Pengungkapan tindak pidana dan pelaku tindak pidana pencucian uang lebih difokuskan pada penelusuran aliran danauang haram follow the money atau
transaksi keuangan. Dengan kata lain, penelusuran aliran dana melalui transaksi keuangan, merupakan cara yang paling mudah untuk menemukan jenis kejahatan,
pelaku kejahatan dan tempat dimana hasil kejahatan disembunyikan atau disamarkan. Pendekatan ini tidak terlepas dari paradigma pencucian uang bahwa hasil kejahatan
proceeds of crime merupakan “life blood of the crime”, artinya hasil kejahatan merupakan darah yang menghidupi tindak kejahatan itu sendiri sekaligus titik
terlemah dari mata rantai kejahatan. Upaya memotong mata rantai kejahatan ini selain relatif mudah dilakukan, juga akan menghilangkan motivasi pelaku untuk mengulangi
kejahatan. Hilangnya motivasi tersebut karena tujuan pelaku kejahatan untuk menikmati hasil kejahatannya menjadi terhalang atau sulit dilakukan, dan pelaku
kejahatan yang terorganisir tidak memiliki kemampuan lagi untuk melanjutkan kegiatannya karena sumbernya telah disita dan dirampas untuk kepentingan negara-
bangsa.
83
B. Penanggulangan Tindak Pidana Terorisme Melalui Penerapan Asas Patut Diduga
Kegiatan pencucian uang sendiri pada prinsipnya bertujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul uang haram dengan cara
memasukkan uang tersebut ke dalam sistem transaksi keuangan untuk
83
Ibid
Universitas Sumatera Utara
kemudian dapat dikeluarkan sebagai uang yang halal. Bassel committee memberikan definisi yang menguatkan pernyataan diatas mengenai pencucian uang
dengan memberikan contoh kegiatan yang tergolong dalam kegiatan yang disebut Money Laundering. Segala kegiatan yang berupa pembayaran dan pengiriman yang
menggunakan fasilitas dalam sistem finansial untuk menyembunyikan sumber atau pemilik sah dari dana dana tersebut disebut kegiatan pencucian uang.
84
Indonesia telah melakukan kriminalisasi terhadap pencucian uang sejak awal tahun 2002 dengan diundangkannya Undang-Undang No.15 Tahun 2002 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang dan kemudian pada Oktober 2003 diamandemen dengan Undang-Undang No.25 Tahun 2003 selanjutnya diatur dalam Undang-
Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang UUPPTPPU.
85
Ketika diamandemen pada tahun 2003 alasan utamanya lebih pada kelemahan perundangan yang mengakibatkan sulit untuk
84
1 Robert C. Effros ed, Current Legal Issues Affecting Central Banks, Vol. 2, Washington: Internationa Monetary Fund, 1994, hlm. 327. Criminal and their associates use the
financial system to make payment and transfers of fund from one account to another; to hide the source and beneficial ownership of money; and to profide storage for banknotes through a safe-
deposit facility. This Activities are commonly reffered to as Money Laundering.
85
Sutan Remy Sjahdeini 1, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang Dan Pembiayaan Terorisme, Cet. II, Safrizar, Ed., Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2007, hal. 29. Money
Laundering act 1986 adalah UU yang pertama di dunia yang menentukan Money Laundering sebagai kejahatan. Tindak pidana pencucian uang pertama kali dikriminalisasi oleh Amerika
Serikat. Indonesia sendiri pada awalnya tidak menyetujui diberlakukannya undang-undang tentang tindak pidana pencucian uang. Hal ini terjadi sewaktu mantan presiden Soeharto masih
berkuasa dengan alasan hanya akan menghambat penanaman modal asing yang sangat diperlukan bagi penanaman modal di Indonesia. Pada Tahun 2002, akhirnya Indonesia mengkriminalisasi kegiatan
pencucian uang yaitu dengan diundangkannya UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang pada tanggal 17 April 2002. Namun, Financial Action Task Force on Money
Laundering FATF tetap memasukkan Indonesia ke dalam daftar hitam negara-negara yang dianggap tidak memiliki perangkat-perangkat yang kuat dan efektif untuk memerangi kejahatan
pencucian uang NCCT List. Hal ini dikarenakan UU No. 15 Tahun 2002 dianggap masih kurang mendukung rezim anti pencucian uang.
Universitas Sumatera Utara
diterapkan dimana hal ini juga atas desakan Financial Action Task Force FATF.
86
Sedangkan lahirnya UUPPTPPU disebakan perkembangan dan kekurangan pengaturan hukum yang terdapat di dalam undang-undang tindak pidana pencucian
uang. Desakan internasional pertama kali dilakukan pada Juni 2001 dan setelah
melalui beberapa bentuk tekanan dan penilaian FATF akhirnya pada Pebruari 2006 dinyatakan keluar dari monitoring formal FATF.
87
Namun demikian ternyata hal ini bukan berarti Indonesia tidak “diawasi” karena pada tahun 2007, FATF kembali
melakukan review secara menyeluruh terhadap pembangunan rezim anti pencucian uang di Indonesia termasuk peraturan perundangan yang mendukung
penegakannya.
88
86
FATF adalah suatu badan internasional di luar PBB yang anggotanya terdiri dari Negara donor dan fungsinya sebagai Satuan Tugas dalam Pemberantasan Pencucian Uang. FATF ini sangat
disegani selain karena keanggotaannya, juga badan ini terbukti mempunyai suatu komitmen yang serius untuk memberantas pencucian uang. Keberadaan FATF berwibawa karena antara FATF dan
OECD Organization for Economic Cooperation Development, menjalin hubungan yang sangat baik terutama dalam hal tukar menukar informasi berkaitan dengan masalah korupsi dan pencucian uang
pada negara-negara yang akan mendapatkan bantuan dana.
87
Setelah revisi pada 2003 Indonesia kembali masuk daftar hitam, kali ini karena belum ada bukti bahwa ketentuan tersebut efektif pada tahap implementasi. Selanjutnya pada sidang FATF 23
Juni dan Oktober 2004 Indonesia masih tetap bertahan dalam black list tersebut, alasannya FATF belum mengeluarkan Indonesia dari daftar hitam karena masih menunggu paling tidak ada satu kasus
yang diungkap, pada waktu itu kasus bobolnya dana BNI sebesar 1, 7 triliun yang ditengarai terdapat praktik pencucian uang. Atas dasar pengungkapan tersebut akan dinilai keseriusan Indonesia dalam
pemberantasan pencucian uang sekaligus akan menunjukan apakah ketentuan anti pencucian uang efektif dalam pemberantasan pencucian uang. Namun ternyata pada sidang berikutnya Februari 2005
Indonesia berhasil keluar dari daftar hitam NCCT, walaupun belum satu kasus pun diungkap dengan penuntutan pencucian uang. Ada dugaan keluarnya Indonesia karena sebelumnya dilakukan lobi
internasional tingkat tinggi yang dilakukan pemerintah Indonesia
88
Sutanto, Peran Polri untuk Meningkatkan Efektivitas Penerapan UU TPPU, Keynote Adress Pada Pelatihan Anti Tindak Pidana Pencucian Uang, Medan: Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia, tanggal 15 September 2005, hal. 6, bahwa Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang perubahan terhadap Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002, menambahkan beberapa
ketentuan tentang tindak pidana asal core crime dari predicate crimes yang semula bersifat tertutup menjadi terbuka, dan lebih menekankan peranan PPATK untuk berkerja secara intensif dalam
Universitas Sumatera Utara
Sebagai akibat dari tekanan dunia internasional khususnya FATF yang menyatakan UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang belum
memenuhi standar internasional, maka UU tersebut diubah dan ditambah dengan UU No. 25 Tahun 2003. Dalam UU No. 25 Tahun 2003 didapati berbagai
perubahan dan penambahan dari beberapa Pasal yang sebelumnya telah diatur dalam UU No. 15 Tahun 2003. UU ini selanjutnya diganti dengan lahirnya Undang-
Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang UUPPTPPU. Salah satunya adalah mengenai pengertian hasil
tindak pidana yang mana harta yang digunakan untuk kegiatan terorisme dipersamakan dengan hasil tindak pidana.
89
Dampak dari perubahan mengenai pengertian akan hasil tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam UU No. 8 Tahun 2010 UUPPTPPU adalah tidak
harus adanya predicate crime dalam tindak pidana pencucian uang. Hal ini berkaitan dengan pendanaan terorisme dalam hubungannya dengan kegiatan pencucian uang
yang pada saat ini lebih dari sebelumnya sudah merupakan fenomena dunia dan
menanggulangi Tindak Pidana Pencucian Uang TPPU. Tindakan pemerintah Republik Indonesia untuk menanggulangi dan keluar dari daftar hitam black list negara-negara tempat tumbuh suburnya
kegiatan pencucian uang, yang dilakukan melalui beberapa upaya-upaya sudah menampakkan hasilnya, dengan dinyatakannya bahwa Indonesia telah keluar dari daftar hitam tersebut
89
Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Pasal 2 ayat 2 bahwa Harta kekayaan yang dipergunakan secara langsung atau tidak
langsung untuk kegiatan terorisme dipersamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf n. Pasal 2 ayat 1 huruf n bahwa Hasil Tindak pidan adalah harta kekayaan
yang diperoleh dari tindak pidana terorisme yang dilakukan di wilayah Negara Republik Indonesia atau di luar Negara Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan
tindak pidana menurut hukum Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
merupakan tantangan internasional.
90
Dalam melaksanakan aksinya suatu anggota atau organisasi teroris pasti membutuhkan dana yang cukup besar. Upaya terbaru
untuk memerangi terorisme adalah melalui pemberantasan pendanaannya. Pendanaan terorisme yang sebagaimana diatur dalam UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pencucian Uang sifatnya sebagai tindak pidana yang berdiri sendiri sehingga predicate offence kejahatan utama tidak perlu dibuktikan terlebih dahulu.
91
Hal ini tentunya sangat berbeda dan menyimpangi kerangka hukum yang diatur pada KUH Pidana. Di dalam hukum pidana berlaku asas legalitas nullum
delictum sine praevia poenali artinya “Tiada suatu perbuatan boleh dihukum kecuali atas kekuatan hukum pidana dalam undang-undang yang ada terlebih dahulu daripada
perbuatan itu”. Apakah orang yang melakukan kesalahan itu dapat dipidana atau tidak hal itu tergantung apakah ia mempunyai kesalahan. Untuk memberikan arti tentang
kesalahan yang merupakan syarat untuk menjatuhkan pidana, delik merupakan pengertian psyikologis perhubungan antara keadaan jiwa sipembuat dengan
terjadinya unsur-unsur delik karena perbuatannya, kesalahan adalah pertanggungjawaban dalam hukum schuld is de verantwoordelijkheid rechtens.
Mempertanggungjawabkan pelaku tindak pidana dalam hukum pidana diperlukan syarat-syarat untuk dapat mengenakan sanksi terhadap pelaku, karena
melakukan tindak pidana tersebut. Dengan demikian selain telah melakukan tindak
90
US Government, Secretary of The Treasury and Attorney General, The National Money Laundering Strategy 2000, March 2000, page 6.
91
Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, Cet. I, Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2008, hal. 213.
Universitas Sumatera Utara
pidana, pertanggungjawaban pidana hanya dapat dituntut apabila tindak pidana tersebut dilakukan dengan kesalahan. Artinya pertanggungjawaban pidana ditentukan
berdasarkan pada kesalahan pembuat liability based fault.
92
Selanjutnya menurut “vos” berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana maka prinsip utama yang berlaku adalah harus adanya kesalahan schuld pada pelaku
yang mempunyai tiga tanda, yakni:
93
1. Kemampuan bertanggung jawab dari orang yang melakukan perbuatan
toerekeningsvatbaarheid van de dader. 2.
Hubungan batin tertentu dari orang yang melakukan perbuatannya itu dapat berupa kesengajaan atau kealpaan.
3. Tidak terdapat dasar alasan yang menghapuskan pertanggungjawaban bagi si
pembuat atas perbuatannya itu.
Unsur untuk dikatakan bahwa adanya perbuatan pidana didasarkan pada adanya kesalahan berupa kesengajaan dolus, opzet, intention yang diwarnai dengan
sifat melawan hukum kemudian dimanifestasikan dalam sikap tindak. Kesalahan berupa kealpaan atau culpa yang diartikan sebagai akibat kurang kehati-hatian secara
tidak sengaja sesuatu terjadi. Dalam bahasa Belanda asas tiada pidana tanpa kesalahan dikenal dengan istilah “Geen Straf Zonder Schuld”. Asas ini tidak dijumpai
pada KUH Pidana sebagaimana halnya asas legalitas, karena asas ini adalah asas yang ada dalam hukum tidak tertulis.
94
Asas kesalahan ini merupakan asas yang diterapkan dalam pertanggungjawaban pidana, artinya pidana hanya dijatuhkan terhadap mereka
92
Mahmul Mulyadi dan Feri Antoni Surbakti, Politik Hukum Pidana Terhadap Kejahatan Korporasi, Jakarta: PT. Sofmedia, 2010, hal. 7
93
Ibid, hlm. 34
94
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana, Yogyakarta: Liberty, 1980, hal. 3
Universitas Sumatera Utara
yang benar-benar telah melakukan kesalahan dalam suatu tindak pidana. Adapun mengenai pengertian kesalahan ini, Mezger mengatakan bahwa “kesalahan adalah
keseluruhan syarat yang memberi dasar untuk adanya pencelaan pribadi terhadap si pembuat pidana”.
95
Menurut Sudarto, bahwa di samping kemampuan bertanggung jawab, bahwa kesalahan schuld dan perbuatan melawan hukum wederechtelijk dijadikan sebagai
syarat untuk pengenaan pidana, yaitu bahwa pembahayaan masyarakat oleh pembuat. Dengan demikian, konsepsi pertanggungjawaban pidana dalam arti pidananya
pembuat, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1.
Ada suatu tindak pidana
96
yang dilakukan oleh pembuat; 2.
Ada unsur kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan; 3.
Ada pembuat yang mampu bertanggungjawab; dan 4.
Tidak ada alasan pemaaf.
97
Sebagaimana telah diuraikan di atas, bahwa syarat untuk adanya pertanggungjawaban pidana atau dikenakannya suatu pidana, yaitu adanya unsur
kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan, dimana yang disebut dengan kesalahan adalah keadaan jiwa seseorang yang melakukan perbuatan dan perbuatan yang
dilakukan itu sedemikian rupa, sehingga orang itu patut dicela. Pertanggungjawaban pidana bagi pelaku kejahatan tentunya tidak dapat dilepaskan dari sistem pembuktian,
95
Sudarto, Hukum dan Perkembangan Masyarakat, Bandung: Sinar Baru, 1983, hal. 30
96
Sesuai dengan Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Cet. VI, Bandung: PT. Eresco, 1989, hal. 55.
97
Hamzah Hatrik, Loc-Cit
Universitas Sumatera Utara
Masalah pembuktian dalam rangka penegakan hukum pidana pada penanganan tindak pidana tidak terlepas dari prinsip-prinsip pembuktian yang terdapat di dalam hukum
acara pidana. Adapun prinsip yakni:
98
1. Negatief Wettelijk Bewijsleer atau sistem pembuktian negatif, dalam sistem
pembuktian ini alat-alat pembuktian yang diatur dalam undang-undang saja belum cukup, masih dibutuhkan keyakinan hakim sehingga harus ada cukup
alat-alat bukti yang diakui undang-undang dan keyakinan hakim.
2. Positief Wettelijk Bewijsleer yakni tidak dibutuhkan alat-alat bukti lain dalam
hal ini keyakinan hakim, cara pembuktian banyak didasarkan pada alat-alat bukti yang diakui sah oleh undang-undang.
3. Conviction In Time Bloot Gemoedelijkke Overtuiging yakni sistem
pembuktian yang semata-mata pada keyakinan hakim dan tidak terikat dengan alat-alat bukti yang ada. Sehingga pembuktian ini sangat subjektif, seseorang
bisa dinyatakan bersalah tanpa bukti apa-apa yang mendukungnya, sebaliknya pembuktian sistem ini bisa membebaskan seseorang dari perbuatan yang
dilakukannya.
4. Conviction In Raissonee Beredeneerde Overtuiging yakni sistem yang
menerapkan bahwa pembuktian didasarkan pada keyakinan hakim dan alasan- alasannya yang menyebabkan keyakinan-keyakinan tersebut dalam
pembuktian tidak terikat pada alat-alat pembuktian yang sah diakui undang- undang saja melainkan dapat mempergunakan alat-alat pembuktian yang lain
yang ada di luar undang-undang sebagai alasan yang menguatkan hakim.
Selanjutnya, berdasarkan kenyataan bahwa dalam melakukan aksi teror membutuhkan dana yang cukup besar, maka salah satu usaha untuk mencegah
dan menanggulangi terjadinya suatu suatu tindakan terorisme adalah dengan memutus aliran dana untuk membiayai aksi teror tersebut. Selain itu, dalam proses pengiriman
atau pemberian dana yang cukup besar biasanya menggunakan suatu sistem keuangan yang dikenal dalam masyarakat. Dalam hal inilah dibutuhkan peranan
Pusat Pelaporan dan Analisa Transaksi Keuangan PPATK sebagai financial
98
Lihat, Satoehid Kartanegara dalam Tb. Irman, Hukum Pembuktian Pencucian Uang, Bandung: MQS Publishing Ayyccs Group, 2006, hal. 135-137
Universitas Sumatera Utara
intelligence unit di Indonesia. Perolehan dana bagi kegiatan teroris dapat dengan melakukan berbagai kegiatan yang dapat menghasilkan uang. Kegiatan-kegiatan
tersebut termasuk melakukan berbagai tindak pidana. Namun, berbeda dengan organisasi-organisasi kejahatan pada umumnya, kelompok-kelompok teroris
memperoleh dana sebagian dari pendapatan yang halal tidak terkait dengan kejahatan.
99
Sumber yang tidak sah didapat dari hasil tindak pidana lainnya, misalnya pencurian, penggelapan, penculikan, penjualan obat bius dan
sebagainya. Sedangkan, untuk sumber yang yang sah dapat berasal dari sumbangan
perseorangan yang kurang mengerti akan dikemanakan sumbangan tersebut, sumbangan anggota organisasi terorisme itu sendiri, atau bisa pula berasal dari suatu
kegiatan usaha yang legal dimana keuntungan yang didapatkan akan digunakan untuk pembiayaan terorisme. Pendanaan terorisme sebagaimana diatur UU No. 8
Tahun 2010 UUPPTPPU mengakibatkan dalam suatu kegiatan pencucian uang tidak harus dana yang dicuci berasal dari suatu kejahatan lainnya atau adanya suatu
predicate crime. Suatu transaksi keuangan yang sah namun apabila ditujukan untuk mendanai suatu kegiatan terorisme dapat dikategorikan sebagai suatu tindak
pidana pencucian uang. Berdasarkan uraian tersebut diatas suatu transaksi yang mencurigakan
suspicious transaction tidak lagi hanya yang diduga berasal dari suatu tindak pidana
99
Financial Action Task Force on Money Laundering, Report on Money Laundering Typologies 2001-2002, 1 February 2002, hal. 2-3.
Universitas Sumatera Utara
tetapi juga suatu transaksi keuangan yang sepatutnya dapat diduga digunakan untuk mendanai suatu kegiatan terorisme baik secara langsung maupun tidak
langsung. Pendanaan terorisme yang diatur dalam tindak pidana pencucian uang dikenal dengan istilah Financing of Terrorism reverse Money Laundering.
100
Sejalan dengan usaha mendukung rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme telah dikenal adanya the forty recommendation and special
recommendation on terrorist financing yang ditetapkan oleh Financial Action Task Force on Money Laundering FATF.
101
C. Upaya Penanggulangan Pencegahan dan Pemberantasan Pendanaan
Terorisme Melalui Rezim Anti Money Laundering
Financial Inteligence Unit FIU adalah lembaga independen yang khusus menangani masalah tindak pidana pencucian uang. Lembaga ini merupakan salah
satu infrastruktur terpenting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang di setiap negara. Pada dasarnya, tugas FIU antara
100
American Center of Democracy, “Reverse Money Laundering and H. R. 3146”, http:www.terrorfinance.orgthe_terror_finance_blog20708reverse-money-1.html. “Reverse Money
Laundering,” defined as the transportation of large quantities of cash for the intended promotion of terrorism or other crimes. Criminals who are using clean money to commit crimes in the
future called this scenario, “reverse Money Laundering”.
101
FATF dibentuk pada tahun 1989 oleh tujuh negara industri utama di dunia G7, yaitu Kanada, Perancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris, Amerika serikat. FATF dibentuk untuk
memberikan rekomendasi untuk meningkatkan kefektifan dari usaha-usaha untuk melawan pencucian uang. Pada April 1990, FATF membahas mengenai 40 rekomendasi dengan negara- negara
anggota G7 untuk menguatkan sistem hukum nasional dalam kaitannya dengan financial system dan mengintensifkan kerjasama antar negara. Rekomendasi yang dikeluarkan FATF telah mengalami
berbagai perluasan dan pembaharuan sejak awal pemrumusannya, dan saat ini telah dijadikan standar internasional untuk memberantas pencucian uang.
Universitas Sumatera Utara
lain:
102
Pertama, menerima laporan keuangan yang mencurigakan. Kedua, menganalisanya. Ketiga, mengidentifikasinya. Keempat, menindaklanjuti dengan
penyidikan atau menyerahkan hasil laporan kepada lembaga-lembaga penegakkan hukum terkait, misalnya kepada kepolisian, kejaksaan, yang untuk
seterusnya ke pengadilan. Pemantapan peran dan fungsi dari PPATK sebagai FIU di Indonesia
merupakan garda terdepan dalam memberantas kegiatan pendanaan terorisme. Pada kenyataannya Indonesia masih masuk ke dalam NCCT’s List,
103
oleh karena itu dibutuhkan pemantapan instrumen hukum dan aparat penegak hukum untuk
mendukung rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme. Hal ini dapat dilihat dengan adanya kasus yang telah diadili dengan UU yang mengatur pendanaan
terorisme, yaitu baik UU Tindak Pidana Terorisme maupun dengan UU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sebelum membahas langkah-
langkah yang diperlukan guna mencegah dan memberantas pendanaan terorisme
102
N.H.T Siahaan, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, Edisi Revisi, 2005, hal. 92.
103
David P Steward, Internationalizing The War on Drugs; The un Convention on Againts Illicit Trafic in Narcotic Drugs and Psycotropic substances, Den. J Int : L and Pol’y, vol 18 bahwa
sejak bulan April 2002 Negara Indonesia telah mempunyai ketentuan anti pencucian uang UUTPPU yang kemudian mengalami perubahanrevisi dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 seperti
disadari pengaturan anti pencucian uang adalah merupakan hal yang relatif baru bagi Negara Indonesia dan sebagaimana diketahui bahwa kriminalisasi pencucian uang ini tanpa bermaksud untuk di tutup-
tutupi memang syarat dengan desakan politik atau nuansa politik dan dilakukan juga memang atas desakan internasional. Antara lain datang dari Finansial Action Task Fonce FATF. Dimana
sebelumnya Indonesia pada bulan juli 2001 bersama-sama dengan 17 negara lainnya telah mendapatkan ancaman sanksi internasional serta dimasukan didalam kategori negara yang tidak
kooperatif dalam pemberantasan pencucian uang Non Kooperatif Countries and Teriktorries to Combat Money LounderingNCCT.
Universitas Sumatera Utara
terlebih dahulu akan dipaparkan hal-hal yang mendukung dan dapat meningkatkan praktek pencucian uang di Indonesia, yaitu:
104
1. Sistem pembayaran di Indonesia adalah cenderung menggunakan transaksi
keuangan secara tunai, yang mana memungkinkan untuk memfasilitasi kegiatan pencucian uang transaksi keuangan secara tunai dalam jumlah yang
besar adalah fenomena yang biasa ditemui.
2. Tindak pidana yang berkaitan dengan obat-obatan terlarang dan
psikotropika sedang marak di Indonesia. Saat ini, Indonesia tidak hanya dikenal sebagai negara tujuan utama perdagangan obat-obatan terlarang,
melainkan juga sebagai negara penghasil obat-obatan terlarang.
3. Indonesia mengimplementasikan sistem free floating foreign exchange
system dimana pemerintah tidak akan ikut mengontrol aliran atau jumlah mata uang asing yang memasuki atau keluar dai wilayah Indonesia. Hal ini tentu
saja sudah menyalahi prinsip mengenal nasabah dan pelaporan apabila terdapat transaksi yang mencurigakan.
Mengenai pentingnya pencegahan dan pemberantasan pendanaan terorisme ini maka penting sekali memperhatikan pendapat dari Lucy Komisar yang
mencoba memaparkan bagaimana anggota atau organisasi teroris sangat bergantung pada sistem kerahasiaan Bank dalam mengirimkan atau menyalurkan dana
bagi kegiatan terorisme sebagai berikut:
105
Terrorist network all over the world depend on the international bank and corporate secrecy system to hide and move their money. This structure
is allowed to exist by agreement of the world’s bank and financial powers. A lot of people make money from it, including the owners and managers of bank
that hide customer’s deposits from tax authorities. But an unintended consequence is that helps worldwide networks of terrorist.Terjemahan
bebasnya adalah, jaringan teroris di seluruh dunia tergantung kepada bank internasional dan sistem kerahasiaan perusahaan untuk menyembunyikan
104
Sundari arie, Implementing an Effective “Know Your Customer” Due Dilligence Program, Paper delivered in the conference on combating Money Laundering and terrorist
financing, held in Kuala Lumpur, Malaysia, 23-24 June 2003, hal. 1
105
Lucy Komisar, Lax Banking Rules Aided Terrorists, Must be Changed, 2001, www.monitor.net.ht
, diakses tanggal 8 Desember 2010.
Universitas Sumatera Utara
dan memindahkan uang mereka. Struktur ini diperbolehkan berdasarkan perjanjian dari Bank internasional dan para pemegang kekuatan finansial.
Banyak pihak yang mendapatkan uang dari hal ini, termasuk para pemilik dan para manager bank yang menyembunyikan simpanan kliennya dari
otoritas pajak. Namun hal yang tidak diperkirakan adalah adalah hal ini juga membantu jaringan para teroris di seluruh dunia.
Berdasarkan pendapat di atas jaringan teroris di seluruh dunia
bergantung pada sistem kerahasiaan bank dan korporasi internasional untuk menyembunyikan dan mengalihkan uang mereka. Struktur ini dimungkinkan karena
adanya kesepakatan di antara bank-bank di dunia dan karena kekuatan keuangan- keuangan dunia. Banyak orang yang memperoleh uang dari hal ini, termasuk para
pemilik dan manajer bank yang telah menyembunyikan simpanan nasabah mereka dari otoritas pajak. Tetapi konsekuensi tidak diinginkan yang timbul
adalah ternyata hal itu juga membantu para teroris dalam mengirimkan dana bagi kegiatan mereka. Para teroris memang sangat memanfaatkan fasilitas yang
diberikan oleh penyedia jasa keuangan khususnya mengenai prinsip kerahasiaan bank.
Pada pendanaan bagi pengeboman gedung WTC pada tangga 9 November 2001 uang yang dikirimkan dari Arab Saudi melalui penukaran mata uang
di bandara yang kemudian ditransfer kerekening anggota teroris di New York, Amerika Serikat dapat lewat dengan mudah. Kemudian dari rekening tersebut akan
segera dikirmkan ke para pembajak di rekening bank yang berbeda di Floride dan
Universitas Sumatera Utara
negara bagian lainnya.
106
Dari kasus ini maka tujuan utama dari diikutsertakannya institusi keuangan dalam mencegah dan memberantas pendanaan terorisme adalah:
107
1. Mencegah teroris atau organisasi teroris mempergunakan fasilitas atau
infrastruktur keuangan dan mempergunakan uang mereka, yaitu dengan membekukan dana para teroris.
2. Membangun atau meningkatkan sistem untuk mengidentifikasi transaksi yang
mencurigakan dan melaporkannya kepada institusi yang berwenang. 3.
Mengembangkan dan membangun program know your customer principle. Program prinsip mengenal nasabah yang tradisional adalah untuk
mengetahui bisnis dari nasabah dan sumber dari dana yang digunakan.
Prinsip mengenal pengguna jasa yang terkini adalah mengetahui siapa nasabah, bisnis apa yang dilakukan, siapa rekan bisnisnya, siapa pelanggannya,
serta siapa supplier-nya. Selain itu, untuk mendukung penerapan prinsip mengenal pengguna jasa terkini dibutuhkan adanya customer profiling atau
pendataan riwayat dari nasabah, sehingga suatu institusi keuangan atau lebih dikenal dengan penyedia jasa keuangan dapat benar-benar mengenal nasabahnya.
Pendataan riwayat nasabah dilakukan dengan mengetahui intensi atau tujuan membuka rekening dan menyusun pola dari akvitas penggunaan account
nasabah yang disesuaikan dengan latarbelakang, kegiatan atau aktivitas nasabah lainnya yang mungkin berhubungan. Artinya bahwa lembaga penyedia jasa keuangan
106
Cassella, , Stefan D. “Reverse Money Laundering.” Journal of Money Laundering Copntrol. No. 1 Vol. 7, 2003., hal. 92. In one instance, money from a money exchange in the United
Arab Emirates passed through a correspondent account at a New York bank before being credited to the accounts of the hijackers at another bank in Florida. In other instances, the hijackers or their
supporters simply carried bundles of cash into the country. Terjemahan bebasnya adalah, pada suatu hal, dana yang berasal dari penukaran uang di Saudi Arabia dapat masuk melalui rekening-rekening
koresponden di New York sebelum akhirnya masuk ke dalam rekening para pembajak di Bank lain di Florida. Atau dalam hal lainnya, para pembajak dapat secara sederhana membawa sejumlah uang tunai
ke negara lain.
107
N.H.T Siahaan, Loc.cit
Universitas Sumatera Utara
dapat menerapkan prinsip transaksi keuangan yang mencurigakan
108
Transaksi keuangan mencurigakan yakni:
109
a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau
kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan; b.
Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan
yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;
c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan
menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau
d. Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh
Pihak Pelapor karena melibatkan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Selanjutnya dalam laporan transaksi keuangan yang mencurigakan, yang menjadi objek kecurigaan lebih dominan pada transaksi itu sendiri, bukan orang atau
nasabah yang melakukan transaksi. Adapun beberapa transaksi mencurigakan dengan menggunakan Lembaga Penyedia Jasa Keuangan dapat diidentifikasi sebagai
berikut:
110
108
Ibid
109
Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
110
Bismar Nasution, loc.cit
Universitas Sumatera Utara
1. Pola transaksi tunai yakni dengan: a.
Penyetoran tunai dalam jumlah besar yang tidak lazim oleh perorangan atau perusahaan yang memiliki kegiatan usaha tertentu dan penyetoran tersebut
biasanya dilakukan dengan menggunakan cek atau instrumen non-tunai lainnya; b.
Peningkatan penyetoran tunai yang sangat material pada rekening perorangan atau perusahaan tanpa disertai penjelasan yang memadai, khususnya apabila
setoran tunai tersebut langsung ditransfer ke tujuan yang tidak mempunyai hubungan atau keterkaitan dengan perorangan atau perusahaan tersebut;
c. Penyetoran tunai dengan menggunakan beberapa slip setoran dalam jumlah kecil
sehingga total penyetoran tunai tersebut mempunyai jumlah sangat besar; d.
Penggunaan rekening perusahaan yang lazimnya dilakukan dengan menggunakan cek atau instrumen non-tunai lainnya namun dilakukan secara
tunai; e.
Pembayaran atau penyetoran dalam bentuk tunai untuk penyelesaian tagihan wesel, transfer atau instrumen pasar uang lainnya;
f. Penukaran uang tunai berdenominasi kecil dalam jumlah besar dengan uang
tunai berdenominasi besar; g.
Penukaran uang tunai ke dalam mata uang asing dalam frekuensi yang tinggi; h.
Peningkatan kegiatan transaksi tunai dalam jumlah yang sangat besar untuk ukuran suatu kantor Bank;
i. Penyetoran tunai yang didalamnya selalu terdapat uang palsu;
Universitas Sumatera Utara
j. Transfer dalam jumlah besar dari atau ke negara lain dengan instruksi untuk
dilakukan pembayaran tunai; k.
Penyetoran tunai dalam jumlah besar melalui rekening titipan setelah jam kerja kas untuk menghindari hubungan langsung dengan petugas Bank.
2. Transaksi mencurigakan dengan menggunakan rekening Bank :
a. Pemeliharaan beberapa rekening atas nama pihak lain yang tidak sesuai dengan
jenis kegiatan usaha nasabah; b.
Penyetoran tunai dalam jumlah kecil ke dalam beberapa rekening yang dimiliki nasabah pada Bank sehingga total penyetoran tersebut mempunyai jumlah
sangat besar; c.
Penyetoran dan atau penarikan dalam jumlah besar dari rekening perorangan atau perusahaan yang tidak sesuai atau tidak terkait dengan usaha nasabah;
d. Pemberian informasi yang sulit dibuktikan atau memerlukan biaya yang sangat
besar bagi Bank untuk melakukan pembuktian; e.
Pembayaran dari rekening nasabah yang dilakukan setelah adanya penyetoran tunai rekening dimaksud pada hari yang sama atau hari sebelumnya;
f. Penarikan dalam jumlah besar dari rekening nasabah yang semula tidak aktif
atau dari rekening nasabah yang menerima setoran dalam jumlah besar dari luar negeri;
g. Penggunaan petugas teller yang berbeda oleh nasabah yang secara bersamaan
untuk melakukan transaksi tunai dalam jumlah besar atau transaksi mata uang asing;
Universitas Sumatera Utara
h. Pihak yang mewakili perusahaan selalu menghindar untuk berhubungan
dengan petugas Bank; i.
Peningkatan yang besar atas penyetoran tunai atau negotiable instruments oleh suatu perusahaan dengan menggunakan rekening klien perusahaan, khususnya
apabila penyetoran tersebut langsung ditransfer di antara rekening klien lainnya;
j. Penolakan oleh nasabah untuk menyediakan tambahan dokumen atau
informasi penting, yang apabila diberikan kemungkinan nasabah menjadi layak untuk memperoleh fasilitas pemberian kredit atau jasa perbankan lainnya;
k. Penolakan nasabah terhadap fasilitas perbankan yang lazim diberikan, seperti
penolakan untuk diberikan tingkat bunga yang lebih tinggi terhadap jumlah saldo tertentu;
l. Penyetoran untuk rekening yang sama oleh banyak pihak tanpa penjelasan
yang memadai. 3. Transaksi mencurigakan melalui transaksi yang berkaitan dengan investasi yaitu:
a. Pembelian surat berharga untuk disimpan di Bank sebagai kustodian yang
seharusnya tidak layak apabila memperhatikan reputasi atau kemampuan finansial nasabah;
b. Transksi pinjaman dengan jaminan dan yang diblokir black-to-back
depositloan transactios antara Bank dengan anak perusahaan, perusahaan afiliasi, atau institusi di negara lain yang dikenal sebagai negara tempat lalu-
lintas perdagangan narkotika;
Universitas Sumatera Utara
c. Permintaan nasabah untuk jasa pengelolaan investasi dengan sumber dana
investasi yang tidak jelas sumbernya atau tidak konsisten dengan reputasi atau kemampuan finansial nasabah;
d. Transaksi dengan pihak lawan counterparty yang tidak dikenal atau , jumlah
dan frekuensi transaksi yang tidak lazim; e.
Investor yang diperkenalkan oleh bank di negara lain, perusahaan afiliasi, atau investor lain dari negara yang diketahui umum sebagai tempat produksi atau
perdagangan narkotika. 4. Transaksi mencurigakan melalui aktivitas Bank di luar negeri
a. Pengenalan nasabah oleh kantor cabang di luar negeri, perusahaan afiliasi atau
bank lain yang berada di negara yang diketahui sebagai tempat produksi atau perdagangan narkotika;
b. Penggunaan Letter of Credits LC dan instrumen perdagangan internasional
lain untuk memindahkan dana antar negara dimana transaksi perdagangan tersebut tidak sejalan dengan kegiatan usaha nasabah;
c. Penerimaan atau pengiriman transfer oleh nasabah dalam jumlah besar ke atau
dari negara yang diketahui merupakan negara yang terkait dengan produksi, proses, dan atau pemasaran obat terlarang atau kegiatan terorisme;
d. Penghimpunan saldo dalam jumlah besar yang tidak sesuai dengan
karakteristik perputaran usaha nasabah yang kemudian ditransfer ke negara lain;
Universitas Sumatera Utara
e. Transfer secara elektronis oleh nasabah tanpa disertai penjelasan yang
memadai atau tidak dengan menggunakan rekening; f.
Permintaan travellers cheques, wesel dalam mata uang asing, atau negotiable instrument lainnya dengan frekuensi tinggi;
g. Pembayaran dengan menggunakan traveller cheques atau wesel dalam mata
uang asing khususnya yang diterbitkan oleh negara lain dengan frekuensi tinggi.
5. Transaksi mencurigakan yang melibatkan karyawan Bank dan atau agen a.
Peningkatan kekayaan karyawan dan agen Bank dalam jumlah besar tanpa disertai penjelasan yang memadai;
b. Hubungan transaksi melalui agen yang tidak dilengkapi dengan informasi
yang memadai mengenai penerima akhir ultimate beneficiary. 6. Transaksi mencurigakan melalui transaksi pinjam meminjam
a. Pelunasan pinjaman bermasalah secara tidak terduga;
b. Permintaan fasilitas pinjaman dengan agunan yang asal usulnya dari aset yang
diagunkan tidak jelas atau tidak sesuai dengan reputasi dan kemampuan finansial nasabah;
c. Permintaan nasabah kepada Bank untuk memberikan fasilitas pembiayaan
dimana porsi dana sendiri Nasabah dalam fasilitas dimaksud jelas asal usulnya, khususnya apabila terkait dengan properti.
Proses penanganan perkara tindak pidana pencucian uang terkait terorisme secara umum tidak ada bedanya dengan penanganan perkara tindak pidana lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Namun dalam penanganan perkara tindak pidana pencucian uang melibatkan satu institusi yakni PPATK. Keterlibatan PPATK lebih pada pemberian informasi
keuangan yang bersifat rahasia financial intelligence kepada penegak hukum terutama kepada penyidik tindak pidana pencucian uang, yaitu penyidik Polisi. Proses
penanganan tersebut adalah sebagai berikut:
111
1. Peran Penyedia Jasa Keuangan PJK, FIU dan Masyarakat. Peran utama PJK,
FIU negara lain dan masyarakat dalam penanganan perkaran pencucian uang adalah memberikan informasi awal. Laporan dan informasi tersebut adalah:
Pertama, Laporan dari PJK, diatur kewajiban pelaporan PJK kepada PPATK berupa Laporan Transaksi Keuangan Mencurigakan LTKM atau Suspicious
Transaction Report STR dan Laporan Tranksaksi Keuangan Tunai LTKT atau Cash Transaction Report CTR kepada PPATK. Di dalam internal PPATK,
laporan-laporan ini diterima oleh Direktorat Kepatuhan, untuk selanjutnya diteruskan ke Direktorat Analisis setelah melalui pengecekan kelengkapan
laporan dimaksud. Sesuai Pasal 1 angka 5 UUTPPU, transaksi keuangan yang mencurigakan adalah: transaksi keuangan yang menyimpang dari profil,
karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan, transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan
untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai dengan ketentuan Undang-undang, transaksi
111
Ibid
Universitas Sumatera Utara
keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan menggunakan harta kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana. Apabila PJK mengetahui
salah satu dari unsur transaksi keuangan mencurigakan ini, sudah cukup bagi PJK untuk menyampaikannya kepada PPATK sebagai LTKM. LTKM ini sifatnya
lebih pada informasi transaksi keuangan dan belum memiliki kualitas sebagai indikasi terjadainya tindak pidana. PJK tidak memiliki kapasitas untuk menilai
suatu transaksi memiliki indikasi pidana. Oleh karena itu PPATK berkewajiban untuk melakukan analisis LTKM ini untuk mengidentifikasi ada tidaknya indikasi
pidana pencucian uang dan tindak pidana lainnya. Untuk melakukan analisis ini, salah satu data pendukungnya adalah LTKT dari PJK.Dalam kaitan ini, maka
didalam penanganan perkara tindak pidana pencucian uang peran PJK sangat membantu baik di dalam memberikan keterangan mengenai nasabah maupun
simpanannya, dan membantu PPATK dan instansi penegak hukum untuk mentrasir aliran dana dari pihak yang dimintakan oleh PPATK dan instansi
penegak hukum. Kedua, Laporan dari masyarakat walaupun UU tidak mengatur kewenangan PPATK untuk menerima informasi dari masyarakat, namun berbagai
informasi adanya indikasi tindak pidana sering diterima PPATK. Atas informasi ini, Direktorat Hukum PPATK melakukan analisis untuk mengidentifikasi ada
tidaknya indikasi pidana pencucian uang dan tindak pidana lainnya. Informasi dari masyarakat ini diterima PPATK melalui surat secara tertulis dan melalui
media internet www.ppatk.go.id , icon : contuct-usppatk.go.id
. Ketiga, Informasi dari aparat penegak hukumDalam penanganan suatu perkara oleh
Universitas Sumatera Utara
penyidik, seringkali harta kekayaan hasil tindak pidana terindikasi oleh pelakunya disembunyikan atau disamarkan melalui berbagai perbuatan khususnyamelalui
institusi keuangan seperti : penempatan pada bank dalam bentuk deposito, giro atau tabungan serta pentransferan ke bank lainnya; pembelian polis asuransi;
pembelian surat berharga pasar uang dan pasar modal; atau perbuatan lain seperti membelanjakan, menukarkan atau dibawa ke luar negeri. Keempat, Informasi
dari Financial Intelligence Unit negara lain. Berdasarkan hasil analisis PPATK, banyak informasi penting dari FIU negara lain yang menghasilkan kasus
pencucian uang dan kasus pidana lainnya. Informasi ini baik diminta atau tidak diminta sesuai dengan standar pertukaran informasi dalam prinsip paguyuban FIU
seluruh dunia yang tergabung dalam suatu wadah yang dikenal dengan Egmont Group.
2. Fungsi dan wewenang PPATK menurut Pasal 40 dan Pasal 41 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang peran PPATK antara lain: mengumpulkan, menyimpan,
menganalisis, mengevaluasi laporan dan informasi-informasi di atas. Di samping itu, PPATK dapat memberikan rekomendasi kepada Pemerintah sehubungan
dengan pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, melaporkan hasil analisis terhadap transaksi keuangan yang berindikasi tindak
pidana pencucian uang kepada Kepolisian untuk kepentingan penyidikan dan Kejaksaan untuk kepentingan penuntutan dan pengawasan, membuat dan
Universitas Sumatera Utara
menyampaikan laporan mengenai kegiatan analisis transaksi keuangan dan kegiatan lainnya secara berkala kepada Presiden, DPR dan lembaga yang
berwenang melakukan pengawasan bagi Penyedia Jasa Keuangan PJK.Dalam melakukan analisis, PPATK mengumpulkan informasi dari berbagai pihak baik
dari FIU negara lain maupun dari instansi dalam negeri yang telah atau belum menandatangani MOU dengan PPATK agar hasil analisis tersebut memeiliki nilai
tambah untuk kemudahan proses penegakan hukum. Pada dasarnya dalam kegiatan analisis adalah kegiatan untuk menghubungkan ”association” antara
uang atau harta hasil kejahatan dengan kejahatan asal melalui identifikasi transaksi-transaksi yang dilakukan, yang pada akhirnya akan mempermudah
aparat penegak hukum untuk menjerat si penjahat. Proses pendeteksian kegiatan pencucian uang baik pada tahap placement, layering maupun integration akan
menjadi dasar untuk merekontruksi asosiasi antara uang atau harta hasil kejahatan dengan si penjahat. Apabila telah terdeteksi dengan baik, proses hukum dapat
segera dimulai baik dalam rangka mendakwa tindak pidana pencucian uang maupun kejahatan asalnya yang terkait. Inilah yang menjadi alasan utama
mengapa PJK di wajibkan melaporkan transaksi keuangan mencurigakan STR- suspicious transaction report dan transaksi keuangan tunai CTR-cash
transaction report. Undang-undang memberikan kewenangan kepada PPATK antara lain: meminta dan menerima laporan dari PJK, meminta informasi
mengenai perkembangan penyidikan atau penuntutan terhadap tindak pidana pencucian uang yang telah dilaporkan kepada penyidik atau penuntut umum. Dari
Universitas Sumatera Utara
tugas dan wewenang tersebut di atas terdapat dua tugas utama yang menonjol dalam kaitannya dengan pemberantasan tindak pidana pencucian uang, yaitu
tugas mendeteksi terjadinya tindak pidana pencucian uang dan tugas membantu penegakan hukum yang berkaitan dengan pencucian uang dan tindak pidana yang
melahirkannya predicate crimes khusunya korupsi. Atas dasar laporan tersebut dan informasi lainnya, PPATK melakukan analisa mendeteksi tindak pidana
pencucian uang kemudian menyerahkan laporan hasil analisisnya kepada pihak Kepolisian dan Kejaksaan. Untuk memperoleh laporan dan hasil deteksi atau
analisa yang baik PPATK harus menjalin kerjasama yang baik dengan penyedia jasa keuangan dan instansi terkait lainnya atau dengan FIU dari negara lain.
Selanjutnya dalam proses penegakan hukum, PPATK dapat melakukan kerjasama dan membantu pihak penyidik dan penuntut umum dengan informasi yang
dimiliki. Informasi tersebut dapat berasal dari data base PPATK, sharing informasi dengan instansi pemerintah atau dapat juga berasal dari sharing
information dengan FIU dari negara lain sebagaimana telah diuraikan di atas. Berdasarkan angka statistik per 31 Agustus 2005, PPATK telah menerima
sebanyak 2.561 laporan transaksi keuangan mencurigakan LTKM dari 95 bank umum dan 1 BPR, 4 perusahaan efek, 9 pedagang valas, 1 dana pensiun, 3
lembaga pembiayaan, 1 manajer investasi dan 5 perusahaan asuransi. Jumlah penyedia jasa keuangan yang telah menyampaikan laporan tersebut dirasakan
belum optimal dibandingkan dengan jumlah PJK lebih dari 2.000 perusahaan. Dari 2.561 laporan transaksi keuangan mencurigakan tersebut, PPATK telah
Universitas Sumatera Utara
melakukan analisis dengan menambahkan data dan informasi yang mendukung, dan hasilnya telah diserahkan kepada Kepolisian sebanyak 330 kasus yang
merupakan hasil analisis dari 616 LTKM dan kepada Kejaksaan sebanyak 3 kasus yang merupakan hasil analisis dari 11 LTKM.
112
Selanjutnya terkait pelaporan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang telah mengatur
terkait pihak pelapor atas terdapatnya transaksi keuangan yang mencurigakan yakni:
113
a. Penyedia jasa keuangan berupa bank, perusahaan pembiayaan, perusahaan
asuransi dan perusahaan pialang asuransi, dana pensiun lembaga keuangan, perusahaan efek, manajer investasi, kustodian, wali amanat, perposan sebagai
penyedia jasa giro, pedagang valuta asing, penyelenggara alat pembayaran menggunakan kartu, penyelenggara e-money danatau e-wallet, koperasi yang
melakukan kegiatan simpan pinjam, pegadaian, perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan berjangka komoditas; atau penyelenggara kegiatan usaha
pengiriman uang.
112
Yunus Husein, Penanganan tindak pidana pencucian uang di Indonesia, http:www.google.co.id
, diakses tanggal 9 Desember, 2010
113
Pasal 17 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Pasal 1 angka 11 menyatakan bahwa Pihak Pelapor
adalah setiap orang yang menurut Undang-Undang ini wajib menyampaikan laporan kepada PPATK.
Universitas Sumatera Utara
b. Penyedia barang danatau jasa lain berupa perusahaan propertiagen properti,
pedagang kendaraan bermotor, pedagang permata dan perhiasanlogam mulia, pedagang barang seni dan antik; atau balai lelang.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HAMBATAN DI DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA