2.5 Logam Berat
Saeni 1997 mendefenisikan logam berat sebagai unsur-unsur kimia dengan bobot jenis lebih besar dari 5 gcm
3
, terletak disudut kanan bawah daftar berkala, mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S dan biasanya bernomor atom 22
sampai 92 dari periode 4 sampai 7. Pada kenyataannya, dalam pengertian logam berat ini dimasukkan pula unsur-unsur metaloid yang mempunyai sifat berbahaya seperti
logam berat sehingga jumlahnya mencapai lebih kurang 40 jenis.Beberapa logam berat yang beracun tersebut adalah As,Cd,Cr,Cu,Pb,Hg,Ni dan Zn Wild,1995.
Sedangkan karakteristik logam berat adalah memiliki massa jenis yang lebih besar dari 4 kgL, dan mempunyai respon biokimia yang khas pada organisme hidup.
Berbeda dengan logam biasa, logam berat dapat menimbulkan efek-efek khusus pada mahluk hidup. Secara umum bisa dikatakan bahwa semua logam berat dapat menjadi
bahan pencemar yang akan meracuni tubuh mahluk hidup. Logam juga dapat diklasifikasikan berdasarkan konsentrasi yang dibutuhkan
untuk menimmbulkan efek toksik pada tanaman yaitu: 1.
Sangat Toksik Efek toksik terlihat pada konsentrasi dibawah 1 mgL Ag
+
,Hg
2+
,Sn
2+
,Pb
2+
2. Agak toksik
Efek toksik terjadi pada konsentrasi antara 1-100 mgL Al
3+
,Ba
2+
,Be
2+
,Bi
3+
,Cu
2+
,Cd
2+
,Co
2+
,Cr
2+
,Fe
2+
,Mn
2+
,Ni
2+
,Zn
2+
,Zr
3+
Wild,1995.
2.6 Logam Besi
Mineral Mikro terdapat dalam jumlah sangat kecil di dalam tubuh, namun mempunyai peranan esensial untuk kehidupan, kesehatan, dan reproduksi.
Kandungan mineral mikro bahan makanan sangat bergantung pada konsentrasi mineral mikro tanah asal bahan makanan tersebut.
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 gram didalam tubuh manusia dewasa. Besi
Universitas Sumatera Utara
mempunyai beberapa fungsi esensial didalam tubuh sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron didalam sel, dan sebagai
bagian terpadu berbagai reaksi-reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Walaupun terdapat luas di dalam makanan banyak penduduk dunia mengalami kekurangan besi,
termasuk di indonesia. Kekurangan angka besi sejak tiga puluh tahun terakhir diakui berpengaruh terhadap produktivitas kerja, penampilan kognitif,dan sistem
kekebalan.Almatsier,S.2004
Widya karya pangan dan Gizi tahun 1998 menetapkan angka kecukupan besi untuk indonesia sebagai berikut:
Bayi :3-5 mg
Balita :8-9 mg
Anak sekolah :10 mg
Remaja laki-laki :14-17 mg
Remaja perempuan :14-25 mg
Dewasa laki-laki :13 mg
Dewasa perempuan :14-26 mg Ibu hamil
:+20 mg Ibu menyusui
:+2 mg
2.6.1 Sumber Besi pada Berbagai Makanan
Besi merupakan Zat gizi yang tergolong esensial sehingga perlu disuplai dari makanan. Sumber terbaik besi adalah makanan hewani berwarna merah, seperti hati,
daging, ayam, dan ikan. Sumber besi lainnya adalah telur, serealia tumbuk, kacang- kacangan, sayuran hijau dan beberapa jenis buah. Pangan hewani relatif lebih tinggi
tingkat absorpsinya yaitu 20-30 dibandingkan pangan nabati hanya 1-7. Hal tersebut Karena Fe dalam nabati yaitu ferri ketika akan diabsorpsi harus direduksi
dahulu menjadi bentuk Ferro. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI, 2007.
Universitas Sumatera Utara
Disamping jumlah besi, perlu diperhatikan kualitas besi di dalam makanan, dinamakan juga ketersediaan biologik bioavailability. Pada umumnya besi didalam
daging , ayam, dan ikan mempunyai ketersediaan biologik tinggi, besi didalam serealia dan kacang-kacangan mempunyai ketersediaan biologik sedang,dan besi di
dalam sebagian besar sayuran,seperti bayam mempunyai ketersediaan biologik rendah Almatsier, S. 2004. Berikut adalah tabel sumber besi pada bahan pangan
hewani dan nabati.
Tabel 2.3 Nilai besi berbagai bahan makanan mg100 gram Bahan Makanan
Zat Besi mg100 g Hati
6,0 - 14,0 Daging
2,0 – 4,2
Ikan 0,5
– 1,0 Telur ayam
2,0 – 3,0
Kacang-kacangan 1,9
– 14,0 Tepung Gandum
1,5 – 7,0
Sayuran hijau daun 0,4
– 18,0 Umbi-umbian
0,3 – 2,0
Buah-buahan 0,2
– 4,0 Beras
0,5 – 0,8
Susu Sapi Susu Perah 0,1
– 0,4 Sumber : Wirakusumah 1998.
2.6.2 Fungsi Besi didalam Tubuh
1. Kemampuan Belajar
Hubungan Defisiensi besi dengan fungsi otak dijelaskan oleh lozoff dan youdim pada tahun 1988. Beberapa bagian dari otak mempunyai kadar besi tinggi yang diperoleh
dari transpor besi yang dipengaruhi oleh reseptor transferin. Kadar besi dalam darah meningkat selama pertumbuhan hingga remaja. kadar besi otak yang kurang pada
Universitas Sumatera Utara
masa pertumbuhan tidak dapat diganti setelah dewasa. Defisiensi besi berpengaruh negatif terhadap fungsi otak, terutama terhadap fungsi sistem neurotransmitter
penghantar syaraf. Akibatnya, kepekaan reseptor saraf dopamin berkurang yang dapat berakhir dengan hilangnya reseptor tersebut. Daya Konsentrasi, daya ingat, dan
kemampuan belajar terganggu, ambang batas rasa sakit meningkat, fungsi kelenjar tiroid dan kemampuan mengatur suhu tubuh menurun.
2. Sistem kekebalan
Sel darah putih tidak dapat bekerja efektif untuk menghancurkan bakteri dalam keadaan kekurangan besi. Enzim lain yang berperan dalam sistem kekebalan adalah
mieloperoksidase yang juga terganggu fungsinya pada defisiensi besi. Disamping itu, dua protein pengikat besi transferin dan laktoferin mencegah terjadinya infeksi
dengan cara memisahkan besi dari mikroorganisme yang membutuhkannya untuk perkembangbiakan.
3. Metabolisme energi
Didalam tiap sel, besi bekerja sama dengan rantai protein-pengangkut elektron, yang berperan dalam langkah-langkah akhir metabolisme energi. protein ini memindahkan
hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi ke oksigen, sehingga membentuk air. Dalam proses tersebut dihasilkan ATP, sebagian besar besi
disimpan dalam hemoglobin, yaitu molekul protein yang mengandung besi dari sel darah merah dan mioglobin didalam otot.Hemoglobin didalam darah membawa
oksigen dari paru-paru keseluruh jaringan tubuh dan membawa kembali karbon dioksida dari seluruh sel ke paru-paru untuk dikeluarkan dari tubuh.Mioglobin
berperan sebagai reservoir oksigen menerima,menyimpan dan melepaskan oksigen didalam sel-sel otot Almatsier,S.2004.
4. Pelarut Obat-obatan
Obat-obatan tidak larut oleh air, namun enzim yang mengandung besi dapat melarutkannya hingga dapat dikeluarkan dari tubuh.
Universitas Sumatera Utara
2.6.3 Akibat Kekurangan dan Kelebihan Besi
Akibat Kekurangan besi
Kehilangan besi dapat terjadi karena konsumsi makanan yang kurang seimbang atau gangguan absorpsi besi. Disamping itu kekurangan besi dapat terjadi
karena pendarahan akibat cacingan atau luka, dan akibat penyakit-penyakit yang mengganggu absorpsi, seperti penyakit gastro intestinal.
Anemia gizi besi berat ditandai oleh sel darah merah yang kecil mikrositosis dan nilai hemoglobin rendah hipokromia. Oleh karena itu, anemia gizi besi
dinamakan anemia hipokromik mikrositik.Kekurangan Besi umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, menurunnya kebugaran
tubuh,menurunnya kemampuan kerja, menurunnya kekebalan tubuh,dan gangguan penyembuhan luka. Di samping itu kemampuan mengatur suhu tubuh menurun. Pada
anak-anak kekurangan besi menimbulkan apatis, mudah tersinggung, menurunnya kemampuan untuk berkonsentrasi dan belajar Almatsier,S.2004.
Akibat Kelebihan Besi
Kelebihan besi jarang terjadi karena makanan, tetapi dapat disebabkan oleh suplemen besi. Gejalanya adalah rasa nek, muntah, diare, denyut jantung
meningkat,sakit kepala,mengigau dan pingsan Almatsier,S.2004. Selain itu, Besi dalam dosis besar dapat merusak dinding usus, kematian
sering kali disebabkan oleh rusaknya dinding usus ini, debu besi juga dapat terakumulasi di dalam alveoli dan dapat menyebabkan berkurangnya fungsi paru-paru
Soemirat, 2004. Kelebihan zat besi Fe juga bisa menyebabkan keracunan dimana terjadi
muntah, kerusakan usus, penuaan dini, kematian mendadak, mudah marah, radang sendi, cacat lahir, kanker, hepatitis, hipertensi, infeksi, insomnia, sakit liver, masalah
mental, rasa logam di mulut, rematik, sikoprenia, sariawan, perut, sickle-cell anemia, keras kepala, sirosis ginjal, sembelit, diabetes, diare, pusing, mudah lelah, kulit
Universitas Sumatera Utara
kehitam-hitaman, sakit kepala, gangguan penyerapan vitamin dan mineral, serta
hemokromatis Parulian, 2009.
2.7 Spektrofotometer Serapan Atom
Penggunaan spektrofotometri serapan atom ke unsur-unsur lain semula merupakan akibat perkembangan spektroskopi pancaran nyala. Telah lama ahli kimia
menggunakan pancaran radiasi oleh atom yang dieksitasikan dalam suatu nyala sebagai alat analitis. Pada tahun 1955, Walsh menekankan bahwa dalam suatu nyala
yang lazim, kebanyakan atom berada dalam keadaan elektronik dasar bukannya dalam keadaan eksitasi. Adsorpsi atom berkembang dengan cepat selama tahun 1960,
instrumen komersial menjadi tersedia, dan teknik itu sekarang sangat meluas digunakan untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam, dan sampel yang
sangat beraneka ragam. Day, 2002.
2.7.1 Prinsip Kerja Spektrofotometri Serapan Atom
Prinsip spektrofotometri serapan atom didasarkan oleh adanya panjang gelombang tertentu oleh atom-atom dalam keadaan dasar. Bila satu atom pada
keadaan dasar diberi suatu radiasi, akan terjadi peristiwa eksitasi yaitu peristiwa dimana elektron -elektron dari keadaan dasar akan pindah ke tingkat energi yang
lebih tingi. Atom akan membutuhkan energi pada saat eksitasi, energi ini didapat melalui penyerapan radiasi pada panjang gelombang tertentu, energi radiasi yang
diserap akan sebanding dengan jumlah atom pada keadaan dasar yang menyerap radiasi tersebut. Dengan mengukur besarnya energi yang diserap A pada tabel
media yang tetap b, besarnya konsenterasi c dari suatu materi dapat ditentukan. Hukum Lambert Beer menyatakan : “ Besarnya absorbansi sebanding dengan tebal
medium dan konsenterasinya pada panjang gelombang tertentu” atau secara
matematis ditulis sebagai A = . b . c dengan adalah koefisien ekstinsi molar. Suatu
Universitas Sumatera Utara
Spektrofotometer terdiri dari : sumber radiasi, pembakar, monokromator, detektor dan pencatat Raharjo.2002.
2.7.2 Intrumentasi Spektrofotometer Serapan Atom
Tabung katoda
Pemotong Nyala berongga
berputar
- +
Monokromator Detektor Amplifier Recorder
Motor Suplai daya
Bahan bakar Sampel Oksigen Gambar 2.3. Komponen-komponen spektrofotometer serapan atom Day, 2002
Komponen-komponen Spektroskopi Serapan Atom SSA: 1.
Sumber Sinar Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga hollow cathode
lamp. Lampu ini terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda. Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau
dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia neon atau argon dengan tekanan rendah 10-15 torr. Neon biasanya paling sering dipakai
karena memberikan intensitas pancaran yang lebih rendah. Bila antara katoda dan anoda diberikan tegangan yang tinggi 600 volt, maka katoda akan memancarkan
berkas-berkas electron yang bergerak menuju anoda yang mana kecepatan dan energinya sangat tinggi. Elektron-elektron dengan energi tinggi ini dalam
perjalanannya menuju anoda akan bertabrakan dengan gas-gas mulia yang diisikan tadi.
Akibat dari tabrakan-tabrakan ini membuat unsur-unsur gas mulia akan kehilangan elektron dan menjadi ion bermuatan positif. Ion-ion gas mulia yang
bermuatan positif selanjutnya akan bergerak ke katoda dengan kecepatan dan energi
Universitas Sumatera Utara
yang tinggi pula. Sebagaimana disebutkan di atas, pada katoda terdapat unsur-unsur yang sesuai dengan unsur yang akan dianalisis. Unsur-unsur ini akan ditabrak oleh
ion-ion positif gas mulia. Akibat tabrakan ini, unsur-unsur akan terlempar keluar dari permukaan katoda. Atom-atom unsur dari katoda ini kemudian akan mengalami
eksitasi ke tingkat energi-energi elektron yang lebih tinggi dan akan memancarkan spektrum pancaran dari unsur yang sama dengan unsur yang akan dianalisis.
2. Tempat sampel
Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam keadaan gas. Nyala
dapat digunakan untuk mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atomnya dan juga berfungsi untuk atomisasi. Pada cara spektrofotometri emisi atom, nyala ini berfungsi
untuk mengeksitasikan atom dari tingkat dasar ke tingkat yang lebih tinggi. Suhu yang dapat dicapai oleh nyala tergantung pada gas-gas yang digunakan,
misalnya untuk gas batubara-udara, suhunya kira-kira sebesar 1800 C, gas alam-
udara 1700 C, asetilen-udara 2200
C, dan gas asetilen-dinitrogen oksida N
2
O sebesar 3000
C. 3.
Monokromator Pada spektrofotometri serapan atom, monokromator dimaksudkan untuk memisahkan
dan memilih panjang gelombang yang digunakan dalam analisis. Disamping sistem optik, dalam monokromator juga terdapat suatu alat yang digunakan untuk
memisahkan radiasi resonansi dan kontinyu yang disebut dengan chopper. 4.
Detektor Detektor digunakan untuk mengukur intensitas cahaya yang melalui tempat
pengatoman. Biasanya digunakan tabung penggandaan foton photomultiplier tube. Ada dua cara yang dapat digunakan dalam sistem deteksi yaitu yang memberikan
respon terhadap radiasi resonansi dan radiasi kontinyu, dan yang hanya memberikan respon terhadap radiasi resonansi.
Universitas Sumatera Utara
5. Readout
Suatu alat sebagai sistem pencatat hasil. Pencatat hasil dilakukan dengan suatu alat yang telah terkalibrasi untuk pembacaan suatu angka transmisi atau absorbsi. Hasil
pembacaan dapat berupa angka atau berupa kurva dari suatu recorder yang menggambarkan absorbansi atau intensitas emisi Rohman, A. 2007.
2.7.3 Gangguan pada SSA dan Cara Mengatasinya.
Pada penentuan nilai serapan atom seringkali didapatkan suatu harga yang tidak sesuai dengan konsentrasi unsur sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini
adalah faktor matriks sampel, faktor kimia adanya gangguan molekuler yang bersifat menyerap radiasi. Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak
sempurna akan cenderung mengabsorpsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya ionisasi atom akan menjadi sumber kesalahan pada SSA oleh karena
spektrum absorpsi radiasi oleh ion jauh berbeda dengan spektrum absorpsi atom netral yang memang akan ditentukan.
Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu dengan jalan -
Menaikkan temperature nyala agar mempermudah penguraian, untuk itu dipakai gas pembakar campuran C
2
H
2
+ N
2
O yang memberikan nyala dengan temperatur yang tinggi.
- Menambahkan elemen pengikat gugus atau atom penyangga, sehingga terikat
kuat akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya penentuan logam yang terikat sebagai garam, dengan penambahan logam
yang lainnya akan terjadi ikatan lebih kuat dengan anion pengganggu. -
Pengeluaran unsur pengganggu dari matriks sampel dengan cara ekstraksi.Mulja,1995
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
- Atomic Absorbtion Spectrophotometer
Shimadzu AA 7000-F -
Neraca Analitk Shimadzu ATX 224
- Hot plate
Fisher -
Bola karet -
Pipet tetes -
Pengaduk Kaca -
Indikator pH Universal -
Spatula -
Botol akuades -
Labu ukur Pyrex
- Beaker glass
Pyrex -
Pipet volume Pyrex
- Pipet ukur
Pyrex -
Cawan krusibel -
Gelas Ukur Pyrex
- Furnace
Galenkam
Universitas Sumatera Utara
3.1.2 Bahan
-Minyak Goreng Curah -HNO
3p
p.aE. Merck -HCl 37
p
p.aE. Merck -Etanol absolut
p.aE. Merck -HCl 6 N
p.aE. Merck -MgNO
3 2.
6 H
2
O p.aE. Merck
-NH
4 2
FeSO
4 2.
6H
2
O p.aE. Merck
-KMnO
4
0,1N p.aE.Merck
3.2 Prosedur Penelitian
3.2.1 Pembuatan Larutan Standar Fe
3+
3.2.1.1 Larutan Standar Fe
3+
1000 mgL Alaerts, G.1984
Sebanyak 50 mL aquades dimasukkan kedalam beaker glass, ditambahkan 20 mL H
2
SO
4p
secara perlahan – lahan ke dalam beaker glass. Sebanyak 7,0219 g
NH
4 2
FeSO
4 2
.6H
2
O dimasukkan kedalam beaker glass yang telah berisi campuran aquadest dan H
2
SO
4p
, diaduk hingga seluruh kristal larut sempurna, dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 mL, ditambahkan KMnO
4
0,1N setetes demi setetes sampai diperoleh warna merah muda, ditambahkan aquadest hingga garis tanda dan
dihomogenkan.
Universitas Sumatera Utara
3.2.1.2 Larutan Standar Fe
3+
100 mgL
Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Fe
3+
1000 mgL dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL. Ditambahkan aquadest hingga garis tanda dan dihomogenkan.
3.2.1.3. Larutan Standar Fe
3+
10 mgL
Dipipet sebanyak 10 mL larutan induk Fe
3+
100 mgL dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL. Ditambahkan aquadest hingga garis tanda dan dihomogenkan.
3.2.1.4 Larutan Seri Standar Fe
3+
0,0;0,2;0,4;0,6;0,8;1 mgL
Dipipet sebanyak 0,0; 1,0; 2,0; 3,0; 4,0 dan 5,0 mL laruan Fe3+ 10 mgL dan dimasukkan masing- masing kedalam labu ukur 50 mL, ditambahkan aquades sampai
garis tanda dan dihomogenkan.
3.2.2. Pembuatan Kurva Kalibrasi Larutan Standar Fe
3+
Sebanyak 50 mL larutan seri standard Fe
3+
0,0 mgL dibuat pada pH ±3 kemudian diukur absorbansinya dengan Spektrofotometri Serapan Atom SSA. Perlakuan
sebanyak 3 kali dan dilakukan hal yang sama untuk larutan seri standar 0,2; 0,4 ; 0,6 ; 0,8 ; dan 1 mgL.
3.2.3 Preparasi Sampel 3.2.3.1 Penyediaan dan pengabuan sampel SNI 7381-2008
Minyak Goreng curah ditimbang dengan teliti sebanyak 10 gram. dimasukkan ke dalam cawan krusibel. Kemudian cawan berisi minyak goreng curah dipanaskan
diatas hot plate dan ditambahkan 10 ml MgNO
3 2.
6H2O 10 dalam alkohol, minyak goreng curah dipanaskan sampai minyak tersebut tidak berasap lagi.
Universitas Sumatera Utara
Kemudian minyak goreng tersebut dilanjutkan dengan Pengabuan dalam tanur pada suhu ±500
C sampai abu yang dihasilkan berwarna putih bebas karbon.
Catatan: Apabila abu yang dihasilkan berwarna keabu-abuan, basahkan dengan beberapa tetes
air dan tambahkan setetes demi setetes dengan HNO
3P
0.5-3 ml. Dikeringkan kembali diatas hotplete sampai tidak ada asapnya, lalu dilanjutkan dengan pengabuan
pada suhu ±500 C. Perlakuan ini
dapat diulangi apabila abu yang dihasilkan belum berwarna putih.
3.2.3.2 Penyediaan Larutan Sampel SNI 7381-2008
Abu sampel putih yang diperoleh pada destruksi kering dilarutkan dengan 5 ml HCl 6 N, sambil dipanaskan diatas hotplate selama ±3 menit, kemudian dimasukkan
kedalam labu ukur 50 ml tepatkan hingga garis batas dengan aquadest. Catatan:
Dilakukan prosedur yang sama pada sampel B, C,D,E,dan F.
Universitas Sumatera Utara
3.2.3.3 Penentuan Kandungan ion Besi Fe
3+
Secara Spektrofotometri Serapan Atom
Larutan sampel yang telah didestruksi dianalisa secara kuantitatif dengan mengukur absorbansinya untuk Fe pada
= 248,3 nm dengan menggunakan alat SSA.
3.3 Bagan Penelitian 3.3.1 Pengukuran absorbansi Larutan Seri Standar Besi Fe
3+
Larutan Standar Fe
3+
0,0, 0,2, 0,4, 0,6, 0,8, 1,0 mgL
Diatur pH ± 3,0 Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer
Serapan atom pada λ = 248,3 nm
Hasil
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Penyediaan dan Pengabuan Sampel SNI 7381-2008
Catatan: Apabila abu yang dihasilkan berwarna keabua-abuan, basahkan dengan beberapa
tetes air dan tambahkan setetes demi setetes dengan HNO
3P
0.5-3 ml. Dikeringkan kembali diatas hotplete sampai tidak ada asapnya, lalu dilanjutkan dengan pengabuan
pada suhu ±500 C. Perlakuan ini
dapat diulangi apabila abu yang dihasilkan belum berwarna putih.
Minyak Goreng curah
Ditimbang sebanyak 10 gram Dimasukkan ke dalam cawan krusibel
Dipanaskan diatas hotplate dan ditambahkan 10 mL MgNO
3 2.
6H
2
O 10 dalam alkohol, dipanaskan sampai minyak tidak berasap lagi
Minyak goreng curah kering
Diabukan dalam tanur pada suhu ±500 C
sampai abu berwarna putih. Didinginkan dalam desikator
Hasil
Universitas Sumatera Utara
3.3.3. Pengukuran Kandungan ion Besi Fe
3+
Pada Sampel SNI 7381-2008
Catatan Dilakukan Prosedur yang sama untuk sampel B ,C,D,E,dan F.
Abu berwarna putih Dilarutkan dengan 5 ml HCl 6 N
Dipanaskan diatas hotplate selama ±3 menit Dimasukkan kedalam labu ukur 50 ml tepatkan hingga
garis batas dengan aquades Diatur pH ±3
Dianalisis dengan Spektrofotometer Serapan Atom Pada
= 248,3 nm
Hasil
Universitas Sumatera Utara
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian 4.1.1. Uji Kuantitatif Sampel dengan Spektrofotometer Serapan Atom
4.1.1.1 Ion Besi Fe
3+
Data hasil pengukuran absorbansi Ion besi pada minyak goreng curah yang belum digunakan, minyak goreng curah yang digunakan 2,4,6,8 kali penggorengan, dan
minyak goreng curah telah menjadi minyak jelantah dengan metode SSA adalah seperti tabel 4.1 berikut :
Tabel 4.1. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Ion Fe
3+
pada minyak goreng curah dengan metode SSA pada λ
spesifik
= 248,3nm No
Kode Sampel Absorbansi
A1 A2
A3 1
A 0,0126
0,0125 0,0118
2 B
0,0149 0,0151
0,0143 3
C 0,0218
0,0211 0,0193
4 D
0,0890 0,0848
0,0890 5
E 0,3730
0,3762 0,3762
6 F
0,6878 0,6937
0,5608
Universitas Sumatera Utara
Keterangan: A : Minyak Goreng curah yang belum digunakan
B : Minyak goreng curah yang digunakan 2 kali penggorengan C : Minyak goreng curah yang digunakan 4 kali penggorengan
D : Minyak Goreng Curah yang digunakan 6 kali penggorengan E : Minyak Goreng Curah yang digunakan 8 kali penggorengan
F : Minyak Goreng Curah Yang Telah Menjadi Minyak Jelantah
4.1.1.2. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Kurva Kalibrasi untuk Larutan Standar Fe
3+
Data absorbansi yang diperoleh untuk suatu seri larutan standar Fe
3+
diplotkan terhadap konsenterasi larutan standar sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis
linear seperti pada gambar 4.1 dan tabel 4.2 berikut ini:
Gambar 4.1 Kurva Kalibrasi Larutan Seri Standar Fe
3+
y = 0.074557x + 0.001925 r = 0.9991
0.01 0.02
0.03 0.04
0.05 0.06
0.07 0.08
0.09
0.2 0.4
0.6 0.8
1 1.2
Abs o
rba ns
i
Konsentrasi mgL
Universitas Sumatera Utara
Berikut hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar Besi Fe
3+
Tabel 4.2. Data pengukuran absorbansi larutan seri standar Besi Fe
3+
No Sampel mgL
Absorbansi 1
2 3
4 5
6 0,00
0,20 0,40
0,60 0,80
1,00 0,0000
0,0181 0,0334
0,0460 0,0627
0,0751
Persamaan garis regresi ini diturunkan dengan metode least square, dimana konsentrasi dari larutan standar dinyatakan sebagai Xi dan absorbansi dinyatakan
sebagai Yi seperti pada tabel 4.3 berikut ini :
Tabel 4.3. Data Hasil Penurunan Persamaan Garis Regresi Untuk Larutan Seri Standar Besi Fe
3+
No Xi Yi Xi - X̅ Yi - Y̅ Xi-X̅
2
Yi- Y̅
2
Yi- Y̅
2
1 0,0
0,0000 -0,5
-0,039 0,019600
0,25 0,001536
2 0,2
0,0181 -0,3
-0,0211 0,006330
0,09 0,000446
3 0,4
0,0334 -0,1
-0,0058 0,000580
0,01 0,000033
4 0,6
0,0460 0,1
0,0068 0,000680
0,01 0,000046
5 0,8
0,0627 0,3
0,0235 0,007050
0,09 0,000548
6 Σ
1 3
0,0751 0,2353
0,5 0,0
0,0359 0,0001
0,017950 0,05219
0,25 0,7
0,001288 0,001288
Universitas Sumatera Utara
̅
=
� � �
= = 0,5 ̅ =
� � �
=
,
= 0,0392
Penurunan persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :
Y = aX + b
Dimana : a = slope, b = intersept Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode least square
sebagai berikut :
a =
� �− ̅ �− ̅
� �− ̅
=
, ,
= 0,074557
b = Y – aX
= 0,0392 – 0,07455 0,5 = 0,001925
Maka persamaan garis yang diperoleh adalah : Y = 0,074557X
+ 0,001925
4.1.1.3. Penentuan Koefisien Korelasi
Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
r =
Σ −̅
−̅ √Σ
− ̅ −̅
Koefisien korelasi untuk logam Besi Fe
3+
adalah :
r =
, √ ,
,
=
0,9991
Universitas Sumatera Utara
4.1.1.4. Penentuan Kandungan Besi dalam Sampel
Kandungan Besi dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubstitusi nilai absorbansi yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap
persamaan garis regresi dari kurva kalibrasi.
4.1.1.5. Penentuan Kandungan Besi yang Terkandung pada Minyak Goreng Curah Dalam Satuan mgL
Dari data pengukuran absorbansi besi untuk sampel minyak goreng curah yang belum digunakan, diperoleh absorbansi sebagai berikut :
A1 = 0,0126 A2 = 0,0125
A3 = 0,0118 Dengan mensubstitusi nilai Y absorbansi kepersamaan garis regresi
Y =0,074557X + 0,001925 maka diperoleh :
X1 = 0,143179 X2 = 0,141837
X3=0,132449 Dengan demikian kandungan Besi pada minyak goreng curah yang belum digunakan
dengan metode SSA adalah :
X =
��� �
=
,
=
0,13915 X1
– X
2
= ,
− ,
2
= ,
x
−
X2 – X
2
= ,
− ,
2
= ,
x
−
X3 – X
2
= ,
− ,
2
= ,
x
−
+ Σ Xi – X̅
= 6,8356 x
−
Universitas Sumatera Utara
Maka S =
√
� � – �−
= √
, x
−5
=
0,0058481
Didapat harga S
x
=
S √
=
, √
=
0,0033764 Dari data hasil distribusi t student untuk n = 3, dengan derajat kebebasan
dk = n – 1 = 2 untuk derajat kepercayaan 95 p – 0,05, t = 4,30
d = t 0,05 × n – 1 S
x
d = 4,30 0,05 × x 0,003764 =0,00145
Sehingga diperoleh hasil pengukuran kandungan besi pada minyak goreng curah yang belum digunakan sebesar : 0,13915 ± 0,00145mgL.
4.1.1.6. Penentuan Kandungan Besi pada Minyak Goreng Curah yang belum digunakan dalam satuan mgKg
Untuk memperoleh kandungan besi dalam 1 Kg minyak goreng curah yang belum digunakan dalam satuan mgKg dapat ditentukan melalui persamaan berikut :
Kadar besi = a a
⁄ × a
a aa a × 10
6
mgKg
= ,
× , ⁄
× × 10
6
mgKg = 0,6958 mgKg
Hasil perhitungan untuk kandungan besi dalam satuan mgL dan mgKg pada minyak goreng curah yang digunakan 2,4,6,8 kali penggorengan dan minyak goreng curah
yang telah menjadi jelantah terlampir pada lampiran 4.
Universitas Sumatera Utara
4.2 Pembahasan