Tokoh dan Penokohan Fakta Cerita

16 bentuk skema, secara garis besar plot tersebut akan berwujud sebagai berikut. D 1 A B C D 2 E Symbol D 1 berupa awal cerita, A-B-C adalah peristiwa yang disorot balik, D 2 sengaja dibuat demikian untuk menegaskan pertalian kronologisnya dengan D 1 , dan E berupa kelanjutan langsung peristiwa cerita awal D 1 . 3. alur campuran merupakan gabungan dari alur lurus dan alur sorot balik. Jika dituliskan dalam bentuk skema, secara garis besar plot tersebut akan berwujud sebagai berikut. E D 1 A B C D 2 A-B-C berisi inti cerita, diceritakan secara runtut-progresif- kronologis yang mengantari adegan D 1 dan D 2 yang juga lurus kronologis, dan E merupakan kelanjutan dari D 2 yang ditempatkan di awal dan menjadikan sebuah novel sorot balik atau flash back.

2.2.2. Tokoh dan Penokohan

Tokoh merupakan seseorang yang ada dalam sebuah cerita maupun sebuah drama. Tokoh cerita menurut Abrams adalah orang- orang yang ditampilkan dalam sebuah karya naratif, atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan dalam Nurgiyantoro 2002: 165. 17 Sedangkan dalam Wikipedia Indonesia, tokoh ialah pelaku dalam karya sastra . Secara sederhana dapat dikatakan bahwa yang namanya tokoh dalam karya sastra adalah sosok yang benar-benar mengambil peran dalam cerita tersebut. Sudjiman 1988: 16 berpendapat bahwa tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan dalam berbagai peristiwa dalam cerita. Penokohan atau penetapan karakter seseorang sebagai sosok berpengaruh sangatlah mewakili keberagaman masyarakat dalam sebuah perubahan sosial.Tak bisa dipungkiri, dalam sejarah dunia, perubahan sosial di masyarakat kerap dilakukan seorang tokoh yang dianggap berpengaruh, karismatis, jenius, atau berpandangan politik yang mampu memengaruhi publik. Penokohan sebenarnya tokoh yang kita ciptakan ditentukan oleh perwatakan yang kita berikan pada tokoh tersebut. Mungkin saja nama tokohnya sama, tetapi ketika kita beri perwatakan yang berbeda, maka tokoh tersebut akan menjadi berbeda. Pemberian watak tokoh ini merupakan seni tersendiri, yaitu seni ”mencipta” manusia. Karena dengan memberikan perwatakan seperti yang kita inginkan kita menciptakan ”manusia baru” dalam dunia yang kita ciptakan, yaitu ”dunia fiksi”. Nurgiyantoro 2002: 176-194 membedakan tokoh menjadi beberapa jenis, antara lain sebagai berikut. 18 1. Tokoh Utama dan Tokoh Tambahan 1. Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian. 2. Tokoh tambahan adalah tokoh yang dalam keseluruhan cerita paling sedikit muncul, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama baik secara langsung maupun tidak langsung. 2. Tokoh Protagonis dan Tokoh Antagonis 1. Tokoh Protagonis adalah tokoh yang dikagumi, yang salah satu jenisnya secara populer disebut hero, tokoh yang merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai, yang ideal bagi kita Altenbernd dan Lewis, 1966: 59. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai dengan pandangan kita, harapan-harapan kita. 2. Tokoh Antagonis adalah tokoh penyebab terjadinya koflik. Tokoh Antagonis barangkali bisa disebut, beroposisi dengan tokoh protagonis, secara langsung maupun tak langsung, bersifat fisik maupun batin. 3. Tokoh Sederhana dan Tokoh Bulat 1. Tokoh Sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki satu kualitas pribadi tertentu, suatu sifat-watak yang tertentu saja. 19 Tokoh sederhana adalah tokoh yang stereotip, tokoh yang tidak memiliki unsur kebaruan atau keunikannya sendiri. Tokoh ini bersifat statis, wataknya sedikit sekali berubah, atau bahkan tidak berubah sama sekali misalnya tokoh kartun, kancil, film animasi. 2. Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya, sisi kepribadian, dan jati dirinya. Tokoh bulat lebih menyerupai kehidupan manusia yang sesungguhnya, karena disamping memiliki berbagai kemungkinan sikap dan tindakan, ia juga sering memberikan kejutan Abrams, 1981: 20-21. 4. Tokoh Statis dan Tokoh Berkembang 1. Tokoh Statis adalah tokoh cerita yang secara esensial tidak mengalami perubahan dan atau perkembangan perwatakan sebagai akibat adanya peristiwa-peristiwa yang terjadi Altenbernd dan Lewis, 1966: 58. Tokoh jenis ini tampak seperti kurang terlibat dan tak terpengaruh oleh adanya perubahan-perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan antarmanusia. 2. Tokoh Berkembang adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan perwatakan sejalan dengan perkembangan dan perubahan peristiwa dan plot yang dikisahkan. Ia secara aktif berinteraksi dengan lingkungannya, 20 baik lingkungan sosial, alam, maupun yang lain, yang kesemuanya itu akan mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah lakunya. 5. Tokoh Tipikal dan Tokoh Netral 1. Tokoh Tipikal adalah tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya, dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya , atau sesuatu yang lain yang lebih bersifat mewakili Altenbernd dan Lewis, 1966: 60. Tokoh tipikal merupakan penggambaran, pencerminan, atau penunjukkan terhadap orang, atau sekelompok orang yang terikat dalam sebuah lembaga atau seorang individu sebagai bagian dari suatu lembaga, yang ada didunia nyata. 2. Tokoh Netral adalah tokoh cerita yang bereksistensi demi cerita itu sendiri. Ia benar-benar merupakan tokoh imajiner yang hanya hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Menurut Suharianto 2005: 21 ada dua cara yang digunakan pengarang untuk melukiskan tokoh ceritanya, yaitu: 1. Cara Langsung Teknik ini dipergunakan apabila pengarang menguraikan keadaan tokoh, misalnya: dikatakan bahwa tokoh ceritanya itu cantik atau jelek, berwatak keras, cerewet, kulitnya hitam dan sebagainya. 21 2. Cara Tidak Langsung Cara ini dipergunakan apabila pengarang secara tersamar dalam menggambarkan wujud atau keadaan tokoh ceritanya, misalnya dengan melukiskan keadaan kamar atau tempat tinggalnya. Cara tokoh dalam menghadapi suatu kejadian atau peristiwa. Sudjiman 1988: 24-26 menyajikan tiga metode penyajian watak tokoh, yaitu: 1. Metode analitislangsungdiskursif yaitu penyajian watak tokoh dengan cara memaparkan watak tokoh secara langsung. Yang dimaksud memaparkan secara langsung di sini adalah kita secara langsung menyebutkan watak tokoh kita. 2. Metode dramatiktaklangsungragaan yaitu penyajian watak tokoh melalui pemikiran, percakapan, dan lakuan tokoh yang disajikan pengarang. Bahkan dapat pula dari penampilan fisiknya serta dari gambaran lingkungan atau tempat tokoh. 3. Metode kontekstual yaitu penyajian watak tokoh melalui gaya bahasa yang dipakai pengarang. Gaya bahasa pengarang yang dimaksud adalah cara pengarang menceritakan tokoh tersebut, jadi bukan gaya bahasa atau kata-kata yang dipakai oleh tokoh tersebut dalam bercerita. Menurut Luxemburg dalam Hartoko, 1984: 171-172, pelukisan watak dibagi menjadi tiga, yaitu: 22 1. Pelukisan Watak secara Eksplisit Watak seorang tokoh dapat dilukiskan oleh komentator seorang pelaku lain. Ucapan-ucapan dari seorang tokoh mengenai seseorang tokoh lain tidak selalu dapat dipercaya begitu saja. Tetapi sekurang-kurangnya ucapan serupa itu mengandung sebuah penafsiran dan terserah sikap pembaca atau penonton terhadap pembicara, apakah dia dipercaya atau tidak. Seorang tokoh juga dapat melukiskan wataknya sendiri, misalnya dalam sebuah monolog atau dalam sebuah ucapan samping. Di sini seluruh tokoh itu merupakan dasar apakah dia pantas dipercaya atau tidak. 2. Pelukisan Watak secara Implisit Pelukisan ini terjadi lewat perbuatan dan ucapan, dan sebetulnya lebih penting daripada pelukisan secara eksplisit. Cara seorang tokoh berbicara, hal-hal apa yang dibicarakan, bahkan gayanya menampilkan wataknya. 3. Teks Samping Dalam teks samping diberi petunjuk-petunjuk mengenai watak para tokoh. Ini dapat bervariasi dari petunjuk mengenai umur, pakaian sampai pelukisan watak yang terperinci yang semata-mata dimaksudkan untuk sutradara dan pembaca untuk ditafsirkan. 23 Menurut Nurgiyantoro 2002: 195-201 terdapat dua teknik pelukisan tokoh yaitu: 1 Teknik Ekspositori atau Taknik Analitis Teknik ekspositori adalah cara pelukisan tokoh cerita yang dilakukan dengan memberikan deskripsi, uraian, atau penjelasan secara langsung. Tokoh cerita hadir dan dihadirkan oleh pengarang kehadapan pembaca secara tidak berbelit-belit, melainkan begitu saja dan langsung disertai deskripsi kediriannya, yang mungkin berupa sikap, sifat, watak, tingkah laku, atau bahkan ciri fisiknya. 2 Teknik Dramatik Penampilan tokoh cerita dalam teknik dramatik, artinya mirip dengan yang ditampilkan pada drama, dilakukan secara tak langsung. Artinya, pengarang tidak mendeskripsikan secara eksplisit sifat dan sikap serta tingkah laku tokoh. Pengarang membiarkan para tokoh cerita untuk menunjukkan kediriannya sendiri melalui berbagai aktivitas yang dilakukan, baik secara verbal lewat kata maupun non verbal lewat tindakan atau tingkah laku, dan juga melalui peristiwa yang terjadi.

2.2.3. Latar atau Setting