Latar Belakang Pengaruh Lama Kerja dan Pola Asuh Penenun Ulos Terhadap Status Gizi Balita di Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Keberhasilan pembangunan suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumberdaya manusia SDM yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima, serta cerdas. Bukti empiris menunjukkan bahwa hal ini sangat ditentukan oleh status gizi yang baik, dan status gizi yang baik ditentukan oleh jumlah asupan pangan yang dikonsumsi. Menurut Soekirman 2000 masalah gizi kurang dan buruk dipengaruhi langsung oleh faktor konsumsi pangan dan penyakit infeksi. Disamping itu secara tidak langsung dipengaruhi oleh ketersediaan pangan, faktor sosial-ekonomi, budaya, politik dan pola asuh balita yang kurang memadai. Menurut Krisnatuti 2007 pada umumnya, balita yang tidak memperoleh makanan bergizi dalam jumlah yang memadai sangat rentan terhadap penyakit, terutama diare. Partisipasi ataupun peranan seorang ibu sangat dibutuhkan dalam pemberian masukan gizi pada anaknya, selain itu kemiskinan merupakan masalah dalam penyediaan makanan yang dibutuhkan. Masalah kurang gizi pada balita bila tidak ditangani secara serius akan mengalami masalah gizi buruk. Waktu balita masih kekurangan gizi, sebaiknya segera diatasi dengan memberikan asupan gizi yang cukup. Tetapi kalau sudah gizi buruk harus ditangani secara medis. Keterlibatan keluarga selama 24 jam mendampingi balita yang menderita kekurangan gizi, perhatian cukup dan pola asuh Universitas Sumatera Utara balita yang tepat praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi akan memberi pengaruh yang besar dalam memperbaiki status gizinya, karena masa balita usia 1-5 tahun balita adalah masa dimana balita sangat membutuhkan makanan dan gizi dalam jumlah yang cukup dan memadai. Kekurangan gizi pada masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang. Pada masa ini juga, balita masih benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya. Pengasuhan berasal dari kata asuh to rear yang mempunyai makna menjaga, merawat dan mendidik balita yang masih kecil. Menurut Wagnel dan Funk dalam Sunarti 2009 menyebutkan bahwa mengasuh itu meliputi menjaga, memerhatikan serta memberi bimbingan menuju pertumbuhan ke arah kedewasaan. Kurangnya perhatian pada proses tumbuh kembang usia balita akan menyebabkan status gizi balita menjadi kurang baik. Menurut Bahar 2002 pengasuhan balita meliputi aktivitas perawatan terkait gizipenyiapan makanan dan menyusui, pencegahan dan pengobatan penyakit, memandikan anak, membersihkan pakaian balita dan membersihkan rumah. Pola asuh ibu praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi terhadap bayi sangat penting artinya bagi tumbuh kembang bayi. Selain pola asuh tak kalah pentingnya yang memengaruhi status gizi balita adalah lama kerja ibu. Lama kerja merupakan sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh tenaga kerja dalam jangka waktu tertentu. Hal ini membuat peranan ibu sebagai ibu rumah tangga terabaikan, karena ibu ditambah Universitas Sumatera Utara lagi pekerjaan tambahan yang seharusnya ibu mengasuh anak, tetapi dengan adanya pekerjaan tambahan yang harus diselesaikan membuat ibu kurang memiliki waktu untuk mengasuh anak. Pola asuh praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi sebenarnya tidak dipengaruhi ibu bekerja atau tidak bekerja, hal ini lebih ditentukan oleh kualitas pengasuhan dari ibu. Banyak ibu bekerja yang merasa dilema karena tidak bisa menyeimbangkan antara kehidupan keluarga dan pekerjaan. Ada yang akhirnya memilih untuk berhenti bekerja dan menjadi ibu rumah tangga sepenuhnya untuk mengurangi tekanan dan stres. Faktanya, menurut penelitian terbaru, ibu yang bekerja tidak menurunkan kualitasnya sebagai orangtua dan tidak juga menambah tingkat stres. Seperti dilansir dari Daily Mail Berdasarkan hasil penelitian Harsiki 2002 bahwa pola pengasuhan balita balita pada keluarga miskin pedesaan dan perkotaan di propinsi Sumatera Barat adalah 57,1 pada kategori kurang. Pola asuh balita yang kurang akan mempunyai , penelitian ini dilakukan oleh The National Bureau of Economic Research NBER, yang mengumpulkan informasi dari berbagai keluarga di Amerika Serikat untuk menilai kualitas kehidupan keluarga. Para peneliti menganalisis di antara ibu rumah tangga dan ibu yang bekerja setelah melahirkan, ibu yang bekerja setelah cuti melahirkan tingkat stres dan depresinya lebih tinggi dibandingkan ibu yang tidak bekerja, tetapi levelnya akan menurun seiring dengan kesibukan pekerjaan. Ibu yang bekerja penuh waktu, juga tidak menurunkan kualitasnya sebagai orangtua. Universitas Sumatera Utara resiko balita batita KEP 1,5 kali dibandingkan dengan balita dengan pola asuh cukup. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pola asuh adalah pendidikan ibu, pekerjaan ibu, umur dan tingkat pengetahuan ibu. Balita yang mendapatkan kualitas pengasuhan yang lebih baik, besar kemungkinan akan memiliki angka kesakitan yang rendah dan status gizi yang relatif lebih baik. Hal ini menunjukkan bahwa pengasuhan merupakan faktor penting dalam status gizi dan kesehatan balita. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Karyadi 1985 bahwa situasi pemberian makan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan balita. Selanjutnya menurut Widayani 2001, ada hubungan yang sangat kuat antara pola asuh dengan status gizi batita. Menurut Satoto dalam Harsiki 2002, faktor yang cukup dominan yang menyebabkan meluasnya keadaan gizi kurang ialah perilaku yang kurang benar dikalangan masyarakat dalam memilih dan memberikan makanan kepada anggota keluarganya, terutama pada anak-anak. Memberikan makanan dan perawatan balita yang benar mencapai status gizi yang baik melalui pola asuh yang dilakukan ibu kepada anaknya akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Selanjutnya Engle 1997 mengatakan bahwa praktek pengasuhan ditingkat rumah tangga adalah memberikan perawatan kepada balita dengan pemberian makanan dan kesehatan melalui sumber-sumber yang ada untuk kelangsungan hidup anak, pertumbuhan dan perkembangan. Perawatan balita sampai tiga tahun merupakan periode yang paling penting bagi anak-anak. Seorang balita perlu mendapatkan perawatan dan pengasuhan yang tepat dalam masa tiga tahun pertama Universitas Sumatera Utara karena masa tersebut merupakan masa yang kritis bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Untuk mencapai tingkat perkembangan otak yang maksimal maka dibutuhan berbagai macam nutrisi sejak bayi tersebut dalam kandungan dan harus berlanjut minimal sampai berusia 3 tahun. Selain pola asuh praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi, tidak kalah pentingnya lama kerja dari ibu juga memengaruhi status gizi balita. Menurut Haryanto 2004, lama kerja merupakan jumlah kegiatan yang harus diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok orang selama periode waktu tertentu dalam keadaan normal Menurut Anoraga 2005, wanita sebagai pekerja mempunyai potensi dan hal ini sudah dibuktikan dalam dunia kerja yang tidak kalah dengan pria. Sebagai pekerja, masalah yang dihadapi wanita lebih berat dibandingkan pria. Karena dalam diri wanita lebih dahulu harus mengatasi urusan keluarga, suami, balita dan hal-hal lain yang menyangkut keperluan rumah tangganya. Pada kenyataannya cukup banyak wanita yang tidak mampu mengatasi masalah itu, sekalipun mempunyai kemampuan teknis cukup tinggi. Kalau wanita tidak pandai menyeimbangkan peran ganda tersebut akhirnya balita akan terlantar. . Lama kerja yang dialami seorang ibu akan berhubungan dengan pola asuh pada anak. Dengan lama kerja ibu yang berlebih akan mengalami waktu sedikit untuk mengasuh anaknya. Menurut Moehji 1995, ibu yang sudah mempunyai pekerjaan penuh tidak lagi dapat memberikan perhatian penuh terhadap balita, apalagi untuk mengurusnya. Meskipun tidak semua ibu bekerja tidak mengurus anaknya, akan tetapi kesibukan Universitas Sumatera Utara dan lama kerja yang ditanggungnya dapat menyebabkan kurangnya perhatian ibu dalam menyiapkan hidangan yang sesuai untuk balitanya. Karena itu didalam sebuah penelitian menunjukkan bahwa seringkali terjadi ketidaksesuaian antara konsumsi zat gizi terutama energi dan protein dengan kebutuhan gizi pada kelompok balita yang berusia diatas 1 tahun. Menurut Pudjiadi 2003, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya KEP adalah para ibu yang menerima pekerjaan tetap sehingga harus meninggalkan balitanya dari pagi sampai sore, anak-balita terpaksa ditinggalkan dirumah sehingga jatuh sakit dan tidak mendapatkan perhatian, dan pemberian makanan tidak dilakukan dengan semestinya. Alangkah baiknya bila badan yang bergerak dibidang sosial menampung bayi dan anak-balita kecil yang ditinggal bekerja seharian penuh di balai desa, gereja, atau tempat lain untuk dirawat dan diberi makanan yang cukup baik. Secara kultural di Indonesia ibu memegang peranan dalam mengatur tata laksana rumah tangga sehari-hari termasuk hal pengaturan makanan keluarga. Ibu menjadi aktor penting menghidupi anak-anaknya. Sehingga dapat dilihat balita yang dibesarkan dengan pola pengasuhan yang tidak baik ditambah lagi dengan lingkungan yang kurang baik pula maka status gizinya akan lebih buruk dibandingkan dengan balita dengan pola asuh yang baik. Untuk mengetahui bagaimana pola asuh balita dan kaitannya dengan keadaan gizi balita maka peneliti merasa perlu melakukan penelitian di Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir. Universitas Sumatera Utara Menurut Popkin dalam Harsiki, T 2002 ibu rumah tangga adalah penentu utama dalam pengembangan sumber daya manusia dalam keluarga dan pengembangan diri balita sebelum memasuki usia sekolah. Namun berdasarkan pengatamatan dilapangan ibu rumah tangga yang bekerja sebangai penenun ulos, kurang memperhatikan pola asuh pada anaknya, karena lama kerja sebagai penenun ulos yang membutuhkan waktu yang banyak untuk menyelesaikan pekerjaan. Penelitian Sanjaja 2001 meneliti faktor yang berperan dalam status balita adalah faktor ibu yaitu lama kerja yang dialami ibu dan pola asuh anak. Ibu yang bekerja akan berefek pada pola asuh anaknya praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi, pekerjaan dapat menyebabkan perubahan dalam memberikan asupan makanan. Ibu yang bekerja sebenarnya akan meningkatkan pendapatan keluarga, namun akan menurunkan pola asuh karena kekurangan waktu yang selalu sibuk dengan pekerjaannya. Pada masa sekarang banyak ibu rumah tangga yang bekerja, para ibu tersebut mempunyai tanggung jawab yang lebih besar yaitu sebagai ibu rumah tangga termasuk kesempatan untuk mengasuh balitanya menjadi berkurang. Berdasarkan penelitian Monk 1996, bertambahnya lama kerja ibu menyebabkan alokasi waktu ibu untuk kegiatan pengasuhan balita dan menyiapkan makanan bagi balitanya berkurang dan akhirnya balita ada yang diasuh oleh anggota keluarga yang lain dan ada yang dibiarkan. Di Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir terdapat sejumlah industri rumah tangga penenun ulos yang merupakan wadah lapangan pekerjaan bagi tenaga Universitas Sumatera Utara kerja khususnya wanita yaitu menenun benang menjadi ulos yang akan dipasarkan. Di kecamatan ini terdapat 35 ibu rumah tangga atau ibu-ibu yang bekerja menenun ulos sebagai pekerjaan utamanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga, waktujam bekerja ibu bervariasi, namun secara umum rata-rata mereka mulai bekerja jam 07.00 wib sampai jam 18.00 wib dan dilanjutkan lagi pada malam hari. Pekerjaan menenun ulos ini menyita waktu ibu untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga ibu-ibu yang memiliki balita akan memiliki waktu yang kurang untuk mengasuh balita mereka akibat lama kerja yang dimiliki sehingga akan memengaruhi pola asuh pada balita praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi. Pekerjaan suami para penenun ulos ada yang bekerja sebagai petani, wiraswasta, PNS dan banyak juga yang bekerja sebagai penenun ulos. Keadaan sosial ekonomi keluarga rata-rata menengah ke bawah sehingga keluarga terutama ibu lebih fokus ke pekerjaan untuk menenun ulos sebagai sumber ekonomi utama dari keluarga. Hasil wawancara dari 10 orang ibu yang bekerja sebagai penenun ulos bahwa pekerjaan sebagai penenun ulos membutuhkan waktu yang sangat banyak dengan rata-rata 10-12 jamhari, sehingga membuat ibu kurang waktu untuk mengasuh anaknya. Ibu bekerja di rumah masing-masing, karena tempat bekerja sebagai penenun ulos berada di rumah, namun ibu lebih banyak menuangkan waktu terhadap tenunan dan balita mereka rata-rata diasuh oleh anggota keluarga yang berada di rumah. Universitas Sumatera Utara Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan peneliti di Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir dengan menggunakan data dari Dinas Kesehatan diperoleh bahwa pada tahun 2009 persentase balita dengan gizi kurang sebanyak 5, pada tahun 2010 dilaporkan sebesar 4,3 balita dengan gizi kurang dan pada tahun 2011 dilaporkan sebesar 5,5 balita dengan gizi kurang Dinkes Tobasa, 2011. Melihat data tersebut bahwa balita di Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir mengalami penurunan status gizi dari tahun ke tahun. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh pola asuh balita yang kurang baik yang diperoleh balita praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi dan lama kerja ibu sebagai penenun ulos yang membutuhkan waktu bekerja yang cukup banyak sehingga kurang dalam pengasuhan anak. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk meneliti pengaruh lama kerja dan pola asuh praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi penenun ulos terhadap status gizi balita di Kecamatan Laguboti Kabupaten Toba Samosir.

1.2. Permasalahan