1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas penulis menarik suatu rumusan masalah yaitu untuk mengetahui Bagaimana Penggambaran parodi
Tuhan dalam film Bruce Almighty yang telah menimbulkan kontroversi ?
1.3 Tujuan Penelitian
Peneliti bertujuan untuk mengetahui bagaimana penggambaran parodi Tuhan dalam film Bruce Almighty dengan menggunakan metode penelitian
semiotika.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian nantinya diharapkan dapat memberikan masukan pada perkembangan serta pendalaman studi komunikasi mengenai analisis penokohan
dalam film Bruce Almighty dengan pendekatan semiotik dan menggunakan teori Roland Barthes.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian yang diperoleh dapat dimanfaatkan sebagai referensi dalam menginformasikan tentang persepsi kita dalam merepresentasikan makna - makna
yang terkandung dalam sebuah film.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Film Sebagai Komunikasi Massa
Pengertian film menurut Undang – Undang nomor 8 tahun 1992 81992, tanggal 30 maret 1992 Jakarta, tentang : perfilman, pasal 1. Film adalah karya
cipta seni dan budaya yang merupakan media komunikasi massa pandang – dengar yang dibuat berdasarkan sinematografi dengan direkam pada pita seluloid, pita,
video dan bahan hasil penemuan teknologi lainnya dalam bentuk, jenis ukuran melalui proses kimiawi , proses elektronik atau proses lainnya dengan atau tanpa
suara yang dapat dipertunjukkan dan ditayangkan dengan sistem proyeksi mekanik, elektronik atau lainnya.
Film merupakan media untuk komunikator , yang dalam hal ini adalah orang yang memiliki ide cerita atau creator untuk menyampaikan gagasannya
tentang sesuatu , yaitu apa yang menjadi tema suatu film yang dibuat. Film berperan sebagai sarana baru yang digunakan untuk menyebarkan hiburan yang
telah menjadi kebiasaan yang terdahulu, serta menyajikan cerita, peristiwa, musik, drama, lawak dan sajian teknis lainnya kepada masyarakat umum .
McQuail,1994:13 Media massa sudah lama dianggap sebagai media pembentuk masyarakat,
demikian halnya dengan film. Film selalu mempengaruhi dan membentuk masyarakat berdasarkan muatan pesan message dibaliknya, tanpa pernah berlalu
sebaliknya. Kritik yang muncul terhadap perspektif ini didasarkan atas argument
bahwa film adalah potret dari masyarakat dimana film itu dibuat. Karena film selalu merekam realita yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat dan kemudian
memproyeksikannya ke atas layar. Sobur,2003:127 Sebuah film dibuat untuk para penontonnya dan akan bertahan selama
penonton merasa film tersebut merupakan karya yang dapat diterima selama penonton merasa film tersebut merupakan karya yang dapat diterima di tengah–
tengah mereka. Oleh karena film harus mampu menarik perhatian penontonnya, maka film harus mampu meresonansi mimpi, hal-hal yang ditakutkan dan perhatian
sosial penonton, selain itu film juga harus mengindahkan nilai–nilai , konflik, dan ideology sosial masyarakat penontonnya.
Pesan–pesan dalam film yang dikemas sedemikian rupa, juga mempermudah audience atau khalayak untuk mencerna dan menerima maksud
yang dicoba untuk disampaikan kepada mereka. Saat film sosial di produksi kemudian dilempar ketengah masyarakat dan
dimainkan di bioskop, film tersebut seutuhnya sudah menjadi milik masyarakat. Penonton yang memberikan makna penafsiran penonton memiliki kekuasaan
absolute untuk memaknai film yang bau saja ditontonnya, bahkan tidak harus sama dengan maksud sutradara. Semakin cerdas penonton itu menafsirkan maka semakin
cerdas pula film itu memberikan makna. Marxist memandang bahwa melalui film juga dapat mengubah cara berpikir seseorang.