Bentuk modal sosial Modal Sosial
24 sosial, yakni pada level nilai, kultur, persepsi, dan institusi, serta mekanisme,
sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Level Modal Sosial
Sumber : Diadaptasi dari Praktikno, dkk. 2001
Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan, dalam pengertian yang luas, modal sosial bisa berbentuk jaringan sosial atau sekelompok orang yang
dihubungkan oleh perasaan simpati, kewajiban, norma pertukaran, dan civic engagement yang kemudian diorganisasikan menjadi sebuah institusi yang
memberikan perlakuan khsusus terhadap mereka yang dibentuk oleh jaringan untuk mendapatkan modal sosial dari jaringan tersebut. Dalam level mekanis-
menya, modal sosial dapat mengambil bentuk kerjasama sebagai upaya penye- suaian dan koordinasi tingkah laku yang diperlukan untuk mengatasi konflik.
Kahne dan Baeily 1999 membingkai modal sosial dengan kebersamaan yaitu modal sosial dengan karakteristik adanya ikatan yang kuat adanya perekat
sosial dalam suatu sistem kemasyarakatan. Misalnya, kebanyakan anggota keluarga mempunyai hubungan kekerabatan dengan keluarga yang lain yang
mungkin masih berada dalam satu etnis. Disini masih berlaku sistem kekerabatan
Nilai, Kultur, Persepsi : Simpati, kewajiban, kepercayaan,
norma pertukaran
Institusi:
Ikatan antar dan dalam institusi,
jaringan
Mekanisme :
Tingkah laku, kerja sama, sinergi
25 berdasarkan klen. Hubungan kekerabatan ini bisa menyebabkan adanya rasa
empatikebersamaan, mewujudkan rasa simpati, rasa berkewajiban, rasa percaya, resiprositas, pengakuan timbal balik nilai kebudayaan yang mereka percaya.
Dalam komunitas ini, rule of lawaturan main merupakan aturan atau kesepakatan bersama dalam masyarakat, bentuk aturan ini bisa formal dengan
sanksi yang jelas seperti aturan Undang-Undang. Namun ada juga sanksi non formal yang akan diberikan masyarakat kepada anggota masyarakatnya berupa
pengucilan, rasa tidak hormat bahkan dianggap tidak ada dalam suatu lingkungan komunitasnya. Ini menimbulkan ketakutan dari setiap anggota masyarakat yang
tidak melaksanakan bagian dari tanggung jawabnya Kahne dan Bailey, 1999. Hal ini berakibat akan adanya social orderketeraturan dalam masyarakat.
Selanjutnya, adalah tipe perikatan, merupakan suatu ikatan sosial yang timbul sebagai reaksi atas berbagai macam karakteristik kelompoknya. Hal ini muncul
karena berbagai macam kelemahan yang ada di sekitarnya sehingga kelompok masyarakat tersebut memutuskan untuk membangun suatu kekuatan dari
kelemahan yang ada. Aldridge 2001 menggambarkannya sebagai “pelumas sosial”, yaitu
pelancar dari roda-roda penghambat jalannya modal sosial dalam sebuah komunitas. Wilayah kerjanya lebih luas dari pada tipe yang pertama.
Modal sosial bisa bekerja lintas kelompok etnis, maupun kelompok kepentingan. Misalnya “Asosasi Masyarakat Adat Indonesia.” Kelompok ini bisa
beranggotakan seluruh masyarakat adat yang ada di Indonesia, baik di Sumatra,
26 Kalimantan, sampai dengan Papua. Keanggotaannya lebih luas dan tidak hanya
berbasis pada kelompok tertentu Tempo Interaktif Kamis 20 September 2001. Sementara itu secara lebih jelas, Woolcock 2002 mencoba membedakan
tiga macam tipe modal sosial yaitu: 1 Modal Sosial: karakteristik karena adanya
ikatan yang kuat atau perekat sosial seperti antara anggota atau antara anggota keluarga dari kelompok etnis; 2 hubungan yang menjembatani; dan 3 hubungan
sosial yakni menghubungkan karakteristik sosial melalui hubungan antara orang dengan tingkat kekuasaan yang berbeda atau seperti hubungan status sosial antara
elit politik dan masyarakat atau antara individu dari kelas sosial yang berbeda. Ketiga pandangan tersebut sebenarnya merupakan prinsip yang menjadi
dasar pengelompokan modal sosial, seperti yang sudah dibahas sebelumnya. Modal sosial yang mengikat bounding social capital merupakan jenis modal sosial lebih
banyak bekerja secara internal dan solidaritas yang dibangun karenanya menimbulkan kohesi sosial yang lebih bersifat mikro dan komunal karena itu
hubungan yang terjalin di dalamnya lebih bersifat eksklusif. Sedangkan modal sosial yang menjembatani sebaliknya, ia lebih bersifat inklusif dengan lebih
banyak menjalin jaringan dengan potensi eksternal yang melekat padanya. Modal sosial yang menghubungkan social linking merupakan modal sosial yang
bergerak pada tataran lebih luas, karena mereka tidak membedakan kelas dan status sosialnya.
Konferensi tingkat tinggi KTT pembangunan sosial yang dilaksanakan di Kopenhagen Maret 1995, konsep modal sosial menjadi topik yang hangat dan
kata kunci dalam merespon tiga agenda pokok konferensi yakni: mengurangi
27 kemiskinan, menciptakan angkatan kerja yang produktif, dan meningkatkan
integrasi sosial Raharjo, 2001. Gambar 2.2 menunjukkan bahwa modal sosial pada praktiknya tidak hanya membawa dampak positif tapi juga dampak negatif
aktivitas agroekowisata, bila tidak dikelola dengan baik. Munculnya dampak negatif ini, disebabkan oleh keterbatasan dalam modal sosial, antara lain akibat
dari pendekatan, unit analisis, rentang cakupan, dan orientasi analisis yang masih sangat luas dan multidimensional, sehingga menyulitkan dalam pengukuran dan
pengembangan kapasitas modal sosial untuk berperan aktif dalam memberdayakan masyarakat pada segala bidang, termasuk dalam pengembangan agroekowisata.
Gambar 2.2 Interrelasi Modal Sosial dengan Berbagai Faktor
Sumber: diadaptasi dari Hasbullah 2006
Faktor Luar Komunitas 1.
Agama 2.
Globalisasi 3.
Urbanisasi 4.
Politik dan pemerintahan 5.
Kebijakan pemerintah 6.
Pendidikan 7.
Hukum dan UU 8.
Tingkat kriminalitas 9.
Nilai-nilai universal
Modal Sosial 1.
KelompokGroup 2.Identitas Kolektif: Norma
nilai; trust
reciprocity, partisipasi dan proactivity
3. Tujuan bersama
4. Kerja sama kelompok group
collaboration
Faktor Dalam Komunitas 1.
Organisasi sosial dalam komunitas: Kepercayaan
lokal, pola, dan sistem produksi, serta reproduksi,
serta politik lokal
2. Norma dan nilai-nilai
nilai uang, waktu, dan nilai-nilai yang melekat
dalam komunitas
Jaringan Sosial Group and Social Network
1. Typology jaringan Network type : bonding, bridging lingking
2. Struktur jaringan relasi kekuasaan, rentang, besaran, orientasi hubungan, dll
3. Spektrum transaksi jaringan kualitas jaringan network transaction and network qualities:
support strukture, kualitas interaksi
HasilDampak Positif Social Capital
1. Kohesifitas kelompok
2. Memperluas jaringan eskternalitas positif
3. Sikap toleran dan inklusif
4. Meningkatnya ketahanan sosial dan komu-
nitas, mampu mengatasi kerawanan sosial. 5.
Lebih mengoptimalkan pd pembangunan
6. Meningkatnya pengetahuan, ide baru dan
kesejahteraan masyarakat
HasilDampak Negatif Social Capital
1. Eksklusifisme sosial, kesukuan, sektarian
2. Sikap intoleran pada perbedaan pihak lain
3. Hancurnya kesatuan
4. Korupsi nepotisme atas nama kelompok
5. Munculnya hambatan pembangunan
6. Penentangan terhadap perubahaan
28