Hambatan Terkait Pembuktian Predicate Crime Tindak Pidana Terorisme

mengenal pengguna jasa dan atau kewajiban untuk melaporkan transaksi keuangan mencurigakan kepada FIU.

C. Hambatan Terkait Pembuktian Predicate Crime Tindak Pidana Terorisme

Predicate Crimes merupakan syarat atau unsur yang mutlak ada dalam Tindak Pidana Pencucian Uang. Permasalahannya adalah apakah semua tindak pidana dapat masuk menjadi Predicate Crimes. Jikalau tidak, tindak pidana apa saja yang dapat dimasukkan dalam Predicate Crimes. Di Indonesia, perumusan Undang-Undang awal mulanya menentukan sembilan tindak pidana yang termasuk dalam Predicate Crimes pada Rancangan Undang-Undang Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yaitu: korupsi; penyuapan; penyeludupan; tindak pidana yang berkaitan dengan perbankan; tindak pidana yang berkaitan dengan narkotika; tindak pidana yang berkaitan dengan psikotropika; perdagangan budak, wanita, atau anak; perjudian; dan terorisme. Namun pada pembahasan Komisi II DPR pada rapat paripurna DPR-RI dalam rangka pembicaraan tingkat IIPengambilan Keputusan Atas Rancangan Undang-Undang tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, akhirnya disepakati penambahan jumlah Predicate Crimes on Money Laundering menjadi lima belas tindak pidana, yaitu: 128 korupsi; penyuapan; perbankan; penyeludupan barang; narkotika; psikotropika; perdagangan senjata gelap; pencurian; penggelapan; penipuan; penyeludupan tenaga kerja; penyeludupan imigran; perdagangan budak, 128 Lihat Pasal 2 Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Universitas Sumatera Utara wanita dan anak; penculikan; dan terorisme. Selanjutnya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 melakukan penambahan, sehingga menjadi dua puluh lima yakni: korupsi; penyuapan; penyeludupan barang; penyeludupan tenaga kerja; penyeludupan imigran; di bidang perbankan; di bidang pasar modal; di bidang asuransi; narkotika; psikotropika; perdagangan manusia; perdagangan senjata gelap; penculikan; terorisme; pencurian; penggelapan; penipuan; pemalsuan uang; perjudian; prostitusi; di bidang perpajakan; di bidang kehutanan; di bidang lingkungan hidup; di bidang kelautan; atau tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau diluar wilayah Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Di samping itu, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 telah mengklasifikasi yakni korupsi; penyuapan; narkotika; psikotropika; penyelundupan tenaga kerja; penyelundupan migran; di bidang perbankan; di bidang pasar modal; di bidang perasuransian; kepabeanan; cukai; perdagangan orang; perdagangan senjata gelap; terorisme; penculikan; pencurian; penggelapan; penipuan; pemalsuan uang; perjudian; prostitusi; di bidang perpajakan; di bidang kehutanan; di bidang lingkungan hidup; di bidang kelautan dan perikanan; atau tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Dapat disederhanakan menjadi: Universitas Sumatera Utara 1. Tindak pidana yang berkaitan dengan uang: Korupsi, penyuapan, perbankan. 2. Tindak pidana yang berkaitan dengan barang: Penyelundupan barang, narkotika, psikotropika, perdagangan senjata gelap, pencurian, penggelapan, penipuan. 3. Tindak pidana yang berkaitan dengan manusia: Penyelundupan tenaga kerja, penyeludupan imigran, perdagangan budak, wanita, dan anak, penculikan. 4. Lain-lain: terorisme dan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun yang dilakukan dapat diancam dengan hukum pidana Indonesia. Penentuan kejahatan pada tindak pidana awal pencucian uang predicate crimes on money laundering bagi proses penegakan hukum pencucian uang di Indonesia mengalami kesulitan, asas hukum Indonesia menekankan ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap untuk suatu perbuatan yang dituduhkan kepada tersangka berupa tindak pidana awal core crime, misalnya tindak pidana terorisme yang diduga adanya indikasi pencucian uang untuk mendanai kegiatan terorisme yang disidik Polri, tidak dapat dibuktikan sebagai harta kekayaan hasil kejahatan. Jika hasil suatu perbuatan tidak dapat dikategorikan sebagai perbuatan menyembunyikan dan mengalihkan harta kekayaan maka unsur “hasil tindak pidana” yang merupakan syarat terjadinya pencucian uang tidak terpenuhi. Akibat hukum dari tidak dipenuhinya prasyarat terjadinya pencucian uang adalah tidak terbuktinya tindak Universitas Sumatera Utara pidana pencucian uang. Asumsi ini beranjak dari pembuktian prdicate crime terlebih dahulu. Proses penerapan rezim money laundering yang dipahamkan oleh aparat penegak hukum dalam sistem peradilan pidana sampai saat ini untuk membuktikan “hasil harta kekayaan” 129 yang diperoleh dari tindak pidana awal khusunya tindak pidana terorisme terkait pendanaan untuk menjerat pelaku kejahatan pencucian uang harus di dasarkan kepada dua unsur yakni: Pertama, adanya laporan dari penyidik tindak pidana awal, atas adanya indikasipatut diduga mengalihkan dan menyembunyikan harta kekayaan hasil kejahatan terorisme. Kedua, harta kekayaan tersebut diperoleh secara langsung atau tidak langsung dari kejahatan yang telah dilakukan dan dikriminalisasi dalam UUPPTPPU. 130 Penentuan kejahatan pada tindak pidana awal pencucian uang predicate crimes on money laundering khususnya tindak pidana terorisme bagi proses penegakan hukum pencucian uang di Indonesia mengalami kesulitan, hal ini terlihat bahwa sistem hukum pidana Indonesia menganut asas bahwa suatu perbuatan dapat dinyatakan sebagai kejahatan harus melalui mekanisme hukum yakni ditandai dengan adanya putusan hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Artinya selama belum ada putusan hakim yang berkekuatan hukum tetap maka suatu perbuatan yang dituduhkan kepada tersangka berupa tindak pidana awal core crime, misalnya 129 Lihat, Penjelasan Pasal 2 UUTPPU bahwa UUTPPU dalam menentukan hasil tindak pidana menganut asas kriminalitas ganda double criminality 130 Lihat, Pasal 2 UUTPPU yang mengkategorikan predicate crimes menjadi 24 jenis, ditambah dengan tindak pidana lainnya yang diancam dengan pidana penjara 4 empat tahun atau lebih, yang dilakukan diwilayah Negara Republik Indonesia atau diluar Wilayah Negara Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia. Universitas Sumatera Utara tindak pidana terorisme yang disidik oleh Polri dan diduga adanya indikasi pendanaan terorisme dengan tidak dibuktikannya predicate crime oleh sistem peradilan pidana terlebih dahulu tentunya penyidikan TPPU telah menyimpangi asas presumption of innocence praduga tak bersalah dan asas non self incrimination. 131 Tersangka Terdakwa tindak pidana pencucian uang seolah-olah telah dianggap bersalah melakukan predicate crime tanpa dibuktikan terlebih dahulu kesalahannya yang ditandai dengan adanya putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap. Dalam rangka meminimalisir hambatan penanggulangan tindak pidana terorisme yang dilakukan secara represif maupun prefentif dengan pendekatan rezim anti money laundering mengharuskan adanya keterpaduan antara criminal justice system dalam menerapkan tindak pidana pencucian uang terkait pendanaan terorisme yang salah satunya adalah kerjasama lembaga Kepolisian dengan PPAT maupun Kejaksaan dalam kerangka sistem pembuktian tindak pidana pencucian menyangkut pendanaan terorisme. Di samping itu diperlukan proaktif Lembaga Penyedia Jasa Keuangan PJK dalam menerapkan prinsip mengenali pengguna jasa dan penyampaian laporan kepada PPATK yang meliputi: 1 Penyedia jasa keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat 1 huruf a wajib menyampaikan laporan kepada PPATK yang meliputi: a. Transaksi Keuangan Mencurigakan; b. Transaksi Keuangan Tunai dalam jumlah paling sedikit Rp500.000.000,00 lima ratus juta rupiah atau dengan mata uang 131 Walaupun pada penjelasan Pasal 3 ayat 1 UUTPPU secara implisit menyatakan bahwa terhadap harta kekayaan yang diduga merupakan hasil tindak pidana tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya, untuk dapat dimulainya pemeriksaan TPPU. Namun menurut penulis pada tahap pemberantasan TPPU oleh sistem peradilam pidana akan mengalami kesulitan dalam membuktikan dugaan TPPU tersebut, sehingga dikhawatirkan yang dapat dijerat dan dihukum hanya tindak pidana awalnya saja tanpa menyentuh TPPU. Universitas Sumatera Utara asing yang nilainya setara, yang dilakukan baik dalam satu kali transaksi maupun beberapa kali transaksi dalam 1 satu hari kerja; danatau c. Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri. 2 Perubahan besarnya jumlah Transaksi Keuangan Tunai sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b ditetapkan dengan Keputusan Kepala PPATK. 3 Besarnya jumlah Transaksi Keuangan transfer dana dari dan ke luar negeri yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf c diatur dengan Peraturan Kepala PPATK. 4 Kewajiban pelaporan atas Transaksi Keuangan Tunai sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b dikecualikan terhadap: a. Transaksi yang dilakukan oleh penyedia jasa keuangan dengan pemerintah dan bank sentral; b. Transaksi untuk pembayaran gaji atau pensiun; dan c. Transaksi lain yang ditetapkan oleh Kepala PPATK atau atas permintaan penyedia jasa keuangan yang disetujui oleh PPATK. Selanjutnya dalam penegakan hukum Polri saat ini telah siap untuk melakukan rangkaian penyidikan dan penyidikan pendanaan terorisme melalui transaksi keuangan yang mencurigakan. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komisaris Jenderal Erwin Mappaseng bahwa “Polri sudah menyiapkan penyidik yang menguasai persoalan pencucian uang untuk menangani berbagai kasus ini. Kedekatan Polri dengan petugas Bank Indonesia digambarkan Erwin sebagai, Kami tinggal angkat telepon untuk berkoordinasi jika ada transaksi keuangan yang mencurigakan. 132 132 Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Kesiapan Polri dalam Penanggulangan Pendanaan Terorisme Melalui Pendekatan Transaksi Keuangan Mencurigakan, http:www.google.com , diakses tanggal 18 Mei 2010 Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN