Pendekatan Semiotik dalam Film
yang diharapkan. Yang paling penting dalam film adalah gambar dan suara : kata yang diucapkan ditambah dengn suara – suara lain yang serentak mengiringi
gambar – gambar dan musik film. Sistem semiotika yang lebih penting lagi dalam film adalah digunakannya tanda – tanda ikonis, yakni tanda – tnda yang
menggambarkan sesuatu. Sobur,2004:128 Menurut Fiske dalam bukunya berjudul Television Cultural, analisis
semiotika pada sinema atau film layar lebar wide screen disetarakan dengan analisis film yang ditayangkan di televisi. Fiske mengkategorikan sign pada film ke
dalam tiga kategori, yakni kode – kode sosial social codes, kode – kode teknis technical codes, dan kode – kode representasirepresentasional codes. Kode –
kode tersebut bekerja dalam sebuah struktur hierarki yang kompleks. Analisis yang dilakukan pada film Bruce Almighty ini dapat terbagi menjadi beberapa level,
yaitu: 1.
Level Realitas reality Pada level ini , realitas dapat berupa penampilan, pakaian dan make up yang
digunakan oleh pemain, lingkungan, perilaku, ucapan, gesture, ekspresi, suara dan sebagainya yang dipahami sebagai kode budaya yang ditangkap
secara elektronik melalui kode - kode teknis.Kode – kde sosial yang merupakan realitas yang akan diteliti dalam penelitian ini, dapat berupa:
a. Penampilan , kostum, dan make up yang digunakan oleh pemain di film
Bruce Almighty. Dalam penelitian ini tokoh yang menjadi objek penelitian adalah Tuhan. Bagaimana pakaian dan tata rias yang mereka
gunakan , serta apakah kostum dan make up yang ditampilkan tersebut memberikan signifikasi tertentu menurut kode sosial dan cultural.
b. Lingkungan atau setting yang ditampilkan dalam cerita tersebut,
bagaimana symbol – symbol yang ditonjolkan serta fungsi dan makna didalamnya.
c. Dialog berupa apa makna dari kalimat – kalimat yang diucapkan dalam
dialog. 2.
Level Representasi representation Level representasi meliputi kerja kamera, pencahayaan, editing, music dan
suara yang ditransmisikan sebagai kode – kode representasi yang bersifat konvensional. Bentuk – bentuk representasi dapat berupa cerita , konflik,
karakter, action, dialog, setting, casting dan sebagainya. Level representasi meliputi:
a. Teknik Kamera
Ada tiga jenis shot gambar yang paling dasar yaitu meliputi: 1. Long Shot LS , yaitu shot gmbar yang jika objeknya adalah manusia
maka dapat diukur antara lutut kaki hingga sedikit ruang di atas kepala. Dari jenis shot ini dapat dikembangkan lagi yaitu Extreme Long shot ELS ,
mulai dari sedikit ruang dibawah kaki hingga ruang tertentu di atas kepala. Pengambilan gambar long shot ini menggambarkan dan memberikan
informasi kepada penonton mengenai penampilan tokoh termasuk pada body language , ekspresi tubuh , gerak cara berjalan dan sebagainya dari
ujung rambut sampai ujung kaki yang kemudian mengarah pada karakter serta situasi dan kondisi yang sedang terjadi pada adegan itu.
2. Medium Shot MS , yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah manusia, maka dapat diukur sebatas dada hingga sedikit ruang diatas
kepala. Dari Medium Shot dapat dikembangkan lagi, yaitu wide medium shot WMS, gambar medium shot tetapi agak melebar kesamping kanan
kiri. Pengambilan gambar medium shot menggambarkan dan memberikan informasi kepada penonton tentang ekspresi dan karakter, secara lebih dekat
lagi dibanding long shot. 3. Close- up CU, yaitu shot gambar yang jika objeknya adalah manusia,
maka dapat diukur dari bahu hingga sedikit ruang di atas kepala. Pengambilan gambar close up menggambarkan dan memberikan informasi
kepada penonton tentang penguatan ekspresi dan dialog penting untuk lebih diperhatikan penonton.
4. Extreme close-up, menggambarkan secara details ekspresi pemain dari suatu peristiwa lebih detail pada ekspresi tubuh, contohnya mata, bibir,
tangan dan sebagainya b.
Teknik Kamera : Perpindahan
Zoom : Perpindahan tanpa memindahkan kamera , hanya lensa difokuskan untuk mendekati objek. Biasanya digunakan untuk
memberikan kejutan pada penonton.
Following Pan : Kamera beputar untuk megikuti perpindahan objek. Kecepatan perpindahan terhadap subjek menghasilkan mood tertentu
yang menunjukkan hubungan penonton dengan subjeknya.
Tracking dollying : Perpindahan kamera secara pelan menuju atau menjauhi objek berbeda dengan zoom. Kecepatan tracking
mempengaruhi perasaan penonton, jika dengan cepat terutama tracking in menunjukkan ketertarikan, demikian sebaliknya.
c. Pencahayaan
Cahaya menjadi salah satu unsur media visual, karena dengan cahayalah informasi bisa dilihat. Cahaya ini pada mulanya informasi bisa dilihat.
Cahaya ini pada mulanya hanya merupakan unsur teknis yang membuat benda bisa dilihat. Maka penyajian film juga , pada mulanya disebut
sebagai “painting with light” , melukis dengan cahaya. Namun dalam perkembangan bertutur dengan gambar, ternyata fungsinya berkembang
semakin banyak. Yakni mampu menjadi informasi waktu, menunjang mood atau atmosfir set dan bisa menunjang dramatic adegan.
d. Penataan Suara
Dalam penelitian ini, peneliti hanya akan membahas lebih lanjut tentang penggunaan voice over yang sering di munculkan di beberapa scene
film Bruce Almighty. Voice Over V.O adalah suara – suara diluar kamera, dapat berupa narasi atau penuturan seorang tokoh.
Effendy,2002:155. Voice over sering digunakan sebagai penjelasan suatu cerita yang berasal dari sudut pandang orang pertama.
Sound Effect SFX : Untuk memberikan tambahan ilusi pada suatu
kejadian.
Music : Untuk mempertahankan kesan dari suatu fase untuk mengiringi suatu adegan, warna emosional pada music turut
mendukung keadaan emosional suatu adegan.
e. Teknik Editing
Cut : Perubahan secara tiba – tiba dari suatu pengambilan, dari suatu
sudut pandang atau lokasi lainnya. Ada bermacam – macam cut yang mempunyai efek untuk merubah scene, mempersingkat waktu ,
memperbanyak point of view atau membentuk kesan terhadap image atau ide.
Jump cut : Melakukan pemotongan dari suatu pengambilan gambar
ke gambar lainnya pada sebuah film tanpa ada penyesuaian Effendy,2002:140. Untuk membuat suatu adegan yang dramatis.
Motivated Cut : Bertujuan untuk membuat penonton untuk segera
ingin memiliki adegan selanjutnya yang tidak ditampilkan sebelumnya.
3. Level Ideology ideology
Pada level ketiga ini semua elemen diorganisasikan dalam koherensi dan kode-kode ideology, seperti individualisme, liberalisme, sosialisme,
patriarki, ras, kelas, materialisme, feminisme, maskulinitas, kapitalisme dan sebagainya. Menurut Gianetti menjelaskan ideology dalam sebuah film
sebagai bentuk nilai-nilai yang tersirat dalam setiap hasil atau produk buatan manusia termasuk didalam pembuatan sebuah film. Setiap film
menyajikan kepada kita model-model peran, nilai-nilai moral, berdasarkan rasa kebenaran dan kesalahan menurut si pembuat film tersebut.