Struktur sosial dan data jumlah penduduk masyarakat desa Papringan

Tebel 6 : Daftar nama kesenian di desa Papringan Jenis Kegiatan Pimpinan Jumlah anggota L ́ngǵr Langen Budaya Sukendar 8 Orang ́b́g “Wahyu Anom Kencono” Kasno 25 Orang Mugi Lestari “Gobrag L̂sung” Sukendar 12 Orang Sitter Raswanto 8 Orang R ̂bana “Sunan Muria” Sumini 10 Orang R ̂bana “Mumtazul Huda” Haryono 12 Orang R ̂bana “Qolbu Mali’ah” Napsiah 12 Orang Sholawat “Ngudi Swara” Raslam 8 Orang Sumber : Kantor desa Papringan, 2016

B. Sejarah Kesenian Ĺngǵr Banyumasan

Kesenian L ́ngǵr Banyumasan merupakan kesenian yang lahir, tumbuh, dan berkembang di wilayah sebaran budaya Banyumas yang merupakan daerah agraris dengan mayoritas masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani dan bercocok tanam. Hal tersebut yang menginspirasi lahirnya kesenian L ́ngǵr Banyumasan seperti halnya di daerah Jatilawang, Kalibagor, dan Nusawungu Kabupaten Banyumas pada tahun 1755. Kesenian L ́ngǵr Banyumasan itu sendiri sampai saat ini belum di ketahui pasti siapa penciptanya karena kesenian ini merupakan kesenian yang berasal dari rakyat, diciptakan oleh rakyat, dan di tujukan untuk rakyat. Wujud dari kesenian L ́ngǵr Banyumasan ini yaitu seni tari tradisional yang dalam pertunjukannya sang L ́ngǵr tidak hanya menari tetapi juga membawakan lagu tradisional Banyumasan dengan iringan musik gamelan atau lebih spesifik lagi seperangkat alat musik calung. Dalam pertunjukannya kesenian L ́ngǵr terbagi menjadi empat babak atau adegan. Babak pertama yaitu babak Gamyongan, babak kedua babak L ́ngǵran, babak ketiga babak Badhutan atau Bodhoran, dan yang terakhir adalah babak Baladewaan . pada babak L ́ngǵran sering terjadi adanya adegan banceran atau para penonton khususnya laki-laki ikut menari bersamaL ́ngǵrdengan memberi uang saw ́r. L ́ngǵr merupakan istilah Jarwo Dhosok atau gabungan kata yang mempunyai arti. L ́ngǵr “Darani Ĺng Ĵbuĺ J́ngǵr” yang dapat di artikan bahwa dikira wanita ternyata laki-laki. Maksud tersebut adalah berkaitan dengan sejarah masa pra kemerdekaan dimana penari L ́ngǵr adalah laki-laki yang berdandan layaknya seorang wanita yang di gunakan untuk mengelabuhi para lelaki hidung belang khususnya para antek-antek atau kompeni. Tindakan tersebut sebagai bentuk tipu muslihat yang di lakukan oleh para pejuang atau pemuka agama yang tidak suka melihat perilaku tidak sronoh yang di lakukan oleh para penjajah beserta antek-anteknya, seperti halnya melakukan saw ́ran atau member uang dengan cara memasukan uang tersebut ke dalam m ̂kak m̂kak atau kemben. Tindakan tersebut yang di anggap tabu. Pada saat ini kesenian L ́ngǵr Banyumasan umumnya ditampilkan oleh kaum wanita akan tetapi disebagian daerah masih memiliki L ́ngǵr lanang dengan penari laki-laki yang berdandan layaknya wanita. Dalam wawancara dengan Bapak Wirya Atmaja selaku dewan kebudayaan Banyumas dan Bapak Sukendar Hadi Soemarto selaku ketua paguyuban sekaligus pelaku seni dalam kesenian L ́ngǵr Banyumasan pada Hari Minggu, 06 Februari 2016, menyatakan bahwa L ́ngǵr berasal dari kata “ǵlang-ǵĺng gaẃ ǵǵr” yang artinya pada saat itu, tarian L ́ngǵr ini hanya ditarikan dengan gerakan