20
B. Hambatan Pengembangan Pariwisata di Solo:
Seperti yang disampaikan oleh BRM Bambang Irawan dalam Seminar SDM Kepariwisataan yang diadakan mahasiswa UPW di aula
Perpustakaan UNS, bahwa dalam hal ini masih banyak yang harus di perbaiki agar dapat bersaing dengan daerah lain. Karena untuk menjadi daerah tujuan
MICE tidak hanya maju dari sektor perhotelannya melainkan juga dari sektor kepariwisataan. Beberapa hal mengenai isu – isu strategis dan hambatan yang
yang selama ini dihadapi dan belum terpecahkan oleh kepariwisataan kota Solo diantaranya adalah:
1. Stagnasi obyek dan daya tarik wisata Selama kurun waktu lima tahun terakir produkk pariwisata Solo
tidak mengalami penambahan yang berarti. Tercatat kurang dari lima obyek baru yang dikembangkan di Wilayah Solo Raya, meliputi:
Pandawa Waterpark di Sukoharjo, Musium Karst di Wonogiri, Taman Sondokoro di Karanganyar, Musium Batik Danar Hadi di kota Solo.
Sementara pengembangan atraksi masih di dominasi oleh kota Solo seperti: Sepur Klutuk Jaladara, Bus Tumpuk Werkudara, Kereta kencana,
Pentas Ramayana di Taman Balekambang, Galabo dan beberapa revitalisasi terhadap are publik seperti City Walk, Koridor Ngarsopura,
Revitalisasi Taman Balekambang, dan penyelenggaraan Car Free Day. Sementara didarah lain di luar kota Solo belum ada pengembangan
atraksi wisata. Kota Solo tidak akan bisa menarik banyak kunjungan wisatawan jika hanya mengandalkan atraksi kota dan peninggalan –
peninggalan sejarah yang dimilikinya semata. Dalam pembangunannya perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
21
perlu adanyna peningkatan atraksi di Kabupaten lain di Wilayah Solo Raya karena kota Surakarta tidak akan berdiri sendiri melainkan harus
bangun bersama – sama dengan Kabupaten lainnya di Wilayah Solo Raya.
Penambahan obyek dan daya tarik wisata tersebut belum sebanding dengan kecepatan penambahan hotel, yang notabene
memerlukan inovasi – inovasi baru terhadap obyek dan atraksi wisata guna mendorong peningkatan kunjungan dan jumlah wisatawan yang
meningkat di hotel. 2. Sinergi stokeholder Pariwisata Solo
Masih adanya paradigma bahwa, apabila kepariwisataan di Solo Raya dikembangkan maka yang mendapatkan untung hanyalah kota
Surakarta, juga menjadi penghambat dalam penghambat dalam pengembangan kepariwisataan di wilayah ini. Dalam konteks
kepariwisataan, kota Surakarta hanya merupakan salah satu dari komponen pariwisata, dimana kota ini menjelma menjadi hubungan yang
dilengkapi dengan amenitas yang cukup memadai jika dibandingkan dengan dengan Kabupaten – kabupaten lainnya di wilayah Solo Raya.
Selain paradigma yang belum sepaham, penggiat pariwisata di Wilayah Solo Raya masih belum sinergis dalam mengembangkan
indurtri Pariwisata. Baik pemerintah daerah atau para pelaku usaha pariwisata di Solo Raya masih berjalan sendiri – sendiri dengan rencana
dan kegiatan mereka masing – masing. perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
22
3. Rendahnya inovasi produk dan Layak Pariwisata Berbicara mengenai inovasi produk wisata dan Layak Pariwisata
sama hal nya dengan berbicara mengenai tingkat kekreatifan dari Sumber Daya manusia sebagai pelaku dalam mengembangkan inovasi terhadap
produk – produk wisata yang di jual di Solo. Banyaknya para pelaku wisata yang mempertahankan kemampuannya serta enggan menerima
perubahan yang ada mengakibatkan minimnya inovasi produk wisata yang ditawarkan.
Dalam materi seminar SDM Pariwisata yang dibuat oleh Hidayat Al Banjari, pada hari selasa 8 Mei 2012 di Aula Perpustakaan UNS
menyebutkan bahwa “ sebagian besar travel agent yang ada diwilayah Solo Raya masih asik menggeluti bisnis ticketing yang kedepan akan
mengalami tantangan terbesar dari bisnis online ticketing ketimbang menggali dan mengembangkan paket – paket wisata dan berinovasi pada
layanan – layanan baru. Sementar hotel – hotel melati yang jumlahnya yang jumlahnya sangat banyak di wilayah ini masih menawarkan kamar
– kamar dengan kondisi nyaris sama dengan kondisi sepuluh tahun yang lalu. Padahal saat ini trend industri hotel sudah berubah secara signifikan
dimana aspek kebersihan, kesederhanan, dan kelokalan menjadi unsur utama, yang dilihat dari trend budget dan smart hotel.
4. Kualitas Sumber Daya Manusia Pariwisata Ketiga hambatan diatas pada akhirnya akan bermuara pada
kualitas Sumber daya Manusia yang menjadi fakto penting dalam berkembangnya suatu industri Pariwisata. Meski telah b anyak institusi
commit to user
23
pendidikan yang memngelola program – program pariwisata, namun dalam kenyataanya kualitas keluaran dari lembaga pendidikan belum
sepenuhnya dapat mengimbangi kecepatan perkembangan layanan dan tuntutan keahlian serta keterampilan yang memadai untuk dunia kerja.
Kualitas Sumber Daya Manusia yang dimiliki di wilayah Solo Raya masih sangat minim untuk dapat mengembangkan kepariwisataan.
Hal ini disebabkan belum adanya llink and mach antara dunia pendidikan dengan dunia usaha, serta kualitas pengajar dan pengembangan
kurikulium yang belum berbasis pada kebutuhan pasar wisata, merupakan penyebab dari rendahnya kualitas SDM yang ada.
Disampaikan dalam materi seminar SDM Pariwisata oleh Hidayat Al Banjari. Menurut kajian dari majalah GTZ yang di kutib dalam materi
Seminar SDM Pariwisata, menyatat bahwa jumlah tenaga kerja yang bekerja secara langsung pada industri hotel di wilayah Solo Raya
mencapai 3.000 an lebih, sementarqa yng bekerja di restoran, travel agent, dan usaha – usaha terkait mencapai 2.700 an orang.
5. Peran Masing – masing Stokeholder Pariwisata Dalam pengembangan industri pariwisata daerah peranan dari
masing – masing penggiat pariwisata sangatlah penting, karena mengembangkan indusyri pariwisata merupakan tugas dari semua
penggiat pariwisata, sedangkan pemerintah darah hanya memiliki fungsi sebatas sebatas pada regulasi dan fasilitasi semata. Pada kenyataannya di
kota Solo masih banyak yang beranggapan bahwa pengembangan perpustakaan.uns.ac.id
commit to user
24
pariwisata daerah menjadi urusan dan tanggung jawab dari pemerintah daerah.
Dalam upaya untuk menumbuhkan industri pariwisata di Solo dibutuhkan upaya untuk dialog secara terus – menerus antara pemerintah,
- dunia usaha, -masyarakat madani, guna untuk menumbuhkan kebersamaan dengan melihat peran dan fungsi masing – masing. Di
samping itu dibutuhkan intermeditasi guna untuk memderisasi terjadinya dialog secara berkelanjutan, serta mendorong pengembangan
kepariwisataan dengan mensinergikan masing – masing peran dan tugas penggiat pariwisata menjadi sebuah kekuatan bersama sumber: materi
seminar SDM Pariwisata . Di tengah berbagai kendala yang dihadapi kota Solo dalam
mengembangkan industri pariwisata saat ini, tidak menyurutkan tekat dan semangat dalam menumbuhkan industri MICE, bahkan Budi Sartono Kepala
Bidang Pelestarian, Promosi dan Kerjasama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, mengasumsikankan bahwa saat ini
Kepariwisataan kota Solo sudah cukup siap dan bergairah untuk melengkapi agenda MICE yang diadakan di Solo. Kondisi ini terlihat bahwa tingkat
kunjungan wisata di Solo masih didominasi kunjungan MICE sehingga potensi itu yang terus digarap untuk memaksimalkan kunjungan ke Kota
Solo. Hal tersebut juga dijelaskan dalam materi seminar SDM Pariwisata,
mahasiswa UPW UNS oleh Hidayat Al Banjari ketua BPPIS Kota Surakarta, bahwa adannya peningkatan jumlah wisatawan mancanegara yang
commit to user
25
berkunjung ke Indonesia pada bulan Januari hingga bulan Maret 2012 mencapai 1,9 juta orang, atau naik 11,01 dibanding jumlah wisman yang
datang pada periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 1,71 juta orang. Dalam membangun kepariwisataan kota Solo pemerintah membuat
kebijakan - kebijakan yang harus diterapkan sebagai garis besar dalam pembangun kepariwisataan, diantaranya adalah:
1. Manajemant produk 2. Manajement merek
3. Manajement pelanggan Untuk meningkatkan citra yang baik bagi kepariwisataan kota Solo,
pemerintah menggunakan kebijakan manejement merek, dimana kota Solo berupaya meningkatkan citra baik dengan mendatangkan orang – orang
penting ke Solo, menyukseskan beberapa acara kelas dunia diSolo, dan melakukan enovasi – enovasi baru dalam melakukan pemasaran.
C. Perkembangan Solo Menuju Kota Industri MICE