BAB 5 PEMBAHASAN
5.1. Gambaran Status Gizi Balita Keluarga Penenun Ulos di Kecamatan Lagoboti Kabupaten Tobasa
Hasil penelitian pada keluarga penenun ulos ditemukan balita dengan status gizi kategori berat badan tidak normal sebesar 20,0, tinggi badan kategori tidak
normal 40,0 dan status gizi kategori tidak normal 11,4. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa status gizi balita pada keluarga yang berkerja sebagai penenun
ulos masih perlu mendapat perhatian. Dalam hal ini status gizi balita keluarga penenun ulos di Kecamatan Laguboti
Kabupaten Tobasa berhubungan dengan praktek pemberian makan ibu sebagai penenun ulos dan praktek perawatan dasar pada balita. Praktek pemberian makan
pada balita selain mengandung kualitas dan kuantitas yang cukup untuk menghasilkan kesehatan yang baik, tidak kalah pentingnya dengan perhatian dan
pengawasan langsung dari ibu terutama dalam hal praktek pemberian makan. Status gizi pada balita dapat berdampak terhadap pertumbuhan fisik maupun
mentalnya. Anak dengan status gizi kurang akan kelihatan pendek, kurus jika dibandingkan teman-temannya sebaya yang lebih sehat. Untuk mengatasi gizi kurang
pada balita memerlukan peranan dari orang tua dalam pengasuhan balita dan praktek pemberian makan.
Universitas Sumatera Utara
5.2. Pengaruh Faktor Lama Kerja terhadap Status Gizi di Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa
Hasil penelitian tentang variabel lama kerja ibu yang berlebih ditemukan dengan persentase status gizi tidak normal sebesar 17,6. Uji statistik regresi logistik
ganda menunjukkan variabel lama kerja tidak berpengaruh terhadap status gizi balita. Mengacu pada hasil uji tersebut dapat dijelaskan semakin banyak waktu ibu bekerja
menenun ulos maka belum tentu akan meningkatkan status gizi tidak normal pada balita. Hal ini berarti bukan tidak penting memperhatikan lama kerja seorang ibu,
namun ada variabel lain yang lebih berpengaruh pada status gizi balita. Lama kerja ibu penting diperhatikan karena seorang balita akan memerlukan waktu yang cukup
banyak dari seorang ibu dalam memenuhi kebutuhan balita. Dalam penelitian ini lama kerja ibu penenun ulos banyak yang berlebih 8jamhari, hal ini akan
menyebabkan kekurangan waktu untuk memperhatikan segala kebutuhan balita karena tersita dengan pekerjaan ibu untuk menyelesaikan tenunan.
Ibu penenun ulos bekerja menenun ulos sebagai pekerjaan utamanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga, waktujam bekerja ibu bervariasi, namun
secara umum rata-rata mereka mulai bekerja jam 07.00 wib sampai jam 18.00 wib dan dilanjutkan lagi pada malam hari. Pekerjaan menenun ulos ini menyita waktu ibu
untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga ibu-ibu yang memiliki balita akan memiliki waktu yang kurang untuk mengasuh balita mereka akibat lama kerja yang
dimiliki sehingga akan memengaruhi pola asuh pada balita praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi.
Universitas Sumatera Utara
Ibu penenun ulos dengan lama kerja 8 jamhari sebesar 48,6. Akibat lama kerja yang dimiliki oleh ibu sehingga balita lebih banyak diasuh oleh anggota
keluarga lainnya dan bahkan ada yang tidak mendapat asuhan dari anggota keluarga sama sekali, sedangkan ibu yang bekerja 8 jamhari masih menyempatkan diri
untuk melihat dan mengasuh anak di sela-sela waktu dalam menenun ulos. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa ibu yang bekerja sebagai penenun
ulos tentu saja waktu untuk mengasuh balita akan lebih sedikit dan setiap hari ibu tidak dapat mengawasi secara langsung terhadap pola makanan sehari-hari anak
balitanya sehingga makanan balita diserahkan kepada pengasuh anak, pembantu rumah tangga, keluarga ataupun tempat penitipan anak, dengan demikian mereka
merupakan orang yang penting pada saat ibu bekerja. Hasil ini mengindikasikan bahwa ibu yang bekerja sebagai penenun ulos
cenderung memiliki balita yang bergizi normal lebih kecil dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja. Hali ini dikarenakan ibu bekerja sebagai penenun ulos akan
berdampak terhadap waktu yang disediakan untuk merawat anak sehingga berpengaruh terhadap status gizi balita.
Lama kerja merupakan beban aktivitas fisik, mental, sosial yang diterima oleh seseorang yang harus diselesaikan dalam waktu tertentu, sesuai dengan kemampuan
fisik, maupun keterbatasan pekerja yang menerima beban tersebut. Menurut Herrianto 2010 menyatakan bahwa lama kerja adalah sejumlah
kegiatan yang harus diselesaikan oleh seseorang ataupun sekelompok orang, selama periode waktu tertentu dalam keadaan normal dan lama kerja berlebih, timbul sebagai
Universitas Sumatera Utara
akibat dari kegiatan yang terlalu banyak diberikan kepada tenaga kerja untuk diselesaikan dalam waktu tertentu.
Hal ini tidak sesuai dengan penelitian Sanjaja 2001 meneliti faktor yang berperan dalam status balita adalah faktor ibu yaitu lama kerja yang dialami ibu. Ibu
yang bekerja akan berefek pada pola asuh anaknya praktek pemberian makanan, praktek perawatan dasar anak, praktek hygiene dan sanitasi, pekerjaan dapat
menyebabkan perubahan dalam memberikan asupan makanan. Ibu yang bekerja sebenarnya akan meningkatkan pendapatan keluarga, namun akan menurunkan pola
asuh karena kekurangan waktu karena kadang-kadang ibu sibuk dengan pekerjaannya.
Selain itu berdasarkan penelitian Monk 1996, bertambahnya lama kerja ibu menyebabkan alokasi waktu ibu untuk kegiatan pengasuhan balita dan menyiapkan
makanan bagi balitanya berkurang dan akhirnya balita ada yang diasuh oleh anggota keluarga yang lain dan ada yang dibiarkan balita dengan sendirinya makan tanpa
diasuh oleh orang lain.
5.3. Pengaruh Faktor Pola Asuh Terhadap Status Gizi di Kecamatan Laguboti Kabupaten Tobasa