2.2 Kandungan Kimia Tumbuhan
Senyawa kimia yang terkandung dalam tumbuhan merupakan hasil metabolisme dari tumbuhan itu sendiri. Senyawa kimia yang dihasilkan tersebut
secara umum disebut sebagai metabolit primer dan metabolit sekunder Sitorus, 2010. Senyawa metabolit sekunder lebih dikenal bermanfaat dalam bioaktivitas
tumbuhan dan merupakan hasil metabolisme yang tidak merupakan kebutuhan pokok untuk hidup dan tumbuh
Metabolit sekunder
berfungsi sebagai
nutrien darurat
untuk mempertahankan eksistensi tumbuhan dalam berinteraksi dengan ekosistem
Sitorus, 2010. Secara khusus, senyawa metabolit sekunder mempunyai fungsi sebagai alat pengikat attractant bagi serangga atau hewan lainnya sehingga
dapat membantu penyerbukan, sebagai alat penolak repellant terhadap gangguan hama atau hewan pemangsanya, dan sebagai alat pelindung protectant terhadap
kondisi lingkungan fisik yang ekstrim Cowan, 1999. Penelitian mengenai senyawa metabolit sekunder yang bertanggungjawab
sebagai antibakteri telah banyak dilaporkan. Nadhila 2014 melaporkan bahwa senyawa yang bertanggungjawab pada madu sebagai antibakteri Staphylococcus
aureus adalah flavonoid. Kurniawan dan Aryana 2015 melaporkan daun binahong Cassia alata L memiliki kandungan flavanoid, saponin, terpenoid, dan
alkaloid yang berperan sebagai antibakteri.
2.2.1 Alkaloid
Alkaloid merupakan senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen dan bersifat optis aktif Sitorus, 2010. Alkaloid umumnya
diisolasi dalam bentuk padatan kristal yang amorf yang memiliki titik didih berkisar 87-238
o
C dan rasa pahit. Beberapa alkaloid juga berbentuk cairan, contohnya adalah nikotin dan konini Harborne, 1987. Sebagian besar alkaloid
tidak berwarna namun beberapa senyawa alkaloid berupa senyawa kompleks aromatik berwarna. Pada umumnya alkaloid larut dalam pelarut organik namun
ada beberapa yang larut dalam air seperti pseudoalkaloid dan protoalkaloid, bahkan garam alkaloid dan alkaloid kuartener sangat larut dalam air Sitorus,
2010. Terkait dengan adanya aktivitas antibakteri pada alkaloid, mekanisme
alkaloid sebagai antibakteri diduga terjadi melalui perusakan ikatan silang komponen penyusun peptidoglikan pada dinding sel bakteri sehingga lapisan
dinding sel tidak terbentuk secara utuh dan menyebabkan sel bakteri lisis dan mati. Selain itu, mekanisme alkaloid sebagai antibakteri terjadi melalui
penghambatan enzim topoisomerase yang mempunyai peran sangat penting dalam proses replikasi, transkripsi, dan rekombinasi DNA dengan cara memotong
dan menyambungkan untai tunggal atau untai ganda DNA Campbell, 2010 dalam Taufiq dkk., 2015 dan Cowan, 1999.
Alkaloid dapat dideteksi salah satunya dengan metode Culvenor Fitsgerald menggunakan pereaksi Mayer, Dragendorf, dan Bouchardat Harborne, 1987.
Pada penambahan Mayer, hasil positif ditandai dengan terbentuknya endapan berwarna putih atau kuning. Hasil positif Dragendorff ditunjukkan dengan
terbentuknya endapan berwarna merah bata. Penambahan Bouchardat memberikan hasil positif jika terbentuk endapan coklat sampai hitam.
2.2.2 Terpenoid dan steroid
Terpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya tersusun dari penyambungan dua atau lebih isoprena CH
2
=C-CH
3
-CH-CH
2
Harborne, 1987. Senyawa ini dibagi menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan
isoprena yang terdapat dalam senyawa tersebut yaitu monoterpenoid C
10
, seskuiterpenoid C
15
, diterpenoid C
20
, triterpenoid C
25
, tetraterpenoid C
30
, dan poliisoprena C
n
. Terpenoid memiliki sifat larut dalam lemak Harborne, 1987
Steroid adalah terpenoid yang kerangka dasarnya berupa sistem cincin siklopentana perhidrofenantren dengan 17 atom karbon membentuk tiga cincin
sikloheksana dan satu cincin siklopentana Sitorus, 2010. Steroid merupakan golongan senyawa metabolit sekunder yang banyak dimanfaatkan sebagai obat
serta lebih dikenal berfungsi sebagai hormon. Hormon steroid pada umumnya diperoleh dari senyawa-senyawa steroid alam terutama dalam tumbuhan Sitorus,
2010. Terpenoid dan steroid dapat dideteksi salah satunya dengan cara
pengendapan menggunakan pereaksi Liebermann-Burchard asam asetat anhidrida dan H
2
SO
4
pekat dalam kloroform Harborne, 1987. Perubahan warna menjadi kemerahan atau merah muda serta violet menunjukkan bahwa suatu tumbuhan
mengandung terpenoid. Apabila perubahan warna menjadi biru kehijauan maka tumbuhan positif mengandung steroid.
Mekanisme terpenoid sebagai antibakteri adalah bereaksi dengan protein transmembran atau porin pada membran luar dinding sel bakteri, membentuk
ikatan polimer yang kuat Cowan, 1999. Adanya reaksi polimerisasi tersebut mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin menyebabkan fungsi dinding sel
sebagai pintu keluar masuk senyawa mengalami gangguan akibat berkurangnya permeabilitas dinding sel. Mekanisme tersebut mengakibatkan sel bakteri
kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau mati Cowan, 1999. Selain itu, menurut laporan Daisy et al. 2008, aktivitas yang dapat terjadi
adalah penghambatan aktivitas enzim autolisin pada S. aureus dengan membentuk interaksi yang kuat pada sisi aktif residu enzim. Enzim autolisin merupakan enzim
yang terdapat pada peptidoglikan dinding sel bakteri yang berperan dalam proses pertumbuhan sel, peremajaan dinding sel, pembentukan peptidoglikan, dan
pembelahan sel. Penghambatan aktivitas autolisin dapat mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa sehingga sel
bakteri kekurangan nutrisi, pertumbuhannya terhambat, dan mati.
2.2.3 Senyawa fenolik