Superstruktur Struktur Mikro Analisis Teks Novel Sepatu Dahlan Bab 27 “Perseteruan Murid Zen”

62 Gambaran bangunan wacana yang berkembang di masyarakat sedikit berbeda dengan apa yang tertera di dalam novel. Di dalam novel diceritakan bahwa Dahlan Iskan merupakan seseorang yang membawa kerukunan dan kedamaian. Namun, di beberapa kehadirnya di media, Dahlan Iskan sering sekali membuat kehebohan. Ditunjukkan dengan tragedi kecelakaan bersama mobil pintarnya. Atau gebrakannya yang menjual tiket tol GTO di pintu masuk tol. Kedua hal tersebut sedikit membuat masyarakat merasa tidak nyaman dan cenderung berpikir bahwa tindakan Dahlan Iskan terkesan dilebih - lebihkan. Respon yang terjadi membuktikan bahwa bangunan wacana yang terjadi di masyarakat tidak sama dengan wacana apa yang dibangun melalui buku novel Sepatu Dahlan. Sehingga pada akhirnya, masyarakat pun tidak menganggap Dahlan Iskan sebagai pembawa kerukunan dan kedamaian. Dan wacana bahwa Dahlan Iskan adalah orang yang rukun dan damai yang coba dibangun, menjadi wacana yang tidak tersampaikan.

2. Superstruktur

Alur dalam bab ini, berfungsi sebagai cara menggambarkan sebuah teks secara umum, namun terbagi dalam bagian bagian tersendiri. Alur dimulai dari pertengkaran yang terjadi antara teman – teman Dahlan akibat pengakuan tentang masa lalu orang tua Kadir. Pengakuan Kadir membuat Imran merasa terpukul, sejak saat itu Kadir dan Imran tidak saling tegur sapa. Keadaan ini membuat teman – teman disekitar mereka merasa tidak nyaman dan kasian, terutama Dahlan. Hingga akhirnya, Dahlan meminta bantuan Bapak untuk mendamaikan teman – temannya. Bapak bersedia membantu, dan dengan sebuah cerita mengenai perseteruan murid Zen yang berisi tentang makna untuk saling mengerti, mereka kembali rukun.

3. Struktur Mikro

Latar dalam teks biasanya digunakan penulis untuk menentukan akan dibawa kemana pandangan pembaca Eriyanto, 2001: 235. Latar pada bab ini adalah ketidakinginan Dahlan melihat perseteruan yang terjadi antara Kadir dan Imran. Dahlan berniat untuk mendamaikan kedua temannya, dengan meminta bantuan kepada Bapaknya. Dilihat dari latar yang ada, penulis ingin menyampaikan bahwa Dahlan adalah sosok yang mempunyai emosi yang stabil. Hal ini dapat terlihat dari 63 sikap Dahlan yang memilih untuk tidak ikut campur dalam persoalan, dan justru mencari cara untuk mendamaikan kedua sahabatnya. Terdapat 2 detil yang terdapat dalam bab ini, detil yang pertama adalah keprihatinan Dahlan dengan keadaan persahabatan mereka serta niat Dahlan untuk mendamaikan kedua temannya yang sedang berseteru. Ditunjukkan dengan menceritakan secara detil dan mendalam mengenai keadaan persahabatan mereka, mulai dari alasan hingga dampak dari perseteruan tersebut. Detil sebenarnya dapat digunakan penulis untuk mengkontrol informasi Eriyanto, 2001: 238, dan dalam detil ini informasi mengenai keprihatinan dan inisiatif Dahlan untuk mendamaikan teman – temannya ditulis dengan porsi besar. Menunjukkan bahwa penulis melakukan kontrol informasi dalam bab Perseteruan Murid Zen. Maksud merupakan penguraian secara eksplisit dan jelas untuk menyajikan informasi yang menguntungkan komunikator Eriyanto, 2001 : 240. Maksud di bab ini ditemukan pada keinginan Dahlan untuk mendamaikan teman – temannya. Keinginan Dahlan ini ditulis secara gamblang, dengan berusaha untuk mendamaikan teman – teman melalui bantuan Bapaknya. Keuntungan yang diambil oleh penulis yang dalam hal ini adalah komunikator adalah kesan bahwa Dahlan seseorang yang peduli dan dapat menciptakan suasana damai dan rukun di lingkungannya. Kata ganti orang yang digunakan adalah kata kita. Terdapat pada wejangan yang diberikan Bapak kepada Dahlan dan teman - teman. Kata kita yang merupakan kata ganti orang pertama jamak. Hal ini berartikata kita digunakan untuk menggantikan Bapak, Dahlan dan teman - teman. Sehingga kita disini bersifat jamak, mencakup semua orang, yang artinya wejangan Bapak berlaku untuk semua. Bukan wejangan yang hanya diperuntukkan untuk Dahlan, atau Imran. Hal ini digunakan untuk membangun kerukunan dan kedamaian bersama. Leksikon yang digunakan pada bab ini adalah kata tergelincir yang menerangkan keadaan jatuh karena terpeleset, terjerumus. Kata tergelincir dipih karena lebih menerangkan suatu keadaan. Metafora yang digunakan dalam bab ini adalah sebuah peribahasa. Penggunaan peribahasa dalam bab ini bertujuan untuk menggambarkan situasi yang sedang terjadi. “bagai telur diujung tanduk” memiliki arti suatu situasi dan kondisi yang berbahaya, kritis atau genting. Dengan menggunakan peribahasa tersebut, penulis ingin memperkuat keadaan persahabatan Dahlan dan teman – temannya 64 sedang dalam masa sulit. Hal ini dilakukan guna memperkuat pesan utama, bahwa Dahlan prihatin dengan keadaan persahabatannya dan ingin mendamaikan.

5.1.5 Analisis Teks Novel Sepatu Dahlan Bab 32 “Stasiun Madiun”