan contoh uji disiapkan, lalu larutan penyerap SO2 atau larutan penyerap NH3 dimasukkan sebanyak 10 mL ke masing-masing botol penyerap yang diatur agar terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung.

a.2. Pompa penghisap udara dihidupkan dan diatur kecepatan aliran udara pada 2 L/menit.


(57)

a.3. Kemudian pengambilan contoh uji dilukukan selama 1 jam, setelah itu pompa penghisap dimatikan.

a.4. Setelah pengambilan contoh uji, diamkan selama 20 menit untuk menghilangkan pengganggu. (Contoh uji dapat stabil selama 24 jam, jika disimpan pada suhu 5oC dan terhindar dari sinar matahari).

b. Pengujian kadar SO2 dalam contoh uji dengan metode Pararosanilin (SNI 19-7119.7-2005)

b.1. Larutan contoh uji dipindahkan ke dalam tabung uji 25 mL dan ditambahkan 5 mL air suling untuk membilas.

b.2. Sebanyak 1 mL larutan asam sulfamat 0,6 % ditambahkan ke dalam tabung uji dan ditunggu sampai 10 menit.

b.3. Kemudian sebanyak 2,0 mL larutan formaldehida 0,2 % dan sebanyak 5,0 mL larutan pararosanilin ditambahkan ke dalam tabung uji.

b.4. Air suling ditepatkan sampai tanda batas dengan volum sebanyak 25 mL, lalu homogenkan dan ditunggu sampai 30-60 menit.

b.5. Campuran larutan di atas diukur serapannya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

b.6. Untuk pengujian blanko, ulangi seperti langkah-langkah di atas dengan menggunakan sebanyak 10 mL larutan penyerap.


(58)

c. Pengujian kadar NH3 dalam contoh uji dengan metode Nessler (SNI 19-7119.1-2005).

c.1. Larutan contoh uji dipindahkan ke dalam tabung uji 25 mL.

c.2. Sebanyak 1 mL larutan Nessler ditambahkan ke dalam tabung uji, dan sisa contoh uji dimasukkan sampai tanda batas, lalu dihomogenkan dan didiamkan selama 10 menit.

c.3. Larutan contoh uji dimasukkan ke dalam kuvet pada alat spektrofotometer, lalu diukur serapannya pada panjang gelombang 425 nm.

c.4. Untuk pengujian blanko, ulangi seperti langkah-langkah di atas dengan menggunakan sebanyak 10 mL larutan penyerap NH3.

3. Data kadar H2S dan CH4 di udara dalam rumah dilakukan dengan pengukuran langsung di titik sampling yang langsung terbaca menggunakan alat Gas Analyzer (IAQ 5001 Pro) yang dirata-ratakan untuk waktu pengukuran selama ± 1 jam.

3.7. Variabel dan Definisi Operasional 3.7.1. Variabel

1. Variabel pengaruh (independent variabel), adalah jarak rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terjun dan kualitas fisik perumahan (ventilasi, luas lantai, jenis lantai dan jenis dinding).

2. Variabel terpengaruh (dependent variabel), adalah kualitas udara (SO2, CH4, H2S dan NH3) dalam rumah di sekitar lokasi TPAS Terjun.


(59)

3.7.2. Definisi Operasional

1. Tempat Pembuangan Akhir Sampah adalah proses terakhir dalam pengelolaan sampah, dimana sampah secara mekanis dibuang, ditumpuk, ditimbun, diratakan, dipadatkan, dan dibiarkan membusuk serta mengurai sendiri secara alami di TPA. Tumpukan sampah menghasilkan berbagai polutan di udara antara lain metan, hidrogen sulfida (H2S), amoniak (NH3), dan sulfit (SO2).

2. Kualitas fisik perumahan adalah kualitis fisik bangunan rumah meliputi; luas lantai, jenis lantai, ventilasi, dan dinding rumah.

2. Sulfur dioksida (SO2) adalah senyawa yang tidak mudah terbakar, tidak berwarna yang dapat berada di udara dalam bentuk gas atau terlarut dalam butiran air dan dapat menyebabkan iritasi pada membran mukosa mata, hidung, dan tenggorokan. 3. Metan (CH4) adalah merupakan gas dominan yang dihasilkan dari proses

dekomposisi sampah di tempat pembuangan akhir. Keberadaan dan pergerakan metan sangat berbahaya pada TPA yang tidak dilengkapi dengan fasilitas pengelolaan gas.

4. Hidrogen sulfida (H2S) adalah gas yang berbau telur busuk, bersifat iritan bagi paru-paru. Digolongkan ke dalam asphyxiant karena efek utamanya adalah melumpuhkan pusat pernafasan. H2Spada kadar 0.05 ppm dapat dideteksi dari bau, dan pada kadar 0,1 ppm mengakibatkan iritasi dan kehilangan rasa sensoris.


(60)

5. Amonia (NH3) adalah merupakan gas yang tidak berwarna dengan kadar 50 ppm memberikan bau yang menyengat. Dibentuk dari proses dekomposisi asam amino atau ikatan organik oleh bakteri.

Tabel 3.2. Tabel Definisi Operasional Penelitian

No. Variabel Definisi JumLah

Indikator Alat Ukur Kategori Skala Ukur Variabel Independent

1. Jarak Jarak antara TPAS

dengan perumahan penduduk sekitar berdasarkan arah angin dominan.

1. 0 m 2. 100 m 3. 200 m 4. 300 m

Meteran panjang

- Interval

2 Kualitas Fisik

Rumah

Kualitas rumah yang ditentukan melalui 4 indikator yaitu: ventilasi, luas lantai perkapita, jenis laintai dan jenis dinding.

1. > 2 dari indicator terpenuhi 2. < 2 dari

indicator terpenuhi Observasi Memenuhi syarat. Tdk memenuhi syarat Ordinal

2. a. Ventilasi adalah jendela untuk

pertukaran udara dalam rumah.

1. 10 % luas lantai 2. < 10% luas lantai Observasi Memenuhi syarat. Tdk memenuhi syarat Ordinal

2.b. Jenis lantai Jenis lantai yang

dipakai di rumah.

1. Marmer/ke- ramik/teraso 2. Ubin/tegel 3. Semen 4. Kayu/papan 5. Bambu 6. Tanah Observasi 1-3 memenuhi syarat. 4-6 tdk memenuhi syarat Ordinal

2.c. Jenis dinding Jenis dinding yang

dipakai dalam rumah

1. Tembok 2. Kayu 3. Bambu 4. Lainnya Observasi 1 memenuhi syarat. 2-4 tdk meme-nuhi syarat.

Ordinal

2.d. Luas lantai

perkapita

Luas lantai yang dihuni perkapita.

1. < 4 m2/orang 2. > 4 m2/orang

Observasi Memenuhi syarat. Tdk memenuhi syarat Ordinal


(1)

sebanyak 28 responden (93,33%). Responden yang memiliki rumah dengan luas lantai perkapita tidak memenuhi syarat sebanyak 24 responden (80,00%) dan yang memenuhi syarat sebanyak 6 responden (20,00%). Responden yang memiliki rumah dengan ventilasi tidak memenuhi syarat sebanyak 10 responden (33,33%) dan yang memenuhi syarat sebanyak 20 responden (66,67%).

Dari ke empat karakteristik kualitas fisik rumah pada Tabel 4.. di atas, maka dapat ditentukan kualitas fisik rumah secara keseluruhan dengan pembobotan nilai, sehingga diperoleh jumlah rumah yang memenuhi syarat dan yang tidak memenuhi syarat pada Tabel berikut ini:

Tabel. 3. Kualitas Fisik Rumah Responden di Kel. Terjun Kec. Medan Marelan pada Tahun 2008

No Karakteristik Jumlah %

Kualitas Fisik Rumah

1. Tidak memenuhi syarat

17 56,67 2. Memenuhi syarat 13 43,33

Total 30 100,0

Tabel 3. menunjukkan bahwa responden yang memiliki rumah dengan kualitas fisik rumah tidak memenuhi syarat sebanyak 17 responden (56,67%) dan yang memenuhi syarat sebanyak 13 responden (43,33%).

a. Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Udara DalamRumah

Hasil penelitian yang dilakukan di rumah penduduk di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan dapat diketahui hasil pengukuran kualitas fisik udara dalam rumah, yang dapat dilihat pada Tabel 4 berikut:

Tabel 4. Hasil Pengukuran Kualitas Fisik Udara Dalam Rumah di Sekitar TPAS Kel. Terjun Kec. Medan pada Tahun 2008

Hasil Pengukuran No

Parameter Fisik Udara

Dalam Rumah

Jum lah Res pon

den Min Max

Rata-rata

1. Suhu 30 270C 330C 29,730

C 2. Kelembaban 30 45% 76% 59,83%

Tabel 4. menunjukkan bahwa suhu dalamrumah terendah adalah 270C, sedangkan suhu dalam rumah tertinggi adalah 330C dengan rata-rata 29,730C. Kelembaban dalam rumah terendah adalah 45%, sedangkan kelembaban dalam rumah tertinggi adalah 76% dengan rata-rata 62,17%.

b. Hasil Pengukuran Kualitas Kimiawi Udara DalamRumah

Hasil penelitian yang dilakukan di rumah penduduk di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan dapat diketahui hasil pengukuran kualitas kimiawi udara dalamrumah yang dapat dilihat pada Tabel 5. berikut:

Tabel 5. Hasil Pengukuran Kualitas Kimiawi Udara DalamRumah di Sekitar TPAS Kel. Terjun Kec. Medan pada Tahun 2008

Hasil Pengukuran No

Parameter Kimiawi

Udara Dalam Rumah

Jum lah Res pon

den (ppm)Min. (ppm) Maks

Rata-rata (ppm)

1. SO2 30 0,000 0,03 0,0138

2. H2S 30 0,28 0,90 0,5023

3. NH3 30 0,07 1,03 0,4623

4 CH4 30 65 485 140,47

Tabel 5. menunjukkan bahwa kadar SO2 di udara dalam rumah terendah adalah 0,00 ppm, sedangkan yang tertinggi adalah 0,035 ppm dengan rata-rata 0,01387 ppm. Kadar H2S di udara dalam rumah terendah adalah 0,28 ppm, sedangkan yang tertinggi adalah 0,90 ppm dengan rata-rata 0,5023 ppm. Kadar NH3


(2)

di udara dalam rumah terendah adalah 0,07 ppm, sedangkan yang tertinggi adalah 1,03 ppm dengan rata-rata 0,4623 ppm. Kadar CH4 di udara dalamrumah terendah adalah 65 ppm, sedangkan yang tertinggi adalah 485 ppm dengan rata-rata 140,47 ppm.

c. Hubungan Jarak Rumah dari TPAS dengan Kualitas Kimiawi Udara DalamRumah

c.1. Hubungan Jarak Rumah dari TPAS dengan Konsentrasi gas SO2 di

Udara DalamRumah

Hasil analisis statistik menggunakan

regresi linier untuk mengetahui hubungan

jarak rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan konsentrasi gas SO2 di udara dalam rumah penduduk di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan dapat dilihat pada lampiran.

Hasil uji regresi linier memperlihatkan bahwa nilai p (0,001) < 0,050, artinya Ho ditolak atau dengan kesimpulan bahwa pada taraf nyata (g) = 5 % terdapat hubungan jarak rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan konsentrasi gas SO2 di udara dalamrumah.

c.2. Hubungan Jarak Rumah dari TPAS dengan Konsentrasi gas H2S di

Udara DalamRumah

Hasil analisis statistik menggunakan

regresi linier untuk mengetahui hubungan

jarak rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan konsentrasi gas H2S di udara dalam rumah penduduk di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan dapat dilihat pada lampiran.

Hasil uji regresi linier memperlihatkan bahwa nilai p (0,012) < 0,050, artinya Ho ditolak atau dengan kesimpulan bahwa pada taraf nyata (g) = 5 % terdapat hubungan jarak rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan konsentrasi gas H2S di udara dalamrumah.

c.3. Hubungan Jarak Rumah dari TPAS dengan Konsentrasi gas NH3 di

Udara DalamRumah

Hasil analisis statistik menggunakan

regresi linier untuk mengetahui hubungan

jarak rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan konsentrasi gas NH3 di udara dalam rumah penduduk di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan dapat dilihat pada lampiran.

Hasil uji regresi linier memperlihatkan bahwa nilai p (0,000) < 0,050, artinya Ho ditolak atau dengan kesimpulan bahwa pada taraf nyata (g) = 5 % terdapat hubungan jarak rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan konsentrasi gas NH3 di udara dalamrumah.

c.4. Hubungan Jarak Rumah dari TPAS dengan Konsentrasi gas CH4 di

Udara DalamRumah

Hasil analisis statistik menggunakan

regresi linier untuk mengetahui hubungan

jarak rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan konsentrasi gas CH4 di udara dalam rumah penduduk di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan dapat dilihat pada lampiran.

Hasil uji regresi linier memperlihatkan bahwa nilai p (0,000) < 0,050, artinya Ho ditolak atau dengan kesimpulan bahwa pada taraf nyata (g) = 5 % terdapat hubungan jarak rumah dari Tempat Pembuangan Akhir Sampah dengan konsentrasi gas CH4 di udara dalamrumah.

Jarak rumah dari TPAS Terjun berhubungan dengan konsentrasi polutan-polutan gas H2S, SO2, NH3, dan CH4. Keberadaan polutan gas dalam rumah berasal dari udara luar yang telah tercemar akibat kegiatan pemrosesan sampah di TPAS. Timbunan sampah dalam volume yang besar berpotensi melepaskan polutan-polutan gas seperti H2S, SO2, NH3, dan CH4.

Menurut US. EPA (2001), polutan udara dalam rumah disebabkan oleh banyak hal seperti material bangunan yang digunakan, perabot rumah tangga, produk pembersih rumah dan polutan udara dari luar rumah.


(3)

Temperatur yang tinggi dan kelembaban akan menambah konsentrasi polutan di udara.

Pergerakan udara dari luar rumah masuk ke dalam rumah disebabkan adanya perbedaan temperatur. Udara bergerak dari temperatur rendah ke temperatur yang lebih tinggi. Umumnya temperatur udara dalam rumah lebih tinggi dibandingkan dengan temperatur di luar rumah. Pencahayaan yang tinggi dalam rumah akan meningkatkan temperatur dalam rumah.

Menurut Wijaya Kusuma (2007), banyak faktor yang berpengaruh pada proses penyebaran polutan udara, yakni kecepatan dan keadaan aliran udara (angin) serta dipengaruhi oleh parameter suhu, kecepatan aliran dan masa jenis.

Meningkatnya konsentrasi polutan gas di udara dalam rumah selain akibat adanya perbedaan temperatur juga akibat masa jenis dari gas tersebut. Hidrogen sulfida yang lebih berat dari udara, sering terkumpul di udara pada lapisan bagian bawah dan biasanya ditemukan bersama-sama gas beracun lainnya seperti metan. Bencana di Poza Rica pada tahun 1950 disebabkan kesalahan penanganan gas di dalam industri kilang minyak di Meksiko. Kebocoran gas H2S yang berlangsung 20-25 menit memungkinkan gas tersebut masuk ke udara bebas dan ke daerah pemukiman (udara tak bebas). Dari 320 orang yang terserang, 22 orang meninggal. (Soemirat, 2004).

Keputusan Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Pemukiman Departemen kesehatan No. 281 tahun 1989 tentang Persyaratan Kesehatan Pengelolaan Sampah menyatakan bahwa jarak minimal antara rumah huni penduduk dengan Tempat Pengolahan Akhir Sampah adalah ± 3 km. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jarak TPAS berpengaruh terhadap kualitas udara dalam rumah, sehingga relokasi lahan bagi pemukiman yang ada dekat dengan atau di lokasi TPAS sebaiknya dilakukan untuk melindungi kesehatan masyarakat.

Menurut penelitian Mardiani (2006) tentang Hubungan Kualitas Udara Ambien dan Vektor Terhadap Gangguan Keluhan Saluran Pernafasan dan Saluran Pencernaan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah

menunjukkan bahwa kadar gas H2S terdeteksi melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) pada radius 150 meter dari TPA.

Hasil penelitian yang dilakukan Rudianto dan Azizah (2005) di lokasi TPA Kabupaten Pasuruan yang terletak di Desa Kenep Kecamatan Beji, menyatakan bahwa jarak perumahan ke Tempat Pembuangan Akhir sampah mempengaruhi kepadatan lalat dan kejadian diare.

d. Hubungan Kualitas Fisik Rumah

dengan Kualitas Kimiawi Udara Dalam Rumah

d.1. Hubungan Kualitas Fisik Rumah dengan Konsentrasi gas SO2 di

Udara DalamRumah

Hasil analisis statistik menggunakan

regresi linier untuk mengetahui hubungan

kualitas fisik rumah dengan konsentrasi gas SO2 di udara dalam rumah penduduk di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan dapat dilihat pada lampiran.

Hasil uji regresi linier memperlihatkan bahwa nilai p (0,021) < 0,050, artinya Ho ditolak atau dengan kesimpulan bahwa pada taraf nyata (g) = 5 % terdapat hubungan kualitas fisik rumah dengan konsentrasi gas SO2 di udara dalamrumah.

d.2. Hubungan Kualitas Fisik Rumah dengan Konsentrasi gas H2S di

Udara DalamRumah

Hasil analisis statistik menggunakan

regresi linier untuk mengetahui hubungan

kualitas fisik rumah dengan konsentrasi gas H2S di udara dalam rumah penduduk di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan dapat dilihat pada lampiran.

Hasil uji regresi linier memperlihatkan bahwa nilai p (0,001) < 0,050, artinya Ho ditolak atau dengan kesimpulan bahwa pada taraf nyata (g) = 5 % terdapat hubungan kualitas fisik rumah dengan konsentrasi gas H2S di udara dalamrumah.


(4)

d.3. Hubungan Kualitas Fisik Rumah dengan Konsentrasi gas NH3 di

Udara DalamRumah

Hasil analisis statistik menggunakan

regresi linier untuk mengetahui hubungan

kualitas fisik rumah dengan konsentrasi gas NH3 di udara dalamrumah penduduk di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan dapat dilihat pada lampiran.

Hasil uji regresi linier memperlihatkan bahwa nilai p (0,005) < 0,050, artinya Ho ditolak atau dengan kesimpulan bahwa pada taraf nyata (g) = 5 % terdapat hubungan kualitas fisik rumah dengan konsentrasi gas NH3 di udara dalamrumah.

d.4. Hubungan Kualitas Fisik Rumah dengan Konsentrasi gas CH4 di

Udara DalamRumah

Hasil analisis statistik menggunakan

regresi linier untuk mengetahui hubungan

kualitas fisik rumah dengan konsentrasi gas CH4 di udara dalam rumah penduduk di sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan dapat dilihat pada lampiran.

Hasil uji regresi linier memperlihatkan bahwa nilai p (0,017) < 0,050, artinya Ho ditolak atau dengan kesimpulan bahwa pada taraf nyata (g) = 5 % terdapat hubungan kualitas fisik rumah dengan konsentrasi gas CH4 di udara dalamrumah.

Hasil analisis statistik menggunakan

regresi linier memperlihatkan bahwa terdapat

hubungan antara kualitas fisik rumah dengan kualitas kimiawi udara dalam rumah.

Kualitas fisik rumah seperti jenis dinding, jenis lantai, luas lantai, kepadatan hunian, ventilasi, dan lain-lain berhubungan dengan kualitas udara dalam rumah. Dinding yang terbuat dari papan atau seng mempunyai celah/lubang yang lebih banyak sehingga menyebabkan udara dari luar lebih banyak masuk ke dalam rumah. Udara dari luar rumah (udara bebas) yang telah tercemar polutan gas-gas H2S, NH3, SO2, dan CH4 dari kegiatan yang ada di TPAS Terjun masuk ke dalam rumah (udara tidak bebas), akibatnya udara dalam rumah menjadi tidak sehat.

Menurut US. EPA (2001), jika sejumlah kecil udara dari luar masuk ke dalam rumah, beberapa polutan akan terakumulasi menjadi konsentrasi yang dapat mempengaruhi kesehatan. Hal ini salah satunya disebabkan oleh ventilasi, dimana rumah yang di dibuat dengan pertukaran udara yang kurang dapat meningkatkan jumlah polutan gas dalam rumah.

Luas lantai bangunan harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang optimum adalah apabila menyediakan 2,5-3 m2 untuk setiap orang (anggota keluarga). Menurut Notoatmodjo (2003) luas lantai yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan perjubelan

(overcrowded) yang menyebabkan kurangnya

konsumsi oksigen dan peningkatan suhu ruangan.

Ventilasi digunakan untuk mengendalikan suhu, kelembaban udara dan pergerakan udara. Ventilasi dengan tekanan udara tertentu dapat mempengaruhi kecepatan pergerakan udara, arah pergerakan, intensitas dan pola aliran serta rintangan setempat. Laju ventilasi alami memiliki hubungan yang linier dengan kecepatan udara dan tergantung pada perbedaan tekanan udara yang ditimbulkan oleh perbedaan temperatur lingkungan (Takakura, 1979).

Ventilasi yang kurang menyebabkan aliran udara dalam rumah tidak segar karena kurangnya oksigen di dalam rumah dan meningkatkan polutan gas yang bersifat racun bagi penghuninya. Tidak cukupnya ventilasi menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan naik karena terjadi proses penguapan cairan dari kulit.

Moerdjoko (2004) menyatakan bahwa ventilasi terjadi jika terdapat perbedaan tekanan udara. Ventilasi dengan tekanan udara tertentu dapat mempengaruhi kecepatan pergerakan udara, arah pergerakan, intensitas dan pola aliran udara serta suhu ruangan.

Kesimpulan

1. Kualitas udara dalam rumah penduduk di sekitar lokasi TPAS Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan tidak memenuhi syarat kesehatan disebabkan oleh adanya konsentrasi polutan-polutan


(5)

gas penggganggu yaitu: gas H2S dengan konsentrasi maksimum 0,9 ppm, gas CH4 dengan konsentrasi maksimum 485 ppm, gas NH3 dengan konsentrasi maksimum 1,03 ppm dan gas SO2 dengan konsentrasi maksimum 0,03 ppm.

2. Terdapat hubungan antara jarak rumah dari tempat pembuangan akhir sampah dengan konsentrasi gas SO2, gas H2S, gas NH3 dan gas CH4 dalam rumah.

3. Terdapat hubungan antara kualitas fisik rumah dengan konsentrasi gas SO2, gas H2S, gas NH3 dan gas CH4 dalam rumah.

Saran

1. Sebagai masukan bagi pemerintah kota untuk memperbaiki sistim pengolahan sampah yang ada dengan metode dan teknik pengolahan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga tidak menimbulkan dampak negatip terhadap masyarakat dan lingkungan. Melakukan penghijauan dengan menanami jenis pepohonan seperti mahoni, angsana, beringin, dan lain-lain di areal TPAS akan mengurangi polutan gas yang dihasilkan dari proses pembusukan sampah.

2. Bagi masyarakat, khususnya masyarakat yang telah tinggal di sekitar lokasi TPAS sebaiknya memperbaiki kondisi fisik rumahnya seperti ventilasi yang memadai agar udara dalam rumah selalu berganti. Lingkungan di sekitar rumah ditanami dengan pohon-pohon yang fungsinya selain sebagai penyaring udara juga dapat menurunkan temperatur dalam rumah.

Daftar Pustaka

Adistya Prameswari, 2007. Pencemaran Udara oleh Hidrokarbon, Surabaya. http://dizz property.blogspot.com/. diakses tgl 15-02-2008.

Achmadi, U.F. Faktor-Faktor Penyebab ISPA Dalam Lingkungan Rumah tangga di Jakarta. Lembaga Penelitian UI. Jakarta. 1990

Annisa. 2007. 8 Cara Ramah Lingkungan Menurunkan Suhu Ruangan. http://www.ideaonline.co.id/article.php? name=/8-cara-ramah-lingkungan-

menurunkan-suhu-ruangan&channel= nterior, diakses tgl. 18-08-2008.

Aditama,TY., 1992. Polusi Udara dan Kesehatan, Jakarta : Arcan.

Azwar, A., 1996. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan, Jakarta : Mutiara Sumber Widya.

Chandra, Budiman., 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. EGC.

Ditjen PPM & PL., 2001. Parameter Pencemar Udara dan Dampaknya Terhadap Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

Ditjen PPM dan PL., 2002. Pedoman Teknis Penilaian Rumah sehat. Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.

Gunawan, Rudi dan FX Haryanto. 1982. Pedoman Perencanaan Rumah Sehat. Yogyakarta : Yayasan Sarana Cipta. Keman, Soedjajadi, 2005. Kesehatan

Perumahan. Jurnal Kualitas Udara. Surabaya. Unair. http://www.journal. unair.ac.id/filerPDF/KESLING-2-1-04. pdf. Diakses tgl. 25-02-2008.

Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999 tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan., Jakarta : Departemen Kesehatan R.I.

Komisi WHO Mengenai Kesehatan dan Lingkungan., 2001. Planet Kita Kesehatan Kita, Yogyakarta : Gajah Mada University Press, p. 279.

.Kusnoputranto, H. Dewi Susanna., 2000. Kesehatan Lingkungan, Jakarta: Universitas Indonesia Fakultas Kesehatan Masyarakat.

Lily P, Septa R dan Happy RS., 1998. Kualitas Udara Dalam Ruangan, Jakarta: Dirjen. Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI.

Mardiani, Erni, 2006. Hubungan Kualitas Udara Ambien & Vektor Terhadap Gangguan Keluhan Saluran Pernafasan dan Saluran Pencernaan di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Universitas Airlangga.

Moerdjoko. 2004. Kaitan Sistem Ventilasi Bangunan dengan Keberadaan Mikroorganisme Udara. Dimensi


(6)

Teknik Arsitektur Vol. 32, No. 1, Juli 2004

Mukono, HJ., 2000. Prinsip dasar Kesehatan Lingkungan, Surabaya: Airlangga University Press, pp 155-157.

Napitupulu, MF., 1994. Pelaksanaan Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman melalui Pendekatan Kelurahan

Noriko, Nita., 2003. Tinjauan Akhir Tempat Pemusnahan Akhir Bantar Gebang Bekasi, Program Pasca Sarjana S3, Institut Pertanian Bogor. http://tumoutou.net/6_sem2_023/nitano

riko.htm. Diakses tgl. 08-02-2008. Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Prinsip-Prinsip

Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Cet. ke-2, Mei. Jakarta : Rineka Cipta. Rudianto, Heru dan Azizah R. 2005. Studi

Perbedaan Jarak Perumahan ke TPAS Open Dumping Dengan Indikator Tingkat Kepadatan Lalat & Kejadian Diare, Jurnal Kesehatan Lingkungan UNAIR, Vol.1, No.2

Sanropie D., 1992. Pedoman Bidang Studi Perencanaan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Jakarta: Departemen Kesehatan R.I.

Sastrawijaya T., 1991. Pencemaran Lingkungan, Jakarta: PT. Rineka Cipta. Sihotang, Jonder. 2003. Gas Metan di TPA Bukan Lagi Ancaman. Jakarta: Sinar Harapan

Sitepoe, Mangku., 1997. Usaha Mencegah Pencemaran Udara. Jakarta: PT. Grasindo.

Soemirat. S, Juli., 2004. Kesehatan Lingkungan, Yogyakarta: Gajah Mada Press.

Suma’mur, P.K. 1993. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Cetakan Sembilan. Jakarta: CV. Haji Masagung. Sukowati, Andria. 2006. Perubahan

Lingkungan Global, Penipisan Lapisan Ozon dan Gas Rumah Kaca. andria_sukowati@mail.bplhdjabar.go.id diakses tgl. 10-08-2008

Sunu, Pramudya., 2001. Melindungi Lingkungan dengan Menerapkan ISO 14001, Jakarta : PT. Grasindo.

Suriawiria U., 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum, Bandung : Penerbit Angkasa.

Sutardi, Tata. 2008. Teknik Pengukuran Udara. http://www.ccitonline.com /mekanika/tiki--ndex.php?page=ctd.

flomerics, diakses tgl. 10-08-2008. US. EPA, 2001. An Introduction to Indoor Air

Quality (IAQ). http://www.epa.gov/ iaq/ia-intro.html. diaksestgl.23-08-2008 Yusup, Nur Achmad. 2005. Hubungan

Sanitasi Rumah Secara Fisik dengan Kejadian ISPA pada Balita. Jurnal Kesehatan Lingkungan UNAIR, Vol.1, No.2

WHO SEARO., 1986. Environmental Health Aspects of Industrial and Residential Area. Regional Health Papers No. 11 . New Delhi : WHO Regional Office for South East Asia.


Dokumen yang terkait

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) dalam Udang Windu (Penaeus monodon) yang Berada di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2014

6 114 95

Hubungan Antara Populasi Mikroorganisme Udara Dengan Kejadian Infeksi Saluran Pernafasan Akut Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Terjun Medan

1 49 65

Isolasi Bakteri Dari Tanah Tempat Pembuangan Sampah Untuk Pembuatan Pupuk Organik Cair

7 86 81

Pengaruh Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah, Personal Hygiene dan Indeks Massa Tubuh (IMT) terhadap Keluhan Kesehatan pada Pemulung di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2012

19 80 151

Kajian Air Lindi Di Tempat Pembuangan Akhir Terjun Menggunakan Metode Thornthwaite

8 88 75

Pengaruh Air Lindi Tempat Pembuangan Akhir Sampah terhadap Kualitas Air Tambak Ikan di Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan

7 90 87

Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kualitas Udara Dalam Rumah Di Sekitar Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Terjun Kecamatan Medan Marelan Tahun 2008

0 42 10

Strategi Bertahan Hidup Keluarga Pemulung di Lingkungan Tempat Pembuangan Akhir Sampah Kelurahan Paya Pasir Kecamatan Medan Marelan

7 70 129

HUBUNGAN ANTARA POPULASI MIKROORGANISME UDARA DENGAN KEJADIAN INFEKSI SALURAN PERNAFASAN AKUT DI SEKITAR TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR SAMPAH TERJUN MEDAN.

0 2 2

Analisis Kandungan Kadmium (Cd) dalam Udang Windu (Penaeus monodon) yang Berada di Tambak Sekitar Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Kelurahan Terjun Kota Medan Tahun 2014

0 0 14