Model modal sosial dalam pengembangan agroekowisata di Kabupaten Ende Provinsi NTT.
70 tanaman. Model berperanan penting dalam pengembangan teori karena berfungsi
sebagai konsep dasar yang menata rangkaian aturan yang digunakan untuk menggambarkan sistem. Model, hakekatnya tidak harus kuantitatif yang
melibatkan banyak rumus matematika, tetapi dapat berupa model mental. Senge 1990 menguraikan model mental sebagai generalisasi asumsi yang
melekat secara mendalam deeply ingrained, atau bahkan gambaran serta bayangan yang mempengaruhi bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana
kita bertindak. Dikatakan model mental karena seseorang yang melakukan suatu pekerjaan haruslah diawali dengan konsep dalam pikirannya tentang apa yang akan
dikerjakannya. Khayalan yang ada dalam pikiran tersebut adalah representasi sederhana dari suatu sistem yang kompleks. Model dalam kaitan dengan penelitian
ini adalah model pemberdayaan masyarakat desa atau petani. Salah satu model pemberdayaan yang dapat dikembangkan adalah melalui aktivitas agroekowisata
berbasis modal sosial. Model pemberdayaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perpaduan model naratif dan model normatif. Yaya dan Nandang 2009
mengemukakan model naratif adalah model yang menggambarkan entititas dalam bentuk lisan dan atau tulisan, dan Simamarta 1983, Noorwick dan Lusiana 1999
berpendapat bahwa model normatif adalah model yang menyediakan jawaban terbaik terhadap suatu persoalan. Model ini memberi rekomendasi tindakan-
tindakan yang perlu diambil. Model pemberdayaan kelompok tani dalam pengembangan agroekowisata
di Kabupaten Ende dapat dilihat pada Gambar 2.5. Digambarkan bahwa budaya atau tata-nilai masyarakat menjadi arah penentu ke arah mana, dengan landasan
71 pengetahuan dan teknologi seperti apa kegiatan pengelolaan agroekowisata
dikembangkan. Pengelolaan agroekowisata dalam pengembangannya tidak saja ditinjau dari obyek material pemberdayaan masyarakat pedesaan, tetapi juga
harus dilihat dari aspek subyek material dan budaya. Dengan demikian, pengelolaan agroekowisata di Kabupaten Ende dapat ditentukan oleh penguatan
budaya atau tata nilai berupa modal sosial masyarakat desa atau petani. Secara umum model pengembangan agroekowisata di Indonesia yang dilakukan
pemerintah selama ini lebih fokus pada pemberian bantuan fisik bagi petani dan pengenalan melalui kegiatan percontohan fisik di lapangan.
Secara teoritis, upaya pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan agroekowisata yang dilakukan pemerintah terhadap masyarakat di desa kurang
memperhitungkan penguatan modal sosial setempat. Dinamika dan penguatan modal sosial dalam pengelolaan agroekowisata ditentukan oleh kekuatan budaya
dan tata-nilai yang hidup di masyarakat. Pengelolaan agroekowisata yang terlihat pada Gambar 2.5 menampilkan agroekowisata sebagai obyek yang pasif.
Gambar 2.5 Model Hubungan Antara Budaya dan Tata-Nilai, serta Penguatan Modal Sosial dalam Pengembangan
Agroekowisata di Kabupaten Ende. Diadaptasi dari Merton 1962, Odum 1971, Rambo 1982, Rachman 1996, Altiery, et al 1997, dan Lewis, et al 1997.
Budaya dan tata nilai masyarakat
Ilmu pengetahuan dan pegelolaan tentang
agroekowisata Pemberdayaan masyarakat
dalam pengelolaan agroekowisata
Teknologi dan keterampilan konservasi dan pengelolaan
agroekowisata Pemerintah Desa
Usaha agroekowisata Masyarakat lokal
Penguatan modal sosial
72 Keberadaan agroekowisata di Kabupaten Ende harus terintegrasi dengan
kehidupan sistem masyarakat lokal, atau pengembangan agroekowisata yang mencakup pemberdayaan masyarakat lokal.
Pemberdayaan masyarakat dalam konteks pembangunan pedesaan yang diwujudkan dalam bentuk pemberian bantuan dan pengetahuan fisik pada
petani hanya pada tahap pengenalan awal. Atau dapat dikatakan, pendekatan pemberdayaan semacam ini yang dilakukan secara terus-menerus oleh petugas
pemerintah bukan saja akan membuat partisipasi petani menjadi sangat dangkal atau shallow participation, dan tidak akan mempunyai pengaruh positif
terhadap penguatan modal sosial bagi petani dan masyarakat setempat Malvicini and Sweetser, 2003.
Model atau konsep dan pendekatan pada Gambar 2.5, serta membaca berbagai definisi dan uraian tentang modal sosial maka sesungguhnya hubungan
antara modal sosial dengan pengembangan agroekowisata adalah hubungan yang langsung atau sebab akibat. Ketika modal sosial tersedia, kuat dan memfasilitasi
kerjasama yang menguntungkan, maka akan terjadi peningkatan kinerja agroekowisata melalui peningkatan atraksi wisata, jumlah kunjungan wisatawan,
dan pada gilirannya ikut menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan orang-orang atau petani dan masyarakat yang terlibat di dalamnya.
Pretty 1999 dan Pretty dan Ward 2001 mengemukakan modal sosial adalah “kekompakan orang-orang dalam suatu masyarakat, terbentuk dari
hubungan saling percaya, memberi dan menerima, dan mempertukarkan antar individu, yang memfasilitasi kerjasama; terikat oleh kesamaan aturan, norma, dan
73 sanksi yang disepakati bersama dan diturunkan dari generasi ke generasi;
keterhubungan, jaringan dan kelompok, baik formal maupun informal, horizontal atau vertikal, dan antar individu atau organisasi; dan akses pada lingkup
kelembagaan yang lebih luas dari suatu masyarakat di luar dari rumah tangganya atau masyarakatnya”. Untuk itu pola hubungan antara petani atau masyarakat
dengan agroekowisata dapat digambarkan sebagai berikut. 1
Kelompok atau gabungan kelompok atau bentuk modal sosial lainnya memiliki anggota yang masing-masing memiliki kepercayaan, nilai dan perilakunya
partisipasi dalam kelompok diatur melalui norma atau aturan dalam berinteraksi di dalam dan di luar kelompok. Ketika semua unsur ini positif
saling percaya tinggi diantara anggota dan anggota dengan pengurus, memegang nilai kebersamaan yang kuat, aturan dan norma kelompok efektif,
terjadi saling memberi dan menerima, maka modal sosial akan memiliki kekuatan untuk melakukan kegiatan dan perubahan, dan sebaliknya jika semua
unsur modal sosial ini lemah, maka modal sosial lemah dan tidak mendukung kegiatan yang terkait dengan pengembangan agroekowisata.
Kelompok yang Kohesif ada saling percaya, memiliki nilai tentang pentingnya kerjasama,
diatur interaksinya melalui normaaturan yang efektif dan dikembangkan bersama. Kelompok yang Rapuh interaksi terbatas, tidak ada saling
bertukarreciprocity, karena tidak saling percaya dan terbatasnya nilai kebersamaan serta aturan tidak mendukung
2 Agroekowisata adalah sebuah pendekatan dalam meningkatkan pendapatan
petani melalui penawaran jasa dan barang yang ada di lingkungan usahatani
74 seperti atraksi wisata, home-stay dan produk-produk pertanian. Rancangan dan
impelemntasi program pengembangan agroekowisata yang baik idealnya melibatkan masyarakat melalui kelompok sebagai modal sosial dan
stakeholder lainnya yang ada di tingkat desa, kecamatan dan kabupaten Ende. Partisipasi petani melalui kelompok dapat diakomodir dengan baik ketika
kelompok atau gapoktan sebagai bentuk modal sosial aktif karena unsur- unsurnya mendukung.
3 Apabila kelompok sebagai sebuah modal sosial yang ada di tingkat desa
memiliki kohesifitas yang tinggi, maka kelompok dapat memfasilitasi terbentuknya jaringan kerjasama yang lebih luas dengan stakeholder lainnya
dalam pengembangan agroekowisata. Pemetaan stakeholder seharusnya dilakukan dalam rangka mengetahui semua pihak yang terkait seperti terlihat
pada ilustrasi berikut ini. Dalam konteks ini, maka modal sosial pada lingkup yang lebih luar akan terbentuk, seperti gabungan kelompok tani, asosiasi
pemerhati agroekowisata, komisi pengembangan agroekowisata Kabupaten Ende, dan lainnya. Pada tataran ini maka relevan membahas tentang unsur-
unsur modal sosial yang lebih luas yang mempengaruhi interaksi petani dan kelompok tani dengan pihak lainnya kepercayaan, nilai, norma, aturan yang
mempengaruhi interaksi antar stakeholders. Stakeholder kunci pengembangan agroekowisata Kabupaten Ende menca-
kup beberapa level dan jenis stakeholder. 1 Aparat kabupaten terdiri atas hotel dan travel, dinas pariwisata, dinas pertanian, dan BP4K; 2 Aparat kecamatan
75 yakni UPTD, dan BP3K; 3 Level aparat desa yakni PPL, kelompok tani, petani,
dan P3A. Fakta pada masyarakat desa, banyak program pembangunan, pemerintah
dan lembaga pemrakarsa pembangunan lainnya sering menggunakan kelompok atau organisasi sosial lainnya untuk melancarkan atau melaksanakan program-
program mereka. Ada yang membentuk kelompok baru dan ada yang menggunaan kelompok yang sudah ada sebagai bagian dari modal sosial. Kelompok-kelompok
ini diperankan dalam merubah perilaku anggota dan masyarakat di sekitarnya peran ke bawah, membangun kerjasama dan koordinasi dengan kelompok atau
lembaga lainnya peran ke samping, dan bahkan memberikan masukkan kepada pemerintah dalam pengembangan dan impelementasi kebijakan peran ke atas.