Metodologi Penelitian Sistem Menggoreng Bahan Pangan

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA USU dan analisia ion Fe 3+ dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom SSA dilakukan di laboratorium Badan Riset dan Standarisasi BARISTAND Medan.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini bersifat eksperimen laboratorium, yang meliputi beberapa tahapan : 1. Sampel minyak goreng yang diambil berupa minyak goreng curah yang belum digunakan, yang telah digunakan 2,4,6,8 kali penggorengan, dan minyak goreng curah yang telah menjadi jelantah. 2. Sampel minyak goreng terlebih dahulu diarangkan diatas hot plate sampai asapnya hilang. 3. Destruksi sampel minyak goreng dilakukan dengan destruksi kering dengan pemanasan dalam tanur pada suhu 500 -550 C, sampai abu bewarna putih. Selanjutnya dilarutkan dengan 5 ml HCl 6 N. 4. Uji kuantitatif untuk penentuan kandungan ion Besi Fe 3+ pada minyak goreng dilakukan dengan metode SSA dengan λ spesifik = 248,3 nm. Universitas Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Minyak Goreng

2.1.2 Pengertian Minyak Goreng

Minyak termasuk golongan lipid. Minyak adalah lemak yang berwujud cair pada suhu kamar 25 C. Minyak merupakan trigliserida triasil gliserol dari gliserol dan berbagai asam lemak.Winarno,1997. Minyak mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu: lipid kompleks lesithin,cephalin, fosfatida,dan glikolipid, sterol,asam lemak bebas,lilin, pigmen,hidrokarbon karbohidrat, protein, dan vitamin . Komponen tersebut akan mempengaruhi sifat fisik dan warna minyak.Buckle,2007. Minyak goreng adalah minyak yang telah mengalami proses pemurnian, meliputi : 1 Degumming,yaitu proses pemisahan getah atau lendir,serperti fosfatida, air, protein, residu, karbohidrat, tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas. 2.Netralisasi, proses pemisahan asam lemak pada minyak dengan mereaksikannya dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga terbentuk sabun, 3 pemucatan, proses penghilan zat-zat warna. 4 Deodorisasi, proses penghilan bau dan rasa yang tidak enak pada minyak.Ketaren,1986. Menurut SNI 01-3741-1995 BSN, 1995, minyak goreng didefinisikan sebagai minyak yang diperoleh dengan cara memurnikan minyak makan nabati. Minyak nabati merupakan minyak yang diperoleh dari jagung, gandum, beras, dan lain-lain, kacang-kacangan kacang kedelai, kacang tanah, dan lain-lain, palem- paleman kelapa dan kelapa sawit, dan biji-bijian biji bunga matahari, biji wijen, biji tengkawang, biji kakao, dan lain-lain Nugraha, 2004. Tidak semua minyak nabati dapat dipakai untuk menggoreng. Menurut Ketaren 1986, minyak yang termasuk golongan setengah mengering semi drying Universitas Sumatera Utara oil misalnya minyak biji kapas, minyak kedelai, dan minyak biji bunga matahari tidak dapat digunakan sebagai minyak goreng. Hal ini disebabkan karena jika minyak tersebut kontak dengan udara pada suhu tinggi akan mudah teroksidasi sehingga berbau tengik. Minyak yang dipakai menggoreng adalah minyak yang tergolong dalam kelompok non drying oil, yaitu minyak yang tidak akan membentuk lapisan keras bila dibiarkan mengering di udara, contohnya adalah minyak sawit. Pemanasan Minyak secara berulang-ulang pada suhu tinggi dan waktu cukup lama, akan menghasilkan senyawa polimer yang berbentuk padat dalam minyak. Berbagai macam gejala keracunan,yaitu iritasi saluran pencernaan,pembengkakan organ tubuh, depresi pertumbuhan dan kematian telah diobservasi pada hewan yang diberi lemak yang telah dipanaskan dan teroksidasi.Minyak yang telah rusak tidak hanya mengakibatkan kerusakan nilai gizi,tetapi juga merusak tekstur, flavor dari bahan pangan yang digoreng. Ketaren, 1986.

2.1.3 Klasifikasi Minyak Goreng

Berdasarkan ada atau tidaknya ikatan rangkap pada struktur molekulnya, minyak goreng terbagi menjadi: minyak dengan asam lemak jenuh saturated fatty acid, dan minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal Monounsaturated fatty acid MUFA maupun majemuk Polyunsaturated fatty acid PUFA.ketaren, 2008. Minyak dengan asam lemak jenuh saturated fatty acid, merupakan asam lemak yang berikatan tunggal pada rantai hidrokarbonnya.Minyak ini bersifat stabil dan tidak mudah bereaksi atau berubah menjadi asam lemak jenis lain.Asam lemak jenuh yang terkandung pada minyak goreng umumnya terdiri dari asam oktanoat,asam dekanoat, asam laurat, asam miristat, asam palmitat,dan asam stearat.ketaren,2008. Minyak dengan asam lemak tak jenuh tunggal Monounsaturated fatty acid MUFA maupun majemuk Polyunsaturated fatty acid PUFA, merupakan asam lemak yang memiliki ikatan atom karbon rangkap pada rantai hidrokarbonnya.Semakin banyak ikatan rangkap semakin mudah berubah menjadi Universitas Sumatera Utara asam lemak jenuh.Asam lemak tak jenuh yang terkandung pada minyak goreng adalag asam oleat, dan asam linolenat.Ketaren, 2008

2.1.4 Komposisi Minyak Goreng

Secara umum komponen utama minyak yang menentukan mutu minyak adalah asam lemaknya karena asam lemak menentukan sifat fisik dan stabilitas minyak. Ketaren mengatakan susunan asam lemak pada setiap jenis minyak berbeda karena faktor iklim,perbedaan sumber,keadaan tempat tumbuh,dan pengolahan. Semua minyak goreng tersusun atas uni-unit asam lemak dimana jumlah asam lemak alami yang telah diketahui ada dua puluh jenis asam lemak yang berbeda. Tidak satu pun minyak goreng yang tersusun satu jenis asam lemak, karena selalu terbentuk dalam campuran berbagai asam lemak. Proposi campuran ini menyebabkan minyak goreng bersifat cair, sehat atau membahayakan kesehatan, bersifat netral, tahan disimpan atau mudah tengik.Winarno, 1995. Berikut adalah komposisi beberapa asam lemak pada empat jenis minyak nabati. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.1 Komposisi Asam lemak pada empat jenis minyak goreng nabati Komposisi asam lemak Jumlah atom C Minyak Kelapa Minyak Sawit Minyak kedelai Minyak jagung Asam lemak jenuh Butirat 4 Kaproat 6 0,0-0,8 Kaprilat 8 5,5-9,5 Kaprat 10 4,5 —9,5 Laurat 12 44-52 0,0-0,1 Miristat 14 13-19 1,1-2,5 Trace-0,5 Palmitat 16 7,5-10,5 40-46 7-10 11,8 Stearat 18 1,0-3,0 3,6-4,7 2-5 1,9 Arahidhat 20 0,0-0,4 0,2-1 0,1 Asam lemak tidak jenuh Palmitoleat 16:1 0,8-1,4 Trace-1 0,1 Oleat 18:1 0,0-1,3 39-45 11-60 24,1 Linoleat 18:2 5,0-8,0 7-11 15-64 56,3 Linolenat 18:3 1,5-2,5 1-12 0,9 Arakidonat 20:4 1,5 Sumber : Majalah Sasaran No.4, 1996

2.1.5 Standar Mutu Minyak Goreng

Mutu minyak goreng sangat dipengaruhi oleh komponen asam lemaknya karena asam lemak tersebut akan mempengaruhi sifat fisik, kimia, dan stabilitas minyak selama proses penggorengan. Menurut Stier 2003, trigliserida dari suatu minyak atau lemak mengandung sekitar 94- 96 asam lemak. Selain komponen asam lemaknya, stabilitas minyak goreng dipengaruhi pula derajat ketidak jenuhan Universitas Sumatera Utara asam lemaknya, penyebaran ikatan rangkap dari asam lemaknya, serta bahan-bahan yang dapat mempercepat atau memperlambat terjadinya proses kerusakan minyak goreng yang terdapat secara alami atau yang sengaja ditambahkan. Mutu minyak goreng ditentukan pula oleh titik asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Bila minyak mengalami pemanasan yang berlebihan, gliserol akan mengalami kerusakan dan kehancuran dan akibatnya minyak tersebut segera mengeluarkan asap biru yang sangat mengganggu lapisan selaput mata. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh atau akrolein tersebut. Makin tinggi titik asap, makin tinggi mutu minyak goreng itu. Titik asap suatu minyak goreng tergantung dari kadar gliserol bebasnya Winarno, 1997. Standar mutu minyak goreng telah dirumuskan dan ditetapkan oleh Badan Standarisasi Nasional BSN yaitu SNI 01-3741-2002, SNI ini merupakan revisi dari SNI 01-3741-1995,Syarat mutu minyak goreng menurut SNI dapat dilihat pada Lampiran 7.

2.2 Sistem Menggoreng Bahan Pangan

Pada umumnya sistem menggoreng bahan pangan Ada dua macam, yaitu: gangsa pan frying dan menggoreng biasa deep frying . 1. Gangsa pan frying Proses gangsa pan frying dapat menggunakan lemak atau minyak dengan titik asap yang lebih rendah, karena suhu pemanasan umumnya lebih rendah dari suhu pemanasan pada sistem deep frying. Ciri khas dari proses “ gangsa” ialah karena bahan pangan yang digoreng tidak sampai terendam dalam minyak atau lemak. Lemak yang dapat digunakan dalam sistem ini adalah minyak kelapa, mentega, margarin, minyak olive dan lemak ayam. Khususnya mentega dan margarin menghasilkan cita rasa yang enak pada bahan yang digoreng Ketaren, 1986. Universitas Sumatera Utara 2. Menggoreng Biasa Pada proses penggorengan dengan sistem deep frying, bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak dan suhu minyak dapat mencapai 200-205 C.lemak yang digunakan tidak berbentuk emulsi dan mempunyai titik asap smoking point diatas suhu penggorengan, sehingga asap tidak terbentuk selama proses penggorengan. Lemak yang dapat digunakan dalam proses penggorengan secara deep frying adalah lemak nabati yang mengalami proses hidrogenasi kecuali minyak olive, minyak babi lard bermutu tinggi dan beberapa jenis senyawa shortening yang tidak mengandung emulsifier.Secara komersil bahan pangan yang digoreng fried food biasanya digoreng dengan menggunakan sistem deep frying. Ketaren, 1986.

2.3 Struktur Bahan Pangan Digoreng