Kekurangan dan Kelebihan Bale Bengong sebagai Tempat Ibadah

24 Gedung gereja bukan sekedar tempat berkumpul melainkan “tempat” kehadiran Tuhan. Beberapa gereja mempertahankan kiblat ke timur tempat surya terbit gambaran kebangkitan Tuhan untuk membantu penghayatan umat akan Kristus. 49 Bale bengong bagi jemaat BPI Bontihing sudah tidak memerlukan kiblat lagi dalam penghayatannya akan Kristus. Mereka mencoba menghayatinya melalui budaya. Selain dari arsitektur bangunan yang mereka pilih yaitu bale bengong sebagai tempat ibadah, mereka juga menggunakan beberapa media dalam peribadatan yang sangat kontekstual dengan budaya mereka dalam menghayati Kristus dari segi budaya mereka sendiri.

C. Kekurangan dan Kelebihan Bale Bengong sebagai Tempat Ibadah

Gereja adalah tempat berkumpulnya orang-orang yang percaya kepada Allah maka gereja memiliki tata cara ibadah dan aturan yang harus diikuti dan ditaati oleh setiap anggota gereja. Orang-orang percaya biasanya beribadah di gedung gereja dengan tembok dan tiang yang tinggi menjulang sedangkan jemaat BPI Bontihing beribadah di bale bengong yaitu bangunan terbuka pada zaman dulu dimana hanya digunakan dalam wilayah privat raja dan orang-orang kepercayaannya yakni istana dan taman kerajaan untuk bersantai menikmati keindahan taman. 50 Beribadah di tempat yang tertutup dan terbuka tentu sangat berbeda. Beribadah di bale bengong tentu memberikan suasana yang berbeda dengan beribadah di dalam gedung gereja. Ketika seseorang beribadah di bale bengong akan mendapatkan pemandangan mata yang berbeda. Bale bengong tersebut dikelilingi tanaman dan gemericik air untuk menambah keheningan suasana dalam ibadah. Berbeda dengan beribadah dalam gedung gereja dimana seseorang disungguhi dengan pemandangan altar dan mimbar yang memberi kesan komunikasi satu arah dan sangat formal. 49 Abineno, Ibadah Jemaat dalam Abad – abad Pertengahan, 58. 50 Victor Hamel, Gereja Bale Bengong, viii. 25 Gedung gereja secara umum dibuat dengan gedung yang tinggi dan tertutup. Hal itu memberi kesan gereja yang eksklusif dan tertutup untuk umum sehingga tidak semua orang dapat masuk ke dalam gedung gereja walaupun hanya sekadar melihat arsitektur dan tata ruang gereja. 51 Bale bengong sebagai tempat ibadah menyediakan ruang cukup terbuka untuk melihat proses jalannya ibadah bahkan ikut serta di dalamnya. Hal ini memberi kesan bahwa pelayanan gereja yang holistik lebih merakyat dimana tidak ada kasta diantaranya, tidak ada perbedaan jemaat yang kaya dan yang miskin, semua dapat duduk bersama dengan sama derajatnya di bale bengong tersebut. 52 Gedung gereja dapat memuat puluhan hingga ratusan orang dalam waktu sekali ibadah sedangkan bale bengong hanya dapat memuat beberapa orang saja karena keterbatasan ruang. Ibadah di BPI Bontihing menyediakan beberapa kursi tambahan yang diletakkan di sekitaran bale bengong jika orang yang mengikuti ibadah cukup ramai, seperti halnya ibadah dan perayaan Natal. Tempat yang cukup lapang dapat mendukung adanya beberapa alat musik sehingga membantu penghayatan setiap jemaat mengikuti ibadah dalam hal puji-pujian. Beribadah di bale bengong tidak ada alat musik lengkap yang digunakan, hanya diiringi tiupan seruling. Ketika hal itu terjadi maka ada ketakutan jika pada akhirnya gereja akan berada dalam situasi kurang mengenal akan keberadaan budayanya sendiri. Hal ini terlihat ketika ada usaha untuk menggunakan alat musik tradisional untuk mengiringi jalannya peribadatan. Banyak dari anggota jemaat yang pada akhirnya kurang bisa menikmati atau menghayati ibadah hanya karena tidak terbiasa dengan musik tradisional yang digunakan. Cuaca juga sangat mendukung jalannya proses ibadah. Faktor cuaca seperti hujan, berangin, dan lain-lain juga sangat memengaruhi kualitas ibadah. Gedung gereja dengan atapnya dapat melindungi dari hujan dan sebagainya namun di bale bengong hal ini masih mengurangi 51 Abineno, Ibadah Jemaat dalam Abad – abad Pertengahan, 58 52 Victor Hamel, Gereja Bale Bengong, 3. 26 kenyamanan dalam beribadah, terlihat dari atap bale bengong terbuat dari alang-alang dan ruangnya sangat kecil hanya berukuran minimal 2x2 meter. Selain cuaca, nyamuk atau serangga dapat menjadi gangguan dalam beribadah. Bale bengong dengan tempat yang terbuka tersebut memberi peluang bagi nyamuk dan serangga untuk berkeliaran mengganggu jemaat dalam beribadah. Beribadah di gereja biasanya menggunakan tata ibadah atau liturgi yang memudahkan dalam memahami jalannya ibadah. Prosesi pada awal ibadah seperti pemberian Alkitab pada Pendeta oleh majelis tidak terjadi ketika beribadah di bale bengong. Dalam hal ini prosesi tersebut biasanya mendukung jemaat dalam memulai kekhusyukkannya pada saat ibadah. Jemaat BPI Bontihing tersebut tidak melakukannya karena jemaat yang beribadah hanya keluarganya saja dan majelis yang bertugas. Ruang di bale bengong juga tidak memungkinkan terjadinya prosesi tersebut. Tanggapan masyarakat akan bale bengong sebagai tempat ibadah ini memang ada yang pro dan kontra. Seperti beribadah di bale bengong akan mengurangi kesakralan dalam ibadah, melihat bahwa bale bengong hanyalah tempat bersantai dan bahkan tak jarang orang-orang desa menggunakan bale bengong sebagai tempat untuk berkumpul dan minum tuak. 53 Gedung gereja seperti orang Kristen awal dipenuhi dengan patung- patung dan ornamen-ornamen gerejawi, jemaat BPI Bontihing menggunakan ornamen-ornamen budaya Bali sebagai media dalam penghayatan ibadah, hal ini merupakan salah satu upaya kontekstualisasi, bukan berarti ingin menjadi Kristen yang tidak mau mencintai asal mula keKristenan Kristen buadaya barat. 53 Hasil Wawancara Ibu Luh Sukranadi, tanggal 17 Desember 2015. 27 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan