Konsep Trafficjing Terima kasih untuk semua pihak yang dengan sengaja atau tidak yang telah

D. Konsep Trafficjing

D.1 Pengertian Trafficking Ada beberapa defenisi tentang trafficking in person TPI atau perdagangan orang laki-laki dan perempuan, dewasa maupun anak-anak, tetapi yang paling banyak diadopsi pengertiannya di Indonesia adalah protocol to prevent, suppress and punish trafficking in person especiali women and children, supplementing the unted concention against transnational organized crime 2000 yang menyatakan bahwa pengertian trafficking in person adalah rekrutmen, tranportasi, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seseorang, dengan ancaman atau penggunaan kekerasan atau bentuk-bentuk tekanan yang lain, penculikan, pemalsuan penipuan atau pencurangan, atau penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, ataupun penerimaanpemberian bayaran atau manfaat sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang tersebut, untuk dieksploitasi seksual lainnya. minimalnya dieksploitasi untuk prostitusi atau bentuk-bentuk eksploitasi seksual lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang menyerupainya, adopsi illegal atau pengambilan organ tubuh. Dari pengertian tesebut, secara garis besar dapat disimpulkan bahwa trafficking in person perdagangan orang adalah pemindahan manusia dari lingkungan keluarganya atau dari sistem lingkungan lainnya, melalui proses: perekrutan atau pengangkutan atau pemindahan atau penampungan atau penerimaan dengan cara ancaman atau kekerasan atau paksaan atau penculikan atau penipuan atau kecurangan atau penyalahgunaan kekuasaan, dan untuk tujuan ; pelacuran atau pornografi atau kekerasaneksploitasi seksual atau kerja paksadengan gaji yang tak adil atau perbudakanpraktek-praktek Universitas Sumatera Utara serupa atau adopsi illegal atau pengambilan organ-organ tubuh. Dengan demikian suatu kegiatan dapat disebut trafficking apabila : 1. Memenuhi ke empat unsur; pemindahan manusia dari dukungan keluarganya atau sistem dukungan lainnya, proses, cara dan tujuan. 2. Sementara untuk masing – masing unsur, cukup salah satu unsur terpenuhi Kementrian Coordinator Bidang Kesra RI, 2003:1 D.2. Korban Korban yang “diperdagangkan“ dalam trafficking adalah orang-orang dewasa dan anak–anak, laki–laki dan perempuan yang kondisinya rentan diantaranya yaitu: 1. Perempuan dan anak –anak dari keluarga miskin yang berasal dari pedesaan atau daerah kumuh perkotaan 2. Perempuan dan anak – anak dengan pendidikan terbatas 3. Perempuan dan anak – anak yang tinggal dengan masalah ekonomi politik dan sosial yang serius 4. Perempuan dan anak – anak yang menghadapi krisis ekonomi seperti: penyakit keras, hilangnya pendapatan suami dan orang tua, atau mereka meninggal dunia 5. Anak – anak putus sekolah 6. Korban kekerasan fisik,psikis,seksual 7. Para pencari kerja 8. Perempuan dan anak jalanan 9. Korban penculikan Universitas Sumatera Utara 10. Janda cerai akibat pernikahan dini 11. Mereka yang mendapat tekanan untuk bekerja dari orang tua atau lingkungannya 12. Pekerja seks yang menganggap bekerja di luar negeri menjanjikan pendapatan lebih Kementrian Koordinator Bidang Kesra RI,2003 : 3 D.3. Pelaku 1. Agen perekrut tenaga kerja, agen perekrut tenaga kerja atau perusahaan jasa tenaga kerja Indonesia PJTKI membayar agencalo perseorangan untuk mencari buruh di desa – desa, mengolah penampungan, memperoleh identifikasi dan dokumen perjalanan, memberikan pelatihan dan pemeriksaan medis serta menempatkan buruh dalam pekerjaanya di negara tujuan. Baik PJTKI yang terdaftar maupun tidak terdaftar melakukan praktik yang illegal dan eksploitati, seperti memfasilitasi pemalsuan paspor dan KTP serta secara illegal menyekap buruh di penampungan 2. Agen, agen atau calo mungkin saja adalah orang asing yang datang kesuatu desa, atau tetangga, teman, atau bahkan kepala desa. Agen dapat bekerja secara bersama untuk PJTKI yang terdaftar dan tidak terdaftar, memperoleh bayaran untuk setiap buruh yang direkrutnya. Mereka sering terlibat dalam praktek illegal seperti pemalsuan dokumen. 3. Pemerintah, pejabat pemerintah juga memainkan peranan dalam eksploitasi dan perdagangan migran. Keterlibatan mereka antara lain adalah memalsukan Universitas Sumatera Utara dokumen, mengabaikan pelanggaran dalam perekrutan dan ketenagakerjaan, atau mempasilitasi penyeberangan perbatasan secara illegal. 4. Majikan, majikan apakah mereka terlibat atau tidak dalam perekrutan, terlibat dalam perdagangan jika mereka memaksa buruh yang direkrut untuk bekerja dalam kondisi eksploitatif. Seorang majikan terlibat perdagangan jika ia tidak membayar gaji, secara illegal menyekap buruh di tempat kerja, melakukan kekerasan seksual dan pisik terhadap buruh, memaksa buruh untuk terus bekerja di luar keinginan mereka, atau menahan mereka dalam penjeratan hutang. 5. Pemilik dan pengelola rumah bordil, sama dengan majikan di atas, terlibat dalam perdagangan bila mereka memaksa seorang perempuan untuk bekerja di luar kemampuannya, menahannya, dalam jeratan utang, menyekapnya secara illegal, membatasi kebebasanya bergerak, tidak membayar gajinya, atau merekrut dan memperkerjakan anak usia di bawah 18 tahun. 6. Calo pernikahan, seorang calo pernikahan yang terlibat sistem pengantin pesanan terlibat dalam perdagangan ketika ia mengatur pernikahan yang mengakibatkan pihak istri terjerumus dalam kondisi serupa perbudakan dan eksploitatif. 7. Orang tua dan sanak saudara, orang tua dan sanak saudara lain menjadi pelaku perdangangan ketika mereka secara sadar menjual anak atau saudara mereka kepada seorang majikan, apakah kedalam industri seks atau sektor lain. Orang tua juga memperdagangkan anak mereka ketika mereka menerima pembayaran di muka untuk penghasilan yang akan di terima anak mereka di masa depan, Universitas Sumatera Utara atau menawarkan layanan dari anak mereka guna melunasi utang yang telah mereka buat sehingga memaksa anak mereka masuk kedalam penjeratan utang. 8. Suami, suami yang menikahi dan kemudian mengirim istrinya kesebuah tempat baru dengan tujuan untuk mengeksploitasinya demi keuntungan ekonomi, menempatkannya dalam status budak, atau memaksanya melakukan prostitusi, terlibat dalam perdagangan.Rosenberg, 2003:23. D.4. Pengguna Pengguna user trafficking secara langsung maupun tidak langsung, antara lain adalah: 1. Mucikari dan pengelola rumah bordil yang menjalankan bisnis layanan seks kepada para laki-laki hidung belang, pengidap pedofilia dan kelainan seks lainnya, serta pekerja asing ekspatriat dan pebisnis internasional yang tinggal sementara di suatu Negara. 2. Para pengusaha yang membutuhkan pekerja anak yang murah, penurut, mudah diatur dan mudah ditakut-takuti. 3. Pengusaha bisnis hiburan yang memerlukan perempuan mudah untuk diperkerjakan di panti pijat, karaoke, dan tempat-tempat hiburan lainya. 4. Para pebisnis di bidang pariwisata yang juga menawarkan jasa layanan wisata seks 5. Agen penyalur tenaga kerja yang tidak bertanggung jawab. 6. Sindikat pengedar narkoba yang memerlukan pengedar baru untuk memperluas jaringannya. Universitas Sumatera Utara 7. Keluarga menengah dan atas yang membutuhkan perempuan dan anak untuk diperjakan sebagai pembantu rumah tangga. 8. Keluarga yang ingin mengadopsi anak. 9. Laki-laki Cina Taiwan dan laki-laki luar negeri lainnya, yang menginginkan perempuan” tradisionil” sebagai pengantin Kementerian Koordinator Bidang Kesra RI, 2003:4 D.5 Tujuan Trafficking dimaksud untuk memenuhi sebagai tujuaan, antara lain: 1. Sebagai pekerja seks komersial. 2. Sebagai pekerjaburuh yang murah dan penurut. 3. Sebagai pekerja domestic pembantu rumah tangga. 4. Sebagai pengemis yang diorganisir. 5. Sebagai pengedar narkoba. 6. Sebagai pekerja di tempat-tempat hiburan. 7. Sebagai konsumsi pengidap pedoifilia. 8. Memenuhi pengantin pesanan ”mail order bride” untuk perkawinan tradisional. 9. Memenuhi akan kebutuhan adopsi anak dan bayi Kementerian coordinator bidang kesra RI 2003:5. Universitas Sumatera Utara D.6. Faktor penyebab Banyak faktor yang menyebabkan orang terlibat dalam trafficking yang dapat dilihat dari dua 2 sisi, yaitu : penawaran dan permintaan

6.1 Faktor penyebab dari sisi penawaran, antara lain:

Trafficking merupakan bisnis yang menguntungkan mencapai milyaran dolar pertahun, merupakan sumber keuntungan terbesar ketiga setelah perdagangan narkoba dan perdagangan senjata. 1. Kemiskinan akibat multi krisis, kurangnya kesempatan kerja dan peluang berusaha, menyebabkan orang tua tega menjual anaknya, dan menyebabkan anak- anak tidak sekolah sehingga tidak memiliki keterampilan untuk bersaing di pasar kerja. 2. Keinginan untuk hidup lebih layak tetapi dengan kemampuan yang minim dan kurang mengetahui informasi pasar kerja, menyebabkan perempuan dan anak terjebak dalam lilitan utang pada penyalur tenaga kerja dan yang kemudian mendorong mereka masuk dalam trafficking. 3. Materialisme yang konsumtif merupakan faktor yang menjerat gaya hidup anak baru gede ABG sehingga mendorong mereka memasuki dunia pelacuran secara dini. ABG ini sangat rentan terhadap bujukan da rayuan para calo untuk masuk dalam trafficking. 4. Pengaruh budaya patriarkhi yang masih kuat menyebabkan ketidak setaraan dan ketidak adilan gender yang ditandai dengan adanya pembakuan peran, beban ganda, subordinasi, marjinalisasi, dan kekerasan terhadap perempuan. Kondisi perempuan seperti ini, sangat rentan untuk dijadikan objek dalam trafficking. Universitas Sumatera Utara 5. Adat menikahkan anak dalam usia muda, mempunyai tinggkat kegagalan sangat tinggi. Para janda muda itu cenderun masuk dalam pelacuran untuk kelangsungan hidupnya. Keluarga muda itu seringkali juga belum siap menjadi orang tua, sehingga anak-anak mereka rentan untuk tidak mendapat pelindungan dan sering kali berakhir pula dengan masuknya anak kedalam trafficking untuk eksploitasi seksual komersial.

6.2 Faktor penyeban dari sisi permintaan antara lain:

1. Adanya kepercayaan bahwa berhubungan seks dengan anak-anak secara homoseksual ataupun heteroseksual akan meningkatkan kekuatan magis seseorang atau membuat awet mudah. Kepercayaan itu telah membuat masyarakat melegitimasi kekerasan seks sual dan bahkan memperkuatnya. 2. Adanya kegiatan pembagunan yang banyak melibatkan pekerja pendatang tidak tetap yang pada umumnya laki-laki, diduga mempunyai hubungan kuat dengan tajamnya peningkatan pelacuran yang mendorong terjadinya trafficking. 3. Meningkatnya kemudahan dan frekuensi transportasi internasional bersamaan dengan tumbuhnya penomena migrasi temporer karena alasan pekerjaan, telah meningkatkan peluang terjdinya trafficking. 4. Berkembangnya kejahatan internasioanal berkaitan dengan perdagangan narkoba yang memperluas usahanya dalam jaringan trafficking untuk prostitusi dan berbagai bentuk eksploitasi lainnya. Universitas Sumatera Utara 5. Globalisasi keuangan dan perdagangan memunculkan multi nasional,dan kerja sama keuangan seta perbangkan menyebabkan bayaknya pekerja asing ekspatriat dan pebisnis internasional yang tinggal sementara di Indonesia. Keberadaan mereka meninggkatkan demand untuk jasa layanan seks yang memicu peninggkatan trafficking perempuan. 6. Banyak laki-laki Cina Taywan dan laki-laki lainya yang merindukan perempuan yang masih “tradisionil” untuk dijadikan pengantinnya, yang mereka dapat melalui layanan pengantin pesanan mail order bride yang melibatkan calo-calo local lapis bawah, di tempat transip dan penampungan dalam dan luar negeri. Tetapi banyak “ suami “ suka melakukan tindak kekerasan, membebani dengan banyak pekerjaan, dan memperlakukan “ istrinya “ sebagai budak. 7. Kebutuhan para majikan akan pekerja yang murah, penurut mudah diatur dan mudah ditakut-takuti telah mendorong naiknya demand terhadap pekerja anak buruh-buruh pabrikindstri dikota-kota besar, di perkebunan, pekerja tambang permata di Kalimantan, perdagangan dan penangkapan ikan “ seringkali anak-anak itu bekerja dalam situasi yang berbahaya dan rawan kecelakaan. 8. Perubahan struktur sosial di tambah industrialisasikomersialisasi, telah meningkatkan jumlah keluarga menengah dan atas yang meningkatkan kebutuhan perempuan dan anak untuk dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga. Dalam kondisi yang tertutup dari dunia luar, anak-anak itu rawan Universitas Sumatera Utara terhadap penganiayaan baik fisik maupun seksual. Selain dipaksa bekerja berat tanpa istrahat, mereka diperlakukan kasar jika mengeluh. 9. Kemajuan bisnis pariwisata di seluruh dunia yang juga menawarkan pariwisata seks, termasuk yang mendorong tingginya permintaan akan perempuan dan anak untuk bisnis tersebut Kementerian Koordinator Bidang Kesra RI,2003:7 D.7. Proses Trafficking Kegiatan trafficking pada umumnya terdiri dari: rekrutmen, transportasi, transfer alih tangan, penampungan dan penerimaan. Modus operandi rekrutmen biasanya dengan rayuan, menjanjikan berbagai kesenangan dan kemewahan, menipu atau janji palsu, menjebak, mengancam, menyalahgunakan wewenang, menjerat dengan hutang, mengawini atau memacari, menculik, menyekap, atau memperkosa. Modus lain berkedok tenaga kerja untuk bisnis entertainment diluar negeri dengan bayaran besar. Memalsukan identitas banyak dilakukan terutama untuk trafficking keluar negeri. Aparatur RTRW, kelurahan dan kecamatan dapat terlibat pemalsuan KTP atau akte kelahiran, karena syarat umur tertentu yang dituntut oleh agen untuk pengurusan dokumen paspor. Dalam pemprosesannya, juga melibatkan dinas-dinas yang tidak cermat meneliti kesesuain identitas dengan subjeknya. Agen dan calo trafficking mendekati korbanya di pesta-pesta pantai, terdiri 3-4 orang dan menyerupai sebagai remaja yang sedang bersenang-senang. Perempuan yang direkrut dibawa ketempat transit atau ketempat tujuan dalam rombongan dengan 1 sampai 20 orang temannya yang lain, menggunakan pesawat Universitas Sumatera Utara terbang atau mobil tergantung pada tujuannya. Biasanya agen atau calo menyertai mereka dilengkapi dengan visa turis, tetapi seluruh dokumen dipegang oleh agen termasuk masalah keuangan. Seringkali perjalanan dibuat memutar untuk memberi kesan bahwa perjalanan yang di tempuh sangat jauh, sehingga sulit untuk kembali. Bila muncul keinginan korban untuk kembali pulang, mereka sering kali di takut-takuti dan diancam. Di tempat tujuan, mereka tinggal di rumah penampungan untuk beberapa minggu penempatan kerja yang dijanjikan. Tetapi kemudian mereka dibawa kebar, pub, salon kecantikan, rumah bordil dan rumah hiburan lain, dan mulai dilibatkan dalam kegiatan prostitusi. Mereka diminta menanda tangani kontrak yang tidak mereka mengerti isinya. Jika menolak, korban diminta membayar kembali biaya perjalanan dan “tebusan” dari agen atau calo yang membawanya. Jumlah itu menjadi hutang yang harus ditanggung oleh korban Kementerian Koordinator Bidang Kesra RI, 2003 : 10 D.8. Pola Trafficking Dibedakan Menurut Tujuannya Secara umum, rantai kegiatan trafficking sesuai dengan tujuan dapat dibedakan menurut pola-pola sebagai berikut : 1. Untuk tujuan prostitusi, korban dipersiapkan oleh orang tua”dibantu” oleh masyarakat pada saat perekrutan, saat bekerja dan saat berhenti bekerja. 2. Untuk dijadikan pembantu rumah tangga PRT, agen membayar PRT yang sudah bekerja di kota-kota besar untuk merekrut anak-anak perempuan ataupun perempuan dewasa dari desa-desa. Adapula yang mulai penyalur PRT yang memberikan janji palsu pada korban, katanya akan diberikan Universitas Sumatera Utara pelatihan dan keterampilan sebagai baby sister dengan gaji dan tunjangan tinggi, tetapi dipekerjakan sebagai pembantu rumah tangga PRT. 3. Untuk tenaga kerja wanita TKW, ada yang pergi dengan suka rela bahkan ada yang menjual tanah atau hewan peliharaanya untuk memenuhi persyaratan. Calo TKW ini tidak diberikan informasi yang memadai tentang seluk-beluk bekerja di luar negerei, sementara di tempat bekerja sangat lemah perlindungan hukum, politik, dan sosial bagi mereka. Jaringan pemasok tenaga kerja dan perusahaan jasa penempatan tenaga kerja memiliki cabang-cabang sampai ke desa-desa dan juga calo-calonya. Mereka mendapat bantuan dari aparat desa setempat dengan perekrutan perempuan desa menjadi TKW. 4. Untuk dijadikan pengedar narkoba, anak-anak yang mengalami ketergantungan narkoba ”dibujuk” oleh bos pengedar untuk memperluas jaringan pemasaran, dalam maupun luar negeri. 5. Untuk dijadikan bekerja di perkebunan, anak-anak dibawa oleh keluarganya untuk bekerja musiman dari satu daerah kedaerah lainnya. 6. Untuk dijadikan pekerja di jermal, anak-anak putus sekolah dari keluarga miskin direkrut melalui calo dan memberikan uang muka keorang tuanya. Mereka dipekerjakan di jermal lepas pantai dalam kondisi yang berbahaya. Jam kerja yang panjang dan kondisi kerja yan tidak memadai. 7. Untuk dijadikan pengemis, anak-anak desa dirayu oleh orang yang tidak dikenal “baik hati” untuk di sekolahkan di kota, atau diserahkan oleh orang Universitas Sumatera Utara tuanya sendiri untuk dijadikan pengemis yang terorgnisir di kota-kota besar Kementerian Koordinator Bidang Kesra RI, 2003 :11 D.9. Asal Daerah dan Tujuan Indonesia adalah sumber, tempat transit dan tujuan trafficking perempuan dan anak, baik untuk keperluan domestic maupun internasional : 1. Untuk keperluan domestic, kebanyakan korban berasal dari sumatera utara Medan, Belawan, Palembang, Pariaman, lampung, DKI Jakarta, Jawa Barat Bekasi, Bogor, Bandung, Sukabumi , Jawa Tengah Semarang, Jepara, Pati, Purwodadi-Grobongan, Solo, Boyolali, Wonogiri,Pemalang, Pekalongan, Banyumas, Banjar Negara, Jawa Tiimur Jember,Banyuwangi, Situbondo, Sampang, Nganjuk, Gersik, Malang, Bali, Kialimantan Timur Samarinda, Kalimantan Barat Singkawang, Pontianak, Sulawesi Selatan Makasar, Sulawesi Tenggara kendari, Sulawesi Utara Manado. Mereka biasanya melalui daerah transit di : Pontianak Kalimantan Barat,Makasar Sulawesi Selatan , Batam, Tanjung Pinang Riau, Bandar Lampung Lampung, Medan Sumatera Utara, dan Jakarta. 2. Perdagangan manusia untuk tujuan luar negeri korbanya kebanyakan bersal dari : Jawa Barat, Jawa Tengah,Jawa Timur,Bali,Nusa Tenggara Barat,Nusa Tenggara Timur, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan. Merka dikirim kenegara-negara: Singapura, Malasya, Brunei, Hongkong, Taiwan, Korea, Jepang, Australia, Saudi Arabia, Uni Emirat, Arab, Qatar, Mesir, Palestina, Yordania, Inggris, Eropa, dan Amerika serikat. Dalam perjalanan Universitas Sumatera Utara pengirimannya, mereka melalui daerah transit di : Jakarta, Batam, Medan, Surabaya, Pontianak, Pare-pare, Tarakan Nunukan Kementerian Koordinator Bidang Kesra RI, 2003:12 .

E. Kerangka Pemikiran