89
dan signifikan. Positif terlihat dari koefisien regresi gaya kepemimpinan transformasional sebesar β 0,019 p0.05; p=0,016.
Pengaruh positif menunjukkan bahwa pengaruh gaya kepemimpinan transformasional berkorelasi positif dengan kinerja perawat atau
dengan kata lain gaya kepemimpinan transformasional yang baik akan berpengaruh terhadap kinerja perawat baik, demikian sebaliknya bila
gaya kepemimpinan transformasional pimpinan buruk maka kinerja perawat.
Menurut Robbins 2010 bahwa pemimpin transformasional menginspirasi para pengikut untuk mengenyampingkan kepentingan
pribadi mereka
demi kebaikan
organisasi dan
pemimpin transformasional mampu memiliki pengaruh yang luar biasa pada diri
para pengikut. Mengubah kesadaran para pengikut dengan cara
membantu orang lain memandang masalah lama dengan cara yang baru dan dapat mengsinspirasikan para pengikut untuk bekerja keras guna
mencapai tujuan-tujuan bersama. Dalam hal motivasi inspirasional, pemimpin transformasional
menyampaikan visi yang jelas, membangun mimpi dan komitmen dan membantu pengikut untuk memahami tujuan, sasaran dan prioritas dari
organisasi, sehingga bawahan sangat antusias dengan visi yang digapai. Keberhasilan dari sebuah visi bergantung pada cara menyampaikan
kepada pengikut.
:;
Dalam hal pertimbangan individual yang diterapkan oleh pimpinan RSJ Grhasia dalam membuat kebijakan dirasakan belum
sepenuhnya menyerap aspirasi perawat sebagai bawahannya. . Pimpinan belum bisa membantu memajukan karir terhadap
bawahannya, sehingga kemajuan karir di organisasi tersebut menjadi terhambat. Para perawat yang potensial harus menuggu waktu lama
supaya jenjang karirnya naik. Dalam stimulasi intelektual, pemimpin transformasional
meningkatkan kesadaran
pengikut akan
permasalahan dan
memengaruhi para pengikut untuk memandang masalah dari perspektif yang baru. Adanya perpektif yang baru akan membuat
organisasi dapat berkembang, sehingga organisasi tidak mengalami stagnasi .
2. Pengaruh Gaya Pengembangan SDM terhadap Kinerja
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh
yang positif dan
signifikan antara pengembangan SDM
dengan kinerja perawat di RSJ
Grhasia yang ditunjukkan
dengan nilai
β 0,041
p0.05; p=0,031.
Hal tersebut
menandakan bahwa dengan adanya pengembangan SDM akan meningkatkan
kinerja perawat.
Pengembangan SDM
berdampak positif terhadap kinerja.
Tesis Alfrida 2014 hasil penelitiannya menunjukkan adanya pengaruh antara pengembangan sumber daya manusia dengan kinerja
perawat. Kinerja perawat dalam memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas pada umumnya ditunjang oleh pengembangan sumber
daya SDM keperawatan yang ada dan kepuasan kerja yang positif dari perawat.
Jika pengembangan perawat baik maka akan menaikan kinerja perawat. Sukses pengembangan karyawan membutuhkan
keseimbangan antara kebutuhan karir individu, tujuan dan kebutuhan organisasi untuk mendapatkan pekerjaan yang dilakukan. Bella dalam
Hasibuan 2006:70 mengungkapkan pendidikan dan latihan sama dengan pengembangan yaitu merupakan proses peningkatan
ketrampilan kerja baik teknis maupun manajerial. Pendidikan berorientasi pada teori, dilakukan dalam kelas, berlangsung lama, dan
biasanya menjawab why. Latihan berorientasi pada praktek, dilakukan di lapangan, dilakukan di lapangan, berlangsung singkat, dan biasanya
menjawab how. Pada penelitian ini juga didapatkan bahwa pengembangan
SDM di RSJ Grhasia kurang maksimal. Hal ini bisa dimungkinkan bahwa perawat tersebut memiliki tanggungjawab terhadap pekerjaann
pokoknya sehingga berusaha untuk memahami dan meningkatkan kompetensi diri untuk untuk memberikan yang terbaik dengan belajar
dari orang lain atau belajar sendiri mempunyai keterbatasan waktu .
Jika dilihat dari karakteristik responden yaitu tingkat pendidikan, pada
==
umumnya responden memiliki tingkat pendidikan DIII keperawatan dan S1, dimana tingkat pendidikan ini yang menjadi standar untuk
pendidikan perawat saat ini, namun tingkat pendidikan belum tentu meningkatkan kinerja perawat secara optimal Alfrida, 2014.
Kurang optimalnya kinerja perawat hal ini mungkin
disebabkan karena tidak setiap perawat mendapat pelatihan yang terprogram atau sistematis yakni ada perawat yang sudah mendapatkan
pelatihan lebih dari 2 kali tetapi ada perawat yang baru satu kali mendapat pelatihan, hal tersebut dikarenakan pelatihan keperawatan
diselengarakan di RSJ Grhasia selama satu tahun sebanyak satu kali dengan kuota 30 perawat, sedangkan perawat di RSJ Grhasia
berjumlah 140, sehingga sering terjadi kesalahan pemilihan peserta pelatihan. Perawat yang seharusnya mengikuti pelatihan justru tidak
menggikuti pelatihan dan begitu sebaliknya. Selain itu topik dari setiap pelatihan berbeda-beda dan tidak semua perawat diikutkan dalam
setiap pelatihan sehingga pelatihan terselenggara tidak secara continuous improvement.