Kesenian Tradisional Deskripsi Teoritik
L ́ngǵr Banyumasan pada zaman dahulu dilakukan dalam waktu semalam
suntuk, waktu pementasan mulai dari pukul 22.00 WIB hingga pagi sebelum
subuh. Dalam perkembangannya kesenian L ́ngǵr Banyumasan dipentaskan
pada siang hari dan bahkan telah dikemas dengan mengambil perbagian yaitu pada bagian L
́ngǵran-nya yang dikemas menjadi satu tarian lepas yaitu tari “Gambyong Banyumasan” Sunaryadi, 2000: 83. Selain tari Gambyong
Banyumasan juga masih banyak perkembangan bentuk tarian yang lain dan tarian
tersebut merupakan tarian yang terdiri dari beberapa cuplikan per adegan pada kesenian L
́ngǵr Banyumasan yang telah dikemas menjadi satu bentuk karya tari yaitu tari Rumeksa.
Kesenian L ́ngǵr Banyumasan di paguyuban seni langen budaya ini
penarinya hanyalah wanita. Jumlah penari L ́ngǵr antara dua sampai tiga orang.
Dahulu penari L ́ngǵr selain menari juga harus bisa menyanyi, tetapi sekarang
kebanyakan penari L ́ngǵr disebut sebagai “Renggong” yaitu penari Ĺngǵr
yang hanya bisa menari keterangan dari bapak Wirya Atmaja pada tanggal 6 Februari 2016 pukul 14.30 WIB. Sependapat dengan ungkapan Ben Suharto
1999: 66 bahwa penari ronggeng menari sambil menyanyi dengan kata-kata yang spontan yang disesuaikan dengan iringannya. Di sisi lain hal yang sama
diungkapkan oleh Sunaryadi 2000: 39 bahwa menjadi seorang L ́ngǵr
sebenarnya cukup berat karena selain harus bisa menari, seorang L ́ngǵr dituntut
untuk bisa menyanyi, berdialog, melawak dan sekaligus berakting. Pada dasarnya Tledek, Ronggeng, L
́ngǵr, Gandrung Banyuwangi, itu sama tetapi karena penempatan daerah yang berbeda maka setiap daerah memiliki
ciri khas atau keunikan yang berbeda juga. Untuk daerah Yogyakarta dan sekitarnya disebut Tledek, untuk daerah Jawa Barat disebut Ronggeng, dan untuk
daerah Banyumas secara umum L ́ngǵr, tetapi ada pula yang menyebutnya
sebagai Ronggeng, dan di daerah Banyuwangi di sebut Gandrung Banyuwangi. Adanya aneka ragam pertunjukan rakyat yang sebenarnya sejenis seperti di atas,
maka sangat dimungkinkan yang menjadi penyebab dari perbedaan itu adalah sifat barangan
atau pertunjukan yang dilakukan secara keliling di dalam maupun di luar desa dari kesenian rakyat itu. Adanya perbedaan adat atau kebiasaan daerah
yang dilalui, menyebabkan adanya upaya penyesuaian terhadap kondisi dan aspirasi Sunaryadi, 2000: 27.
Gerakan tariannya masih sangat sederhana dan seringkali mengalami pengulangan gerak, tetapi dewasa ini gerak l
́ngǵran sangat dinamis dan lincah mengikuti irama calung. Kesenian L
́ngǵr Banyumasan berpijak pada gaya Banyumasan.
Menurut Sedyawati 1981: 4 gaya adalah sifat pembawaan tari, yang artinya dalam suatu tarian terdapat pola gerak yang khas yang menjadi ciri
dari tarian tersebut. Ciri khas gerak pada kesenian L ́ngǵr Banyumasan ini antara
lain geyol, gedheg, dan lempar sampur, yang gerakannya dilakukan dengan teknik yang patah-patah dan menggemaskan. Gerak dalam setiap sekaran berbeda-beda,
dan gerak penghubung antara sekaran itu disebut keweran singget. Penari L
́ngǵr harus berdandan sedemikian rupa sehingga kelihatan sangat menarik. Menurut Sunaryadi 2000: 51 penari L
́ngǵr dianggap sebagai “maskot”, penari Ĺngǵr dituntut memiliki keluwesan, feminitas, dan daya pikat
yang mempesona. Rias yang digunakan adalah rias cantik dengan gaya rambut
disanggul menggunakan sanggul konde atau sanggul jawa, sampur atau selendang biasanya dikalungkan di bahu, mengenakan kain jarik, mekak, dan stagen.
Kesenian L ́ngǵr Banyumasan ini diiringi oleh seperangkat gamelan
tradisional Banyumasan yaitu gamelan calung yang terbuat dari bambu wulung ungu kehitaman. Hal tersebut di dukung oleh Sunaryadi 2000: 43 yang
meyatakan bahwa instrumen pengiring yang dipergunakan dalam pertunjukan ini berupa gamelan calung. Seperangkat gamelan calung Banyumasan ini terdiri dari
gambang barung, gambang penerus, kenong, dendhem, gong sebul, dan
kendhang . Dalam penyajiannya kesenian ini diiringi vokalis yang lebih dikenal
sebagai sinden. Tembang yang dibawakan antara lain “bendrong kulon”,
“jineman”, “kembang glepang”, “ricik-ricik”, “sekar gadung” dan “malangan”. Satu grup atau komunitas kesenian ini minimal memerlukan 7 orang
anggota yang terdiri dari sinden, penabuh gamelan, penari L ́ngǵr keterangan
dari Bapak Sukendar Hadi Soemarto pada tanggal 03 Februari 2016 pada pukul 20.00 WIB.
Dahulu kesenian ini sangat disenangi oleh masyarakat karena kesenian ini hanya untuk bersenang-senang dan menghibur. Sebenarnya kegiatan ini
mengandung kerukunan dan kegotongroyongan masyarakat serta merekatkan masyarakat dalam hal komunikasi. Tetapi seiring berjalannya zaman beberapa
kalangan tidak lagi menyukai kesenian ini terutama para remaja karena kesenian ini dianggap kuna dan ketinggalan zaman. Mereka beranggapan tarian ini
dianggap seronok mengandung unsur pornografi sehingga budaya L ́ngǵr
Banyumasan bertentangan dengan ajaran agama Islam.