29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Karakteristik Umum Subjek Penelitian
Berdasarkan penelitian terhadap 196 lembar resep pasien rawat jalan di RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Acehdengan penyakit DM tipe 2 dari April
sampai dengan September 2014 diperoleh gambaran mengenai karakteristik umum subjek penelitian. Terdapat 50 pasien laki-laki dan 50 pasien
perempuan; 86,7 pasien berusia 45 tahun dan 73 pasien menerima resep ≥ 5 jumlah obat. Ditinjau dari usia, sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan di
RSUP H. Adam Malik Medan oleh Bahri 2014 bahwa frekuensi penderita DM lebih tinggi pada usia 46-60 tahun sebesar 48. Bila dari jumlah obat, penelitian
ini sejalan dengan penelitian di RSUD Hasanuddin Damrah Manna Bengkulu Selatan yaitu persentase pasien yang menerima resep ≥ 5 obat lebih besar 59,09
daripada pasien yang menerima resep 5 obat Setiawan, 2011. Karakteristik umum subjek penelitian secara garis besar ditunjukkan padaTabel 4.1.
Tabel 4.1 Karakteristik subjek penelitian
No Karakteristik Subjek
Jumlah Resep n=196
1 Jenis kelamin
Laki-laki Perempuan
98 98
50 50
2 Usia pasien
≤ 45tahun 45tahun
26 170
13,3 86,7
3 Jumlah obat
5 obat ≥ 5 obat
53 143
27,0 73,0
Universitas Sumatera Utara
30
4.2Karakteristik kejadian interaksi obat pada pasien
Berdasarkan penelitian terhadap 196 lembar resep, diperoleh jumlah potensi interaksi obat pada periode April sampai dengan September 2014 sebesar
62,8 sebanyak 123 lembarresep. Gambaran umum kejadian interaksi obat secara
keseluruhan ditunjukkan pada Tabel 4.2. Tabel 4.2
Karakteristik kejadian interaksi obat pada pasien
No Kriteria
subjek Rawat jalan n=196
Berinteraksi n=123
n=62,8 Tidak
berinteraksi n=73
n=37,2 Nilai
p 1
Usia pasien ≤ 45 tahun
45 tahun 16
107 61,5
62,9 10
63 38,5
37,1 0,89
2 Jumlah obat
5 obat ≥ 5 obat
21 102
39,6 71,3
32 41
60.4 28,7
0,00 Berdasarkan analisis terhadap 196 resep pasien, diperoleh potensi interaksi
obat paling tinggi terjadi pada pasien dengan usia 45 tahun62,9 dibandingkan dengan pasien dengan usia
≤ 45tahun 61,5.Hasil analisis menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara potensi interaksi obat antara mereka
yang berusia ≥ 45 tahun dengan mereka berusia 45 tahun.Hasil ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan di RSUD Hasanuddin Damrah Manna
Bengkulu Selatan, persentase pasien dengan usia ≥ 40 tahun lebih tinggi 62,57 dibandingkan pasien usia 40 tahun, dan menunjukkan adanya perbedaan
signifikan antara usia pasien dengan potensi interaksi obat dengan p value 0,01 Setiawan, 2010.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit dr. Kariadi Semarang, pasien yang berusia
≥ 45 tahun lebih berisiko terkena DM dibandingkan dengan pasien yang berusia 45 tahun Putro, 2011.Menurut
Universitas Sumatera Utara
31 Ditjen Bina Farmasi dan Alkes 2005, penderita DMtipe 2 mencapai 90-95 dari
keseluruhan populasi penderita diabetes, umumnya berusia di atas 45 tahun. Dalam hal ini, berarti penyakit DM tipe 2 lebih cenderung menyerang atau banyak
diderita oleh pasien yang berusia 45 tahun karena sel - sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin secara normal. Selain itu faktor obesitas, diet
tinggi lemak dan rendah serat serta kurang gerak badan dapat menyebabkan DM tipe 2 Ditjen Bina Farmasi dan Alkes, 2005.
Dari segi jumlah obat diketahui bahwa potensi interaksi obat lebih tinggi pada mereka yang menerima resep
≥ 5 macam obat dalam satu resep 71,3. Manakala pada resep 5 macam obat potensi interaksi hanya 39,6. Berdasarkan
hasil analisis statistik menunjukkan perbedaan yang bermakna antara mereka yang menerima resep
≥ 5 obat dengan yang menerima 5 obat p 0,05.Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit dr. Soedarso Pontianak,
kejadian interaksi obat lebih banyak terjadi pada pasien yang menerima ≥ 5
macam obat 56,17 dibandingkan dengan pasien yang menerima 5 macam obat 43,83. Hasil analisis juga menunjukkan terdapat perbedaan yang
bermakna. Potensi interaksi obat antara mereka yang menerima resep ≥ 5 obat dengan mereka yang menerima resep 5 obat Utami, 2013.
Kemungkinan terjadinya interaksi obat
semakin besar
dengan meningkatnya kompleksitas obat-obat yang digunakan dalam pengobatan saat ini
dan kecenderungan praktik polifarmasi Tatro, 2009. Suatu survey yang dilaporkan pada tahun 1977 mengenai polifarmasi pada penderita yang dirawat di
rumah sakit menunjukkan bahwa insiden efek samping pada penderita yang mendapat 0-5 jumlah obat adalah 3,5, sedangkan yang mendapat 16-20
Universitas Sumatera Utara
32 jumlahobat adalah 54. Peningkatan efek samping obat ini diperkirakan akibat
terjadinya interaksi obat yang juga semakin meningkat Setiawati, 2007. Tingginya angka kejadian interaksi obat tentunya perlu mendapat
perhatian dokter dan apoteker. Apabila mengacu pada tujuan utama pelayanan kefarmasian pharmaceutical care untuk meminimalkan risiko pada pasien, maka
memeriksa kemungkinan adanya interaksi obat pada pengobatan pasien merupakan salah satu tugas utama apoteker.
Upaya menghindari kemungkinan interaksi obat, apoteker dapat secara aktif memberikan informasi kepada pasien seperti cara penggunaan obat yang
tepat, jenis makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Melalui pelayanan informasi obat apoteker memegang peranan besar dalam mencegah
timbulnya dampak negatif interaksi obat yang tidak hanya mempengaruhi kemanfaatan dan kemanjuran obat namun lebih jauh dapat mempengaruhi rasa
aman serta meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan pasien Rahmawati, 2006.
4.3 Gambaran interaksi obat-obat pada pasien berdasarkan mekanismedan tingkat keparahan