PERBANDINGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VII ANTARA PEMBELAJARAN KREATIF DAN PEMBELAJARAN KONVENSIONAL DI SMPN 4 NATAR TAHUN AJARAN 2012-2013

(1)

TAHUN AJARAN 2012-2013

Oleh Nur Khalimah

(S k r i p s i)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Geografi Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

(3)

THE DIFFERENCE OF LEARNING ACHIEVEMENT BETWEEN THOSE USES CREATIVE TEACHING AND CONVENSIONAL TEACHING IN

SOCIAL INTEGRATED AT SAVEN GRADE OF SMP 4 NATAR ON ACADEMIC

YEAR 2012-2013 By

Nur Khalimah

This research is intended to find differences in achievement between student of creative and conventional teaching teaching in social integrated at saven grade of smp 4 natar on academic year 2012-2013 . The method used in this research was Quasy Experiment by using Non Equivalent Control Group desain. Experimen class and control class was taken by using random technique, selected class VIIB and VIIC SMPN 4 Natar and class VIIB is eksperimen class, class VIIC is control class .

Objec of this researce is lerning achievement social integrated at saven garde of SMPN 4 Natar between creative teaching and convensional teaching.Data collecting tools were used by documentasion, and test pretest dan postest. and the used to process the research data was SPSS version 17 The result of this research showed students’ achievement of creative teaching higher than conventional teaching’


(4)

(5)

(6)

(7)

vi

DAFTAR TABEL...viii

DAFTAR GAMBAR ...ix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi Masalah ...7

C. Rumusan Masalah ...7

D. Tujuan Penelitian...7

E. Manfaat Penelitian...7

F. Ruang Lingkup Penelitian ...8

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka ...10

1. Pengertian Belajar dan Pembelajaran...11

2. Teori Belajar Konstruktif ...12

3. Pembelajaran Kreatif...12

4. Pembelajaran Kooperatif...20

5. Pembelajaran IPS ...22

6. Hasil Belajar...23

B. Kerangka Pikir ...24

C. Anggapan Dasar dan Hipotesis ...26

III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian ...27

B. Variabel Penelitian... 27

C. Definisi Operasional Variabel...28

D. Desain Penelitian ...28

E. Pelaksanaan Penelitian...29

F. Teknik Pengumpulan Data...30

G. Instrumen Penelitian ...30

H. Uji Persayaratan Instrumen...31

1. Validitas Soal ...31

2. Reliabilitas Soal...32

3. Taraf Kesukaran ...33

4. Daya Beda ...34

I. Teknik Prasyarat Analisis Data...36

a.Uji Normalitas ...36

b. Uji Homogenitas ...37


(8)

vii

2. Sejarah Singkat SMPN 4 Natar...40

3. Keadaan Peserta Didik SMPN 4 Natar ...42

4. Keadaan Guru, Tata Usaha dan Pegawai SMPN 4 Natar ....43

5. Denah Sekolah dan Peta Lokasi Penelitian ...45

6. Pelaksanaan Penelitian ...47

7. Hasil Penelitian ...47

a. Deskripsi Data Tes Awal Siswa Eksperimen ...48

b. Deskripsi Data Tes Awal Siswa Kontrol...49

1. Deskripsi Data Hasil Tes Akhir Siswa...51

a. Deskripsi Data Penguasaan Konsep Kelas Eksperimen..51

b. Deskripsi Data Penguasaan Konsep Kelas Kontrol ...52

2. Perbedaan Penguasaan Konsep di Kelas a. Hipotesis ...58

B. Pembahasan...59

V. SIMPULAN dan SARAN A. Simpulan ...68

B. Saran...68 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Silabus...69 2. RPP...71 3. LKS...81

4. Contoh kartuTake and Give...85

5. Kisi-kisi Soal... ... 86

6. Soal Pretes... ...89

7. Soal Postest ... ... .90

8. Kunci jawaban... ...91

9. Pedoman penilaian...96

10. Hasil perhitungan validitas soal ... ...97

11. Hasil perhitungan realibilitas soal... ...99

12. Hasil perhitungan daya beda soal... ...101

13. Hasil Perhitungan Taraf Kesukaran ... ...103


(9)

I. PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Pendidikan sebagai salah satu pilar kebangkitan bangsa menjadi suatu aspek yang sangat penting untuk lebih diperhatikan untuk menyongsong perbaikan bangsa ini. Menilik kondisi pendidikan saat ini menununtut para civitas akademika untuk terus berupaya melakukan perbaikan. Pendidikan merupakan aspek yang penting dalam pembentukan karakter manusia dengan pengembangan potensi diri sehingga akan tercapai kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. Pendidikan di Indonesia mempunyai tujuan yang luhur dan tinggi sebagaimana yang tercantum dalam UU NO. 20 tahun 2003 yang berbunyi:

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan,membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, bertakwakepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Untuk mencapai tujuan pendidikan nasional bukanlah hal yang mudah banyak hal yang harus diperbaiki, salah satunya adalah peningkatan prestasi belajar siswa yang dapat menjadi tolak ukur keberhasilan belajar siswa yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal dari peserta didik. Faktor internal yaitu faktor yang


(10)

timbul dari dalam diri siswa itu sendiri diantaranya keadaan fisik, intelegensi, bakat, minat, keadaan emosi, dan gaya belajar. Sedangkan faktor eksternal yaitu faktor yang timbul dari luar diri siswa diantaranya guru, teman, orang tua dan lingkungan belajar. Sehingga perlu adanya perbaikan pembelajaran baik yang berasal dari internal yaitu faktor yang datang dari internal peserta didik maupun faktor eksternal salah satunya yaitu seorang guru sebagai fasilitator pembelajaran yang memfasilitasi kegiatan pembelajaran dikelas. Kegiatan belajar mengajar yang merupakan kegiatan pokok dalam pendidikan yang didalamnya terjadi aktivitas dan interaksi dalam pembelajaran baik antara peserta didik dengan peserta didik maupun antara guru dan murid.

Pada dasarnya siswa-siswa di dalam kelas yang sama merupakan individu-individu yang unik dan heterogen yang masing-masing mempunyai sifat dan kemampuan yang berbeda-beda sehingga seorang guru pun dituntut untuk dapat mengenali dan memahami kondisi siswa-siswanya kemudian baru dapat menentukan langkah-langkah selanjutnya dalam meningkatkan kekuatan dan motivasi siswa dalam kegiatan pembelajaran seperti halnya yang dingkapkan oleh Asep Mahfudz di bawah ini, (2012:115) ada beberapa asumsi yang salah dalam menilai keberadaan belajar siswa di kelas.

1. Guru sering meyakini bahwa pada saat mengajar siswa pasti sedang belajar, padahal belum tentu dan aktivitas guru sering kali tidak mengindahkan akativitas siswa guru hanya konsen pada materi pembelajaran.

2. Guru masih meyakini bahwa semua siswa belajar dengan ritme atau kecepatan yang sama dalam menangkap materi pembelajaran padahal belum tentu sama,


(11)

guru hanya ingin menyampaikan beban materi yang harus tersampaikan tanpa meninjau apakah siswa dapat menrima materi pembelajaran atau tidak.

3. Guru sering meyakini bahwa siswa belajar dengan gaya belajar yang sama.

Asumsi di atas yang hingga hari ini masih diyakini oleh sebagian guru, yang akan berdampak pada interaksi dan komunikasi yang terjalin antara guru dengan siswa dan siswa dengan siswa tidak efektif, karena cara mengajar guru belum bersinergi dengan siswa, sehingga tidak semua informasi dalam hal ini materi pembelajaran dapat diserap oleh siswa dengan baik. Pembelajaran yang disajikan masih berpusat pada guru sedangkan seorang murid masih berperan sebagai pendengar, belum terjalin komunikasi yang efektif antara guru dengan siswa dan antara siswa dengan siswanya, perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Dalam paradigma ini peserta didik tidak lagi disebut sebagai siswa (pupil) tetapi peserta didik adalah learner

sehingga peserta didik bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan informasi karena guru bukanlah satu-satunya sumber belajar peserta didik perlu diberikan kebebasan untuk dapat mengeksplorasi dan menemukan sendiri pengetahuannya yang akan membuat siswa lebih aktif dalam proses pembelajaran. Guru berperan sebagai fasilitator pembelajaran yang akan memfasilitasi peserta didik untuk dapat lebih berperan aktif dan mampu mengeksplorasi ide-ide dan kreatifitas siswa dalam pembelajaran.

Guru sebagai fasilitator pembelajaran harus mampu menciptakan variasi pembelajaran yang akan menstimulus siswa agar dapat aktif dan interaktif dalam kegiatan pembelajaran karena siswa terdiri dari individu yang heterogen


(12)

mempunyai cara yang berbeda-beda dalam menyerap setiap informasi yang disampaikan.

Menurut Dr. Dunn “ (2010 : 60) bukan anak yang harus memikul tanggung jawab dalam belajar, melainkan guru yang memikul tanggung jawab dalam mengidentifikasikan kekuatan belajar siswa lalu menocokkan semua itu dengan lingkungan dengan lingkungan dan pendekatan yang responsif ”

Dari pendapat Dr. Dunn diatas diketahui bahwa seorang gurulah yang bertanggung jawab dalam mengidentifikasi dan memaksiamalkan kekuatan belajar siswa kemudian menyesuaikan kondisi siswa dengan lingkungan yang kondusif dan pendekatan yang responsif.

Untuk mewujudkan hal itu tentunya,dibutuhkan variasi-variasi baru dalam kegiatan pembelajaran yang akan menstimulus dan meningkatakan motivasi siswa dalam belajar.Menurut Gordon Dryden dan Dr. Jeanette Vos,(1999:343) faktor dominan yang menentukan keberhasilan proses belajar adalah dengan mengenal dan memahami bahwa setiap individu unik yang mempunyai kemampuan menyerap informasi yang berbeda-beda dengan gaya belajar yang berbeda-beda pula. Seorang guru tidak hanya berkewajiban untuk menyampaikan beban materi saja sehingga hanya terpusat untuk menyelesaikan materi pembelajaran saja tanpa mempertimbangkan kondisi siswa dalam menerima materi pembelajaran. karena seorang guru juga bertanggung jawab tidak hanya pada materi pembelajaran yang tersampaikan tapi juga memastikan bahwa materi pembelajaran dapat diterima dan dipahami oleh peserta didik yang merupakan individu-individu yang berbeda-beda dan tentunya mempunyai cara yang berberbeda-beda pula dalam meyerap materi pembelajaran. Sehingga peran seorang guru sangat dibutuhkan untuk membantu


(13)

para peserta didik dalam memaksimalkan kekuatan belajar peserta didik agar dapat belajar dan memahami materi pembelajaran melalui cara yang dan gaya belajar mereka masing-masing.

Kini saatnya seorang guru mengubah paradigma mengajarnya, karena mengajar bukan hanya sekedartransfer of knowledge, tapi mengajar juga mentransfer nilai-nilai yang terkandung dalam suatu materi pembelajaran untuk dapat memaksimalkan potensi yang ada dalam diri setiap peserta didik dalam rangka menghadapi kehidupannya dimasa yang akan datang.

Menurut Suparlan dalam Asep Mahfudz (2012:10) sebagai pengajar dan pendidik guru memiliki karakter dengan pengetahuan yang luas untuk ditransfer pada siswanya, dalam hal ini guru harus menguasai materi yang diajarkan, menguasai penggunaan strategi dan metode yang akan digunakan, serta menentukan alat-alat evaluasi pendidikan yang akan digunakan untuk menilai hasil belajar siswa, aspek-aspek menajemen kelas dan dasar-dasar kependidikan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru bidang studi IPS Terpadu di SMPN IV Natar Ibu Reni menyebutkan selama ini guru sudah terbiasa menyajikan pembelajaran yang konvensional dan pernah beberapa kali mencoba untuk melakukan variasi pembelajaran dengan menggunakan model-model pembelajaran kooperatif namun hasilnya tidak sesuai dengan harapan dikarenakan baik guru maupun siswa belum terbiasa menerapakan model pembelajaran yang baru.


(14)

Tabel 1.1 rekapitulasi nilai ujian semster ganjil

Nilai KKM Frekuensi Presentase

<70 65 53 %

>70 59 47%

Jumlah 124 100%

Sumber: Rekapitulasi Nilai Ujian Semester Ganjil Kelas VII Tahun 2012

Berdasarkan Tabel 1.1 di atas diketahui bahwa masih ada 53% siswa atau berkisar 65 siswa yang belum mencapai KKM dan hanya 59 siswa atau berkisar 47% yang sudah dapat mencapai KKM.

Menurut Asri Budiningsih (2005), pembelajaran kreatif dan produktif adalah model yang dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai pendekatan pembelajaran yang diasumsikan mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kreatif adalah konsep pembelajaran yang disajikan secara komplek karena bertujuan untuk meningkatkan proses dan hasil belajar siswa tentunya dengan memperhatikan setiap hal yang akan mempengaruhi hasil belajar siswa seperti, kemampuan guru dalam menyajikan kegiatan pembelajaran, kondisi siswa dengan segala perbedaannya, kondisi kelas tempat belajar dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan tata ruangan.

Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang Perbandingan Hasil Belajar IPS Terpadu Siswa antara pembelajaran


(15)

kreatif dan Pembelajaran Konvensional SMPN 4 Natar, pada pokok bahasan “Penggunakan peta, atlas,dan globe, untuk mendapatkan informasi keruangan”

B. Identifikasi masalah

1. Kurangnya variasi dalam pembelajaran.

2. Guru masih berperan sebagai pusat dalam proses pembelajaran

3. Siswa kurang terlibat dalam kegiatan pembelajaran karena pembelajaran masih berpusat pada guru.

C. Rumusan masalah

Apakah terdapat perbedaan rerata hasil belajar IPS Terpadu siswa antara pembelajaran kreatif dan pembelajaran konvensional?

D. Tujuan penelitian

Untuk mengetahui rerata hasil belajar IPS Terpadu siswa antara pembelajaran kreatif lebih tinggi dari pembelajaran konvensional

E. Manfaat penelitian Manfaat Teoritis

1. Untuk menambah pengetahuan serta mendukung teori-teori yang ada sehubung dengan masalah yang diteliti


(16)

Manfaat Praktis 1. Bagi Siswa

Dengan diadakan penelitian ini diharapkan peserta didik dapat mengeksplorasi kreativitasnya dalam pembelajaran, sehingga dapat berperan aktif dalam pembelajaran.

2. Bagi guru

a. Memberikan informasi pentingnya melakukan inovasi dalam pembelajaran untuk meningkatkan minat siswa dalam belajar.

b. Memberikan informasi kepada guru pentingnya meningkatkan kreativitas guru dalam rangka menciptakan pembelajaran yang kreatif dalam mengajar untuk mensinergiskan cara mengajar guru dan kondisi belajar siswa untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

3. Bagi sekolah

Memberikan sumbangan pemikiran dalam upayamengadakan perbaikan mutu pembelajaran IPS.

4. Bagi Pembaca

Memberikan informasi tentang pentingnya melakukan inovasi dan kreasi dalam proses pembelajaran untuk menciptakan pembelajaran yang aktif interaktif dan menyenangkan.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Agar penelitian ini dapat dilakukan dengan baik dan terarah, perlu dilakukan pembatasan-pembatasan ruang lingkup sebagai berikut.


(17)

1. Ruang Lingkup Objek Penelitian: Perbandingan Hasil belajar IPS Terpadu Siswa antara Pembelajaran kreatif dan Pembelajaran Konvensional.

2. Ruang Lingkup Subjek Penelitian: Siswa –siswi kelas VII SMP N 4 Natar 3. Ruang Lingkup Waktu Penelitian: Semester II (dua) pada Tahun Ajaran 2012-2013


(18)

II TINJAUAN PUSTAKA

1. Belajar dan Pembelajaran

Menurut Slameto (2010:2) belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan oleh seseoranguntuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Menurut Dimyati (2006:2) belajar adalah suatu kegiatan yang dilakukan baik secara sengaja maupun tidak sengaja oleh individu yang ditandai dengan adanya perubahan dalam hal pengetahuan, pemahaman, keterampilan, dan nilai sikap pada diri individu tersebut.

Menurut Oemar Hamalik (2011:27-28) belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman (learning is defined as the modification or srengthening of behavior through experience).Menurut pengertian ini, belajar merupakan suatu proses, suatu kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan tetapi lebih luas dari itu, yakni mengalami. Hasil belajar bukan suatu pengusaan hasil melainkan pengubahan kelakuan.

Berdasarkan pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses yang dilalui oleh seseorang baik secara sengaja maupun tidak sengaja yang ditandai dengan adanya perubahan tidak hanya dari segi pemahaman, pengetahuan namun juga perubahan tingkah laku yang merupakan hasil dari interaksi dengan lingkungan belajarnya.

Prinsip belajar menurut Slameto (2003:27) Berdasarkan prasyarat yang diperlukan untuk belajar adalah sebagai berikut:


(19)

 Dalam belajar setiap siswa harus diusahakan partisipasi aktif, meningkatkan minat, dan membimbing untuk mancapai tujuan instruksional.

 Belajar harus dapat menimbulkan “reinforcement” dan motivasi yang kuat pada siswa untuk mencapai tujuan instruksional.

 Belajar perlu lingkungan yang menantang dimana anak dapat mengembangkan kemampuannya bereksplorasi dan belajar dengan efektif

 Belajar perlu ada interaksi siswa dengan lingkungannya.

Sesuai materi atau bahan yang harus dipelajari:

 Belajar bersifat keseluruhan dan materi itu harus memiliki struktur, penyajian yang sederhana, sehingga siswa mudah menangkap pengertiannya.

 Belajar harus dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan instruksional yang harus dicapai.

 Belajar memerlukan sarana yang cukup sehingga siswa dapat belajar dengan tenang.

 Repetisi, dalam proses belajar perlu latihan berkali-kali agar pengertian/keterampilan/sikap itu mendalam pada siswa.

Sedangkan pembelajaran menurut Darsono (2000:24) adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh guru sedemikian rupa, sehingga tingkah laku siswa berubah ke arah yang lebih baik. Sementara itu, pengertian pembelajaran menurut Trianto (2009:17) pada hakikatnya adalah usaha sadar dari seorang guru untuk membelajarkan siswanya (mengarahkan interaksi siswa dengan sumber belajar lainnya) dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Lebih lanjut, Hamalik (2003:57) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusiawi, material, fasilitas, perlengkapan dan prosedur yang saling mempengaruhi dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Jika belajar adalah proses yang dilalui oleh setiap individu baik seorang siswa maupun guru maka pembelajaran adalah upaya yang dilakukan oleh seorang guru untuk menciptakan suasana belajar yang berperan sebagai fasilitator pembelajaran yang akan mengarahkan siswa untuk dapat berinteraksi dengan sumber belajar yang ada dalam rangka mencapi tujuan pembelajaran.


(20)

1. Teori Pembelajaran Konstruktivisme

Konstrutivisme berarti bersifat membangun. Dalam proses pembelajaran, konsep ini menghendaki agar anak didik dapat dibandingkan kemampuannya untuk secara konstruktif menyesuaikan diri dengan tuntunan dari ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam penyesuaian seperti ini, anak didik akan tetap berada dalam suasana aman dan bebas (Imam Bernadib dalam Yatim Riyanto 2012:144).

Tujuan pembelajaran konstruktivistik ini ditentukan pada bagaimana belajar, yaitu menciptakan pemahaman baru yang menuntut aktivitas kreatif produktif dalam konteks nyata yang mendorong si belajar untuk berpikir dan berpikir ulang lalu mendemonstrasikan. Jadi menurut teori konstruktivisme, belajar adalah kegiatan yang aktif dimana si subjek belajar membangun sendiri pengetahuannya. Subjek belajar juga mencari sendiri makna dari sesuatu yang mereka pelajari (Sardiman, 2008:38). Beberapa tujuan tentang konstruktivisme dalam pembelajaran ini, pada dasarnya ada beberapa tujuan yang ingin diwujudkan antara lain:

1. Memotivasi siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.

2. Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri jawabannya.

3. Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian atau pemahaman konsep secara lengkap.

4. Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri (Yatim Riyanto, 2012:147).

3 .Pembelajaran Kreatif

Menurut Asri Budiningsih (2005), pembelajaran kreatif dan produktif adalah model yang dikembangkan dengan mengacu kepada berbagai pendekatan pembelajaran yang diasumsikan mampu meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar.


(21)

Untuk menjadi guru yang kreatif, yang menciptakan pembelajaran kreatifQuantum Teaching

menyediakan model yang disebut sebagai “wadah”- yang pada wadah tersebut guru dapat terus menciptakan hal-hal baru ketika menjalankan kegiatan belajar mengajarnya. Dua wadah itu, oleh Quantum Teaching yang mengklasifikasikannya menjadi dua yaitu:

1. context(konteks) adalah pengelolaan kelas sebagai lingkungan tempat mengajar Konteks yang berupa pengelolaan kelas sebagai lingkungan tempat belajar mempunyai dua aspek, yaitu;

a. Menyediakan fasilitas yang luwes

Fasilitas juga salah satu hal yang mendukung terjalinnya komunikasi secara efektif agar informasi yang ingin disampaikan guru dapat diterima dengan baik hal ini berkaitan dengan media pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam memahami materi pembelajaran.

b. Menciptakan lingkungan yang mendukung

Lingkungan adalah cara menata ruang kelas; pencahayaan, warna, pengaturan meja dan kursi, tanaman, musik dan semua hal yang mendukung proses belajar.

Menurut LouAnne Johnson dalam bukunya yang berjudul pengajaran yang aktif dan interaktif (2008:54) anak-anak jauh lebih mudah beradaptasi dan lebih cepa terganggu pada elemen-elemen perasa dibandingkan orang dewasa. Empat dari lima indera memainkan peranan dalam kelas karena murid-murid sering kali merespon secara dramatis tampilan, rasa, bahkan bau lingkungan kelas, sehingga hal ini harus dapat diatasi dengan baik untuk menciptakan lingkungan kelas yang fungsional, nyaman dan membangkitkan semangat. Selain hal itu hal lain yang harus diperhatikan adalah pengaturan tempat duduk karena hal ini memiliki dampak yang sangat pada motivasi, prilaku, dan interaksi sesama murid juga dengan guru. Ada dua hal yang harus dipertimbangkan dalam penyusunan tempat duduk ini


(22)

yaitu, visi dan akses ketika mereka duduk, seluruh siswa harus dapat melihat papan tulis, layar proyeksi, TV atau monitor VCR dengan jelas, dan guru juga harus memiliki akses yang mudah dan cepat untuk mengamati setiap siswa di kelas.

2.content (konten) adalah kekayaan materi dan kemampuan menyampaikan materi pembelajaran kepada murid.

Adapun dari sisi konten, ada empat wadah yang disediakan agar dapat berkreasi secara leluasa, yaitu;

a. Mempersiapkan presentasi yang prima

Dalam hal ini guru dituntut memiliki 4 kemampuan, yaitu:

1. Membuka dan menutup pelajaran, karena hal imi merupakan dua kegiatan rutin yang dilakukan guru untuk memulai dan mengakhiri. Agar kegiatan membuka dan menutup pelajaran dapat dilakukan secara efektif dan berhasil guna perlu diperhatikan komponen-komponen yang terkait didalamnya, yang meliputi: menarik perhatian peserta didik, membangkitkan motivasi, memberikan acuan (mengemukakan secaraspesifik dan singkat serangkaian alternatif yang memungkinkan peserta didik memperoleh gambaran yang jelas mengenai hal-hal yang akan dipelajari dan cara yang hendak ditempuh dalam mempelajari materipembelajaran).

2. Menjelaskan adalah mendeskripsikan secara lisan tentang sesuatu benda, keadaan, data, fakta sesuai dengan waktu dan hukum-hukum yang berlaku. Oleh karena itu keterampilan menjelaskan perlu ditingkatkan agar dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

3. Kemampuan bertanya, karena keterampilan bertanya sangat perlu dikuasai oleh guru, dan hampir setiap tahap pembelajaran guru dituntutuntuk mengajukan pertanyaan, dan


(23)

kualitas pertanyaan yang diajukan guru akan menentukan kualitas jawaban peserta didik.

4. Penguatan (reinforcement) kepada siswa, karena merupakan respon terhadap suatu peristiwa terhadap suatu perilaku yang dapat meningkatkan kemungkinan terulangnya kembali perilaku tersebut.Penguatan dapat dilakukan secara verbal berupa kata maupun kalimat pujian; seperti bagus dan tepat. Sedangkan secara non verbal dapatdilakukan dengan; gerakan mendekati peserta didik, acungan jempol dan sentuhan.

b. Menciptakan suasana yang memberdayakan

Suasana kelas dapat mencakup, cara menjalin rasa simpati dengan siswa, sikap dengan sekolah dan belajar. Suasana yang penuh kegembiraan membawa kegembiraan pula dalam belajar.

c. Membangun landasan yang kukuh

Landasan adalah kerangka kerja; tujuan, keyakinan, kesepakatan, kebijakan, prosedur, dan aturan bersama yang memberi siswa sebuah pedoman untuk bekerja dalam komunitas belajar.

d. Mengajarkan berbagai keterampilan danmembuat rancangan belajar yang dinamis Rancangan adalah penciptaan terarah unsur-unsur penting yang bisa menumbuhkan minat siswa, mendalami makna, dan memperbaiki proses tukar-menukar informasi.

Menurut Colin Rose, sekolah-sekolah pada saat ini harus juga berusaha untuk mengajarkan “how” dan tidak terlalu menekan ‘what” kepada siswa. Guru menjadi tidak kreatif karena hanya memusatkan pada “what” (menghabiskkan meteri pelajaran tepat waktu dan sesuai kurikulum). Padahal, apabila guru juga memiliki “how” (keterampilan belajar mengajar), tentulah ada cara efektif dalam membuat siswa lebih cepat menangkap pelajaran.


(24)

Denganmemiliki dan menguasai berbagai keterampilan belajar, para guru tentu akan lebih kreatif dalam mengajar.

4.Keterampilan Mengadakan Variasi

Proses belajar mengajar adalah kegiatan utama di sekolah, siswa dan guru sebagai pelaksana utama, dalam proses belajar mengajar, guru sebagai fasilitator pembelajaran bertanggung jawab sepenuhnya terhadap penyajian kegitan pembelajaran agar siswa dapat dengan mudah menyerap informasi yang telah disampaikan, untuk mencapai hal itu perlu diadakan variasi pembelajaran.

Menurut Syaiful Bahri Djamarah (2005:124) keterampilan mengadakan variasi dalam proses pembelajaran meliputi tiga aspek, yaitu:

1. Variasi dalam mengajar

2. Variasi dalam penggunaan media dan bahan pengajaran 3. Variasi antara interaksi guru dan siswa

a. Prinsip Penggunaan Variasi Pembelajaran

1. Dalam penggunaan variasi sebaiknya semua jenis variasi digunakan, disamping juga harus ada penggunaan komponen dalam setiap variasi

2. Menggunakan variasi secara lancar dan berkesinambungan, sehingga momen proses mengajar secara utuh tidak rusak dan perhatian anak didik dalm proses belajar tidak terganggu

3. Penggunaan komponen variasi harus benar-benar terstruktur dan terencana oleh guru, karena itu diperlukan penggunaan yang luwes dan spontan sesuai dengan umpan balik, yang biasanya ada dua macam jenis umpan balik, yaitu :


(25)

a. Umpan balik berupa tingkah laku yang menyangkut perhatian dan keterlibatan siswa

b. Umpan balik informasi tentang pengetahuan dan pelajaran

Karena luasnya ruang lingkup pembelajaran kreatif, dan berdasarkan pada berbagai pertimbangan maka peneliti membatasi pembelajaran kreatif dalam dua aspek yaitu:

a. Variasi Metode pembelajaran

Dasar pertimbangan pemilihan metode mengajar menurut Saiful Bahri Djamarah ada beberapa faktor yang menjadi dasar pertimbangan pemilihan metode pengajaran antara lain : 1. Berpedoman pada Tujuan

Tujuan adalah keinginan yang hendak dicapai dalam setiap kegiatan interaksi edukatif. Metode mengajar yang guru pilih tidak boleh bertentangan dengan tujuan yang telah dirumuskan, tapi metode mengajar yang dipilih harus mendudkung kegiatan interaksi edukatif berproses guna mencapai tujuannya.

2. Perbedaan Individual anak didik

Aspek-aspek perbedaan anak didik yang perlu dipertimbangkan adalah aspek biologis, intelektual, dan psikologis

3. Kemampuan guru

Kemampuan guru tentu bermacam-macam, disebabkan latar belakang pendidikan dan pengalaman mengajar latar belakang tersebut akan mempengaruhi bagaimana cara pemilihan metode yang baik dan benar.

4. Sifat bahan pelajaran

Setiap mata pelajaran mempunyai sifat masing-masing seperti, mudah, sedang dan sulit, ketiga sifat ini tidak bisa diabaikan begitu saja dalam pemilihan metode mengajar. Sehingga penting mengenal sifat mata pelajaran sebelum pemilihan metode pengajaran.


(26)

5. Situasi kelas

Situasi kelas adalah sisi lain yang patut diperhatikan dan dipertimbangkan guru karena kelas dari hara kehari selalu berubah sesuai dengan kondisi psikologis peserta didik.

6. Kelengkapan fasilitas

Penggunaan metode perlu didukung fasilitas. Fasilitas yang dipilih harus sesuai dengan karakteristik metode mengajar yang akan dipergunakan.

7. Kelebihan dan kelemahan metode

Pemilihan metode yang terbaik adalah mencarai titik kelemahan suatu metode untuk kemudian dicarikan metode untuk menutupi kelemahan metode tersebut.

b. Variasi Media Pembelajaran

Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam buku interaksi guru dan murid, tiap anak mempunyai kemampuan indra yang tidak sama baik pendengaran maupun penglihatan sehingga seorang guru perlu melakukan variasi penggunaan media yang akan membantu siswa dalam menyesuaikan dengan indra yang dimilikinya.

Ada tiga variasi penggunaan media yaitu: 1. Variasi media pandang

Penggunaan media pandang dapat diartikan sebagai penggunaan alat dan bahan ajar khusus untuk komunikasi, seperti buku, majalah, globe, peta, majalah dinding, film, film strip, TV, radio, recorder, gambar grafik, model, demonstrasi, dan lain-lain. Penggunaan yang lebih luas pada media-media tersebut akan memberikan manfaat, antara lain:

a) Membantu secara konkret konsep berpikir dan mengurangi respon yang kurang bermanfaat

b) Menarik perhatian peserta didik pada tingkat yang lebih tinggi c) membuat hasil belajar lebih permanen


(27)

d) menyajikan pengalaman riil yang akan mendorong kegiatan mandiri anak didik e) mengembangkan cara berpikir berkesinambungan, seperti halnya pada film; f) memberi pengalaman yang tidak mudah dicapai oleh media lain

g) menambah frekuensi kerja, lebih dalam dan belajar lebih bervariasi

2. Variasi media dengar

Pada umumnya dalam proses interaksi edukatif dikelas, suara guru adalah alat utamadalam komunikasi.Variasi dalam menggunakan media dengar memerlukan kombinasi dengan media pandang dan media taktil, media ini meliputi, rekaman bunyi dan suara, rekaman musik, rekaman drama bahkan rekaman ikan lumba-lumba yang semuanya itu dapat memiliki relevansi dengan pelajaran.

3. Variasi media taktil

Variasi media taktil adalah penggunaan media yagng memberikan kesempatan pada peserta didik untuk menyentuh dan memanipulasi benda atau bahan ajar. Dalam hal ini akan melibatkan peserta didik dalam pembuatan model, yang hasilnya dapat disebutkan dan dilakukan secara individu atau kelompok kecil. Contoh : pada bidang studi sejarah dapat menggunakan maket desa zaman masa Majapahit; dalam bidang studi geografi dapat membuat model lapisan tanah; sedangkan dalam bidang studi ekonomi dapat mengumpulkan berbagai jenis uang logam.

5. Pembelajaran Kooperatif (Cooperatif Learning)

Model pembelajaran cooperatif learning merupakan suatu model pembelajaran yang membantu siswa dalam mengembangkan pemahaman dan sikapnya sesuai dengan kehidupan nyata di masyarakat, sehingga dengan bekerja secara bersama-sama diantara sesama anggota


(28)

kelompok akan meningkatkan motivasi, produktivitas, dan perolehan belajar. Etin solihatin dan Raharjo (2005:4) pada dasarnya pembelajaran kooperatif mengandung pengertian sebagai suatu sikap atau perilaku bersama dalam bekerja atau membantu diantara sesama dalam struktur kerjasama yang teratur dalam kelompok, yang terdiri dari dua orang atau lebih dimana keberhasilan kerja sangat dipengaruhi oleh keterlibatan dari setiap anggota kelompok itu sendiri. Menurut Slavin dalam Etin Solihatin dan Raharjo (2005:4) cooperatif learning

adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang, dengan struktur kelompoknya yang bersifat heterogen. Sedangkan menurut Stahl dalam Etin Solihatin dan Raharjo (2005:5) pembelajaran cooperatif learning menempatkan siswa sebagai bagian dari suatu sistem kerja sama dalam mencapai suatu hasil yang optimal dalam belajar.

a. Model Pembelajaran Kooperatif Take and Give

Model Take and Give merupakan pembelajaran yang memiliki sintaks, menuntut siswa mampu memahami materi pelajaran yang diberikan guru dan teman sebayanya (siswa lain).

Siswa diberi kartu untuk dihapal sebentar kemudian mencari pasangan untuk saling menginformasikan, selanjutnya siswa diberi pertanyaan sesuai dengan kartunya.

Media Model PembelajaranTake and Give

1. Siapkan kartu dengan ukuran 10 x 15 cm untuk sejumlah siswa.

2. Setiap kartu berisi nomor, bahan belajar (sub materi) dan nama yang diberi informasi, kompetensi dan sajian materi.


(29)

Langkah-langkah metodeTake and Give

1. Guru menyiapkan kelas sebagaimana mestinya.

2. Guru menjelaskan materi sesuai kompetensi yang sudah direncanakan selama 45 menit. 3. Untuk memantapkan penguasaan peserta, tiap siswa diberi masing-masing satu kartu

untuk dipelajari (dihapal) kurang lebih 5 menit.

4. Guru meminta salah satu siswa untuk menginformasikan materi sesuai kartu masing-masing,kemudian menyebutkan nomor kartu temannnya yang lain untuk menjawab pertayaan dari materi yang telah dibaca sebelumnya

5. Demikian seterusnya sampai tiap peserta dapat saling memberi dan menerima materi masing-masing.

6. Untuk mengevaluasi keberhasilan, berikan siswa pertanyaan yang sesuai dengan kartunya (kartu orang lain).

7. Strategi ini dapat dimodifikasikan sesuai keadaan. 8. Guru bersama siswa membuat kesimpulan.

b. Model Pembelajaran Kooperatif Student Fasilitatory Explanning

Model pembelajaran ini bertujuan agar siswa memilki kemampuan mempresentasikan ide dan pendapatnya kepada siswa lain ( Asep Mahfudz 2012:47).

Langkah-langkah:

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai 2. Guru mendemonstrasikan materi pembelajaran

3. Guru memberikan kesempatan untuk dapat menyampaikan ide dan menjelaskan materi pembelajaran kepada temannya yang lain


(30)

5. Guru memberikan simpulan dan reward kepada siswa.

6. Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial

Pendidikan IPS sebagai salah satu bagian yang terintegrasi di dalam kurikulum sekolah, yang bertujuan sebagai bekal bagi siswa untuk menghadapi kehidupan sosial pada lingkungan masayarakat, sebagaimana dikemukakan oleh National council for social studies (NCSS) (1979), bahwa tidak ada satupun cabang kurikulum sekolah yang lebih sentral daripada Pendikian IPS. Stanley (1985:7) di dalam mengantar buletin NCSS no. 75 berjudul “Review of Research in Social Studies Education 1976-1983”, juga berpandangan bahwa “sungguh pun semua mata pelajaran di sekolah bernilai atau berharga bagi anak, akan tetapi tidak ada yang lebih mendasar dan lebih penting daripada pendidikan IPS”.

Pendidikan IPS di sekolah adalah merupakan mata pelajaran atau bidang kajian yang mendudukan konsep dasar berbagai ilmu sosial yang disusun melalui pendekatan pendidikan dan pertimbangan psikologis, serta kebermaknaannya bagi siswa dalam kehidupannnya mulai dari tingkat SD sampai dengan SLTA, atau membekali dan mempersiapkan peserta didik untuk dapat melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi, khususnya dalam bidang ilmu sosial di perguruan tinggi. Pendidikan IPS (social studies) bukanlah suatu program pendidikan disiplin ilmu tetapi adalah suatu kajian tentang masalah-masalah sosial yang dikemas sedemikian rupa dengan mempertimbangkan faktor psikologis perkembangan peserta didik dan beban waktu kurikuler untuk program pendidikan. Luasnya cakupan mata pelajaran IPS karena makin kompleksnya masalah sosial yang ada pada masyarakat, sehingga guru harus berupaya dalam menyederhanakannya namun tidak mengurangi esensi capaian materinya.


(31)

a. mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya

b. memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial

c. memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan

d. memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global.

(Isriani dan Dewi, 2012:173)

7. Hasil Belajar

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009:3) hasil belajar adalah hasil dari suatu interaksi dari tindak belajar dan tindak mengajar. Bagi guru tindak mengajar diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar. Dari sisi siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya puncak proses belajar. Sedangkan dari sisi guru hasil belajar merupakan suatu pencapaian tujuan pengajaran. Bagi siswa, bukti hasil belajar dapat terlihat dari perubahan tingkah laku. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (2011: 30 - 31) hasil belajar adalah pola-pola perbuatan, nilai-nilai pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, abilitas dan keterampilan. Bukti bahwa seseorang telah belajar ialah terjadinya perubahan tingkah laku, misalnya dari tidak tahu menjadi tahu. Tingkah laku manusia terdiri dari sejumlah aspek. Hasil belajar akan tampak pada setiap perubahan pada setiap aspek-aspek tersebut. Adapun aspek-aspek itu adalah:

1) Pengetahuan 2) Pengertian 3) Kebiasaan 4) Keterampilan 5) Apresiasi


(32)

6) Emosional 7) Hubungan social 8) Jasmani

9) Etis atau budi pekerti, dan 10) Sikap

Menurut Bloom dalam Sukardi (2008:75) ada tiga taksonomi yang dipakai untuk mempelajari jenis perilaku dan kemampuan internal akibat belajar yaitu:

1. Ranah kognitif

Ranah kognitif terdiri dari enam jenis perilaku, yaitu: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi

2. Ranah Afektif

Ranah afektif terdiri dari lima prilaku, yaitu penerimaan, partisipasi, penilaian dan penentuan sikap, organisasi, dan pembentukan pola hidup.

3. Ranah psikomotor

Ranah psikomotor terdiri dari tujuh prilaku, yaitu persepsi, kesiapan, gerakan terbimbing, gerakan terbimbing, gerakan terbiasa, gerakan kompleks, penyesuaian gerakan dan kreativitas.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan hasil dari interaksi siswa dalam suatu proses kegiatan pembelajaran yang ditunjukkan dengan nilai tes yang diberikan oleh guru setelah menyelesaikan suatu materi pembelajaran pada satu pokok bahasan.

8. Kerangka Pikir

Setiap manusia memiliki rangkaian otak dan kemampuan yang berbeda-beda, preferensi yang tidak sama satu sama lainnya sehingga manusia juga mempunyai kemampuan dan cara yang


(33)

berbeda dalam menerima setiap informasi, begitu juga dengan seorang siswa mempunyai cara yang berbeda pula untuk memahami suatu materi pembelajaran, ketika preferensi gaya belajar yang berbeda-beda dan guru hanya menyajikan pembelajaran dengan metode yang konvensional yang mengharuskan siswa hanya duduk diam, mendengarkan penjelasan guru, dan dituntut untuk dapat memahami suatu materi hanya dengan satu cara yang diintruksikan guru, yang sering kali dirasa sangat sulit oleh siswa karena tidak sesuai dengan gaya belajar yang dimiliki, hal ini justru akan membatasi stimulus indra, membatasi interaksi sosial, menomorduakan kreatifitas dan inisiatif siswa atas hal-hal yang penting dalam proses pembelajaran yang bahkan akan menimbulkan kesulitan dalam belajar.

Salah satu faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah siswa dapat belajar sesuai dengan cara belajar mereka masing-masing yang akan mendorong minat dan motivasi siswa dalam belajar, hal ini tidak akan terwujud jika tidak didukung dengan revolusi gaya mengajar guru menghadapi gaya belajar siswa yang berbeda-beda, sehingga dibutuhkan seorang guru yang kreatif dengan kreativitas yang dimiliki mampu menyajikan pembelajaran yang aktif dan interaktif dengan adanya variasi metode pembelajaran dan media pembelajaran yang dapat diterima siswa. Sehingga ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh seorang guru yang kreatif dalam menghadapi siswa yang heterogen yaitu:

a. Melakukan pertimbangan pemilihan metode mengajar yang bertolak pada beberapa faktor seperti tujuan, perbedaan individual peserta didik, kemampuan guru, kelengkapan fasilitas dan situasi kelas.

b. Melakukan variasi metode pembelajaran yang aktif dan interaktif yang dapat diterima oleh seluruh gaya belajar siswa


(34)

Penelitian tentang Perbandingan hasil belajar IPS terpadu dengan menggunakan pembelajaran kreatif dan pembelajaran konvensional kelas VII SMP Negeri 4 natar tahun ajaran 2012- 2013 pada pokok bahasan Menggunakan peta, atlas,dan globe, untuk mendapatkan informasi keruangan siswa terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat, dalam hal ini yang menjai variabel bebas adalah pembelajaran kreatif (X) dan hasil belajar siswa sebagai variabel terikat (Y)

Berdasarkan pemikiran di atas dapat dijelaskan secara sistematis hubungan antar Variabel penelitian dalam gambar 1.1 kerangka pikir sebagai berikut:

9. Anggapan Dasar dan Hipotesis a. Anggapan Dasar

Penelitian ini mempunyai anggapan dasar bahwa siswa kelas kontrol maupun kelas eksperimen mempunyai kemampuan belajar yang homogen dan memperoleh materi pembelajaran yang sama yang membedakan adalah perlakuan seorang guru yang kreatif berupa pemberian variasi metode dan media pembelajaran.

b. Hipotesis

Terdapat perbedaan Rerata hasil belajar IPS Terpadu siswa dengan menerapkan pembelajaran kreatif dan pembelajaran konvensional.

Hasil Belajar Siswa (Y1) kelas VII B Pembelajaran

kreatif Pembelajaran konvensional Pretes Tes formatif

Kelas VIIC HasilBelajar

Siswa (Y2) Tes


(35)

III. METODE PENELITIAN

A. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasi Eksperimen dengan

design menggunakan metodeNon-equivalent Control Group Desain. Bentuk eksperimen ini digunakan untuk mengatasi kesulitan menentukan kelompok kontrol dalam penelitian, Sugiyono (2010:114-116). Metode Non-equivalent Control Group Design ini merupakan metode yang memberikan pre-test terlebih dahulu tanpa memilih secara random baik kelompok kontrol maupun kelompok eksperimen sehingga hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat. Kelas eksperimen dan kontrol dalam penelitian ini dipilih secara acak dan terpilih kelas VIIB sebgai kelas eksperimen dan VIIC sebagai kelas kontrol SMPN 4 Natar .

B. Variabel Penelitian 1. Variabel penelitian

Variabel bebas adalah merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebasnya adalah pembelajaran kreatif (X). Sedangkan variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikatnya yaitu hasil belajar IPS siswa (Y).


(36)

C. Definisi Operasional Variabel a. kreativitas guru dalam pembelajaran

Kreativitas guru berupa kemampuan dalam menciptakan gagasan baru dan variasi- variasi baru dalam proses belajar mengajar sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang aktif dan interaktif . Indikator kreativitas seorang guru dapat dilihat dari aspek yaitu:

1. context(konteks) adalah pengelolaan kelas sebagai lingkungan tempat mengajar

2. content (konten) adalah kekayaan materi dan kemampuan menyampaikan materi pembelajaran kepada murid.

b. Hasil belajar

Hasil belajar siswa setelah mendapatkan perlakuan dari guru dengan kreativitas pembelajarannya dalam pokok bahasan peta, globe, dan atlas sebagai informasi keruangan, yang dapat diukur denganpre-tesdan tes formatif setelah mendapatkan perlakuan dari guru.

D. Desain Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah Quasi Eksperimen dengan rancangan yang digunakan adalah Non-Equivalent pretest postest Control Group Desain yaitu desain quasi eksperimen dengan melihat perbedaan pretest maupun posttest antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Desain penelitian tersebutdapat dilihat pada tabel 3.1 desain penelitian berikut

Sumber: Sugiyono (2010:116) Keterangan:

T0 adalah pretest yang diberikan pada kelas eksperimen dan kontrol sebelum diberikan perlakuan

Kelas Pretest Perlakuan Tes Formatif

Eksperimen T0 X1 T1


(37)

T1adalah tes pada kelas eksperimen dan kontrol setelah pemberian perlakuan

X1adalah perlakuan berupapemberian variasi metode dan media pembelajaran (pembelajaran kreatif)

X2adalah perlakuan berupa pembelajaran konvensional.

Dalam desain penelitian di atas, dapat dijelaskan bahwa setelah kelas eksperimen dan kelas kontrol ditentukan, sebelum diberi perlakuan pada masing-masing kelas (kelas eksperimen menggunakan pemberian variasi metode dan media pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar siswa, sementara kelas kontrol menggunakan model pembelajaran konvensional atau model pembelajaran yang biasa digunakan). Setelah kedua kelas diberikan perlakuan tersebut, kemudian masing-masing kelas diberikan tes formatif untuk mengukur tingkat keberhasilan perlakuan yang telah diberikan.

E. Pelaksanaan Penelitian Tahap Pra Penelitian

1. Mengadakan observasi ke sekolah untuk mendapatkan informasi tentang keadaan sekolah, data siswa, dan informasi tentang KKM.

2. Menentukan dua kelas sampel untuk kelas kontrol dan eksperimen yaitu kelas VIIB sebagai kelas eksperimen dan kelas VIIC sebagai kelas kontrol;

3. Membuat perangkat pembelajran meliputi RPP, media, dan LKS yang sesuai dengan materi pembelajaran yang akan diteliti.

4. Melakukan validasi instrumen Tahap Penelitian

Urutan prosedur pelaksanaanya adalah sebagai berikut: a. Menentukan kelas kontrol dan eksperimen


(38)

c. Melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan variasi metode dan media di kelas eksperimen

d. Memberikan tes formatif dengan soal-soal yang sama pada kelas kontrol dan kelas eksperimen;

e. Menganalisis data;

f. Penulisan pembahasan dan kesimpulan.

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Tes

Tes yang diberikan berupapre-testdan tes formatif pada pokok bahasan tertentu. Penyusunan soal tes ini diawali dengan penyusunan kisi-kisi soal. Kisi-kisi soal disusun dengan memperhatikan setiap indikator yang ingin dicapai dalam pembelajaran IPS Terpadu. Hal ini dimaksudkan untuk menjamin validitas isi soal tes yang disajikan kepada sampel penelitian. Evaluasi dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol

2. Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk memperoleh data siswa yang akan menjadi sampel dalam penelitian ini berupa data dokumentasi tentang tugas dan ujian yag pernah dilakukan siswa sebelumnya.

G . Instrumen Penelitian

Kata instrumen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti alat yang dipakai untuk mengerjakan sesuatu. Instrumen penelitian merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Secara spesifik semua fenomena ini disebut variable penelitian, Sugiyono (2010:148).


(39)

1. Kelas eksperimen menggunakan LKS (lembar kerja siswa), yaitu LKS penerapan model pembelajaran, sedangkan kelas kontrol menggunakan LKS biasa. Kedua kelas memiliki rencana pelaksanaan pembelajaran yang berbeda.

2. Pre-testdan tes formatif digunakan untuk menjaring penguasaan konsep siswa.

a. Pretest merupakan uji awal sebelum dilakukan eksperimen pada sampel penelitian. Soal pre-test dalam penelitian ini merupakan produk yang dihasilkan dari penelitian perbandingan.

b. Tes formatif merupakan uji akhir atau ujian terkahir yaitu tes yang dilakukan hanya setelah perlakuan diberikan.

Baik pre-test maupun tes formatif keduanya akan menggunakan bentuk soal berupa tes obyektif. Tes obyektif adalah tes yang dalam pelaksanaannya dapat dilakukan secara obyektif. Dalam penelitian ini tes obyektif yang digunakan berupa tes pilihan ganda. Adapun kebaikan-kebaikan dari tes obyektif dalam Arikunto (2010:164-165) adalah:

a) Mengandung lebih banyak segi-segi yang positif, misalnya lebih representatif mewakili isi dan luas bahan, lebih obyektif, dapat dihindari campur tangannya unsur-unsur subyektif baik dari segi siswa maupun segi guru matematika.

b) Lebih mudah dan cepat cara memeriksanya karena dapat menggunakan kunci tes bahkan alat-alat kemajuan teknologi.

c) Pemeriksaannya dapat diserahkan orang lain.

d) Dalam pemeriksaan tidak ada unsur subyektif yang mempengaruhi.

H. Uji Persyaratan Instrumen 1. Validitas soal.

Untuk menunjukkan tingkat validitas suatu instrumen dalam sebuah penelitian ilmiah sangat diperlukan adanya validitas dan reliabitas instrumen penelitian agar hasil dari sebuah pengujian sesuai dengan yang diharapkan dan sudah mewakili materi pembelajaran yang telah diberikan. Validitas soal ini dilihat dari isi instrumen soal yang diberikan siswa saat


(40)

pre-testdan tes formatif.Validitas isi dari tes hasil belajar IPS Terpadu siswa ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam tes hasil belajar IPS Terpadu dengan tujuan intruksional khusus yang telah ditentukan (untuk mata pelajaran IPS Terpadu). Jadi soal dikatan valid ketika butir-butir soal yang disajikan sesuai kompetensi dasar dan indikator pembelajran yang telah ditetapkan.

Dalam penelitian ini, validitas instrumen tes yang digunakan adalah validitas isi. Validitas isi ini merupakan validitas yang dilihat dari isi tes untuk mengukur hasil belajar siswa dalam Arikunto (2010:67). Validitas ini dapat digunakan untuk mengetahui apakah isi dari tes tersebut sudah mewakili dari keseluruhan materi yang telah dipelajari. Validitas isi dari tes ini dapat diketahui dengan cara membandingkan isi yang terkandung dalam materi pembelajaran dengan tujuan intruksional khusus yang telah ditentukan. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat validitas soal tampak pada Tabel 3.2 Hasil Uji Coba Validitas soal dibawah ini:

NO Kriteria Nomor Soal Jumlah Keputusan

1 Valid 1,2,4,5,6,8,9 8 Digunakan

2 Invalid 3,7,10 3 Dibuang

Sumber data primer peneliti tahun 2013

2.Reliabilitas Soal

Relibilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau diandalkan. Bila suatu alat pengukuran dipakai dua kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relatif konsisten. maka alat pengukuran tersebut reliabel. Dengan kata lain, reliabelitas menunjukkan konsistensi suatu alat pengukuran dalam mengukur gejala yang sama. Untuk menentukan tingkat reliabilitas instrumen tes digunakan program Anates V4.0.9. Dalam pemberian interpretasi terhadap koefisien reliabilitas tes (r) p. Arikunto, (2001:75) mengatakan bahawa kriteria indeks reliabilitas adalah sebagai berikut:


(41)

a. Antara 0,800 sampai dengan 1,000: sangat tinggi b. Antara 0,600 sampai dengan 0,800: tinggi c. Antara 0,400 sampai dengan 0,600: cukup d. Antara 0,200 sampai dengan 0,400: rendah

e. Antara 0,000 sampai dengan 0,200: sangat rendah.”

Tabel 3.3 Hasil Uji Coba Reliabilitas soalPre test dan Tes Formatif

No Instrumen Nilai

Reliabilitas

Keterangan Simpulan

1 Pre-Test 0,4 Antara

0,400-0,600

Reliabilitas cukup 2 Tes Formatif 0,79 Antara

0,600-0,800

Reliabilitas tinggi Sumber: Data Primer Peneliti Hasil Olah Data Tahun 2013

3.Taraf Kesukaran

Teknik perhitungan taraf kesukaran butir soal adalah menghitung berapa persen testee yang menjawab benar untuk tiap-tiap item. Untuk menginterpolasikan nilai taraf kesukaran soal pilihan ganda dan isian singkat digunakan tolok ukur sebagai berikut:

0 < P ≤ 0,30 : sukar 0,30 < P ≤ 0,70: sedang 0,70 < P ≤ 1,00 : mudah

Perhitungan tingkat kesukaran soal dilakukan untuk mengetahui tingkat kesukaran soal bagi siswa. Perhitungan tingkat kesukaran soal ini menggunakan program Anates V4.0.9. Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kesukaran soal dengan menggunakan Anates V4.0.9. didapati hasil sebagaimana terdapat pada tabel 3.4 Hasil Uji Coba Taraf Kesukaran Soal Pre-tesdibawah ini:

No. Soal Tingkat Kesukaran Simpulan

1 60,67 Sedang

2 70,57 Mudah

3 75,62 Mudah

4 39,62, Sedang


(42)

Tabel 3.5 Hasil Uji Coba Taraf Kesukaran SoalPost-Test

No. Soal Tingkat kesukaran Simpulan

1 65,38 Sedang

2 29,49 Sukar

3 21,79 Sukar

4 47,44 Sedang

5 53,85 Sedang

6 30,77 Sedang

7 55,13 Sedang

8 48,72 Sedang

9 91,03 Mudah

10 88,46 Mudah

11 40.67 Sedang

12 30,45 Sedang

13 50,76 Sedang

14 70,65 Mudah

15 60,25 Sedang

Sumber: Data Primer Peneliti Hasil Olah Data Tahun 2013

4. Daya Beda Soal

Menurut Arikunto (2009:211) daya beda soal adalah kemampuan sesuatu soal yang dapat membedakan antara peserta didik yang berkemampuan tinggi dengan peserta didik yang berkemampuan rendah. Sedangkan menurut Surapranata (2004:23) indeks daya beda adalah kemampuan soal untuk membedakan antara peserta tes yang berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah. Dari dua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa soal yang baik adalah soal yang dapat membedakan peserta didik yang pintar dan peserta didik yang tidak pintar. Soal digunakan oleh seorang evaluator untuk menguji kelompok yang diuji. Soal akan berfungsi dengan baik jika dapat membedakan kemampuan orang-orang dalam kelompok tersebut. Rentang indeks daya beda adalah semakin tinggi nilai indeks daya beda semakin baik. Kelompok peserta didik yang memperoleh nilai tinggi biasa disebut Kelompok Atas (KA) dan kelompok peserta didik memperoleh nilai rendah disebut Kelompok Bawah (KB). Jika soal dijawab oleh sebagian besar kelompok atas maka soal tersebut dikatakan baik, sebaliknya jika soal banyak dijawab dengan benar oleh kelompok bawah maka soal tersebut dikatakan jelek. Artinya soal harus dapat membedakan atau


(43)

menguji dengan baik kelompok atas dan kelompok bawah.Sebuah butir soal dikatakan baik adalah butir soal yang mempunyai daya beda 0,40 sampai 1,00. Perhitungan daya beda soal ini menggunakan program Anates V4.0.9. Indeks daya beda soal digunakan dalam mengklasifikasi kualitas soal. Menurut Crocker dan Algina dalam Depdiknas (2010:13) membedakan soal dalam empat katagori soal, yaitu soal diterima, soal diterima tapi perlu diperbaiki, soal diperbaiki, dan soal ditolak. Klasifikasi ini diperlukan untuk memilih soal mana pada tahap selanjutnya untuk dijadikan soal yang akan digunakan kembali dan dimasukkan dalam bank soal. dan soal mana yang memerlukan perbaikan jika tetap ingin dimasukkan dalam bank soal. Sedangkan menurut Ebel and Frisbie (1991: 232) soal dapat diklasifikan dalam empat katagori yaitu: sangat baik, baik, cukup dan kurang/ jelek. Klasifikasi soal berdasarkan indeks daya beda soal selanjutnya ditampilkan dalam tabel 3.6 Tabel Klasifikasi Indeks Daya Beda Soal.

Indeks Diskriminasi Kategori Soal

Kurang dari 0,19 Jelek – Soal tidak dipakai/dibuang

0,20 – 0,29 Kurang – soal diperbaiki

0,30 – 0,39 Baik – soal diterima tetapi perlu diperbaiki

Lebih dari 0,40 Sangat Baik – soal diterima Sumber : Ebel and Frisbie (1991: 232)

Berdasarkan hasil pehitungan daya beda soal dengan menggunakan Anates V4.0.9. didapati hasil sebagaimana terdapat pada tabel 3.7 Hasil Uji Coba Daya Beda SoalPre-Test dibawah ini:

No. Soal Daya Beda Simpulan

1 8,52 Sangat Baik

2 4,81 Sangat Baik

3 4,81 Sangat Baik

4 3,43 Sangat Baik


(44)

Tabel 3.8 Hasil Uji Coba Daya Beda SoalPost-Test

No. Soal Daya Beda Simpulan

1 8,2 Sangat Baik

2 6,1 Sangat Baik

3 3,1 Baik

4 3,4 Baik

5 5,5 Sangat Baik

6 8,5 Sangat Baik

7 9,3 Sangat Baik

8 3,5 Baik

9 6,7 Sangat Baik

10 3,7 Baik

11 3,5 Baik

12 4,6 Sangat Baik

13 6,4 Sangat Baik

14 5,6 Sangat Baik

15 4,7 Sangat Baik

Sumber: Data Primer Peneliti Hasil Olah Data Tahun 2013

I. Teknik Persyaratan Analisis Data

Setelah data penelitian terkumpul secara keseluruhan selanjutnya akan dilakukan pengelolaan dan analisis data yang bertujuan untuk mengetahui hasil penelitian dan memudahkan untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang diajukan.

1.Uji Normalitas

Uji normalitas ini dilakukan untuk melihat apakah nilai hasil belajar sampel berdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas ini dilakukan dengan program SPSS 17

Rumusan hipotesis untuk uji ini adalah:

H0: sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal H1: sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal


(45)

Tabel 3.9 Hasil Uji Normalitas

Kelas Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic Df Sig. Statist

ic

df Sig

Eksperimen .615 38 200 .824 38 0.51

Kontrol 627 38 200 874 38 1.33

Sumber: Data dioalah Output SPSS 17

Berdasarkan hasil output pada tabel 3.9 di atas diketahui bahwa nilai Signifikansi pada tabel

Kolmogorov-Smirnov / Lilliefors dan Shapiro-Wilk berturut-turut menunjukkan nilai Sig

0,1.33 dan 0,051 pada kelas eksperimen dan 0,200 dan 0.200 pada kelas kontrol (konvensional).

Berdasarkan analisis data diatas, karena semua variabel mempunyai nilai probabilitas > ɑ 0,05 dapat disimpulkan bahwa semua data tes kemampuan awal (Pre Test) pada kelas eksperimen dan kontrol terdistribusi normal

2) Uji Kesamaan Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian berawal dari kondisi yang sama atau homogen, yang selanjutnya untuk menentukan statistik t yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji homogenitas dilakukan dengan menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Hipotesis yang digu-nakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut:

Ho = sampel homogen H1= Sampel tidak homogen

Untuk menguji apakah kedua varians tersebut sama atau tidak, maka Fhitung dikonsultasikan dengan Ftabel. Menggunakan α = 5 % dengan dk pembilang = banyaknya data terbesar dikurangi satu dan dk penyebut = banyaknya data yang terkecil dikurangi satu. Jika Fhitung < Ftabel maka Ho diterima. Yang berarti kedua kelompok tersebut mempunyai varians yang sama atau dikatakan homogen.


(46)

Tabel 3.10 Hasil Uji Homogenitas

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

Nilai Based on Mean .109 1 67 .923

Based on Median .460 1 67 .500

Based on Median and with adjusted df

.460 1 59.178 .500

Based on trimmed mean .042 1 67 .839

Sumber: Data primer peneliti hasil olah data tahun 2013

Berdasarkan hasil output UjiLevene pada tabel 3.10 di atas terlihat tingkat Signifikansi atau nilai probabilitasmean (rata-rata) berada diatas 0,05 (0,109 lebih besar dari 0,05). Demikian pula untuk median data, tingkat signifikansi menunjukkan angka 0,460, yang tetap berada diatas 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi-populasi yang memiliki varians sama atau homogen

J. Teknik Analisis Data

Setelah kedua kelompok dinyatakan homogen, maka dalam Sudjana (2002: 239) selanjutnya dapat dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunkan Uji T atau uji perbedaan rata-rata yang digunakan untuk mengetahui perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Untuk mengetahui tingkat uji beda rata-rata digunakan program SPSS 17.

Independent Sample t-tes

Untuk menghitung t-test yang digunakan untuk menguji hipotesis yang tidak berpasangan menggunakan program SPSS 17.0 For Windows. Dasar pengambilan keputusan berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat dilakukan dengan cara, yaitu:

Berdasar nilai probabilitas, jika nilai signifikansi (Sig) atau probabilitasnya > 0,05 maka Ho diterima, sebaliknya jika nilai signifikansi (Sig) atau probabilitasnya < 0,05 maka Hoditolak (Santoso, 2012:268).


(47)

Hipotesis

H0 : Tidak terdapat perbedaan rerata hasil belajar IPS Terpadu siswa dengan menerapkan pembelajaran kreatif dan pembelajaran konvensional

H1 :Tedapat perbedaan rerata hasil belajar IPS Terpadu siswa dengan menerapkan pembelajaran kreatif dan pembelajaran konvensional

Hipotesis Statistik: Ho :ߤܣ = ߤܣ2 H1 :ߤܣ ≠ ߤܣ


(48)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan beserta analisis data dan pengujian hipotesis dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Rerata hasil belajar IPS Terpadu siswa dengan menerapkan pembelajaran kreatif lebih tinggi dari pembelajaran konvensional, hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran kreatif lebih efektif dalam meningkatakan hasil belajar siswa.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan disarankan bahwa:

1. Mengenal dan memahami peserta didik sebagai individu yang heterogen adalah langkah awal dan utama bagi seorang guru untuk dapat menyajikan pembelajaran dengan hasil yang maksimal.

2. Masing-masing model dan media pembelajaran mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing yang perlu diperhatikan bagi seorang guru adalah dasar-dasar pertimbangan penggunaan media dan model pembelajaran seperti, Kemampuan guru, kondisi peserta didik,kesesuaian materi dan ketersedian sarana dan prasarana.

3. Melakukan variasi model dan media dalam pembelajaran adalah hal yang harus dilakukan bagi seorang guru dalam rangka menciptakan pembelajaran kreatif yang dapat memotivasi siswa untuk dapat berperan aktif dalam kegitan pembelajaran yang akan meningkatkan hasil belajar siswa.


(49)

Depoter Bobbi dan Hernacki Mike, 2011.Quantum Learning. Jakarta : KAIFA Depdiknas. 2008.Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan.

http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/. Diakses tanggal 29 Febuari 2012.

Depdiknas. 2003.Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Balai Pustaka. Jakarta.

Djamarah Bahri Syaiful,Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif,Jakarta: Rineka Cipta

Habib Muhinul Ahmad, 2010.Pengaruh Gaya Belajar Siswa dan Kreatifitas Guru Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas XI IPS MAN Tlogo

Kabupaten Blitar.(SKRIPSI) UIN

Johnson LouAnna, 2008.Pengajaran yang Kreatif dan Menarik. INDEKS

Mahfud, Asep, 2012.Cara Cerdas Mendidik yang Menyenangkan Berbasis Super QuantumTeaching.Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Hamalik, Oemar. 2011.Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta

Slameto, 2010.Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi.Jakarta: Rineka Cipta Singgih Santoso. 2012.Panduan Lengkap SPSS. Gramedia. Jakarta

Singarimbun, Masri.Metode Penelitian Survai.Jakarta: LP3ES Soemanto Wasty, 2006. Psikologi Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta Sudjana. 2005.Metoda Statistika.Tarsito. Bandung.

Sugiyono, 2010.Metode Penilitian Pendidikan. Bandung:Alfabet


(50)

Kencana. Jakarta.

Trianto. 2010.Model Pembelajaran Terpadu:Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).Bumi Aksara. Jakarta.

Universitas Lampung, 2009.Format Penulisan Karya Ilmiah.Bandar Lampung: Universitas Lampung.


(1)

Tabel 3.9 Hasil Uji Normalitas

Kelas Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic Df Sig. Statist ic

df Sig

Eksperimen .615 38 200 .824 38 0.51

Kontrol 627 38 200 874 38 1.33

Sumber: Data dioalah Output SPSS 17

Berdasarkan hasil output pada tabel 3.9 di atas diketahui bahwa nilai Signifikansi pada tabel Kolmogorov-Smirnov / Lilliefors dan Shapiro-Wilk berturut-turut menunjukkan nilai Sig 0,1.33 dan 0,051 pada kelas eksperimen dan 0,200 dan 0.200 pada kelas kontrol (konvensional).

Berdasarkan analisis data diatas, karena semua variabel mempunyai nilai probabilitas > ɑ 0,05 dapat disimpulkan bahwa semua data tes kemampuan awal (Pre Test) pada kelas eksperimen dan kontrol terdistribusi normal

2) Uji Kesamaan Homogenitas

Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel penelitian berawal dari kondisi yang sama atau homogen, yang selanjutnya untuk menentukan statistik t yang akan digunakan dalam pengujian hipotesis. Uji homogenitas dilakukan dengan menyelidiki apakah kedua sampel mempunyai varians yang sama atau tidak. Hipotesis yang digu-nakan dalam uji homogenitas adalah sebagai berikut:

Ho = sampel homogen H1= Sampel tidak homogen

Untuk menguji apakah kedua varians tersebut sama atau tidak, maka Fhitung dikonsultasikan dengan Ftabel. Menggunakan α = 5 % dengan dk pembilang = banyaknya data terbesar dikurangi satu dan dk penyebut = banyaknya data yang terkecil dikurangi satu. Jika Fhitung < Ftabel maka Ho diterima. Yang berarti kedua kelompok tersebut mempunyai varians yang sama atau dikatakan homogen.


(2)

38

Tabel 3.10 Hasil Uji Homogenitas

Levene

Statistic df1 df2 Sig.

Nilai Based on Mean .109 1 67 .923

Based on Median .460 1 67 .500

Based on Median and with adjusted df

.460 1 59.178 .500

Based on trimmed mean .042 1 67 .839

Sumber: Data primer peneliti hasil olah data tahun 2013

Berdasarkan hasil output UjiLevene pada tabel 3.10 di atas terlihat tingkat Signifikansi atau nilai probabilitasmean (rata-rata) berada diatas 0,05 (0,109 lebih besar dari 0,05). Demikian pula untuk median data, tingkat signifikansi menunjukkan angka 0,460, yang tetap berada diatas 0,05. Maka dapat disimpulkan bahwa data berasal dari populasi-populasi yang memiliki varians sama atau homogen

J. Teknik Analisis Data

Setelah kedua kelompok dinyatakan homogen, maka dalam Sudjana (2002: 239) selanjutnya dapat dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunkan Uji T atau uji perbedaan rata-rata yang digunakan untuk mengetahui perbedaan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Untuk mengetahui tingkat uji beda rata-rata digunakan program SPSS 17.

Independent Sample t-tes

Untuk menghitung t-test yang digunakan untuk menguji hipotesis yang tidak berpasangan menggunakan program SPSS 17.0 For Windows. Dasar pengambilan keputusan berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan dapat dilakukan dengan cara, yaitu:

Berdasar nilai probabilitas, jika nilai signifikansi (Sig) atau probabilitasnya > 0,05 maka Ho diterima, sebaliknya jika nilai signifikansi (Sig) atau probabilitasnya < 0,05 maka Hoditolak (Santoso, 2012:268).


(3)

Hipotesis

H0 : Tidak terdapat perbedaan rerata hasil belajar IPS Terpadu siswa dengan menerapkan pembelajaran kreatif dan pembelajaran konvensional

H1 :Tedapat perbedaan rerata hasil belajar IPS Terpadu siswa dengan menerapkan pembelajaran kreatif dan pembelajaran konvensional

Hipotesis Statistik: Ho :ߤܣ = ߤܣ2 H1 :ߤܣ ≠ ߤܣ


(4)

68

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan beserta analisis data dan pengujian hipotesis dapat diambil kesimpulan bahwa:

1. Rerata hasil belajar IPS Terpadu siswa dengan menerapkan pembelajaran kreatif lebih tinggi dari pembelajaran konvensional, hal ini menunjukkan bahwa pembelajaran kreatif lebih efektif dalam meningkatakan hasil belajar siswa.

B. Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan disarankan bahwa:

1. Mengenal dan memahami peserta didik sebagai individu yang heterogen adalah langkah awal dan utama bagi seorang guru untuk dapat menyajikan pembelajaran dengan hasil yang maksimal.

2. Masing-masing model dan media pembelajaran mempunyai kekurangan dan kelebihan masing-masing yang perlu diperhatikan bagi seorang guru adalah dasar-dasar pertimbangan penggunaan media dan model pembelajaran seperti, Kemampuan guru, kondisi peserta didik,kesesuaian materi dan ketersedian sarana dan prasarana.

3. Melakukan variasi model dan media dalam pembelajaran adalah hal yang harus dilakukan bagi seorang guru dalam rangka menciptakan pembelajaran kreatif yang dapat memotivasi siswa untuk dapat berperan aktif dalam kegitan pembelajaran yang akan meningkatkan hasil belajar siswa.


(5)

Depoter Bobbi dan Hernacki Mike, 2011.Quantum Learning. Jakarta : KAIFA Depdiknas. 2008.Kamus Besar Bahasa Indonesia Dalam Jaringan.

http://www.pusatbahasa.diknas.go.id/kbbi/. Diakses tanggal 29 Febuari 2012.

Depdiknas. 2003.Undang-Undang Republik Indonesia Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Balai Pustaka. Jakarta.

Djamarah Bahri Syaiful,Guru dan Anak Didik Dalam Interaksi Edukatif,Jakarta: Rineka Cipta

Habib Muhinul Ahmad, 2010.Pengaruh Gaya Belajar Siswa dan Kreatifitas Guru Terhadap Prestasi Belajar Mata Pelajaran Ekonomi Siswa Kelas XI IPS MAN Tlogo

Kabupaten Blitar.(SKRIPSI) UIN

Johnson LouAnna, 2008.Pengajaran yang Kreatif dan Menarik. INDEKS

Mahfud, Asep, 2012.Cara Cerdas Mendidik yang Menyenangkan Berbasis Super QuantumTeaching.Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Hamalik, Oemar. 2011.Proses Belajar Mengajar. Bumi Aksara: Jakarta

Slameto, 2010.Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi.Jakarta: Rineka Cipta Singgih Santoso. 2012.Panduan Lengkap SPSS. Gramedia. Jakarta

Singarimbun, Masri.Metode Penelitian Survai.Jakarta: LP3ES Soemanto Wasty, 2006. Psikologi Pendidikan.Jakarta: Rineka Cipta Sudjana. 2005.Metoda Statistika.Tarsito. Bandung.

Sugiyono, 2010.Metode Penilitian Pendidikan. Bandung:Alfabet


(6)

Trianto. 2009.Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep,

Landasan, dan Implementasinya pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana. Jakarta.

Trianto. 2010.Model Pembelajaran Terpadu:Konsep, Strategi, dan Implementasinya dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).Bumi Aksara. Jakarta.

Universitas Lampung, 2009.Format Penulisan Karya Ilmiah.Bandar Lampung: Universitas Lampung.


Dokumen yang terkait

Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Time Token Arends Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Dalam Pembelajaran IPS Terpadu (Quasi Eksperimen di SMPN 87 Jakarta)

0 8 204

PENGARUH CARA BELAJAR, MEDIA PEMBELAJARAN, DAN PERSEPSI SISWA TENTANG METODE MENGAJAR GURU TERHADAP HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VII SEMESTER GENAP SMP NEGERI 4 GADING REJO TAHUN PELAJARAN 2012/2013

0 3 81

HUBUNGAN ANTARA AKTIVITAS DAN DISIPLIN BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR IPS TERPADU SISWA KELAS VII SEMESTER GANJIL SMP XAVERIUS 4 BANDAR LAMPUNG TAHUN PELAJARAN 2012/2013

1 5 83

PEMBELAJARAN IPS TERPADU DI SMP SE KECAMATAN TENGARAN TAHUN AJARAN 2012 2013

0 2 185

PENGARUH IMPLEMENTASI REWARD SYSTEM DAN MOTIVASI BELAJAR DALAM PEMBELAJARAN IPS (SEJARAH) TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA KELAS VII DI SMP NEGERI 4 SEMARANG TAHUN AJARAN 2012 2013

0 4 123

Studi komparasi hasil belajar antara metode quantum teaching dan ceramah tanya jawab dalam pembelajaran IPS terpadu pada siswa kelas VIII SMPN 1 Cepogo tahun ajaran 2008 2009

2 27 166

UPAYA MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW PADA MATA PELAJARAN IPS TERPADU KELAS VII DI SMP NEGERI 10 BINJAI TAHUN AJARAN 2012/2013.

0 1 21

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DAN BERMAIN Perbandingan Hasil Belajar Biologi Menggunakan Pembelajaran Snowball Throwing Dan Bermain Jawaban Pada Siswa Kelas VII SMP N 1 Teras Tahun Ajaran 2012/2013.

0 1 14

PERBANDINGAN HASIL BELAJAR BIOLOGI MENGGUNAKAN PEMBELAJARAN SNOWBALL THROWING DAN BERMAIN Perbandingan Hasil Belajar Biologi Menggunakan Pembelajaran Snowball Throwing Dan Bermain Jawaban Pada Siswa Kelas VII SMP N 1 Teras Tahun Ajaran 2012/2013.

0 2 15

PERBANDINGAN TIPE PEMBELAJARAN JIGSAW DAN PEER Perbandingan Tipe Pembelajaran Jigsaw Dan Peer Lessons Terhadap Prestasi Belajar IPS Terpadu Pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 2 Boyolali Tahun 2011/2012.

0 0 15