Sejarah Awal Jemaat BPI Bontihing

11 BAB III HASIL PENELITIAN

A. Sejarah Awal Jemaat BPI Bontihing

Konsep bale bengong sebagai tempat ibadah dimulai dari Pdt. Victor Hamel yang menyoroti faktor internal di dalam tubuh GKPB, ia mengungkapkan gagasan melalui konsep model gereja bale bengong dapat direfleksikan untuk pengembangan dan pematangan gereja di GKPB sehingga gereja sinodal menyadari kembali nilai kontekstual di GKPB. 31 Sejak awal berdiri hingga sekarang, jemaat BPI Bontihing masih menjadi bagian gereja induk GKPB Bungkulan di Singaraja dengan pendeta pertama Bapak Pdt. Alit yang terdiri dari satu KK kepala keluarga yaitu Bapak Budiada, Istri, dan ketiga anaknya. Pendeta kedua adalah Pdt. Saljuni dan digantikan oleh Pdt. Victor Hamel. Pdt. Victor Hamel mengusulkan bale bengong menjadi tempat beribadah dimana jemaatnya dapat berbincang-bincang secara santai sambil minum kopi dan makan kue serta bertukar pikiran tentang hal rohani. Selain dari usul Pdt.Victor Hamel yang saat itu menjadi gembala jemaat, BPI Bontihing dimulai dari keluarga Bapak Budiada dan istrinya Ibu Sukranada. Beliau memulai untuk beribadah di bale bengong karena saat itu infrastruktur menuju gereja induk yaitu GKPB Bungkulan sungguh memakan waktu yang cukup lama di setiap ibadahnya. Agar tetap dapat beribadah, beliau dan sang istri setiap minggunya dilayani oleh gembala jemaat di bale bengong tersebut. Bale bengong tempat dimana Jemaat BPI Bontihing beribadah, didirikan diatas tanah warisan kepemilikan Bapak Budiada. Warga sekitar masuk menjadi umat Kristen dan Jemaat BPI Bontihing bertumbuh menjadi tiga belas Kepala Keluarga KK. Kepala Keluarga ini terdiri dari Bapak Budiada, tiga orang anaknya yang sudah mempunyai anak dan istri, dan sisanya yaitu warga sekitar yang baru masuk menjadi Kristen. Adat dan istiadat di desa Bontihing sangatlah 31 Victor Hamel, Gereja Bale bengong, vii. 12 kental, tidak memerlukan waktu lama beberapa jemaat mulai berpindah gereja di Kemah Injil, Gereja Karismatik dan bahkan pindah ke kembali ke agama asal mereka yaitu Hindu. Mereka berpindah dari jemaat BPI Bontihing ini karena beberapa alasan, yaitu lebih tertarik akan gereja- gereja Karismatik yang notabene sarana dan prasarana lebih memadai dan ada juga karena adat dan istiadatnya yang sangat kental akan Hindu, seorang yang berpindah agama dari Hindu ke Kristen tidak akan mendapat warisan dan bahkan dapat diusir dari keluarga. Bapak Budiada mengatakan, “Kalau disini adat istiadatnya sangatlah kuat. Warga yang berpindah agama misalnya dari Hindu ke Kristen ataupun ke agama lain akan diusir dari rumah bahkan dikeluarkan dari keanggotaan keluarga dan tidak mendapatkan warisan. Persoalan ekonomi membuat jemaat kembali kepada kepercayaan awal dan meninggalkan gereja.” 32 Ibu Sukranada menambahkan bahwa “Memang awalnya jemaat disini sejumlah tiga belas KK namun dengan berpindahnya beberapa KK ke gereja lain ataupun balik lagi ke Hindu, tersisalah empat KK yaitu, saya dan suami saya, serta ketiga anak saya yang sekarang sudah berkeluarga ”. 33

B. Letak Geografis