29 Hubungan kekerabatan ini bisa menyebabkan adanya rasa empati
kebersamaan. Bisa juga menwujudkan rasa simpati, rasa berkewajiban, rasa percaya, resiprositas, pengakuan timbal balik nilai kebudayaan yg mereka
percaya. Rule of lawaturan main merupakan aturan atau kesepakatan bersama dalam masyarakat, bentuk aturan ini bisa formal dengan sanksi yang jelas
seperti aturan Undang-Undang. Namun ada juga sangsi non-formal yang akan diberikan masyarakat kepada anggota masyarakatnya berupa pengucilan, rasa
tidak hormat bahkan dianggap tidak ada dalam suatu lingkungan komuni- tasnya. Ini menimbulkan ketakutan dari setiap anggota masyarakat yang tidak
melaksanakan bagian dari tanggung jawabnya. Hal ini berakibat akan adanya sosial order keteraturan dalam masyarakat.
2. Social bridging jembatan sosial, bisa berupa institusi maupun mekanisme.
Social bridging merupakan suatu ikatan sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompoknya. Ia bisa muncul karena adanya
berbagai macam kelemahan yang ada di sekitarnya, sehingga mereka memutuskan untuk membangun kekuatan dari kelemahan.
Social bridging bisa juga dilihat dengan adanya keterlibatan umum sebagai warga negara civic engagement, asosiasi, dan jaringan. Tujuannya
adalah mengembangkan potensi yang ada dalam masyarakat agar masyarakat mampu menggali dan memaksimalkan kekuatan yang mereka miliki baik SDM
sumber daya manusia dan SDA sumber daya alam dapat dicapai. Kapasitas modal sosial termanifestasikan dalam ketiga bentuk modal
sosial tersebut nilai, institusi, dan mekanisme yang dapat memfasilitasi dan
30 menjadi arena dalam hubungan antarwarga, antarkelompok yang berasal dari
latar belakang berbeda, baik dari sudut etnis, agama, maupun tingkatan sosial ekonomi. Ketidakmampuan untuk membangun nilai, institusi, dan mekanisme
bersifat lintas kelompok akan membuat masyarakat yang bersangkutan tidak mampu mengembangkan modal sosial untuk membangun integrasi sosial.
3. Social linking hubunganjaringan sosial. Merupakan hubungan sosial yang dikarakteristikkan dengan adanya hubungan di antara beberapa level dari
kekuatan sosial maupun status sosial yang ada dalam masyarakat. Misalnya: Hubungan antara elite politik dengan masyarakat umum. Dalam hal ini elite
politik yang dipandang khalayak sebagai public figuretokoh, dan mempunyai status sosial dari pada masyarakat kebanyakan. Namun mereka sama-sama
mempunyai kepentingan untuk mengadakan hubungan. Pada dasarnya ketiga tipe modal sosial ini dapat bekerja tergantung
dari keadaannya. Ia dapat bekerja dalam kelemahan maupun kelebihan dalam suatu masyarakat. Ia dapat digunakan dan dijadikan pendukung sekaligus
penghambat dalam ikatan sosial tergantung bagaimana individu dan masyarakat memaknainya.
2.1.6 Parameter dan indikator modal sosial
Modal sosial mirip bentuk-bentuk modal lainnya, dalam arti ia juga bersifat produktif. Modal sosial dapat dijelaskan sebagai produk relasi manusia satu sama
lain, khususnya relasi yang intim dan konsisten. Modal sosial menunjuk pada jaringan, norma, dan kepercayaan yang berpotensi pada produktivitas masyarakat.
31 Namun demikian, pada masyarakat dikenal beberapa jenis modal, yaitu modal
budaya cultural capital, modal manusia human capital, modal keuangan financial capital dan modal fisik.
Modal budaya lebih menekankan pada kemampuan yang dimiliki seseorang, yang diperoleh dari lingkungan keluarga atau lingkungan sekitarnya
Modal keuangan merupakan uang tunai yang dimiliki, tabungan pada bank, investasi, fasilitas kredit dan lainya yang bisa dihitung dan memiliki nilai nominal.
Modal fisik dikaitkan dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan material atau fisik. Putnam, 1993.
Modal manusia lebih merujuk pada kemampuan, keahlian yang dimiliki individu. Manusia adalah komponen yang sangat penting di dalam organisasi.
Manusia dengan segala kemampuannya bila dikerahkan keseluruhannya akan menghasilkan kinerja yang luar biasa. Ada enam komponen dari modal manusia,
yakni: modal intelektual, modal emosional, modal sosial, modal ketabahan adversity, modal moral, dan modal kesehatan Ancok, 2007. Jadi modal sosial
berbeda dengan modal lain tersebut, karena modal sosial bersifat kumulatif dan berkembang dengan sendirinya Putnam, 1993. Karenanya, modal sosial tidak
akan habis jika dipergunakan, melainkan semakin meningkat. Rusaknya modal sosial lebih sering disebabkan bukan karena dipakai, melainkan karena ia tidak
dipergunakan. Berbeda dengan modal manusia, modal sosial juga menunjuk pada
kemampuan orang untuk berasosiasi dengan orang lain Coleman, 1988. Manusia sebagai makhluk multidimensi berkontribusi besar sebagai modal tenaga kerja
32 melalui dua potensi modal yang melekat padanya yakni modal manusia dan modal
sosial. Pembangunan ekonomi suatu wilayah sepantasnya diawali dengan pembangunan komponen modal sosial dan modal manusia. Modal sosial sendiri
diukur melalui partisipasi dalam kegiatan sosial sehingga dapat mengurangi kemiskinan. Penekanan tingkat kemiskinan ini dilaksanakan melalui eksternalitas
positif transfer pengetahuan dan teknologi yang memengaruhi produktivitas rumah tangga Alesina dan Ferrara, 1999.
Setiap program pengembangan pembangunan diperlukan sumberdaya manusia berkualitas untuk mencapai tujuannya. Sumber daya manusia yang
dimaksud mencakup modal manusia yang ditekankan pada kualitasnya, dan modal sosial untuk memercepat proses dan mutu hasil pengembangan pembangunan.
Mengacu pada norma-norma dan nilai-nilai bersama, asosiasi antarmanusia tersebut menghasilkan kepercayaan dan memiliki nilai ekonomi yang besar dan
terukur Fukuyama, 1996. Kedua sumberdaya tersebut memiliki keunikan masing-masing. Jadi
keunikan pada modal manusia terlihat pada kecerdasan yang nyata dilihat melalui ketrampilan, jenjang pendidikan formal, dan pada modal sosial terlihat pada
kemampuan bekerja sama dan meluasnya jaringan kerja sama dan relasi yang dibangun oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu komunitas.
Perbedaan modal manusia dan modal sosial tersebut dapat dilihat dari sisi fokus, ukuran, output, dan model Coleman, 1988.
33 Tabel 2.1
Perbedaan Modal Manusia dan Modal Sosial
No. Faktor
pembeda Modal
Manusia Sosial
1. Fokus
terletak pada potensi perorangan misalnya dalam hal mutu
sumberdaya manusia terletak pada hubungannya
dengan jejaring sosial yang dibentuk organisasi. Basisnya
adalah saling percaya di antara individu. Hal ini menjadi
modal dalam membangun kerjasama dan solidaritas.
2. Pengukuran
Jauh lebih mudah, bisa dilihat dari lamanya sekolah, kualifi-
kasi, dan kompetensinya. Terma- suk dapat diukur kiner-janya
yang merupakan fungsi dari mutu sumberdaya manusianya.
Cukup sulit dilihat dari gam- baran abstrak tentang sikap
nilai, partisipasi dan keperca- yaan. Dan sering dilihat dari
gambaran sejauh mana modal sosial, misalnya kekuatan jeja-
ring sosial ekonomi mampu mengembangkan program
pengembangan organisasi.
3. Output
Pendapatan dan produktifitas; dan tak langsung berupa kese-
hatan dan kegiatan sosial di lingkungan organisasi
Bisa berdampak pada ekonomi masyarakat. Misalnya kohesi
sosial akan mampu memerkuat jejaring sosial sehingga dapat
memerlancar usaha-usaha eko- nomi bisnis masyarakat seki-
tarnya. Begitu pula pelatihan dapat berpengaruh terhadap
produktivitas kerja namun juga bisa meningkatkan kemam-
puan seseorang dalam memba- ngun jejaring sosial.
4. Model
Sangat terkait dengan keberha- silan investasi. Secara langsung
pengaruhnya dapat dilihat dalam meningkatkan pendapatan bisnis.
Tidak mudah melihat dampak- nya terhadap pengembangan
organisasi. Lebih menonjol adalah terja-
dinya proses interaktif antar- komponen karyawan secara
sirkular. Pengaruhnya adalah dalam memerkuat model
pengembangan elemen modal sosial yang ada.
34 Merujuk pada Ridell 1997, ada tiga parameter modal sosial, yaitu
kepercayaan trust, norma-norma norms, dan jaringan-jaringan networks. 1.
Kepercayaan. Sebagaimana dijelaskan Fukuyama 1996, kepercayaan adalah harapan yang tumbuh di dalam sebuah masyarakat yang ditunjukkan oleh
adanya perilaku jujur, teratur, dan kerjasama berdasarkan norma-norma yang dianut bersama. Kepercayaan sosial merupakan penerapan terhadap
pemahaman ini. Cox 1995 kemudian mencatat bahwa dalam masyarakat yang memiliki tingkat kepercayaan tinggi, aturan-aturan sosial cenderung bersifat
positif; hubungan-hubungan juga bersifat kerjasama. Menurutnya kita mengharapkan orang lain untuk mewujudkan niat baik, dan percaya kepada
sesama manusia. Kita cenderung untuk bekerja sama, untuk berkolaborasi dengan orang lain dalam hubungan kolegial kekerabatan. Cox, 1995.
Kepercayaan sosial pada dasarnya merupakan produk dari modal sosial yang baik. Adanya modal sosial yang baik ditandai oleh adanya lembaga-lembaga
sosial yang kokoh; modal sosial melahirkan kehidupan sosial yang harmonis Putnam, 1995. Kerusakan modal sosial akan menimbulkan anomie
kekacauan tanpa aturan dan perilaku anti sosial Cox, 1995. 2.
Norma. Norma-norma terdiri atas pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapan-harapan dan tujuan-tujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh
sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik profesional.
Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lalu dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama Putnam, 1993;
35 Fukuyama, 1995. Norma-norma dapat merupakan pra-kondisi maupun
produk dari kepercayaan sosial. 3.
Jaringan sosial. Infrastruktur dinamis dari modal sosial berwujud jaringan- jaringan kerjasama antar manusia Putnam, 1993. Jaringan tersebut
memfasilitasi terjadinya komunikasi dan interaksi, memungkinkan tumbuhnya kepercayaan dan memperkuat kerjasama. Masyarakat yang sehat cenderung
memiliki jaringan-jaringan sosial yang kokoh. Orang mengetahui dan bertemu dengan orang lain, mereka kemudian membangun inter-relasi yang kental, baik
bersifat formal maupun informal Onyx, 1996. Putnam 1995 berargumen bahwa jaringan-jaringan sosial yang erat akan memperkuat perasaan kerjasama
para anggotanya serta manfaat-manfaat dari partisipasinya itu. Berdasarkan pada parameter tersebut, beberapa indikator kunci yang
dapat dijadikan ukuran modal sosial antara lain: 1 perasaan identitas; 2 perasaan memiliki atau sebaliknya, perasaan alienasi; 3 sistem kepercayaan
dan ideologi; 4 nilai-nilai dan tujuan-tujuan; 5 ketakutan-ketakutan; 6 sikap- sikap terhadap anggota lain dalam masyarakat; 7 persepsi mengenai akses
terhadap pelayanan, sumber dan fasilitas misalnya pekerjaan, pendapatan, pendidikan, perumahan, kesehatan, transportasi, jaminan sosial; 8 opini
mengenai kinerja pemerintah yang telah dilakukan terdahulu; 9 keyakinan dalam lembaga-lembaga masyarakat dan orang-orang pada umumnya; 10 tingkat
kepercayaan; 11 kepuasaan dalam hidup dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya; dan 12 harapan yang ingin dicapai di masa depan Spellerber, 1997;
Suharto, 2005.
36 Modal sosial dapat dikatakan lahir dari bawah bottom-up, tidak hierarkis
dan berdasar pada interaksi yang saling menguntungkan. Oleh karena itu, modal sosial bukan merupakan produk dari inisiatif dan kebijakan pemerintah. Namun
demikian, modal sosial dapat ditingkatkan atau dihancurkan oleh negara melalui kebijakan publik Cox, 1995; Onyx, 1996.
Kaitannya dengan agroekowisata bahwa modal sosial yang bersifat bottom- up lebih menekankan pada pemberdayaan berbasis masyarakat. Kepercayaan
pemerintah kepada masyarakat untuk membangun diri sendiri dapat membang- kitkan semangat kemandirian yang tinggi. Sebaliknya pengembangan agroeko-
wisata berbasis investasi, sarat dengan berbagai kebijakan publik yang cenderung mengikat dan memaksa. Jika kebijakan tersebut tidak mempertimbangkan modal
sosial, dapat mematikan kreativitas masyarakat dan menjurus pada kehancuran. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pretty menampilkan posisi strategis dalam
pengentasan kemiskinan dan pembanguan pertanian. Posisi strategis modal sosial dalam pengentasan kemiskinan dan
pembangunan pertanian tergambar dalam konsep dan pendekatan “asset-based sustainable development” atau pembangunan pertanian berkelanjutan dari Pretty
1999, dan konsep “The Sustainable Livelihoods Framework” atau kerangka penghidupan berkelanjutan sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.3 dan
Gambar 2.4.
37
yag
Kerangka penghidupan berkelanjutan merupakan aset penghidupan
berkelanjutan yang ditunjukkan pada Gambar 2.4, mencakup modal alam, modal sosial, modal manusia, modal finansial, dan modal fisik yang dijabarkan berikut.
1 Modal alam : tanah dan penghasilan, sumber air dan air, pohon dan hasil hutan, margasatwa, makanan liar dan serat, keanekaragaman hayati, jasa lingkungan;
2 Modal sosial: jaringan dan koneksi, perlindungan, lingkungan, kekerabatan, hubungan kepercayaan dan saling mendukung, kelompok formal dan informal,
aturan umum dan sanksi representasi kolektif, mekanisme partisipasi dalam pengambilan keputusan, kepemimpinan; 3 Modal manusia: kesehatan, makanan,
pendidikan, pengetahuan dan keterampilan, kapasitas untuk bekerja, kapasitas untuk beradaptasi; 4 Modal fisik : infrastruktur; transportasi - jalan, kendaraan,
Faktor konstektual: 1
Lingkungan pertanian
2 iklim
3 budaya
4 ekonomi
5 hukum
6 politi
7 sosial
Dibentuk oleh: lembaga dan
kebijakan eksternal
Modal alam yang terbarukan
Modal sosial: vertikal dan
horisontal proses
partisipasi Keterampilan dan
teknologi baru input bukan
yang terbarukan Finansial:
pendapatan, kredit, jaminan
Petani, sistem ke- hidupan, masy.
Dengan akses pada stok modal
berikut: modal alam,
modal sosial, modal manusia,
modal fisik, dan modal finansial
Akumulasi pada: Modal alam
Modal manusia Modal sosial
Makanan dan produk pasar lain
Menipisnya: Modal alam
Modal manusia Modal sosial
Fungsi positif
Fungsi negatif
Gambar 2.3 Konsep Aset Berbasis Model Sistem Pertanian Pretty, 1999
38 penampungan aman dan bangunan; pasokan air dan sanitasi; energi; komunikasi;
alat dan teknologi; alat dan peralatan untuk produksi; benih, pupuk, pestisida; teknologi tradisional; 5 Modal finansial : tabungan, kredit utang - formal,
informal, LSM , pengiriman uang, pensiun, dan upah IFAD, 2014. Mengacu pada paparan tentang modal sosial yang telah dikemukakan,
maka parameter modal sosial yang digunakan untuk kajian dalam penelitian ini adalah kepercayaan, norma, dan jaringan sosial.
Pretty 1999, Dharmawan 2007, IFAD 2014
Gambar 2.4 Aset Penghidupan Berkelanjutan
Sumber: Dharmawan 2007, IFAD 2014 Modal
manusia
Modal alam
Modal sosial
Modal fisik
Modal finansial
Kemiskinan
39
2.2 Agroekowisata, Partisipasi, Pengetahuan, dan Sikap 2.2.1 Agroekowisata
Sebelum memahami agroekowisata, perlu diulas tentang agrowisata. Dalam istilah sederhana, agrowisata atau agritourism didefinisikan sebagai perpaduan
antara pariwisata dan pertanian dimana pengunjung dapat mengunjungi kebun, peternakan atau kilang anggur untuk membeli produk, menikmati pertunjukan,
mengambil bagian aktivitas, dan makan suatu makanan atau melewatkan malam bersama di suatu areal perkebunan atau taman.
Agrowisata atau agritourism adalah sebuah alternatif untuk meningkatkan pendapatan dan kelangsungan hidup, menggali potensi ekonomi petani kecil dan
masyarakat pedesaan Farmstop, 2013. Di Indonesia, agrowisata atau agroturisme didefinisikan sebagai sebuah bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha
agro agribisnis sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian.
Agrowisata merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian agro sebagai objek wisata dan bertujuan untuk memperluas
pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha dibidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam
memanfaatkan lahan, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal
indigenous knowledge yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya Deptan, 2012.
40 Pada saat ini pandangan tentang pertanian tampaknya dilihat dari dua kutub
yang berbeda. Saragih 2001 melihat sektor pertanian sebagai suatu kegiatan bisnis agribisnis, dan Mubyarto 1975 dan 2002 memandang kegiatan sektor
pertanian sebagai pandangan hidup way of life dari masyarakat. Makna aktivitas
pertanian berdasarkan pendapat kedua pakar tersebut adalah aktivitas pertanian sebagai bisnis dan sebagai pandangan hidup. Dengan demikian aktivitas pertanian
merupakan integrasi antara bisnis dan pandangan hidup. Hal ini berarti merupakan bagian dari budaya yang melekat pada petani. Karenanya, bahasan tentang sektor
pertanian dalam konteks apapun termasuk dalam konteks pariwisata, dalam rangka pengembangan agroekowisata haruslah dipandang pertanian itu sebagai
bagian dari budaya masyarakat. Selanjutnya, berbicara tentang budayakebudayaan sebagai suatu sistem,
maka pengembangan agroekowisata haruslah meliput aspek konsep pola-pikir, aspek sosial, dan aspek artefactkebendaan Koentjaraningrat,1993.
Penelitian Windia 2003 mengemukakan elemen pada berbagai aspek dalam pengembangan agrowisata adalah sebagai berikut.
1. Aspek konseppola pikir. Cakupan aspek pola pikir dalam pengembangan agrowisata adalah: 1 ada kesadaran dari masyarakat setempat tentang potensi
yang dimiliki dalam rangka pengembangan agrowisata, 2 ada sesuatu yang khas, yang diperkirakan dapat menarik bagi kalangan wisatawan, 3 ada
kehendak dari masyarakat setempat bahwa potensi itu harus dikembangkan, 4 ada kesepakatan dari masyarakat setempat untuk menerima uluran tangan
dari pihak luar lembaga indipenden dalam rangka pengembangan potensi itu,