APLIKASI KOMPOS LIMBAH KULIT BIJI KOPI SEBAGAI PENGGANTI PUPUK KANDANG PADA BUDIDAYA STROBERI (Fragaria x ananassa)

(1)

SKRIPSI

Oleh:

Erningtyas Sumintari 20120210114

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA


(2)

i SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Memperoleh Derajat Sarjana Pertanian

Oleh:

Erningtyas Sumintari 20120210114

Program Studi Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA


(3)

(4)

iii

“Jika seseorang bepergian dengan tujuan untuk mencari ilmu, maka Allah SWT akan menjadikan perjalanannya bagaikan perjalanan menuju surga” – Nabi

Muhammad SAW

“Maka sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain). Dan hanya kepada

Tuhanmulah engkau berharap.” (QS. Al-Insyirah,6-8)

“Pendidikan merupakan senjata yang paling mematikan di dunia, karena dengan Pendidikan mampu mengubah dunia” – Nelson Mandela

Ilmu itu diperoleh dari lidah yang gemar bertanya serta akal yang suka berfikir –Abdullah bin Abbas

The important thing is not stop questioning - Albert Einstein

The future belongs to those who believe in the beauty of their dreams - Eleanor Roosevelt


(5)

iv

Sembah sujud serta syukur kepada Allah SWT. Taburan cinta dan kasih sayang-Mu telah memberikanku kekuatan serta memperkenalkanku dengan kesabaran. Atas karunia serta kemudahan yang Engkau berikan akhirnya skripsi yang sederhana ini dapat terselesaikan. Sholawat dan salam selalu terlimpahkan keharibaan Rasullah Muhammad SAW.

Kupersembahkan karya sederhana ini kepada orang yang sangat kukasihi dan kusayangi. Ibu dan Ayah Tercinta

Sebagai tanda bakti, hormat, dan rasa terima kasih yang tiada terhingga kupersembahkan karya kecil ini kepada Ibu dan Ayah yang telah memberikan kasih sayang, segala dukungan, dan cinta kasih yang tiada terhingga yang tiada mungkin dapat kubalas hanya dengan selembar kertas yang bertuliskan kata cinta dan persembahan. Sungguh aku tak mampu menggantikan kasihmu dengan apapun, tiada yang dapat kuberikan agar setara dengan pengorbananmu padaku, kasih sayangmu tak pernah bertepi cintamu tak pernah berujung...tiada kasih seindah kasihmu, tiada cinta semurni cintamu, kepadamu ananda persembahkan salam yang harumnya melebihi kasturi, yang sejuknya melebihi embun pagi, hangatnya seperti mentari di waktu dhuha, salam suci sesuci air telaga kautsar yang jika diteguk akan menghilangkan dahaga selalu menjadi penghormatan kasih dan cinta yang tidak pernah pudar dan berubah dalam segala musim dan peristiwa. terimalah keberhasilan berwujud gelar persembahanku sebagai bukti cinta dan tanda baktiku...

Terima Kasih Ibu.... Terima Kasih Ayah...

My little Brother

Untuk Adikku, walaupun persaudaraan kerap kali diwarnai dengan pertengkaran, perkelahian, kata kata makian, perdebatan bersama. Namun di balik itu semua terdapat cinta dan kasih yang tulus dari


(6)

v

kita dirumah lihat foto dua anaknya pakai toga semua. Doakan selalu kakamu ini ya brother.

Dosen Pembimbing Skripsiku...

Ibu Ir. Titiek Widyastuti, M.S dan Bapak Ir. Mulyono, M.P selaku dosen pembimbing skripsi saya, yang selama ini telah tulus dan ikhlas meluangkan waktunya untuk menuntun dan mengarahkan saya, memberikan bimbingan dan pelajaran yang tiada ternilai harganya, agar saya menjadi lebih baik. Semoga Allah selalu melindungi serta meninggikan derajat ibu dan bapak di dunia maupun di akhirat. Dan semoga ilmu yang telah diajarkan menuntun saya menjadi manusia yang berharga di dunia dan bernilai di akhirat.

Teman dan sahabatku

Teruntuk teman seperjuangan agroteknologi C angkatan 2012 yang begitu unik dan istimewa. Kawan, kita pernah melewati masa-masa sulit ketika berkuliah. Masih lekat dibenakku ketika dulu tahun pertama, ego telah mengalahkan makna persahabatan. Hingga akhirnya seiring berjalannya waktu, cinta itu pun membuncah di hati. Saya senang bisa mengenal kalian. Terima kasih untuk waktu empat tahun ini.

Teruntuk sahabat-sahabat SUPERku Pak Raden, Boss Ikhsan, Wo Nofison, Emak Ifa, and Dewi. Saya ucapkan terima kasih untuk persaudaraan yang selama ini ditawarkan. Sungguh kebersamaan yang kita bangun selama ini telah banyak merubah kehidupanku. Kemarahan kalian telah menuntunku menuju kedewasaan, senyuman kalian telah membuka cakrawala dunia dan melepaskan belenggu-belenggu ketakutanku, tetes air mata yang mengalir di pipi kalian telah mengajariku arti kepedulian yang sebenarnya, dan gelak tawa kalian telah membuatku bahagia. Terima kasih kalian sudah menjadi saudara yang sederhana, hangat, dan memberikan banyak semangat kepada saya selama mengerjakan skripsi. kebaikan kalian terlalu banyak untuk saya . Maaf ya kalau saya terlalu sering merepotkan dan membuat kecewa karena kita tidak jadi wisuda bareng. Wish you luck. Terima kasih kepada; Septia orang yang membuat saya nyaman untuk berdiskusi tentang banyak hal. Kita saling menyemangati, kita saling berbagi informasi baik tentang kuliah maupun kehidupan (fashion, kuliner dan tempat liburan untuk refreshing kala stress saat kulaih) dan kita menjadi partner yang baik,. Saling mendokan ya Jeng!


(7)

(8)

vii

rahmat, kekuatan, kasih sayang serta hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Skripsi ini berjudul Aplikasi Kompos Limbah Kulit Biji Kopi Sebagai Pengganti Pupuk Kandang Pada Budidaya Stroberi (Fragaria x ananassa). Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ir. Sarjiyah, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian dan dosen pembimbing akademik yang telah memberi masukan dan dorongan dalam studi penulis. 2. Ir. Titiek Widyastuti, M.S. selaku dosen pembimbing I dan Ir. Mulyono, M.P.

selaku dosen pembimbing II yang telah dengan penuh kesabaran dan semangat memberikan bimbingan, dan saran kepada penulis sejak usulan penelitian, pelaksanaan percobaan hingga penulisan skripsi ini selesai.

3. Ir. Hariyono, M.P. selaku dosen Penguji, terima kasih atas kritik, saran dan bimbingannya dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

4. Bapak Jumadi dan keluarga yang telah memberikan penulis kesempatan untuk melakukan penelitian di kebun beliau di Desa Ngargosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo, D.I. Yogyakarta.


(9)

viii

6. Kepada Bapak, Ibu dan Adek beserta seluruh keluarga yang telah memberikan dorongan moril, material dan doa yang tiada putus, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada sahabat-sahabatku Ikhsan, Ilham, Nofison, Septia, Rian, Fauzia, Ifa, Shofiyah, dan teman-teman Agroteknologi 2012 atas dukungan, bantuan, kebersamaan dan persaudaraan yang telah diberikan selama ini.

Juga kepada pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih, atas bantuan dan kerja sama yang baik sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Semoga Allah SWT memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua. Penulis menyadari laporan ini masih jauh dari sempurna. Walaupun demikian, mudah-mudahan laporan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis dan pembaca sekalian. Amin.

Wassalamu’alaikum, Wr. Wb

Yogyakarta, Agustus 2016


(10)

(11)

(12)

xi

Tabel 3. Rerata Tinggi tanaman, Jumlah Daun dan Jumlah Anakan Stroberi...43

Tabel 4. Rerata Bobot Basah dan Bobot Kering Tajuk...54

Tabel 5. Rerata bobot basah akar, panjang akar dan bobot basah akar stroberi...57


(13)

xii


(14)

13

Lampiran 3. Kebutuhan dosis kompos limbah kulit biji kopi ton/ha ... 75

Lampiran 4. Perhitungan Dosis Perlakuan Berdasarkan Kadar Lengas ... 76

Lampiran 5. Kebutuhan Pupuk ... 77

Lampiran 6. Tabel Hasil Sidik Ragam ... 78

Lampiran 7. Deskripsi Tanaman Stroberi Varietas California ... 81

Lampiran 8. Hasil Analisis Kompos Kulit Biji Kopi ... 82

Lampiran 9. Data Klimatologi Daerah Penelitian ... 83


(15)

(16)

xiv

ananassa) telah dilakukan di Desa Ngargosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo pada bulan Desember 2015 hingga Mei 2016. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui pengaruh aplikasi kompos limbah kulit biji kopi sebagai pengganti pupuk kandang dan mendapatkan dosis yang tepat bagi budidaya stroberi.

Penelitian ini dilaksanakan dengan metode eksperimental dalam polybag. Menggunakan Rancangan perlakuan faktor tunggal yang terdiri dari 5 perlakuan dan di susun dalam Rancangan Lingkungan Acak Lengkap. Perlakuan yang diujikan yaitu pupuk kandang 20 ton/h (kontrol), kompos kulit biji kopi 14,5 ton/h, kompos kulit biji kopi 16,5 ton/h, kompos kulit biji kopi 18,5 ton/h, kompos kulit biji kopi 20,5 ton/h. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga terdapat 15 unit percobaan yang terdiri dari 3 tanaman sampel sehingga terdapat 45 tanaman. Paramater yang diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah anakan, bobot basah tajuk, bobot kering tajuk, bobot basah akar, panjang akar, bobot kering akar, jumlah buah tanaman, diameter buah dan bobot buah per-tanaman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang memberikan pengaruh yang sama terhadap budidaya stroberi. Sehingga, kompos kulit biji kopi dapat digunakan sebagai pengganti pupuk kandang pada budidaya stroberi. Aplikasi kompos kulit biji kopi 14,5 ton/h sudah mampu mensubstitusi penggunaan pupuk pupuk kandang sebesar 20 ton/h. Namun, peningkatan dosis sampai dengan 20,5 ton/h ternyata tidak diikuti dengan peningkatan pertumbuhan dan hasil.


(17)

xv

This research titled Application Compost Of Coffee Rind Waste As A Substitute Manure On The Cultivation Of Strawberry ( Fragaria x ananassa ) has done in the Ngargosari village, district Samigaluh, Kulon Progo in December 2015 until May 2016. The purpose of this research is to determine the application of coffee rind compost as a substitute manure and get a dose of the right to cultivation of strawberry.

The research was conducted with experimental methods in a polybag. By using the design of single factor treatment and arranged in the completely randomized design (CRD). The Treatment being tested is manure 20 ton/h (control), compost coffee rind 14,5 ton/h, compost coffee rind 16,5 ton/h, compost coffee rind 18,5 ton/h, compost coffee rind 20,5 ton/h. Each treatment was repeated 3 times so that there are 15 experimental units consisting of three plant samples that contained 45 plants. Observation parameters which is plant height, leaf number, root length, fresh weight of plants, plant dry weight, fresh weight of root, root dry weight, cob length, diameter cobs and cobs fresh weight.

Parameters measured were plant height, number of leaf, number of tillers, fresh shoot weight, dry shoot weight, wet root weight, root length, dry root weight, the number of fruits per plant, fruit diameter and the weight of fruits per plant

The results showed that the application of composted coffee rind and manure had the same effect on the cultivation of strawberry. Thus, composted coffee rind can be used as a substitute of manure on the cultivation of strawberry. Application of compost coffee rind 14.5 ton/h has been able to substitute the use of manure by 20 ton/h. However , increasing doses up to 20.5 ton/h was not followed by an increase in growth and yield


(18)

1

A. Latar Belakang

Stroberi (Fragaria x ananassa) merupakan salah satu jenis buah-buahan yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Beberapa petani di Indonesia, khususnya di daerah dataran tinggi telah melakukan budidaya stroberi secara komersil. Prospek usaha tani stroberi sangat menjanjikan, pasar stroberi saat ini semakin luas karena buah subtropis ini tidak hanya dikonsumsi segar, namun dapat juga diolah menjadi berbagai macam olahan seperti dodol, manisan, sirup, selai, jus, dan bahan baku pembuatan es krim. Umumnya hasil produksi stroberi banyak diserap oleh hotel-hotel, restoran, dan pasar swalayan, tetapi sampai saat ini hasil produksinya belum bisa memenuhi permintaan pasar tersebut (Budiman dan Saraswati, 2005). Pada tahun 2012, Data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor stroberi di Indonesia mencapai 210 ton dengan nilai $ 480.602 yang setara dengan Rp 4.325.418.000 (Hanif dan Ashari, 2013). Dari data tersebut dapat dikatakan Indonesia belum dapat mencukupi kebutuhan stroberi dalam negeri.

Untuk meningkatkan produksi stroberi salah satu hal yang sangat mempengaruhinya adalah ketersediaan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, bahan organik merupakan salah satu faktor penentu peningkatan kesuburan tanah. Banyak sifat tanah baik fisik, biologi dan kimia secara langsung dipengaruhi oleh ketersediaan bahan organik tanah. Pada umumnya jumlah bahan organik dalam tanah relatif sedikit yaitu sekitar kurang dari 3-5 % dari berat basah dan top soil tanah mineral (Sethiabudhi, 1999 “dalam” Etika, 2007). Oleh karena itu banyak


(19)

tanah-tanah yang tingkat kesuburannya sangat rendah, sehingga perlu dilakukan penambahan bahan organik. Penambahan bahan organik dapat berasal dari kotoran hewan dalam bentuk pupuk kandang maupun kompos sisa-sisa limbah produksi pertanian misalnya limbah kulit biji kopi.

Aplikasi bahan organik yang umum dilakukan petani yaitu dengan menggunakan pupuk kandang sapi. Pupuk kandang sapi mempunyai kadar serat yang tinggi seperti selulosa, hal ini terbukti dari hasil pengukuran parameter C/N rasio yang cukup tinggi >40. Tingginya kadar C dalam pukan sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba dekomposer akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organik tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. Selain masalah rasio C/N, pemanfaatan pupuk kandang sapi secara langsung juga berkaitan dengan kadar air yang tinggi. Petani umumnya menyebutnya sebagai pupuk dingin. Bila pupuk kandang dengan kadar air yang tinggi diaplikasikan secara langsung akan memerlukan tenaga yang lebih banyak serta proses pelepasan amoniak masih berlangsung. Dan Suatu problem di lapangan yang lain adalah semakin jarangnya jumlah ternak yang dimiliki petani, sehingga menyebabkan produksi pupuk kandang semakin berkurang. Keadaan ini menyebabkan perlu dicari sumber bahan organik lain (Hartatik dan Widowati, 2010).

Salah satu bahan organik yang dapat digunakan sebagai alternatif adalah kompos kulit biji kopi. Limbah padat kulit biji kopi (pulp) belum dimanfaatkan secara optimal pada umumnya hanya dijadikan pakan ternak atau dibuang begitu


(20)

saja tanpa dilakukan pengolahan misalnya pengomposan, padahal memiliki kadar bahan organik dan unsur hara yang memungkinkan untuk memperbaiki tanah. Kandungan hara kompos kulit tanduk kopi adalah 0,82 % N, 52,4 % C-organik, 0,05 % P2O5, 0,84 % K2O, 0,58 % CaO, 0,86 MgO, sedangkan kandungan hara kompos kulit buah kopi adalah 2,98 % Nitrogen, 45,3 % C-organik, 0,018 % P2O5, 2,28 % K2O, 1,22 % CaO dan 0,21% MgO (Baon dkk, 2005). Hasil analisis kompos kulit biji kopi di laboratorium tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (2016), menunjukkan bahwa kadar C-organik kulit biji kopi adalah 12,49 %, 2,09 % N, 21,54 % bahan C-organik, 5,96 C/N dan kadar lengas 18,74 %, sehingga kompos limbah kulit biji dapat digunakan sebagai sumber bahan organik. Keberhasilan pemanfaatan kulit biji kopi sebagai bahan kompos akan memberikan keuntungan ganda. Selain dapat diperoleh kompos yang dapat mengembalikan kesuburan tanah, juga dapat mengurangi pencemaran lingkungan diakibatkan banyaknya limbah kulit kopi.

Kompos kulit biji kopi merupakan salah satu pengganti bahan organik dari pupuk kandang. Rizkywan, (2014), mengemukakan bahwa dosis kompos kulit kopi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kacang tanah. Penelitian Adnan, (2014) membuktikan bahwa pemberian kompos kulit kopi 300 g perlubang tanaman jagung manis memberikan pengaruh sangat nyata bagi tinggi tanaman, jumlah daun, panjang tongkol, berat tongkol dan hasil jagung. Dengan demikian, diperlukan penelitian untuk mengetahui pengaruh dan menetapkan dosis kompos limbah kulit biji kopi yang terbaik pada budidaya stroberi.


(21)

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh aplikasi kompos limbah kulit biji kopi sebagai pengganti pupuk kandang pada budidaya stroberi (Fragaria x ananassa) ? 2. Berapa takaran dosis kompos kulit biji kopi yang tepat pada budidaya stroberi

(Fragaria x ananassa) ?

C. Tujuan Penelitian

1. Mengetahui pengaruh aplikasi kompos kulit biji kopi sebagai pengganti pupuk kandang pada budidaya stroberi (Fragaria x ananassa) ?

2. Menetapkan dosis kompos kulit biji kopi yang tepat pada budidaya stroberi (Fragaria x ananassa) ?


(22)

5

II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tanaman Stroberi (Fragaria x ananassa) 1. Sejarah Tanaman Stroberi

Salah satu produk pertanian yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia adalah stroberi. Stroberi merupakan tanaman buah berupa herba yang ditemukan pertama kali di Chili, Amerika. Salah satu spesies tanaman stroberi yaitu Fragaria chiloensis L menyebar ke berbagai negara Amerika, Eropa dan Asia. Fragaria vesca L lebih menyebar luas dibandingkan spesies lainnya. Jenis stroberi ini pula yang pertama kali masuk ke Indonesia.

Tanaman stroberi telah dikenal sejak zaman Romawi. Stroberi yang dibudidayakan sekarang disebut sebagai stroberi modern (komersial) dengan nama ilmiah Fragaria x ananassa var duchenes. Stroberi ini adalah hasil persilangan antara Fragaria virginiana L. var duschenes dari Amerika Utara dengan Fragaria chiloensis L. var duschenes dari Chili, Amerika Selatan. Persilangan kedua jenis stroberi tersebut dilakukan pada tahun 1750. Persilangan persilangan lebih lanjut menghasilkan jenis stroberi dengan buah berukuran besar, harum, dan manis (Supriatin Budiman dan Desi Saraswati, 2008).

2. Taksonomi dan Morfologi Tanaman Stroberi

Tanaman stroberi dalam tata nama (taksonomi) tumbuhan diklasifi-kasikan sebagai berikut :


(23)

Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (berbiji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Rosales

Famili : Rosaceae Genus : Fragaria

Spesies : Fragaria x ananassa (Rukmana, 1998)

Struktur akar tanaman stroberi terdiri atas pangkal akar (collum), batang akar (corpus), ujung akar (apex), bulu akar (pilus radicalis), serta tudung akar (calyptra). Tanaman stroberi berakar tunggang (radix primaria) terus tumbuh memanjang dan berukuran besar (Rukmana, 1998).

Akar serabut stroberi di dalam tanah tumbuh dangkal dan menyebar secara horizontal sepanjang 30 cm dan secara vertical dapat mencapai kedalaman 40 cm. Akar muncul dari batang yang pendek dan tebal berbentuk rumpun. Dari rumpun tersebut dapat muncul tunas yang akan menjadi crown baru, sulur dan bunga (Soemadi, 1997).

Batang tanaman stroberi beruas-ruas pendek dan berbuku-buku. Batang tanaman banyak mengandung air (herbaceous), tertutupi oleh pelepah daun, sehingga seolah-olah tampak seperti rumpun tanpa batang. Buku-buku batang yang tertutup oleh sisi daun mempunyai kuncup (gemma). Kuncup


(24)

ketiak dapat tumbuh menjadi anakan atau stolon. Stolon biasanya tumbuh memanjang dan menghasilkan beberapa calon tanaman baru.

Stolon adalah cabang kecil yang tumbuh mendatar atau menjalar diatas permukaan tanah. Penampakan stolon secara visual mirip dengan sulur. Tunas dan akar stolon tumbuh membentuk generasi (tanaman) baru. Stolon yang dapat tumbuh mandiri dapat segera dipotong atau dipisahkan dari rumpun induk sebagai bahan tanam (bibit). Bibit yang berasal dari stolon disebut geragih atau runners (Rukmana, 1998)

Daun tanaman stroberi tersusun pada tangkai yang berukuran agak panjang. Tangkai daun berbentuk bulat serta seluruh permukaannya ditumbuhi oleh bulu-bulu halus. Helai daun bersusun tiga (trifoliate). Bagian tepi daun bergerigi, berwarna hijau, dan berstruktur tipis. Permukaan atas daun berbulu halus berwarna hijau atau hijau tua. Permukaan bawah berwarna hijau keabu-abuan dan memiliki 300-400 stomata/mm2. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman ini sangat mudah kekurangan air karena tingginya laju transpirasi pada saat udara panas. Pada masa pertumbuhan vegetatif, dengan suhu rata-rata 22 °C akan terbentuk daun-daun baru setiap 8-12 hari. Daun-daun ini akan tumbuh di meristem apikal. Daun dapat bertahan hidup selama 1-3 bulan, kemudian daun akan kering dan mati (Agus Kurnia, 2005: 10)

Bunga stroberi mempunyai 10 kelopak yang berwarna hijau, 5 mahkota berwarna putih, 60 sampai 600 putik dan 20 sampai 35 benang sari yang tersusun sekitar stigma di atas dasar bunga. Penyerbukan stroberi terjadi


(25)

secara silang dengan bantuan angin, serangga (kupu-kupu, lebah) maupun manusia.

Bunga berbentuk tandan yang terdiri atas beberapa tangkai utama yang masing-masing ujungnya terdapat satu bunga yang disebut bunga primer, dan dua tangkai serta bunga-bunga di bawahnya yang disebut bunga sekunder. Di bawah bunga sekunder terdapat bunga tersier dan kuartener. Ukuran tangkai bunga selalu lebih panjang daripada daun. Pemunculan rangkaian dan mekarnya bunga terjadi secara berurutan, dan berlangsung selama empat minggu. Biasanya sebanyak 6 sampai 8 bunga pertama pada setiap tangkai akan mekar lebih awal, yang selanjutnya diikuti oleh bunga di bawahnya.

Buah stroberi yang kita kenal sebenarnya adalah buah semu, bukan buah yang sebenarnya. Buah stroberi yang dikenal masyarakat selama ini adalah reseptakel atau jaringan dasar bunga yang membesar. Buah yang sebenarnya adalah biji-biji kecil berwarna putih yang disebut dengan achen. Achen berasal dari sel kelamin betina yang telah diserbuki dan kemudian berkembang menjadi buah kerdil. Achen menempel pada permukaan reseptakel yang membesar (Setiani, 2007).

Biji stroberi berukuran kecil, pada setiap buah menghasilkan banyak biji. Biji berukuran kecil terletak di antara daging buah. Pada skala penelitian atau pemuliaan tanaman biji merupakan alat perbanyakan tanaman secara generatif (Rukmana, 1998).


(26)

3. Syarat Tumbuh Tanaman Stroberi Keadaan Iklim

Tanaman stroberi dapat tumbuh dengan baik di daerah dengan curah hujan 600–700 mm/tahun. Lamanya penyinaran cahaya matahari yang di butuhkan dalam pertumbuhan adalah 8–9 jam setiap harinya. Tanaman stroberi menyukai suhu udara yang relatif dingin. Tanaman dari daerah beriklim subtropis ini akan tumbuh baik di daerah yang memiliki suhu pada siang hari sekitar 22-25 °C dan malam hari 14-18 °C. Suhu yang cukup dingin di malam hari dibutuhkan untuk memicu proses inisiasi bunga. Kelembaban udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman stroberi anatara 80–90 % (Rukmana, 1998).

Keadaan Tanah (Media Tanam)

Tanaman stroberi jika ditanam di kebun, tanah yang dibutuhkan adalah tanah liat berpasir biasanya jenis tanah andosol atau latosol, subur, gembur, mengandung banyak bahan organik, tata air dan udara baik, derajat keasaman tanah (pH tanah) adalah 5.4–7.0, dan kedalaman air tanah yang disyaratkan adalah 50-100 cm dari permukaan tanah.

Jika ditanam di dalam pot/polybag, media harus memiliki sifat poros, berstruktur gembur, subur, dapat menyimpan air dan unsur hara selalu tersedia. Ketinggian tempat adalah 1.000–1.500 m dpl (Rukmana, 1998). 1. Teknik Budidaya Tanaman Stroberi

Tata laksana budidaya tanaman stroberi dalam pot meliputi kegiatan – kegiatan pokok sebagai berikut :


(27)

a. Persiapan media tanam

Tanaman stroberi membutuhkan media tanam yang subur, gembur, berdrainase dan beraerasi baik, serta kaya akan bahan organik. Komposisi media tanam yang biasa digunakan adalah campuran tanah, sekam, dan pupuk kandang dengan perbandingan 1: 1 : 2. Kemudian isikan media tanam ke dalam polybag dengan ukuran 20 x 30 cm sebagai media tanam. (Rukmana, 1998)

b. Persiapan bahan tanam

Perbanyakan tanaman stroberi dapat dilakukan secara generatif dan vegetatif. Perbanyakan secara generatif yaitu dengan biji yang disemaikan terlebih dahulu. Sedangkan perbanyakan secara vegetatif yaitu menggunakan anakan dan melalui stolon serta perbanyakan secara kultur in vitro (Hanif dkk, 2013). Perbanyakan tanaman stroberi yang banyak dilakukan oleh petani dengan cara vegetatif menggunakan stolon. Hal ini dikarenakan bibit yang berasal dari perbanyakan secara vegetatif memiliki sifat-sifat yang sama (serupa) dengan induknya dan lebih mudah.

c. Penanaman

Waktu tanam stroberi yang paling baik adalah pada awal musim hujan. Tata cara penanaman bibit stroberi adalah sebagai berikut pertama siram media tanam stroberi hingga keadaanya cukup basah, kemudian keluarkan bibit tanam stroberi lengkap bersama akar dan media tanamnya dengan cara menyobek polybag, selanjutnya membuat lubang tanam. Setelah lubang tanam dibuat, selanjutnya yaitu menanam bibit tanaman stroberi


(28)

yang sudah diseleksi. Tanamkan bibit stroberi tersebut tepat ditengah-tengah pot pada posisi tegak, kemudian timbun bagian pangkal batang tanaman dengan media tanam sambil dipadatkan secara pelan-pelan. d. Pemeliharaan tanaman

i. Penyiraman

Penyiraman stroberi yang biasa dilakukan yaitu dengan cara menyiram tanaman menggunakan gembor atau di leb. Waktu penyiraman yaitu pada saat pagi dan sore hari, namun jika musim penghujan penyiraman dapat dilakukan sehari sekali atau dua hari sekali.

ii. Penyulaman

Penyulaman pada tanaman stroberi dilakukan seawal mungkin yaitu 7 hari setelah tanam, paling lambat 15-30 hari setelah tanam. Penyulaman yang terlambat akan membuat tanaman menjadi tidak seragam. Waktu penyulaman yang paling baik dianjurkan untuk penyulaman yaitu pada pagi atau sore hari. Cara penyulamannya dengan menggantikan tanaman yang mati, terkena OPT, atau pertumbuhannya kurang baik dengan bibit yang baru, seperti pada langkah penanaman. Setelah penyulaman sebaiknya langsung disiram.

iii.Penyiangan

Rumput liar (gulma) yang tumbuh pada permukaan media tanam harus segera disiangi. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma secara hati-hati hingga bersih. Penyiangan pada tanaman stroberi dilakukan tergantung dari keadaan pertumbuhan gulma


(29)

iv.Pemangkasan

Tanaman stroberi yang tumbuh terlalu rimbun mempunyai banyak daun akan menjadi kurang produktif berbunga atau berbuah. Daun-daun tua atau rusak yang disebabkan oleh serangan hama dan penyakit dan tangkai bekas buah sebaiknya dilakukan pemangkasan. Cara pemangkasan adalah secara manual yaitu dengan mencabut daun-daun tua atau rusak dan tangkai buah. Interval pemangkasan yaitu setiap 3-4 hari.

v. Pemupukan

Pemupukan di bagi menjadi pemupukan dasar dan susulan. Pupuk dasar yang diberikan sesudah tanah diolah umumnya menggunakan pupuk kompos dan pupuk buatan sepertiga dari dosis anjuran(200 kg urea, 250 kg SP-36 dan 100 kg/ha KCl). Pupuk kandang diberikan seminggu sebelum benih ditanam sebanyak 20-30 ton/hektar (BAPPENAS “dalam” Prihatman, 2000). Dan pemupukan susulan dilakukan saat tanaman berumur 1,5 bulan yaitu 2/3 dosis anjuran. Pemupukan dilakukan dengan cara dibenamkan dalam media tanam sedalam 10–15 cm. Setelah pemupukan media tanam sebaiknya segera disiram menggunakan air bersih dimaksudkan agar pupuk dapat segera larut dan diserap oleh tanaman.

vi.Pengendalian hama dan penyakit

Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan menyemprotkan fungisida Benlate® dengan konsentrasi 0.7 g/liter dan


(30)

penyemprotan pestisida Curacron® 500 EC dengan konsentrasi 1 cc/liter. Penyemprotan dilakukan apabila tanaman menunjukkan gejala penyakit atau serangan hama. Penyemprotan diusahakan tidak dilakukan pada musim panen. Apabila harus dilakukan maka tanaman stroberi minimal disemprot 2 hari sebelum buah dipanen. Penyemprotan dilakukan 3 kali selama penelitian.

e. Panen

Panen stroberi dilakukan secara periodik 2-3 hari sekali , tampilan fisiknya kulit buah dominan berwarna merah atau hijau kemerah-merahan hingga kuning kemerah-merahan. Panen dilakukan pagi hari untuk menghindari penurunan kualitas dan bobot hasil karena pengaruh sinar matahari. Cara panen dilakukan dengan memetik pada bagian tangkai buah beserta kelopaknya, pememetikan pada tangaki buah dan kelopak bertujuan agar buah tidak cepat busuk pada waktu penyimpanan atau saat pengiriman.

B. Kompos 1. Pengertian dan Manfaat Kompos

Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobik atau anaerobik (Crawford, 2003). Murbandono (2008), menyatakan bahwa kompos merupakan hasil fermentasi atau dekomposisi dari bahan-bahan organik seperti tanaman, hewan, atau limbah organik lainnya. Kompos sebagai pupuk organik mempunyai fungsi untuk


(31)

memperbaiki struktur tanah, menaikkan daya serap tanah terhadap air, dan meningkatkan daya ikat tanah terhadap unsur hara. Kompos juga mengandung zat hara yang lengkap yang dibutuhkan oleh tanaman.

Proses pengomposan adalah proses penguraian bahan organik secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Pengomposan merupakan dekomposisi biologi dan stabilisasi bahan organik pada kondisi suhu tinggi dengan produk akhir yang cukup stabil untuk penyimpanan dan memperbaiki tanah pertanian tanpa menimbulkan dampak lingkungan (Haug, 1980). Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan.

Pemupukan menggunakan kompos mengakibatkan tanah yang strukturnya ringan (berpasir atau remah) menjadi lebih baik, daya ikat air menjadi lebih tinggi. Sementara itu, tanah yang berat (tanah liat) menjadi lebih optimal dalam mengikat air. Kompos juga mengandung zat hara yang lengkap yang dibutuhkan oleh tanaman. Menurut Lingga dan Marsono (2008), kandungan utama yang terdapat dalam kompos adalah nitrogen, kalium, fosfor, kalsium, karbon dan magnesium yang mampu memperbaiki kesuburan tanah walaupun kadarnya rendah. Kompos merupakan semua bahan organik yang telah mengalami degradasi atau pengomposan sehingga berubah bentuk dan sudah tidak dikenali bentuk aslinya, berwarna


(32)

kehitam-hitaman, dan tidak berbau (Rynk, 1992). Bahan organik tersebut dapat berasal dari bahan pertanian (limbah tanaman dan limbah ternak), limbah padat industri dan limbah rumah tangga.

Proses pengomposan dapat dibuat dengan dua cara, yaitu dengan bantuan oksigen (aerobik) dan tanpa bantuan oksigen (anaerobik). Pembuatan kompos aerobik dilakukan di tempat terbuka karena mikroorganisme yang berperan dalam proses tersebut membutuhkan oksigen. Untuk pembuatan kompos secara anaerobik dilakukan di tempat tertutup karena mikroba yang berperan tidak membutuhkan oksigen. Umumnya pembuatan kompos dilakukan secara aerobik. Proses dekomposisi secara anaerobik tidak diinginkan selama proses pengomposan karena akan dihasilkan bau yang tidak sedap serta memerlukan waktu lebih lama. Proses anerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S (Yuwono, 2005).

Kompos seperti multi-vitamin untuk tanah pertanian. Kompos akan meningkatkan kesuburan tanah dan merangsang perakaran yang sehat. Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini akan membantu tanaman dalam menyerap unsur hara dari tanah dan menghasilkan senyawa yang dapat merangsang pertumbuhan tanaman. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui


(33)

dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengomposan yaitu rasio C/N, ukuran partikel, aerasi, porositas, kelembaban, temperatur, pH, kandungan hara, dan kandungan zat berbahaya (Isroi, 2007).

Kompos dapat digunakan sebagai pupuk organik seperti hasil penelitian Sutanto dan Utami (1995), bahwa tanaman kacang tanah yang ditanam di tanah kritis dengan menggunakan beberapa jenis kompos dapat mengasilkan kacang yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan pupuk kimiawi sesuai dengan dosis anjuran. Rizkywan, (2014), mengemukakan bahwa dosis kompos kulit kopi berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan produksi kacang tanah. Pertumbuhan dan hasil kacang tanah terbaik pada dosis kompos kompos 192 g/tanaman (20 ton/h). Penelitian Adnan, (2014) membuktikan bahwa pemberian kompos kulit kopi 300 g perlubang tanaman jagung manis memberikan pengaruh sangat nyata bagi tinggi tanaman, jumlah daun, panjang tongkol, berat tongkol dan hasil jagung

2. Prinsip Pengomposan

Proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Pembuatan kompos memerlukan waktu 2-3 bulan bahkan ada yang memerlukan waktu hingga 6-12 bulan tergantung dari bahan baku (Djuarni dkk, 2006). Tenggang waktu pembuatan pupuk organik yang relatif lama sementara kebutuhan pupuk yang terus meningkat memungkinkan terjadinya kekosongan ketersediaan pupuk. Oleh karena itu,


(34)

telah banyak penelitian untuk mensiasati dan mempercepat proses pengomposan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan proses pengomposan dapat dipercepat menjadi 2-3 minggu atau 1-1,5 bulan tergantung pada bahan dasar yang digunakan (Sutanto, 2002).

Prinsip pengomposan adalah menurunkan C/N rasio bahan organik hingga sama dengan C/N tanah yaitu antara 10-20 (Epstein, 1997). Penurunan rasio ini dimaksudkan untuk memudahkan tanaman menyerap unsur hara dari kompos. Proses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan (Isroi, 2007). Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikroba mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat dan akan diikuti dengan peningkatan pH kompos.

Suhu akan meningkat hingga di atas 50–70 o

C. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikroba yang aktif pada kondisi ini adalah mikroba termofilik, yaitu mikroba yang aktif pada suhu tinggi (Isroi, 2007). Pada saat ini terjadi dekomposisi atau penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikroba-mikroba di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas (Rynk, 1992).

Setelah sebagian besar bahan terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan


(35)

akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30–40 % dari volume atau bobot awal bahan.

3. Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan

Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain (Isroi, 2007) : Rasio C/N, ukuran partikel, aerasi, porositas, kelembaban (moisture content), suhu dan derajat keasaman (pH).

Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30:1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein (Isroi, 2007). Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat. Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Epstein, 1997) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen serta mikroorganisme pendegradasi.

Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat (Polpraset, 1989). Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan


(36)

(porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut. Pencacahan bahan organik jelas akan sangat membantu kecepatan pengomposan, perlakuan awal dan proporsional campuran jenis bahan organik yang digunakan juga sangat membantu percepatan dan kualitas hasil pengomposan. Ukuran partikel juga sangat mempengaruhi proses percepatan pengomposan. Ukuran partikel bahan yang optimal untuk dikomposkan berkisar dari 0,32 cm hingga 1,50 cm, ukuran ini sangat relatif (Murbando, 2008).

Pengomposan yang cepat dapat berlangsung dalam kondisi yang cukup oksigen (aerob). Apabila kekurangan oksigen, proses dekomposisi tidak berjalan dengan baik. Aerasi pada pengomposan secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang mengakibatkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos (Murbando, 2008). Aerasi ditentukan dengan porositas dan kandungan air bahan (kelembaban). Apabila proses aerasi terlambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menimbulkan bau yang tidak sedap. Agar tidak terjadi kekurangan oksigen dalam proses pengomposan, maka dilakukan pembalikan minimal satu minggu sekali. Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara force aeration (menghembuskan udara dengan kompresor) atau dengan efek cerobong. Namun, pemberian aerasi yang terbaik adalah dengan pembalikan bahan. Perlakuan ini sekaligus untuk homogenisasi bahan (Paulin and O'malley. 2008). Hasil penelitian Harmoko (2008), menunjukkan bahwa frekuensi pembalikan tumpukan kompos bagasse : blotong : abu (5:3:1), 7-10


(37)

hari sekali lebih baik dibandingkan pembalikan 5 hari sekali. Hal ini terjadi karena tunpukan bahan kompos dari bagasse mempunyai sifat porous sehingga tidak perlu dilakukan pembalikan yang terlalu sering.

Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dipenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu. Porositas dipengaruhi oleh kadar air dan udara dalam tumpukan. Oleh karena itu, untuk menciptakan kondisi porositas yang ideal pada saat pengomposan, perlu diperhatikan kandungan air dan kelembaban kompos (Jeris and Regan, 1993).

Kelembaban memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplai oksigen. Organisme pengurai dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembaban 40-60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba aerob. Apabila kelembaban di bawah 40 %, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan. Jika kelembaban lebih besar dari 60 %, maka unsur hara akan tercuci dan volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerob. Oleh karena itu, menjaga kandungan air agar kelembaban ideal untuk pengomposan sangatlah penting. (Jeris and Regan, 1993).


(38)

Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Peningkatan antara suhu dengan konsumsi oksigen memiliki hubungan perbandingan yang lurus. Semakin tinggi suhu, maka akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses penguraian. Tingginya oksigen yang dikonsumsi akan menghasilkan CO2 dari hasil metabolisme mikroba sehingga bahan

organik semakin cepat terurai. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Suhu yang berkisar antara 30–60 ºC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Pada suhu ini aktivitas mikroorganisme (mesofilik dan thermofilik) berlangsung dengan baik. Suhu yang tinggi (>60 ºC) akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma. Ketika suhu telah mencapai 70 ºC, maka segera lakukan pembalikan tumpukan atau penyaluran udara untuk mengurangi suhu, karena akan mematikan mikroba termofilik (Jeris and Regan, 1993).

Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH 5.5-9. Proses pengomposan akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam secara temporer atau lokal akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral. Kondisi kompos yang terkontaminasi air hujan juga dapat menimbulkan masalah pH tinggi (Jeris and Regan, 1993). Kondisi asam pada proses pengomposan biasanya diatasi dengan pemberian kapur atau abu dapur. Namun, pemantauan suhu dan perlakuan pembalikan


(39)

bahan kompos secara tepat waktu dan benar sudah dapat mempertahankan kondisi pH tetap pada titik netral, tanpa pemberian kapur (Yuwono, 2005). 4. Kematangan dan Kualitas Kompos

Ciri -ciri yang menunjukkan pengomposan telah selesai menurut Gaur (1983) : Berwarna coklat tua hingga kehitaman, tidak larut dalam air, apabila dilarutkan dalam larutan yang bersifat basa, kompos akan berwarna hitam, mempunyai kisaran rasio C/N 10-20, susunan kimia kompos bersifat tidak stabil, Mempunyai daya serap air tinggi, dan apabila diberikan ke dalam tanah tidak menimbulkan kerugian baik untuk tanah maupun untuk tanaman.

Indonesia telah memiliki standar kualitas/mutu kompos, yaitu SNI 19-7030-2004. Di dalam SNI memuat batas-batas maksimum atau minimum sifat-sifat fisik atau kimiawi kompos. SNI 19-7030-2004 dapat dilihat pada Tabel 1. di bawah ini.

Tabel 1. Standar Kualitas Kompos (SNI 19-7030-2004)

No Parameter Satuan minimum maksimum

1 Bahan Organik % 27 58

2 C Organik % 9,8 32

3 N total % 0,4 -

4 Rasio C/N 10 20

5 Kadar air % - 50

6 Ph 6,8 7,49

Sumber : BSN, 2004

C. Limbah Kulit Biji Kopi

Pengolahan kopi Robusta menjadi kopi biji di Lampung umumnya dilakukan dengan pengolahan secara kering. Kopi setelah panen langsung


(40)

dilakukan penjemuran untuk penurunan kadar air kopi dari 60–65 % menjadi 12-13 % agar mutu biji kopi tidak rusak selama penyimpanan (Anonim, 2011), kemudian kopi dikupas dengan mesin huller. Mesin huller yang berfungsi sebagai pengupas kopi menghasilkan kulit kopi kering sebagai limbah dan kopi biji sebagai produk utama. Kulit kopi kering ini mempunyai dampak negatif bagi lingkungan apabila tidak dilakukan penanganan dengan baik.

Kulit kopi sebagai limbah tanaman kopi terdiri atas kulit buah dan kulit tanduk kopi. Dengan produksi kopi mencapai 460.000 ton biji kopi, maka kulit buah kopi dapat mencapai 121.000 ton, sedangkan kulit tanduk sebesar 22.000 ton. Kulit tanduk kopi memiliki kadar air relatif rendah sehingga digunakan sebagai bahan bakar untuk pengering kopi. Nilai kalori kulit tanduk kopi adalah sebesar 4600 kkal/kg, sedangkan kulit buah dengan kandungan air 5 % nilai tersebut 3300 kkal/kg (Adams and Dougan, 1982).

Sebagai limbah padat industri kopi, kulit kopi berpotensi untuk digunakan sebagai sumber bahan organik tanah dengan syarat telah dikomposkan terlebih dahulu. Hal ini mengingat bahwa rasio C/N kulit buah kopi sekitar 40, sedangkan untuk kulit tanduk kopi sekitar 140, yang merupakan angka yang sangat tinggi bila dibandingkan dengan rasio C/N tanah 10-20. Pengomposan limbah padat mesti dilakukan untuk menghindari pengaruh negatifnya terhadap tanaman akibat rasio C/N bahan yang tinggi, disamping untuk mengurangi volume bahan agar memudahkan dalam aplikasi serta mengurangi pencemaran lingkungan.

Kandungan hara kompos kulit tanduk kopi adalah 0,82 % N, 52,4 % C-organik, 0,05 % P2O5, 0,84 % K2O, 0,58 % CaO, 0,86 MgO, sedangkan


(41)

kandungan hara kompos kulit buah kopi adalah 2,98 % N, 45,3 % C-organik, 0,018 % P2O5, 2,28 % K2O, 1,22 % CaO dan 0,21 % MgO ( Baon dkk, 2005 ). Pada penelitian ini mengambil limbah kulit kopi yang diolah secara kering hasil pengupasan dengan mesin huller jadi merupakan campuran kulit buah kering dan kulit tanduk. Hasil analisis kompos kulit biji kopi di laboratorium tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (2016), menunjukkan bahwa kadar C-organik kulit biji kopi adalah 12,49 %, 2,09 % N, 21,54 % bahan organik, 5,96 C/N dan kadar lengas 18,74 %.

D. Pupuk Kandang

Pupuk kandang adalah pupuk yang terbuat dari kotoran hewan ternak (kotoran atau air kencing). Kotoran ternak merupakan salah satu limbah yang dihasilkan dari hewan ternak yang dipelihara dan dibudidayakan. Kotoran ternak memiliki potensi yang besar dalam pemanfaatan dan pengembangannya seiring dengan banyaknya hewan ternak yang dibudidayakan oleh masyarakat maupun perusahaan hewan ternak (Priyanto dkk, 2004). Jenis pupuk kandang berdasarkan jenis ternak atau hewan yang menghasilkan kotoran antara lain adalah : pupuk kandang sapi, pupuk kandang kuda, pupuk kandang kambing atau domba, pupuk kandang babi, dan pupuk kandang unggas (Hasibuan, 2006). Kotoran ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah kotoran ternak sapi. Tidak ada bukti yang signifikan mengenai keunggulan masing-masing jenis kotoran hewan, tetapi secara umum kotoran sapi banyak digunakan sebagai pupuk kandang karena ketersediaannya lebih banyak dibandingkan kotoran hewan lain. (Setiawan, 1998)


(42)

Pupuk kandang kotoran sapi adalah pupuk yang berasal dari kandang ternak sapi, baik berupa kotoran padat (faeces) yang bercampur sisa makanan maupun air kencing (urine), sehingga kualitas pupuk kandang kotoran sapi beragam tergantung pada jenis, umur serta kesehatan ternak, jenis dan kadar serta jumlah pakan yang dikonsumsi, jenis pekerjaan dan lamanya ternak bekerja, lama dan kondisi penyimpanan, jumlah serta kandungan haranya. Pupuk kandang sapi biasanya terdiri atas campuran 0,5 % N; 0,25 % P2O5 dan 0,5 % K2O. Pupuk kandang sapi padat dengan kadar air 85 % mengandung 0,40 % N; 0,20 % P2O5 dan 0,1 % K2O dan yang cair dengan kadar air 95 % mengandung 1 % N; 0,2 % P2O5 dan 1,35 % K2O (Soepardi,1983). Hasil analisis pupuk kandang di laboratorium tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (2016), menunjukkan bahwa kadar C-organik kulit biji kopi adalah 13,87 %, 1,72 % N, 23,91 % bahan organik, 8,02 C/N dan kadar lengas 97,76 %.

Pupuk kandang sapi mempunyai kadar serat tinggi seperti selulosa, hal ini terbukti dari hasil pengukuran parameter C/N rasio yang cukup tinggi >40. Tingginya kadar C dalam pukan sapi menghambat penggunaan langsung ke lahan pertanian karena akan menekan pertumbuhan tanaman utama. Penekanan pertumbuhan terjadi karena mikroba dekompser akan menggunakan N yang tersedia untuk mendekomposisi bahan organic tersebut sehingga tanaman utama akan kekurangan N. untuk memaksimalkan penggunaan pupuk kandang sapi harus dilakukan pengomposan agar menjadi kompos pupuk kandang sapi dengan rasio C/N di bawah 20. Sehingga inilah salah satu kelemahan dari pupuk kandang tidak dapat diaplikasikan secara langsung ke dalam tanah, tetapi harus melalui


(43)

suatu proses dekomposisi dan masalah lapangan lainnya adalah semakin jarangnya jumlah ternak yang dimiliki petani, sehingga menyebabkan produksi pupuk kandang semakin berkurang akan relatif sulit memperolehnya dalam jumlah yang banyak. (Hasibuan, 2006).

Selain masalah rasio C/N, pemanfaatan pupuk kandang sapi secara langsung juga berkaitan dengan kadar air yang tinggi. Petani umumnya menyebutnya sebagai pupuk dingin. Bila pupuk kandang dengan kadar air yang tinggi diaplikasikan secara langsung akan memerlukan tenaga yang lebih banyak dalam pengangkutan dan aplikasinya sehingga biayanya mahal karena jumlahnya banyak, serta proses pelepasan amoniak masih berlangsung.

E. Hipotesis

1. Adanya pengaruh aplikasi kompos kulit biji kopi sebagai pengganti pupuk kandang pada budidaya stroberi.

2. Di duga aplikasi 16,5 ton/ha kompos kulit biji kopi merupakan dosis yang tepat sebagai pengganti pupuk kandang pada budidaya stroberi.


(44)

27

III.

TATA CARA PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Ngargosari, Kecamatan Samigaluh, Kabupaten Kulon Progo. Untuk analisis hasil pengomposan dan aplikasi kompos dilaksanakan di Laboratorium Tanah Fakultas Pertanian dan Laboratorium Penelitian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Desember 2015 sampai Mei 2016.

B.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk kandang kotoran sapi, limbah kulit biji kopi, bibit stroberi varietas California, pupuk Urea, SP36, KCl, pestisida, fungisida, polybag ukuran 20 x 30 cm, gula merah, EM-4, air, bekatul, dan tanah.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, sekop, gembor, meteran, handsprayer, karung, gunting, timbangan, termometer, bambu, sendok, ayakan, penggaris, kamera dan alat tulis.

C. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental dalam polybag. Menggunakan Rancangan perlakuan faktor tunggal yang terdiri dari 5 perlakuan dan di susun dalam Rancangan Lingkungan Acak Lengkap. Perlakuan yang diujikan yaitu 20 ton/h pupuk kandang (kontrol), 14,5 ton/h kompos limbah kulit biji kopi, 16,5 ton/h, 18,5 ton/h kompos limbah kulit biji kopi dan 20,5 ton/h kompos limbah kulit biji kopi.


(45)

Dengan demikian diperoleh 5 unit perlakuan, Setiap perlakuan diulang 3 kali, sehingga terdapat 15 unit perlakuan dan setiap ulangan terdiri dari 3 sampel, sehingga jumlah keseluruhan unit penelitian adalah 45 tanaman/polybag (Lampiran 1.)

D. Cara Penelitian 1. Pembuatan Kompos Limbah Kulit Biji Kopi

Menurut Rizskywan (2014) tahap pembuatan kompos :

a. Kompos yang digunakan adalah limbah kulit buah kopi yang sudah kering b. Kulit kopi sebanyak 100 kg dan dicampur dengan dedak sebanyak 10 kg,

dan diratakan sampai merata.

c. 1200 ml larutan EM-4 dan 12 g gula merah dilarutkan ke dalam 20 liter air.

d. Larutan yang sudah tercampur disiramkan pada tumpukan limbah kulit kopi secara merata hingga kandungan air berkisar ± 30-40 %. Tumpukan limbah dibalik-balik agar bahan tercampur secara merata.

e. Kadar air yang cukup ditandai dengan apabila bahan digenggam tidak meneteskan air dan mekar apabila genggaman dilepaskan.

f. Bahan yang sudah tercampur ditumpuk dan diberi lubang dengan bambu untuk aerasi selama proses pengomposan.

g. Suhu tumpukan bahan yang dikomposkan dipertahankan antara 35-55 0C. Apabila suhu bahan kompos meningkat diatas 55 0C dilakuan pengadukan bahan kompos supaya sirkulasi udara berjalan dengan baik dan penyiraman air agar suhunya normal kembali.


(46)

h. tumpukan disimpan di tempat yang kering dan terlindungi dari hujan serta sinar matahari secara langsung

i. Proses fermentasi ditandai dengan suhu kompos dalam tumpukan hangat j. Kompos yang sudah jadi (siap dijadikan kompos) dicirikan dengan warna

hitam, gembur, tidak panas dan tidak berbau

2. Budidaya Tanaman Stroberi a. Persiapan bibit

Bibit stroberi yang digunakan adalah bibit yang berasal dari stolon berusia tiga minggu. Bibit stroberi dipilih yang seragam yaitu memiliki 4 helai daun, tinggi relatif sama, pertumbuhan baik tidak terserang hama dan penyakit. Bibit stroberi diperoleh dari Kecamatan Kertek Kabupaten Wonosobo dengan menggunakan varietas california.

b. Persiapan Media Tanam

Tanah yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tanah dari Desa Ngargosari, Kec. Samigaluh, Kab. Kulon Progo. Tanah diambil dari lapisan atas dengan kedalaman 0-20 cm, kemudian dikeringanginkan terlebih dahulu selama 7-14 hari, selanjutnya tanah diayak dengan ayakan yang berukuran 2 mm. Sampel tanah tersebut diambil untuk diukur kadar air tanahnya. Kemudian tanah ditimbang sebanyak 6 kg, lalu dimasukkan kedalam polibag dengan ukuran 20 x 30 cm sebanyak 45 polybag. Adapun perhitungan kebutuhan tanah per polybag (Lampiran 2.)


(47)

c. Aplikasi Perlakuan Kompos Kulit Biji Kopi

Setelah persiapan media tanam, kemudian diberikan pupuk kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang sapi. Aplikasi sesuai dengan perlakuan yang dicobakan yaitu: 20 ton /ha pupuk kandang kontrol, 14,5 ton/h kompos limbah kulit biji kopi, 16,5 ton/h kompos limbah kulit biji kopi, 18,5 ton/h kompos limbah kulit biji kopi dan 20,5 ton/h kompos limbah kulit biji kopi. Dosis pemberian masih dalam satuan ton, oleh karena itu dilakukan konversi kedalam gram dan dikoreksi berdasarkan kadar lengasnya. Adapun perhitungannya pada (Lampiran 4.). kompos kulit biji kopi kemudian ditimbang sesuai dengan hasil perhitungan, kemudian diaplikasikan dengan cara dicampur rata dengan tanah pada saat persiapan media tanam yaitu 7 hari sebelum tanam. Aplikasi pupuk kandang dilakukan sama seperti aplikasi kompos kulit biji kopi.

d. Penanaman

Tata cara penanaman bibit stroberi ke dalam polybag yaitu pertama bibit stroberi dikeluarkan bersama media tanamnya dengan cara menyobek polybag berisi bibit dengan hati-hati. Setelah itu pembuatan lubang tanam dan penanaman bibit stroberi. Bibit stroberi ditanam tepat ditengah-tengah polybag pada posisi tegak, kemudian timbun bagian pangkal batang tanaman dengan media tanam sambil dipadatkan secara pelan-pelan. Selanjutnya dilakukan pemupukan dasar sebanyak 1/3 dari dosis pupuk anjuran (dosis anjuran 200 kg/ha Urea, 250 kg SP-36 dan 150 kg/ha KCl).


(48)

Pupuk diberikan di dalam lubang sejauh ± 5 cm di kiri-kanan tanaman dan dilakukan penyiraman tanah di sekitar pangkal batang sampai lembab. e. Pemeliharaan Tanaman

i. Penyulaman

Penyulaman dilakukan sebelum tanaman berumur 15 HST. Tanaman yang disulam adalah yang mati atau tumbuh abnormal. Cara penyulaman dengan menggantikan tanaman yang mati, terkena OPT, atau pertumbuhannya kurang baik dengan bibit yang baru, seperti pada langkah penanaman. Setelah penyulaman sebaiknya langsung disiram.

ii. Penyiangan

Penyiangan pada tanaman stroberi dilakukan satu minggu sekali atau bersama saat pemupukan susulan tergantung dari keadaan pertumbuhan gulma. Penyiangan dilakukan dengan cara mencabut gulma secara hati-hati hingga bersih.

iii. Perempelan/Pemangkasan

Tanaman yang terlalu rimbun, terlalu banyak daun harus dipangkas. Pemangkasan dilakukan teratur terutama membuang daun-daun tua/rusak.

iv. Pemupukan

Pupuk susulan diberikan 1,5-2 bulan setelah tanam sebanyak 2/3 dosis anjuran (dosis anjuran 200 kg/ha Urea, 250 kg SP-36 dan 150 kg/ha


(49)

KCl). Pupuk diberikan di dalam lubang sejauh ± 5 cm di kiri-kanan tanaman, kemudian ditutup tanah.

v. Pengendalian Hama dan Penyakit.

Pengendalian hama dan penyakit tanaman dilakukan dengan menyemprotkan fungisida Benlate® dengan konsentrasi 0.7 g/liter dan penyemprotan pestisida Curacron® 500 EC dengan konsentrasi 1 cc/liter. Penyemprotan dilakukan apabila tanaman menunjukkan gejala penyakit atau serangan hama. Penyemprotan di usahakan tidak dilakukan pada musim panen. Apabila harus dilakukan maka tanaman stroberi minimal disemprot 2 hari sebelum buah dipanen.

f. Panen

Buah stroberi mulai dapat dipanen saat 3 bulan setelah tanam (melalui bibit). Pemanenan dilakukan pada pagi hari saat intensitas cahaya matahari dan suhu belum terlampau tinggi. Kematangan buah ditandai dengan kulit buah dominan berwarna merah atau hijau kemerah-merahan hingga kuning kemerah-merahan. Cara panen dilakukan dengan memetik pada bagian tangkai buah beserta kelopaknya, pememetikan pada tangkai buah dan kelopak

E. Parameter yang Diamati 1. Parameter Kompos

a. Pengukuran derajat keasaman (pH)

Pengamatan pH mengacu pada AOAC (1990), yaitu dengan menggunakan pH meter, pengukuran dilakukan pada awal dan akhir pengomposan.


(50)

Sebanyak 10 g sampel dicampur dengan 50 ml air mineral, didiamkan selama 24 jam dan kemudian dilakukan pengukuran pH. Sebelum dilakukan pengukuran, pH meter harus distandarisasi dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 7,0 atau pH 4,0. Selanjutnya dilakukan pengukuran terhadap larutan sampel dengan elektrodanya ke dalam larutan sampel dan biarkan beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil.

b. Pengamatan kadar air

Penentuan kadar air dari tumpukan kompos mengacu pada penentuan kadar air cara pemanasan menggunakan oven (AOAC 1990). Pengamatan ini dilakukan pada akhir pengomposan. Sebanyak 25 g sampel ditimbang dalam botol timbang yang telah diketahui berat keringnya. Kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 100-105 0C selama 12 jam, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Selanjutnya sampel dipananskan kembali dalam oven selama 30 menit, didinginkan kembali dalam desikator dan ditimbang kembali beratnya. Hal ini dilakukan berulang-ulang hingga diperoleh berat konstan (selisih penimbangan berturut-turut kurang dari 0,2 mg). Selisih antara berat basah dan berat kering merupakan kandungan air dalam bahan atau dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

c. Nitrogen Total

Kandungan N-total pada tumpukan kompos dianalisis dengan menggunakan Metode Semi-Mikro Kjeldahl (Thom dan Utomo, 1991). Pengukuran ini

Kadar air = Berat Basah – Berat Kering X 100 % Berat Basah


(51)

dilakukan pada akhir proses pengomposan. Sebanyak 1 g sampel ditempatkan dalam labu semi-mikro Kjeldahl 100 ml, kemudian ditambahkan 5 ml larutan asam sulfat salisilat dan dibiarkan selama beberapa jam pada suhu ruangan. Setelah itu labu dipanaskan dalam dengan alat pemanas sampai berhenti berbuih. Kemudian labu didinginkan dan ditambahkan 1,1 g campuran katalis. Labu diletakkan di atas alat pemanas, panas ditingkatkan hingga proses perombakan selesai dan campuran dalam labu mendidih secara perlahan-lahan selama 5 jam. Suhu pemanasan selama pendidihan ini diatur sehingga asam sulfat mengkondensasi kira-kira sampai sepertiga bagian atas leher labu. Setelah perombakan selesai, labu dibiarkan dingin dan ditambahkan 10 ml air destilata. Kemudian diaduk secara perlahan hingga padatan berubah menjadi suspensi dan labu dibiarkan menjadi dingin.

Sampai tahap ini, labu ditutup untuk dilakukan detilasi. Peralatan destilasi disiapkan dengan pemanasan generator uap sampai mendidih. Cairan dari labu destilasi ditransfer dan labu pengurai dibilas dengan air destialata (5 ml) sebanyak 2 kali dan air bilasannya ditransfer ke labu destilasi. Labu dihubungkan ke peralatan destilasi uap, sistem destilasi uap ditutup,dan kemudian diletakkan sebuah erlenmeyer 100 ml yang berisi 25 ml asam borat dibawah kondensor. Kemudian ditambahkan NaOH 40 % sebanyak 20 ml dengan menggunakan corong dan dialirkan secara perlahan ke dalam labu destilata. Generator uap dihentikan ketika larutan destilata mencapai kira-kira 40 ml. Ujung tabung destilasi dibilas dan labu erlenmeyer yang mengandung bahan destilata diambil. Titrasi larutan destilata dengan HCL 0,025 N standar


(52)

dengan menggunakan buret. Perubahan warna pada titik akhir adalah dari hijau menjadi merah jambu.

Perhitungan:

d. Total C-organik dan Bahan Organik

Kandungan C-organik dianalisis dengan menggunakan metode Walkey and Black (Thom dan Utomo, 1991). Analisis ini dilakukan pada akhir proses pengomposan. Sampel sebanyak 0,2 g yang lolos ayakan 2 mm ditimbang dan dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 250 ml. Sebanyak 10 ml kalium bikromat 1 N ditambahkan ke dalam labu. Kemudian ditambahkan 15 ml asam sulfat pekat dan digoyang secara perlahan dengan cara memutar labu selama 2 menit. Diusahakan agar sampel tidak naik keatas sisi bagian atas gelas labu sehingga tidak terjadi kontak dengan pereaksi. Labu akan menjadi panas saat asam sulfat ditambahkan dan dibiarkan selama 30 menit. Sebanyak 100 ml air ditambahkan dan dibiarkan hingga dingin. Tambahkan 5 ml asam fosfat pekat, 2,5 ml larutan NaF 4% dan 5 tetes indikator difenilamin. Sampel dititrasi dengan larutan ammonium sulfat besi (2+) 0,5 N hingga warna larutan berubah dari coklat kehijauan menjadi lebih keruh (turbid blue). Kemudian dititrasi tetes demi tetes dan labu digoyang terus menerus hingga warna berubah dengan tajam menjadi hijau terang. Sampel blangko disiapkan dan dilakukan prosedur yang sama.

Perhitungan :

% N= N x ml x 14 x 100 Berat sampel (mg)


(53)

% C = ml K2Cr2O7 × (1-s/t) × 0,3886 % berat sampel kompos

Keterangan : s = ml titrasi sampel t = ml titrasi blanko

% Bahan Organik = % C x 1,724 e. Rasio C/N

Pengukuran rasio C/N dilakukan dengan menghitung perbandingan nilai Total C-organik dan Nitrogen Total yang diperoleh dari data hasil analisis. Perhitungan :

Rasio C/N = Nilai C-Organik Nilai N-Total 2. Parameter Tanaman Stroberi

a. Tinggi Tanaman (cm)

Tinggi tanaman diukur mulai dari permukaan media hingga titik tumbuh bibit dengan menggunakan penggaris. Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap seminggu sekali pada saat tanaman berumur 1 MST hingga 16 MST.

b. Jumlah Daun (helai)

Perhitungan jumlah daun dilakukan dengan cara mengitung daun yang membuka. Penghitungan jumlah daun dilakukan setiap seminggu sekali pada saat tanaman berumur 1 MST hingga 16 MST.

c. Jumlah Anakan Per-tanaman (anakan)

Jumlah anakan dihitung dari jumlah anakan yang tumbuh pada setiap tanaman. Perhitungan dilakukan setiap minggu sekali dimulai saat tanaman berumur 1 MST hingga 16 MST.


(54)

d. Bobot Basah Tajuk (g)

Tajuk tanaman adalah bagian atas tanaman yang terdiri dari batang, serta daun-daun pada tanaman. Bobot basah tajuk ditimbang setelah pengamatan terakhir. Tanaman dibersihkan lalu dipisahkan dari akarnya. Kemudian ditimbang dengan timbangan digital.

e. Bobot Kering Tajuk (g)

Bobot kering tajuk diukur setelah panen. Bobot kering akar diperoleh dengan cara menimbang bagian tajuk yang sudah dipisahkan dari akar, kemudian dioven pada suhu 70 ºC selama 48 jam (sampai kering mutlak), lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik sampai diperoleh bobot konstan.

f. Bobot Basah Akar (g)

Bobot basah akar ditimbang setelah pengamatan terakhir. Tanaman yang telah dipanen dipotong pada bagian pangkal akarnya. Akar kemudian dibersihkan dan ditimbang dengan timbangan digital.

g. Panjang Akar (cm)

Panjang akar diukur setelah pengamatan terakhir. Tanaman yang telah dipanen dipotong pada bagian pangkal akarnya. Kemudian diukur panjang akar dengan menggunakan penggaris.

h. Bobot Kering Akar (g)

Bobot kering akar diperoleh dengan cara menimbang bagian akar yang sudah dipisahkan dari tajuk dan dibersihkan dari kotoran yang ada, kemudian dioven pada suhu 70 ºC selama 48 jam (sampai kering mutlak), lalu ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik sampai diperoleh bobot konstan.


(55)

i. Jumlah Buah Per-tanaman (buah)

Jumlah buah per tanaman stroberi dihitung dari jumlah buah yang dipanen pada setiap tanaman. Pemanenan buah dilakukan setiap 2 kali seminggu setelah tanaman mulai berbuah.

j. Diameter buah (cm)

Setiap buah stroberi per tanaman dipanen diukur diameter buah dengan cara mengukur bagian terlebar buah menggunakan jangka sorong.

k. Bobot Buah Per-tanaman (g)

Setiap buah stroberi per tanaman dipanen kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan digital, Pemanenan buah dilakukan setiap 2 kali seminggu setelah tanaman mulai berbuah

F. Analisa Data

Analisis data hasil pengamatan dilakukan dengan Sidik Ragam (Analysis Of Variance) yang disajikan dalam bentuk Tabel anova dengan taraf nyata 5 %. Apabila diperoleh hasil beda nyata antar perlakuan yang dicobakan maka dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) taraf nyata 5%.


(56)

39

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Analisis Kompos Kulit Biji Kopi

Pengomposan kulit biji kopi dilakukan selama 30 hari, proses pembuatan kompos ini berlangsung secara aerob karena pada saat pembuatan memerlukan adanya oksigen (udara). Kompos pada hari ke-30 dibongkar dan diamati karakteristik fisiknya (warna, bau, dan tekstur). Untuk pengamatan kualitas fisik kompos pengamatan langsung dilakukan oleh panelis ahli (Dosen) dan peniliti (mahasiswa) sedangkan untuk kualitas kimia (pH, kadar air, C-Organik, N-Total, BO, dan Nisbah C/N) dilakukan uji di Laboratorium Tanah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Hasil analisis kompos kulit biji kopi pada pengomposan 30 hari disajikan pada Tabel 2.

Tabel 1. Hasil Analisis Kompos Kulit Biji Kopi No Parameter Kompos Kulit Biji

Kopi

SNI Kompos Keterangan

1 Ph 7,07 6,8 - 7,49 Sesuai

2 Kadar air % 18,74 <50 Sesuai

3 N total % 2,09 >0,4 Sesuai

4 C Organik % 12,49 9,8 – 32 Sesuai

5 Bahan Organik % 21,54 27 – 58 Tidak sesuai

6 Rasio C/N 5,96 10 – 20 Tidak sesuai

Sumber : Hasil analisis Laboratorium Tanah UMY, 2016

Pengomposan kulit biji kopi selama 30 hari menghasilkan kompos kulit biji kopi yang warnya coklat kehitaman (Lampiran 10.a), berbau seperti tanah dan teksturnya menyerupai tanah. Hasil kompos kulit biji kopi ini telah memenuhi


(57)

kriteria persyaratan kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004. Menurut SNI 19-7030-2004 karakteristik fisik kompos yang baik yaitu berwarna kehitaman, bertekstur remah dan berbau seperti tanah. Hal ini juga sesuai pendapat Widyarini (2008) bahwa tanda fisik kompos yang sudah matang adalah berwarna gelap (kehitaman), tidak berbau busuk dan teksturnya remah.

Hasil uji laboratorium tanah Universitas Muhammadiyah Yogyakarta kompos kulit biji kopi pada Tabel 2. Menunjukan Nilai pH yang didapatkan pada penelitian ini 7,07 , kadar air 18,74 %, N-Total 2,09 %, dan C-Organik 12,29 % berada di kisaran nilai standar kompos berdasarkan SNI 19-7030-2004. Hal ini berarti sudah sesuai dengan standar SNI 19-7030-2004.

Hasil uji pada C/N rasio dan kandungan Bahan Organik kompos kulit biji kopi Tabel 2. yang didapatkan pada penelitian ini memiliki nilai 5,96 dan kandungan bahan organik 21,54 % yang berada di bawah nilai minimal standar kompos berdasarkan SNI : 19-7030-2004. Hal ini berarti tidak sesuai dengan standar SNI 19-7030-2004.

C/N rasio dalam pengomposan mengalami penurunan karena C/N dipengaruhi oleh kadar karbon organik bahan yang cenderung menurun dan perubahan kadar nitrogen yang relatif konstan, sehingga nisbah C/N akan menurun pada akhir proses pengomposan. Kadar karbon organik juga akan mempengaruhi kadar bahan organik. Selama proses dekomposisi berlangsung akan terjadi kehilangan C-organik akibat senyawa karbon organik yang digunakan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme dan menguapnya CO2 sebagai hasil


(1)

6

sama. Hal ini disebabkan pada minggu ke 1-4 unsur hara yang terdapat pada pupuk kandang dan kompos belum tersedia sehingga tanaman belum menggunakan hara yang terdapat pada pupuk kandang dan kompos kulit biji kopi. Hara yang belum tersedia dikarenakan pupuk kadang dan kompos yang termasuk pupuk organik yang mana pelepasan hara berjalan lebih lama atau bersisat slow release. Pada minggu ke-7 hingga akhir pengamatan pertambahan tinggi tanaman terlihat liier. Hal ini disebabkan pada umur 7 MST tanaman stroberi telah masuk fase generative

Jumlah daun. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pemberian pupuk kandang (kontrol) memberikan pengaruh yang sama atau tidak beda nyata terhadap parameter jumlah daun tanaman stroberi. Dari Tabel 3. Diatas menunjukan rerata hasil jumlah daun tanaman stoberi relatif sama. Hal ini dikarenakan jumlah daun dipengaruhi oleh tinggi tanaman akibatnya rerata hasil jumlah daun juga menunjukan hasil yang relatif sama. Hal ini diperkuat oleh Habrina Ananda Putri (2011) bahwa jumlah daun yang di peroleh berkaitan dengan tinggi tanaman.

Grafik laju pertumbuhan jumlah daun dapat dilihat bahwa garis laju penambahan jumlah daun pada tanaman stroberi terlihat linier atau relatif sama. Hal ini dipengaruhi oleh faktor genetika dari tanaman stroberi itu sendiri. Terjadinya pertambahan jumlah daun yang terbentuk pada tanaman stroberi seiring dengan bertambahnya umur tanaman.

Jumlah anakan Hasil analisis sidik ragam jumlah anakan stroberi menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap jumlah anakan. Dari Tabel 3. diatas terlihat bahwa rerata hasil jumlah anakan relatif sama. Hal ini dikarenakan ketersediaan hara mempengaruhi pertumbuhan anakan salah satu unsur hara yang dibutuhkan untuk perningkatkan jumlah anakan yaitu N. Sesuai pendapat Purwanto (2006), nitrogen memiliki manfaat bagi tanaman yaitu memacu pertumbuhan dan pembentukan daun dan anakan, serta terbentuknya akar. Unsur N yang terkandung pada pupuk kandang dan kompos kulit biji relatif sama (Lampiran 8.) sehingga kemampuan unsur N untuk mendorong pertumbuhan anakan pada tanaman stroberi juga sama.

Grafik laju pertumbuhan produksi anakan mengalami peningkatan dari 3 MST - 7 MST kemudian tidak mengalami peningkatan lagi pada 8 MST dan 9 MST. Hal ini diduga karena pada saat tamanan berumur 3 MST pupuk kandang sapi dan kompos kulit biji kopi telah terdekomposisi sehingga dapat berpengaruh pada pembentukan anakan. Dan pada umur 8 MST dan 9 MST tanaman stroberi sudah mulai tidak terjadi penambahan jumlah anakan. Hal tersebut diduga karena masuk fase generatif.

Bobot basah tajuk Hasil sidik ragam bobot basah tajuk tanaman stroberi menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap bobot basah tajuk. Dari Tabel 4. Di bawah ini menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil bobot basah tajuk tanaman stoberi yang relatif sama.


(2)

7

Tabel 4. Rerata bobot basah dan bobot kering tajuk

Perlakuan Bobot Basah

Tajuk (g)

Bobot Kering Tajuk (g)

A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 16,81 3,10

A2 (kompos kulit biji kopi 14,5 ton/h) 13,32 2,68 A3 (kompos kulit biji kopi 16,5 ton/h) 11,7 2,47 A4(kompos kulit biji kopi 18,5 ton/h) 18,47 3,30 A5 (kompos kulit biji kopi 20,5 ton/h) 19,38 3,67 Keterangan : Angka-angka pada kolom menunjukkan berpengaruh tidak berbeda

nyata menurut uji F pada taraf 5%

Aplikasi pupuk kandang (Kontrol) dan berbagai tingkat dosis kompos kulit biji kopi menunjukkan rerata hasil bobot basah tajuk yang relatif sama. Hal ini karena jumlah dan ukuran tajuk akan mempengaruhi bobot tajuk. Semakin banyak jumlah daun dan semakin tinggi tanaman, maka bobot tajuk akan semakin besar (Sitompul dan Guritno, 1995). Bobot basah tajuk merupakan bobot tajuk yang ditimbang secara langsung setelah panen, sebelum tanaman menjadi layu karena

kehilangan air (Lakitan, 1993 “dalam” Maesarah, 2013). Berdasarkan hal tesebut

menunjukkan kandungan air tanaman berpengaruh terhadap bobot basah tajuk. Berdasarkan hal tesebut menandakan air juga berpengaruh terhadap bobot basah tajuk. Bobot tajuk yang dihasilkan tidak menunjukan perbedaan yang nyata juga dipengaruhi oleh pemberian air atau penyiraman pada tanaman stroberi dengan jumlah yang sama

Bobot kering tajuk Hasil analisis sidik ragam bobot kering tajuk stroberi menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap bobot kering tajuk. Dari Tabel 4. menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil bobot kering tajuk tanaman stoberi yang relatif sama Hal ini dikarenakan bobot kering tajuk dipengaruhi oleh bobot basah tajuk. Bobot kering tanaman stroberi merupakan hasil penimbangan tajuk tanaman sroberi basah yang telah dikeringkan oven pada suhu 70 oC selama ± 48 jam.

Bobot basah akar Hasil sidik ragam bobot basah akar stroberi menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap bobot basah akar.

Tabel 5. Rerata bobot basah akar, panjang akar dan bobot basah akar stroberi

Perlakuan Bobot Basah

Akar (g)

Panjang Akar (cm)

Bobot Kering Akar (g)

A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 11 32,17 3,01

A2 (kompos kulit biji kopi 14,5 ton/h) 8,21 34,85 2,96 A3 (kompos kulit biji kopi 16,5 ton/h) 10,89 41,22 3,88 A4(kompos kulit biji kopi 18,5 ton/h) 8,59 35,16 2,79 A5 (kompos kulit biji kopi 20,5 ton/h) 11,30 39,36 3,45 Keterangan : Angka-angka pada kolom menunjukkan berpengaruh tidak berbeda


(3)

8

Dari Tabel 5. Menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil bobot basah akar tanaman stoberi yang relatif sama. Hal ini dikarenakan unsur hara N yang terkandung pada pupuk kandang dan kompos kulit biji kopi relatif sama (lampiran 8.). Menurut Poerwowidodo (1992) penambahan N melalui pupuk mampu merangsang pertumbuhan akar dan meningkatkan berat akar tanaman. Selain itu pemupukan N akan merangsang pembentukan akar baru dan rambut-rambut akar yang mempunyai kapasitas serap per persatuan berat sangat tinggi, sehingga semakin tinggi dosis pupuk yang diberikan, maka semakin banyak pula nitrogen yang diserap oleh akar tanaman.

Panjang akar. Hasil sidik ragam panjang akar tanaman stroberi) menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) memberikan pengaruh yang tidak beda nyata terhadap panjang akar. Dari Tabel 5. Di atas menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil panjang akar tanaman stoberi yang relatif sama. Panjang akar menunjukkan aktivitas akar dalam menyerap nutrisi. Oleh karena itu, banyak sedikitnya unsur hara yang terkandung dalam media mempengaruhi perpanjangan akar. Panjang akar lebih pendek jika ketersediaan unsur hara media melimpah (Tisdale & Nelson 1975). Hal ini terlihat pada perlakuan pupuk kandang dan berbagai tingkat dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil panjang akar yang relatif sama ini menunjukan bahwa unsur hara yang terkandung dalam media relatif sama. Hasil uji laboratorium Tanah UMY menunjukan kandungan hara pupuk kandang dan kompos kulit biji kopi relatif sama (lampiran 8.) sehingga dimungkin besarnya unsur hara terdapat dalam media sama.

Bobot kering akar. Hasil analisis sidik ragam bobot kering akar stroberi menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap bobot basah akar. Dari Tabel 5. menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil bobot kering akar tanaman stoberi yang relatif sama. Bobot kering akar berkaitan dengan bobot basah akar, yaitu bobot kering akar diperoleh setelah kandungan air yang terdapat pada bobot basah akar dikeringkan. Kandungan air yang terdapat pada tanaman stroberi sangat berpengaruh untuk pertumbuhan tanaman terutama untuk proses fotosintesis. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Agung dan Rahayu (2004), bahwa rendahnya jumlah air akan menyebabkan terbatasnya perkembangan akar, defisit air dalam jangka waktu yang pendek hanya berpengaruh pada efisiensi fotosintesis, sedangkan untuk jangka panjang mengakibatkan menurunnya efisiensi pembentukan bahan kering.

Jumlah buah per-tanaman Hasil sidik ragam jumlah buah pertanaman stroberi menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap jumlah buah pertanaman. Dari Tabel 6. Di bawah menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil jumlah buah tanaman stoberi yang relatif sama.


(4)

9

Tabel 6. Rerata jumlah buah, diameter buah dan bobot buah stroberi

Perlakuan Jumlah Buah

(buah)

Diameter buah (cm)

Bobot Buah (g)

A1 (pupuk kandang 20 ton/h) 0,97 1,04 1,12

A2 (kompos kulit biji kopi 14,5 ton/h) 1,30 1,13 1,65 A3 (kompos kulit biji kopi 16,5 ton/h) 0,83 0,90 1,02 A4(kompos kulit biji kopi 18,5 ton/h) 1,65 1,31 2,35 A5 (kompos kulit biji kopi 20,5 ton/h) 0,92 0,90 0,91 Keterangan : Angka-angka pada kolom menunjukkan berpengaruh tidak berbeda

nyata menurut uji F pada taraf 5%

Berdasarkan Poling (2012), jumlah bunga dalam setiap tandan memang sedikit dari 6 sampai 8 bunga yang ada maksimal hanya 4 yang berkembang menjadi buah. Jumlah bunga yang dihasilkan sangat mempengaruhi jumlah buah yang dihasilkan. Banyaknya bunga yang gugur tidak dipengaruhi secara nyata oleh perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan kompos kulit biji kopi. Banyaknya jumlah bunga yang gugur disebabkan oleh suhu tinggi yaitu 26–27 0C pada periode januari-mei 2016 selama penelitian (lampiran 9.). Menurut Schneider dan Scarborough (1960) suhu yang terlalu tinggi selama bunga mekar menyebabkan periode bunga mekar dan reseptivitas stigma menjadi pendek sehingga menghambat pembuahan dan menyebabkan bunga gugur sehingga dapat menurunkan jumlah buah dan bobot buah panen.

Diameter Buah Hasil sidik ragam diameter buah stroberi menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap diameter buah. Dari Tabel 6. Menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil diameter buah stroberi yang relatif sama. Hal ini dikarenakan ukuran buah (diameter buah) ditentukan oleh bunga stroberi. Buah yang dihasilkan oleh bunga primer lebih besar daripada buah yang dihasilkan bunga sekunder dan buah dari bunga sekunder lebih besar daripada buah yang berasal dari bunga tersier. Ukuran buah yang kecil dikarenakan selama penelitian tidak dilakukan penjarangan buah dan bunga, sehingga translokasi fotosintat menuju buah tersier dapat dialihkan menuju buah sekunder dan tersier. Tidak dilakukannya pembuangan bunga juga akan menyebabkan terjadinya persaingan penggunaan fotosintat antara buah dan bunga, sehingga fotosintat tidak dapat terkonsentrasi untuk perkembangan buah.

Bobot buah per-tanaman Hasil sidik ragam bobot buah pertanaman stroberi menunjukkan bahwa perlakuan dosis kompos kulit biji kopi dan pupuk kandang (kontrol) berpengaruh tidak berbeda nyata terhadap bobot buah pertanaman. Dari Tabel 6. Menunjukan bahwa perlakuan pupuk kandang (kontrol) dan berbagai tingkatan dosis kompos kulit biji kopi memberikan rerata hasil bobot buah tanaman stoberi relatif sama. Hal ini disebabkan bobot buah berkorelasi dengan jumlah buah dan juga diameter buah, semakin banyak jumlah buah dan besar diameter yang dihasilkan tentu bobot yang dihasilkan juga akan semakin besar, tentunya jika jumlah buah dan diameter buah memberikan hasil yang tidak beda nyata maka bobot buah yang dihasilkan juga tidak berbeda nyata.


(5)

10

IV.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Aplikasi kompos kulit biji kopi memberikan pengaruh sama dengan aplikasi

pupuk kandang pada budidaya tanaman stroberi. Sehingga kompos kulit biji kopi dapat digunakan sebagai pengganti pupuk kandang pada budidaya stroberi.

2. Aplikasi kompos kulit biji kopi dengan dosis 14,5 ton/h sudah dapat menggantikan pupuk kandang 20 ton/h pada budidaya stroberi. Namun, peningkatan dosis sampai dengan 20,5 ton/h ternyata tidak diikuti dengan peningkatan pertumbuhan dan hasil.

B. Saran

Perlu adanya kajian ulang mengenai dosis kompos kulit biji kopi yang digunakan dan lingkungan tumbuh sesuai pada budidaya stroberi.

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, 2014. “Pengaruh Kompos Kulit Kopi dan Interval Aplikasi Pupuk Bio

Cair (Herbafarm) Tehadap Hasil Jagung Manis (Zea mays sacchrata sturt”. Jurnal Agriculture Vol. X No. 2.

Badan Standarisasi Nasional (BSN), 2004. Spesifikasi Kompos dari Sampah Organik Domestik. SNI 19-7030-2004.

Bambang Purwanto. (2006). Dasar – Dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta: Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura

Baon, J.K., R. Sukasih dan Nurkholis, 2005. Laju Dekomposisi dan Kualitas Kompos Limbah Padat Kopi: Pengaruh Aktivator dan Bahan Baku Kompos. Pelita Perkebunan Vol. 21 No. 1

BPS. 2012. http://www. bps. go. Id/. Diakses pada tanggal 8 November 2015. Habrina Ananda Putri. 2011. Skripsi Pengaruh Pemberian Beberapa Konsentrasi

Pupuk Organik Cair Lengkap (POCL) Bio Sugih Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Jagung Manis (Zea mays saccharata Sturt.). Universitas Andalas. Padang

Hanif, Z., dan H.Ashari. 2013. Sebaran stroberi (Fragaria x ananassa) di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika. Kota Batu.

Hartatik, W. dan L.R. Widowati, 2010. Pupuk Kandang.

http://www.balittanah.litbang.deptan.go.id. Diakses tanggal 8 November 2015.

Jurgens, 1997 “dalam” Kurniawan, D., S. Kumalaningsih dan N.M. Sabrina.

2012. PengaruhPenambahan Effective Microorganisme-4 1% dan Lama Fermentasiterhadap Kualitas Pupuk Bokhasi dari Kotoran Kelinci dan


(6)

11

LimbahNangka. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas PertanianUniversitas Brawijaya. Jurnal Industri. Malang. Vol 2 No : 57-66.

Lakitan, 1993 “dalam” Maesarah. 2013. Pemanfaatan Air Cucian Beras Untuk

Pertumbuhan Bibit Impatiens balsamina L. Sebagai Bahan Ajar Bagi Masyarakat. Skripsi: Fakultas FPMIPA IKIP MATARAM.

Poerwowidodo, 1992. Telaah Kesuburan Tanah, Penerbit Angkasa Persada Jl. Kronolodong No. 37, Cetakan keempat Bandung

Rizskywan, P. 2014. Pengaruh Lama Pengomposan dan Dosis Kompos Limbah Kulit Kopi Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Kacang Tanah (Arachis hypogea L.). Skripsi. Universitas Syiah Kuala. Banda Aceh. Rosmarkam, A. dan N.W. Yuwono. 2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius.

Yogyakarta.

Schneider, G.W., C.C. Scarborough. 1960. Fruit Growing. Prentice. Hall. Inc. USA

Sitompul, S. M. dan B. Guritno, 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Tisdale, S.L. dan W.L. Nelson. 1975. Soil Fertility and Fertilizers, Macmillan Publishing Co. Inc., New York.

Widyarini . 2008. Studi Kualitas Hasil Dan Efektifitas Pengomposan Secara Konvensional dan Modern di TPA Tamesi Gianjar. Tesis (Online ) Denpasar : Universitas Udayana. (Diakses 10 Maret 2013).