KELUARGA DAN PERKEMBANGAN REMAJA

panti asuhan saja menunjukkan perkembangan kepribadian dan penyesuaian sosial yang kurang memuaskan, dapat dibayangkan keadaan yang lebih memprihatinkan lagi pada anak-anak terlantar yang belum terjangkau penanganan dari pihak yang berwenang. Sementara masyarakat sering memberi cap negatif pada anak-anak panti asuhan tanpa melihat lebih jauh, kenapa atau bagaimana hal- hal negatif pada anak-anak itu bisa terjadi. Oleh karenanya, dengan mendasarkan diri pada persepsi masyarakat dan pendapat beberapa ahli bahwa dalam kehidupan di panti asuhan, anak-anak tidak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi perkembangan psikologisnya Referensi kesehatan, 2008. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa perkembangan remaja di panti asuhan tidak begitu baik karena anak-anak di panti asuhan yang diperhatikan hanya kebutuhan biologis dan mengabaikan kebutuhan psikologisnya dan juga anak-anak tidak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi perkembangan psikologisnya.

C. KELUARGA DAN PERKEMBANGAN REMAJA

Menurut Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 1994 Bab I ayat 1 keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami, istri dan anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Sementara itu, menurut Tirtaraharja 1995 keluarga diartikan sebagai kelompok primer yang terdiri atas sejumlah orang, karena hubungan sedarah. Keluarga itu dapat berbentuk keluarga inti nuclear family yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak. Keluarga merupakan lingkungan primer bagi individu, sejak lahir sampai ia meninggalkan rumah untuk membentuk keluarga sendiri. Sebagai lingkungan primer, hubungan antarmanusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya Sarwono, 2000. Menurut Brown dalam Yusuf, 2004 keluarga dapat diartikan dalam dua macam yaitu: a Dalam arti luas Keluarga meliputi semua pihak yang ada hubungan darah atau keturunan yang dapat dibandingkan dengan “marga”. b Dalam arti sempit Keluarga meliputi orangtua dan anak Bentuk atau Pola Keluarga. Menurut Yusuf 2004, terdapat dua pola keluarga yaitu a Keluarga inti nuclear family Keluarga yang terdiri dari suamiistri, istriibu dan anak-anak yang lahir dari pernikahan antara keduanya dan yang belum berkeluarga termasuk anak tiri jika ada. b Keluarga luas extended family Keluarga yang keanggotaannya tidak hanya meliputi suami istri dan anak-anak yang belum menikah tetapi juga termasuk kerabat lain yang biasanya tinggal dalam sebuah rumah tangga bersama, seperti mertua, adik, kakak ipar dan yang lainnya yang tinggal menumpang. Keluarga sebagai tempat pertama dan utama di mana anak lahir, dibesarkan, berkembang dan mengalami ”proses menjadi”, pada dasarnya memikul beragam fungsi. Selama masa bayi dan kanak-kanak, fungsi-fungsi dan tanggung jawab keluarga yang utama adalah mengasuhmemelihara, melindungi, mendidik dan sosialisasi. Seiring dengan terjadinya perubahan progressif pada remaja, maka bergeser pula fungsi-fungsi keluarga itu sebagai dampak penyesuaian terhadap perkembangan dan kebutuhan-kebutuhan anak. Sementara fungsi-fungsi di atas masih sangat penting sepanjang usia remaja namun terjadi pergeseran kebutuhan di sana. Remaja lebih membutuhkan dukungan support daripada pengasuhan nurturance, bimbingan guidance daripada peelindungan protection dan pengarahan direction daripada socialization dalam Barus, 2003. Hubungan orangtua dan remaja serta peran yang dimainkan orangtua dalam perkembangan remaja merupakan aspek-aspek yang penting dalam telaah psikologi. Piaget dalam Hurlock, 2000 menyebutkan bahwa secara psikologis, masa remaja adalah masa di mana individu berintegrasi dengan masyarakat dewasa, usia dimana anak tidak lagi merasa di bawah tingkat orang-orang yang lebih tua melainkan berada dalam tingkatan yang sama, sekurang-kurangnya dalam masalah hak. Dalam hubungan itu, remaja mengharapkan orangtuanya menaruh perhatian dan menolong, memberikan kebutuhan-kebutuhan akan komunikasi, cinta kasih, dukungan, penerimaan, kepercayaan, kemandirian, bimbingan dan keteladanan. Harapan-harapan remaja itu kadang sulit dipenuhi karena kebersamaan dengan itu sering terjadi ketegangan antara remaja dan orangtuanya yang menimbulkan kasulitan-kesulitan bagi kedua belah pihak Rice dalam Barus, 2003. Banyak penelitian menyangkut generation gap menunjukkan bahwa meskipun beberapa remaja dan orangtua terlibat dalam masalah-masalah interpersonal yang serius, sebagian besar remaja menyatakan masih merasa akrab dengan orangtua mereka, menghormati penilaian-penilaian orangtua mereka, merasa bahwa orangtua mencintai dan merawat mereka dan tetap menghormati orangtua sebagai individu Steinberg dalam Barus, 2003. Dalam hal nilai-nilai dan sikap, remaja dan orangtua mereka tidak terlalu larut dalam pertentangan itu. Remaja dan orangtua mereka memiliki keyakinan-keyakinan yang sama menyangkut pentingnya kerja keras tentang ambisi-ambisi pendidikan dan pekerjaan juga tentang kualitas-kualitas dan sifat-sifat kepribadian yang mereka anggap penting dan diinginkan Conger dalam Barus, 2003. Argyle dan Henderson dalam Barus, 2003 mengatakan bahwa dukungan pengasuhan yang positif terkait dengan eratnya hubungan antara remaja dan orangtuasaudara-saudaranya, tingginya harga diri, keberhasilan akademik dan kemajuan perkembangan moral. Sebaliknya, ketiadaan dukungan pengasuhan akan mengakibatkan rendahnya harga diri, prestasi sekolah yang buruk, perilaku yang impulsive, penyesuaian sosial yang jelek, perilaku anti sosial atau kenakalan Popkin dalam Barus, 2003. Keutuhan orangtua dalam sebuah keluarga sangat dibutuhkan dalam membantu anak untuk mengembangkan dasar-dasar disiplin diri. Keluarga dikatakan utuh apabila disamping lengkap anggotanya, juga dirasakan lengkap oleh anggotanya terutama oleh anak-anaknya. Keutuhan dan keseimbangan keluarga memberikan pengaruh positif dalam pribadi anak Schohib, 1998. Hurlock 2000 mengatakan bahwa dalam keluarga utuh, orangtua dapat mengembangkan kepribadian anak secara baik. Hal ini karena kedua orangtua banyak memberikan reinforcement positif kepada anak seperti mencintai, memperhatikan, mendukung serta mampu menjalin hubungan yang dekat dengan anaknya. Dengan begitu diharapkan tidak terjadi ketimpangan dalam salah satu perkembangannya. Sikap orangtua bisanya tercermin dalam beberapa perilaku seperti sebagai berikut: terlibat dengan anak, memperhatikan rencana dan cita-cita anak, menunjukkan kasih sayang, berdialog secara baik dengan anak, menerima anak sebagai individu person, memberikan bimbingan dan semangat, tidak menuntut berlebihan dan merasa cemas jika anak sakit. Pengaruh keluarga utuh terhadap anak adalah anak merasa dicintai, dipahami, diberikan perasaan aman, adanya penerimaan dan kelekatan hubungan melalui intimacy, hubungan jangka panjang dan interaksi secara langsung. Juga adanya dukungan setiap saat dari anggota keluarga jika terjadi masa krisis psikologis dan distress emosional Schohib, 1998. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan tempat dimana anak pertama kali bagaimana mempelajari interaksi sosial dan memperoleh kasih sayang dari orangtuanya dimana hal ini nantinya menentukan bagaimana anak berinteraksi dengan orang lain. Hubungan sosial dimulai sejak anak berada di lingkungan rumah bersama keluarganya. Orangtua memainkan peran yang sangat penting dalam perkembangan remaja. D. PERBEDAAN KOMPETENSI INTERPERSONAL ANTARA REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN DAN YANG TINGGAL DENGAN KELUARGA Komunikasi dapat berjalan karena adanya interaksi sosial antar manusia. Untuk dapat menjalin hubungan yang hangat dengan orang lain, dibutuhkan kecakapan yang memampukan individu untuk berhubungan dengan individu lain secara pribadi Lukman, 2000. Kecakapan ini dikenal juga dengan istilah kompetensi interpersonal. Menurut Larasati dalam Nashori, 2008 sekitar 73 persen komunikasi yang dilakukan manusia merupakan komunikasi interpersonal. Individu yang dapat melakukan komunikasi interpersonal secara efektif disebut memiliki kompetensi interpersonal. Golson dalam Idrus, 2007 menyatakan bahwa bukan persoalan seseorang memiliki kecerdasan, juga bukan karena yang bersangkutan memiliki kemampuan untuk mengelaborasi masalah dari persoalan yang dihadapi namun jika yang bersangkutan tidak memiliki kemampuan untuk berkomunikasi kepada orang lain maka kemampuan-kemampuan tersebut menjadi tidak berguna, kompetensi interpersonal merupakan kunci bagi individu untuk mengkomunikasikan ide-ide cemerlangnya kepada orang lain. Lebih lanjut Golson menyatakan bahwa orang yang memiliki kemampuan sosial dan dapat berkomunikasi dengan orang lain dalam waktu yang lama cenderung lebih berhasil dibanding dengan mereka yang tidak memiliki kemampuan tersebut dan salah satu faktor yang banyak menentukan keberhasilan dalam menjalin komunikasi dengan orang lain adalah kompetensi interpersonal. Hubungan interpersonal yang efektif seperti persahabatan, jika mereka memiliki kemampuan-kemampuan dalam membina hubungan interpersonal. Kemampuan tersebut secara khusus oleh Buhrmester dkk 1988 disebut sebagai kompetensi interpersonal. Menurut Spitzberg dan Cupach dalam Almesa dkk, 2007 kompetensi interpersonal adalah kemampuan individu untuk melakukan komunikasi yang efektif. Kemampuan ini ditandai adanya karakteristik- karakteristik psikologis tertentu yang sangat mendukung dalam menciptakan dan membina hubungan yang memuaskan antarpribadi. Spitzberg dan Cupach juga mengemukakan bahwa individu yang memiliki kompetensi interpersonal yang baik memiliki pengetahuan mengenai perilaku nonverbal orang lain. Disamping itu, mereka juga dapat menyesuaikan komunikasi dengan konteks interaksi dan menyesuaikan dengan orang lain yang ada dalam interaksi tersebut. Pada masa remaja, individu berusaha untuk menarik perhatian orang lain, mendapatkan popularitas dan kasih sayang dari teman sebaya. Semua hal tersebut akan diperoleh apabila remaja mampu berinteraksi sosial karena remaja secara psikologis dan sosial berada dalam situasi peka dan kritis Hurlock, 2000. Keterampilan interpersonal akan menunjukkan kemampuan remaja dalam berhubungan dengan orang lain. Semua kemampuan interpersonal akan membuat mereka lebih berhasil dalam berinteraksi dengan orang lain. Pada keterampilan komunikasi mencakupi keterampilan mendengarkan efektif, berbicara efektif dan menulis efektif. Termasuk pula di dalamnya mampu menampilkan penampilan fisik model busana yang sesuai dengan tuntutan lingkungan sosialnya William Kay dalam Agustiani, 2006. Menurut Hetherington dan Parke dalam Nashori, 2008 kontak anak dengan orangtua banyak berpengaruh terhadap kompetensi interpersonal anak. Adanya kontak di antara mereka menjadikan anak belajar dari lingkungan sosialnya dan pengalaman bersosialisasi tersebut dapat mempengaruhi perilaku sosialnya. Keluarga merupakan lingkungan primer bagi individu, sejak lahir sampai ia meninggalkan rumah untuk membentuk keluarga sendiri. Sebagai lingkungan primer, hubungan antarmanusia yang paling intensif dan paling awal terjadi dalam keluarga. Sebelum seorang anak mengenal lingkungan yang lebih luas, ia terlebih dahulu mengenal lingkungan keluarganya Sarwono, 2000. Ketika interaksi antara anak dan orangtua selalu diwarnai dengan sikap saling memberi dan menerima, mendengarkan dan didengarkan maka akan cenderung mengakibatkan kompetensi interpersonal yang adekuat pada anak terutama karena interaksinya diwarnai dengan kehangatan Santrock, 2007. Hurlock 2000 mengatakan bahwa dalam keluarga utuh, orangtua dapat mengembangkan kepribadian anak secara baik. Hal ini karena kedua orangtua banyak memberikan reinforcement positif kepada anak seperti mencintai, memperhatikan, mendukung serta mampu menjalin hubungan yang dekat dengan anaknya. Dengan begitu diharapkan tidak terjadi ketimpangan dalam salah satu perkembangannya. Sikap orangtua bisanya tercermin dalam beberapa perilaku seperti berikut ini: terlibat dengan anak, memperhatikan rencana dan cita-cita anak, menunjukkan kasih sayang, berdialog secara baik dengan anak, menerima anak sebagai individu person, memberikan bimbingan dan semangat, tidak menuntut berlebihan dan merasa cemas jika anak sakit. Keluarga dikatakan utuh apabila disamping lengkap anggotanya, juga dirasakan lengkap oleh anggotanya terutama oleh anak-anaknya. Keutuhan dan keseimbangan keluarga memberikan pengaruh positif dalam pribadi anak Schohib, 1998. Adanya kompetensi interpersonal ini membuat seseorang merasa mampu dan terampil untuk menjalin hubungan yang efektif dengan orang lain dan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang mungkin muncul dalam situasi hubungan antarpribadi. Sebaliknya, kurangnya kompetensi interpersonal tersebut dapat mengakibatkan ketidakmampuan dalam penyesuaian diri dan terganggunya kehidupan sosial seseorang. Mempersiapkan diri untuk memasuki kehidupan sosial yang lebih luas sebenarnya telah dimulai sejak seseorang memasuki periode remaja. Memasuki periode remaja, seseorang mulai mengurangi intensitasnya untuk berinteraksi dengan orangtua dan mulai menuju ke arah teman sebaya untuk membina hubungan yang lebih akrab Leny Tommy, 2006. Pada periode ini, kebutuhan dan keinginan untuk dapat berkomunikasi dan memperoleh teman yang banyak juga semakin meningkat. Remaja mulai membentuk kelompok sahabat yang memiliki minat, kesukaan dan nilai-nilai yang sama serta banyak menghabiskan waktu dalam kegiatan yang melibatkan banyak orang dan menginginkan kedekatan emosional dalam kelompoknya Mastuti dalam Leny Tommy, 2006. Kemampuan ini sangat dibutuhkan oleh individu tak terkecuali para remaja yang tinggal di panti asuhan. Pentingnya peran orangtua bagi perkembangan kepribadian individu tentu saja tidak akan didapatkan oleh anak- anak yang tinggal di panti asuhan. Anak-anak yang tinggal di panti asuhan sejak kecilnya tentu saja tidak akan mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup dari pihak lembaga. Para perawat di panti asuhan memiliki keterbatasan untuk memperhatikan seluruh anak-anak dan para remaja yang tinggal di sana. Para perawat yang bekerja di panti asuhan mengalami kesulitan apabila harus memperhatikan setiap aspek perkembangan dari masing-masing anak dan remaja yang tinggal di sana secara adil. Perhatian yang bisa mereka berikan biasanya hanya sebatas perkembangan fisik, seperti mencukupi kebutuhan makan, pakaian dan keperluan sekolah dalam Sudrajat, 2008. Di sisi lain dalam kehidupan anak selalu ada kebutuhan untuk dikasihi dan merasakan bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. Pada kenyataannya tidak semua anak dapat memperoleh pemenuhan kebutuhan, misalnya anak-anak yang tinggal di panti asuhan. Anak- anak yang tinggal di panti asuhan adalah mereka yang tidak memiliki keluarga lagi atau juga bisa disebabkan karena orangtua yang bercerai atau sudah meninggal dunia. Hasil penelitian Hartini 2000 menunjukkan gambaran psikologis anak yang tinggal di panti asuhan seperti, misal: terbentuknya kepribadian anak yang inferior, pasif, apatis, menarik diri, mudah putus asa, penuh dengan ketakutan dan kecemasan sehingga anak akan sulit menjalin hubungan sosial dengan orang lain. Disamping itu mereka menunjukkan perilaku negatif, takut melakukan kontak dengan orang lain, lebih suka sendirian, menunjukkan rasa bermusuhan dan lebih egosentrisme. Groza 2011 mengatakan bahwa panti asuhan dapat berdampak terhadap perkembangan kognitif, emosi, sosial, dan fisik anak selama beberapa periode tertentu. Anak yang tinggal di panti asuhan dapat mengalami masalah emosional dan perilaku, seperti agresif, perilaku antisosial, dan menyebabkan mereka kurang memiliki pengetahuan dan pemahaman mengenai dunia luar. Remaja yang tinggal di panti asuhan biasanya kaku dalam berhubungan sosial dengan orang lain dan sebagian dari remaja mengalami kesulitan dalam menjalin interaksi sosial. Menurut Hurlock 2000 status sosial ekonomi yang rendah dianggap remaja sebagai salah satu faktor yang akan membuat mereka ditolak oleh lingkungan teman sebaya dan pada akhirnya mereka akan merasa minder dan tidak berharga. Salah satu akibat yang juga terjadi ketika remaja tidak mampu membina hubungan interpersonal yang memuaskan adalah perasaan kesepian serta perasaan tidak bahagia dan nyaman. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Buhrmester 1988 bahwa kurangnya kompetensi interpersonal akan memberikan ketidakpuasan dalam suatu hubungan yang akan mengakibatkan berkembanganya perasaan kesepian. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan lingkungan sosial pertama dalam kehidupan anak dan bagian terpenting dari jaringan sosial anak sekaligus sebagai lingkungan pertama anak selama tahun- tahun pertama anak untuk memperoleh pengalaman sosial dini yang berperan penting dalam menentukan hubungan sosial di masa depan dan juga perilakunya terhadap orang lain. Interaksi antara anak dengan orangtua yang diwarnai dengan kehangatan akan mempengaruhi kompetensi interpersonal pada anak. Hal ini tidak didapatkan oleh anak-anak yang tinggal di panti asuhan. Anak-anak yang tinggal di panti asuhan tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian yang cukup dari pihak panti asuhan karena pengasuh di panti asuhan memiliki keterbatasan untuk memperhatikan seluruh anak-anak yang ada di panti asuhan. Padahal perhatian, kebutuhan untuk dikasihi serta diakui keberadaannya sangat diperlukan oleh anak- anak panti asuhan. Hal ini akan mempengaruhi anak dalam menjalin interaksi dengan orang lain. Oleh karena itu, ada tidaknya kontak interaksi antara anak dengan orangtua akan mempengaruhi terbentuknya kompetensi interpersonal pada anak.

E. HIPOTESA PENELITIAN