ikatan polimer yang kuat Cowan, 1999. Adanya reaksi polimerisasi tersebut mengakibatkan rusaknya porin. Rusaknya porin menyebabkan fungsi dinding sel
sebagai pintu keluar masuk senyawa mengalami gangguan akibat berkurangnya permeabilitas dinding sel. Mekanisme tersebut mengakibatkan sel bakteri
kekurangan nutrisi, sehingga pertumbuhan bakteri terhambat atau mati Cowan, 1999. Selain itu, menurut laporan Daisy et al. 2008, aktivitas yang dapat terjadi
adalah penghambatan aktivitas enzim autolisin pada S. aureus dengan membentuk interaksi yang kuat pada sisi aktif residu enzim. Enzim autolisin merupakan enzim
yang terdapat pada peptidoglikan dinding sel bakteri yang berperan dalam proses pertumbuhan sel, peremajaan dinding sel, pembentukan peptidoglikan, dan
pembelahan sel. Penghambatan aktivitas autolisin dapat mengurangi permeabilitas dinding sel bakteri yang merupakan pintu keluar masuknya senyawa sehingga sel
bakteri kekurangan nutrisi, pertumbuhannya terhambat, dan mati.
2.2.3 Senyawa fenolik
Senyawa fenol meliputi aneka ragam senyawa yang berasal dari tumbuhan, yang mengandung satu atau lebih gugus hidroksil yang terikat pada
cincin aromatik. Zat ini berperan dalam memberi warna pada tumbuhan. Senyawa fenol cenderung larut dalam air karena umumnya berikatan dengan gula sebagai
glikosida dan biasanya terdapat pada vakuola sel Sitorus, 2010. Uji kualitatif senyawa fenol dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi
FeCl
3
Harborne, 1987 dan Sitorus, 2010. Bila terbentuk warna biru ungu kehitaman maka uji positif terhadap senyawa fenolik.
2.2.4 Flavonoid
Flavonoid merupakan suatu senyawa terbesar di alam dan merupakan kelompok senyawa fenol. Senyawa ini memiliki kerangka dasar yang terdiri atas
15 atom karbon. Markham 1988 menyatakan bahwa golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan senyawa C
6
-C
3
-C
6
yang berarti bahwa kerangka karbonnya terdiri atas dua gugus C
6
cincin benzena tersubtitusi disambungkan oleh rantai alifatik tiga-karbon rantai propana.
Flavonoid yang terdapat di alam dapat berupa flavonoid glikosida dan aglikon, namun sebagian besar ditemukan dalam bentuk glikosida. Flavonoid
aglikon merupakan flavonoid yang tidak mengikat gula dan bersifat kurang polar sehingga lebih mudah larut dalam pelarut eter atau kloroform. Sedangkan
flavonoid glikosida pada umumnya mudah larut dalam air atau campuran pelarut yang polar karena adanya pengaruh gula yang terikat pada inti flavonoid. Ikatan
glikosida dapat terbentuk apabila gugus hidroksil dari alkohol diadisi oleh gugus karbonil dari gula Harborne, 1987.
Flavonoid memiliki mekanisme kerja hampir sama dengan senyawa fenolik lain seperti tanin dalam menghambat pertumbuhan bakteri. Mekanisme
yang dilakukan yaitu dengan cara inaktivasi protein enzim pada membran sel bakteri Cowan, 1999. Adanya inaktivasi ini mengakibatkan struktur protein
menjadi rusak sehingga dinding sel dan membran sitoplasma tidak stabil. Ketidakstabilan tersebut menyebabkan fungsi permeabilitas selektif, fungsi
pengangkutan aktif, pengendalian susunan protein dari sel bakteri menjadi
terganggu, yang berakibat pada hilangnya makromolekul dan ion dari sel, sehingga sel bakteri menjadi kehilangan bentuk dan terjadi lisis Cowan, 1999.
Uji fitokimia flavonoid dilakukan dengan test Wilstatter, Bate Smith- Metcalfe, dan reaksi menggunakan NaOH 0,1M Harborne, 1987. Test Wilstatter
dapat dilakukan dengan penambahan HCl pekat dan 2-3 potong kecil logam Mg atau serbuk Mg, Reaksi positif apabila memberikan warna orange-merah. Test
Bate Smith-Metcalfe dilakukan dengan penambahan HCl pekat dan pemanasan selama 15 menit diatas penangas air. Reaksi positif ditunjukkan oleh terbentuknya
warna merah. Pengujian dengan NaOH 0,1 M, memberikan hasil positif yang ditandai dengan perubahan warna menjadi kuning.
2.2.5 Saponin