Uji Asumsi Klasik Efisiensi Kerja

64 Tabel 4.14 Deskriptif Persentase Penggunaan Benda Rentang Persentase Kriteria Frekuensi Persentase 81.25 skor ≤ 100.0 Sangat efesien 58 69 62.50 skor ≤ 81.25 Efesien 23 27.4 43.75 skor ≤ 62.50 Cukup efesien 3 3.6 25.00 skor ≤ 43.75 Tidak efesien Jumlah 84 100 Sumber : Data primer yang diolah, 2008

4.2.2. Uji Asumsi Klasik

a. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak yaitu dengan analisis grafik. Untuk menguji normalitas ini dengan metode normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Pada prinsipnya normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data titik pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada gambar normal probability plot berikut ini : 65 Gambar 4.1 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Observed Cum Prob 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 E x p e ct ed C u m P ro b Normal P-P Plot of Komunikasi Administrasi Gambar 4.2 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Observed Cum Prob 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Expected Cu m Pr ob Normal P-P Plot of Pengawasan Melekat Gambar 4.3 66 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Observed Cum Prob 0.0 0.2 0.4 0.6 0.8 1.0 Expected Cu m Pr ob Normal P-P Plot of Efisiensi Kerja Berdasarkan grafik P-Plot diatas variabel komunikasi administrasi, pengawasan melakat dan efisiensi kerja diketahui data menyebar di sekitar garis diagonal 45 dan mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas. b. Uji Multikolinearitas Uji multikolinearitas merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui apakah variabel independent yang terdapat dalam model hubungan yang sempurna. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dengan melihat Variance Inflation Factor VIF. Jika VIF lebih dari 10 maka terjadi multikolinearitas. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai tolerance X 1 dan X 2 sebesar 0,716 dengan nilai VIF untuk X 1 dan X 2 67 D d V i bl Efi i i K j Scatterplot sebesar 1,396 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas pada model penelitian. c. Uji Autokorelasi Dampak dari adanya autokorelasi dalam model regresi yaitu model regresi yang dihasilkan tidak dapat digunakan untuk menaksir nilai variabel dependen pada nilai variabel independen tertentu. Untuk menguji ada tidaknya autokorelasi dalam model regresi, penulis menggunakan uji autokorelasi Durbin-Watson DW test yang diterangkan melalui tabel Autokorelasi berikut: Tabel 4.15 Tabel Autokorelasi DW Kesimpulan 1,08 Ada autokorelasi 1,08 s.d 1,66 Tanpa kesimpulan 1,66 s.d 2,34 Tidak ada autokorelasi 2,34 s.d 2,92 Tanpa kesimpulan 2,92 Ada autokorelasi Sumber : Algifari 2000:89 Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai Durbin-Watson DW test sebesar 1,686 dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi dalam model regresi. d. Uji Heteroskedastisitas Uji heterokesdasitas ini bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi kesamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Pengujian terhadap heterokedastisitas dapat dilakukan melalui pengamatan terhadap pola scatter plot yang dihasilkan melalui SPSS. Apabila pola scatter plot membentuk pola tertentu, maka model regresi memiliki gejala heteroskedastisitas. Munculnya gejala 68 heteroskedastisitas menunjukkan bahwa penaksir dalam model regresi tidak efisien dalam sampel besar maupun kecil. Gambar 4.16 Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa pola scatterplot tidak membentuk pola tertentu dan sebaran titik-titik berada diatas dan dibawah angkan nol 0. Sehingga dapat disimpulan bahwa tidak terjadi heterokesdasitas pada model regresi.

4.2.3. Pengujian Hipotesis