GRANTING PERMIT OF LAND USE CHANGE AS A LEGAL INSTRUMENT IN OVERCOMING LAND FUNCTION SWITCHING IN BANDAR LAMPUNG PEMBERIAN IZIN PERUBAHAN PENGGUNAAN TANAH SEBAGAI INSTRUMEN HUKUM DALAM MENGATASI ALIH FUNGSI LAHAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG

(1)

iii

INSTRUMENT IN OVERCOMING LAND FUNCTION SWITCHING IN BANDAR LAMPUNG

By

JAUFAN ISNANTO

Continuous development in Bandar Lampung results in land use changes. To overcome effects of land use changing, government can effort controlling. This controlling is exercised by granting permit of land use change. The objectives of this research were to analyze permit of land use change in overcoming land function switching and to find out and to study aspects of considerations in granting permit of land use change. This research was conducted with normative and empirical jurisdiction approaches.

The results showed that the permit of land use change served to control changing of land use and utilization, and it was useful to create land use according to purposes of land uses according to regional space layout plans. The considerations in granting this permit of land use change were aspect of land technical considerations by Land Office in Bandar Lampung, aspects of space layout, economy, and environment. The researcher recommends Bandar Lampung government to publish a special Regulation of Bandar Lampung Mayor to regulate permit of land use change. This is to support achievement of objective and benefit of granting permit of land use change. Aspects of considerations in granting permit of land use change must be realistic based on fact in the field and based on prevailing regulation.


(2)

ii

INSTRUMEN HUKUM DALAM MENGATASI ALIH FUNGSI LAHAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG

Oleh

JAUFAN ISNANTO

Dengan adanya pembangunan di Kota Bandar Lampung, maka terjadi perubahan penggunaan tanah. Untuk mengatasi dampak perubahan penggunaan tanah maka pemerintah dapat melakukan suatu pengendalian. Pengendalian tersebut dapat dilaksanakan melalui pemberian izin perubahan penggunaan tanah. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tentang pemberian izin perubahan penggunaan tanah dalam mengatasi alih fungsi lahan dan untuk mengetahui dan mengkaji aspek-aspek yang menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan secara yuridis normatif dan pendekatan yuridis empiris.

Hasil penelitian bahwa Izin Perubahan Penggunaan Tanah berfungsi untuk pengendalian dalam perubahan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah dan bermanfaat untuk menciptakan suatu penggunaan tanah yang sesuai dengan peruntukannya dan dapat bermanfaat secara optimal serta sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Aspek yang menjadi pertimbangan adalah aspek pertimbangan teknis pertanahan oleh Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung, aspek tata ruang, aspek ekonomi dan aspek lingkungan.

Disarankan Kepada Pemerintah Kota Bandar lampung, sebaiknya segera mengeluarkan Peraturan Walikota Bandar Lampung yang khusus mengatur tentang Izin Perubahan Penggunaan Tanah. Hal ini untuk mendukung tercapainya tujuan dan manfaat pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah. Dalam pemberian Aspek rujukan pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah benar-benar realistis sesuai dengan keadaan di lapangan dan sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan


(3)

MENGATASI ALIH FUNGSI LAHAN DI KOTA

BANDAR LAMPUNG.

Oleh :

JAUFAN ISNANTO

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Hukum (M.H.)

pada

Program Magister Hukum Program Pascasarjana Fakultas Hukum

Universitas Lampung

PROGRAM MAGISTER HUKUM

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(4)

MENGATASI ALIH FUNGSI LAHAN DI KOTA

BANDAR LAMPUNG.

(Tesis)

Oleh :

JAUFAN ISNANTO

PROGRAM MAGISTER HUKUM

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(5)

lilafiiri

Mahasis-wti

: Nornor Pokok Malrasiswa :

Pembimbing Utama,

Dr,

NfP

Frograna

BANDAN LAMPUNG

Jaufan Isn*nfo

t222011021

Hr*knnrKerr€gaftlan:

Program P'ascasarjana Magister Hukum Hukum

-}IEI{YETIIJUI

Dosen Pembimbiag

pffig,

Dr" B

$.s,

tr{.E" MP 197410 z$Ssol 1 S02

MENGETAHUI

Ketua Program Pascasarjana

Fakultas Hukum il8,

8r; S.H., M.Hum. t Ost

4i;#ffi

S^$"^de'

gW

m,v,##W


(6)

1. Tinr Penguji

PEmbimbingT

Pembimbing II

Pe*I$#

Penguji

Pengqfi

: Dr. IfS. Tisnanta, S,I{.,

M.If.

: Dr. Budiyono, S.If.,

M.IL

;

Ilr.

Muhamm*d Akih, S.H", M.HEm.

.

: Rudy, S.He LL.M., LL.D.

: Dr. fleryandi, S.H., M.S.

6:**{

ii4

AS

I

i

, s.E.; M.S.

:sffi;.€t d"f, rrio, Hr. S. 1981S3 1 0S2


(7)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya :

1.

Bahwa lesis dengan judul "PEMBERTAN rzIN PERUBAITAN pEI\IGcuNAAlt

TANAII

SEBAGAI INSTRU}IEN

IilTKU}I DALAM

UNXCAT^I.ST

ALIII

FUNGSI LAIIAN DI KOTA BAI{DAR LAMPUNG' adalah karya saya sendiri dan

saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan atas karya penulis lain dengan

cara yang tidak sesuai dengan tata etika ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik atau yang disebut plagiarisme;

2.

Bahwa hak intelektual atas karya ilmiah ini, saya serahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung.

Atas pemyataan

ini,

apabila

di

kemudian hari temyata ditemukan adanya ketidak benaraq saya bersedia menanggung akibat dan sanksi yang diberikan kepada saya, dan

saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku

Bandar Iampung. Mei

2014.-Pembuat Pernyataan

Jaufan Isnanto NPM. l2220nA2t


(8)

viii

Penulis dilahirkan di Bantul-Yogyakarta, pada hari Selasa, tanggal 07 Juli 1981, yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Hi.Agus Rahayudi, S.Pd. dan Ibu Hj. Sri Widyastini, S.Pd.

Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh :

1. Tahun 1993 menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar dan berijazah pada Sekolah Dasar Negeri II (SDN II) Sanden, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul.;

2. Tahun 1996 menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Pertama dan berijazah pada Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN I) Sanden, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul.;

3. Tahun 1999 menyelesaikan Pendidikan Sekolah Menengah Tingkat Atas dan berijazah pada Sekolah Menengah Tingkat Atas Negeri (SMTAN I) Bantul, Yogyakarta;

4. Tahun 2000 menyelesaikan Pendidikan Diploma Satu dan berijazah Diploma Satu Pengukuran dan Pemetaan Kadastral, Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (DI-STPN), Yogyakarta.

5. Tahun 2007 menyelesaikan Pendidikan Diploma Empat dan berijazah pada Diploma Empat Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (DIV-STPN) Jurusan Perpetaan, Yogyakarta;


(9)

ix

“Barang siapa yang merampas tanah-tanah orang lain dengan cara zhalim walaupun hanya sejengkal, maka Allah akan mengalunginya

kelak di hari kiamat dengan tujuh lapis bumi.” (H.R. Bukhari).

“Kegagalan hanya terjadi bila kita menyerah dengan cepat, tanpa usaha


(10)

x

kupersembahkan kepada :

1. Ayah dan Ibundaku tercinta : Bapak Hi. Agus Rahayudi, S.Pd dan Ibu Hj. Sri Widyastini, S.Pd., yang penuh dengan cinta dan kasih sayangnya, telah mendidik dan selalu mendo’akanku;

2. Bapak dan Ibu Mertuaku : Bapak Drs. Hi. Subroto Suprihatin dan Ibu Hj. Tri Murtini, S.Pd., yang selalu membimbing, menasehati, dan mendo’akanku;

3. Yang paling kucintai dan yang teristimewa dalam hidupku : Istriku Reni Widyaningsih, S.Si, yang selalu setia menunggu dengan penuh kesabaran, memberikan semangat, dan do’a dalam segala hal;

4. Anak-anakku yang kucintai dan sayangi : Muhammad Faeyza Refano (Almarhum) dan Muhammad Kenzie Refano;

5. Adik-adiku yang kusayangi : Qori Istianto,Asweni Tri Khiyani, S.E.,; 6. Seluruh keluarga dan sanak saudara yang selalu memberi semangat dan


(11)

xiii

Halaman

HALAMAN SAMPUL --- i.

ABSTRAK --- ii.

LEMBAR PERSETUJUAN --- v.

LEMBAR PENGESAHAN --- vi.

LEMBAR PERNYATAAN --- vii.

DAFTAR RIWAYAT HIDUP --- viii.

LEMBAR MOTO --- ix.

LEMBAR PERSEMBAHAN --- x.

KATA PENGANTAR --- xi.

DAFTAR ISI --- xiii.

DAFTAR GAMBAR --- xiv.

DAFTAR TABEL --- xv.

BAB I. PENDAHULUAN --- 1.

1.1. Latar Belakang Masalah --- 1.

1.2. Permasalahan dan Ruang Lingkup--- 5.

1.2.1. Permasalahan --- 5.

1.2.2. Ruang Lingkup --- 6.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian --- 6.

1.3.1. Tujuan Penelitian --- 6.

1.3.2. Kegunaan Penelitian --- 6.

1.4. Kerangka Teori --- 7.

1.4.1. Perizinan --- 8.

1.4.2. Izin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT) --- 10.

1.4.3. Pertimbangan Teknis Pertanahan--- 11.

1.4.4. Alih Fungsi Tanah Pertanian--- 12.

1.5. Kerangka Konseptual --- 16.

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA --- 18.

2.1. Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan --- 18.

2.2. Alih Fungsi Tanah Pertanian dalam Penatagunaan Tanah --- 28.

2.3. Perizinan Perubahan Penggunaan Tanah --- 36.

2.3.1. Pengertiaan Perizinan --- 36.

2.3.2. Unsur- Unsur Perizinan --- 39.

2.3.3. Fungsi dan Tujuan Perizinan --- 41.

2.3.4. Bentuk dan Isi Izin --- 42.


(12)

xiv

3.1 Pendekatan Masalah --- 49.

3.2 Sumber dan Jenis Data --- 50.

3.2.1. Sumber Data Primer --- 50.

3.2.2. Sumber Data Sekunder--- 50.

3.3. Metode Pengumpulan Data --- 52.

3.4.1. Studi Kepustakaan (Library Research) --- 52.

3.4.2. Studi Lapangan (Field Research) --- 52.

3.4. Metode Pengolahan Data --- 52.

3.5. Analisis Data --- 53.

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- 54.

4.1. Gambaran Umum tentang Izin Perubahan Penggunaan Tanah --- 54.

4.1.1 Praktik Perubahan Penggunaan Tanah di Bandar Lampung --- 54.

4.1.2 Landasan Hukum Izin Perubahan Penggunaan Tanah --- 60.

4.2. Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah di Kota Bandar Lampung 62.

4.2.1 Kewenangan Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah --- 62.

4.2.2 Prosedur Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah di Bandar Lampung --- 63.

4.2.3 Substansi Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah di Bandar Lampung --- 69.

4.2.4 Fungsi dan Manfaat Izin Perubahan Penggunaan Tanah. --- 71.

4.3. Aspek Yang Menjadi Pertimbangan Pemberian IPPT --- 72.

4.3.1 Pertimbangan Teknis Pertanahan oleh Kantor Pertanahan --- 72.

4.3.2 Aspek Tata Ruang --- 78.

4.3.3 Aspek Ekonomi --- 78.

4.3.4 Aspek Lingkungan --- 79.

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN --- 80.

5.1 Kesimpulan --- 80.

5.2. Saran – Saran --- 81.


(13)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Teori --- 15.

Gambar 2. Prosedur Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah di Bandar Lampung --- 63.


(14)

1.1. Latar Belakang Masalah

Kota Bandar Lampung merupakan pusat jasa dan perdagangan serta perekonomian di Provinsi Lampung. Hal ini sesuai dengan Visi Pemerintah Kota Bandar Lampung 2010-2015 , yang salah satunya adalah Mengembangkan Kota Bandar Lampung sebagai Pusat Jasa dan Perdagangan, Pelaksanaan misi ini didasarkan oleh posisi strategis Kota Bandar Lampung sebagai ibukota Provinsi, sekaligus sebagai jalur perlintasan dan pusat jasa, industri, dan perdagangan. Misi ini ditujukan untuk membangun dan mengoptimalkan seluruh potensi ekonomi daerah dalam rangka memberikan peluang seluas–luasnya bagi masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi. Melalui misi ini akan disinergikan semua potensi dari semua pelaku ekonomi, dunia usaha, lembaga keuangan dan kelembagaan lainnya dalam rangka membangun ekonomi kota yang berdaya saing. Potensi industri, perdagangan dan jasa akan menjadi prioritas dengan didukung oleh sub sektor turunan ketiga sektor tersebut.

Secara fisik, misi ini akan didukung dengan penyiapan lokasi dan lahan yang memadai bagi fungsi-fungsi bisnis dan residensial, sesuai dengan kebutuhan aksesibilitas, komunikasi, maupun rekreasi dari masing-masing fungsi. Kualitas pelayanan kota juga perlu menjamin tingkat kenyamanan dan keamanan warga maupun pendatang yang terlibat dalam penyelenggaraan aktifitas pembangunan kota, baik aktifitas bisnis maupun domestik. Dengan adanya Pembangunan di Bandar lampung tersebut terjadi perubahan penggunaan tanah di Kota Bandar


(15)

Lampung. Dari data Kota Bandar Lampung Dalam Angka 2013 dapat diketahui bahwa penggunaan Tanah sejak tahun 2008-2012 Untuk Perkampungan, Industri, Jasa-Jasa mengalami kenaikan, Sedangkan Untuk sektor Pertanian, Rawa mengalami Penurunan Luas Penggunaan Tanah. 1

Dampak dari perubahan alih fungsi lahan akan memberikan dampak positif dan negatif. Dampak positif memberikan manfaat yang optimal bagi kemudahan aksebilitas seperti terbukanya jalur transportasi, kemudahan dalam memasarkan produk pertanian dan komunikasi. Dampak negatif yang ditimbulkan adalah berkurangnya luas areal pertanian menyebabkan berkurangnya produksi pertanian, meluasnya slum area, dan meningkatnya kawasan bahaya banjir. Kedua permasalahan tersebut menjadi dualisme ketika di satu sisi perkembangan wilayah adalah sebuah keharusan dan di sisi lain pengendalian perubahan penggunaan tanah pertanian ke non pertanian mutlak diperlukan 2.

Untuk mengatasi dampak perubahan penggunaan tanah maka pemerintah dapat melakukan suatu pengendalian. Pengendalian tersebut dapat dilaksanakan melalui pemberian izin perubahan penggunaan tanah. Pemberian izin perubahan penggunaan tanah tersebut harus berdasarkan pertimbangan aspek tata guna tanah, yang merupakan pertimbangan teknis yang sangat menentukan dalam pemberian izin perubahan penggunaan tanah. Aspek ini dimaksudkan agar setiap perubahan penggunaan tanah hendaknya sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah yang dituangkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. Dengan adanya izin perubahan

1

BPS Kota Bandar Lampung, Bandar Lampung Dalam Angka,2013, Bandar Lampung, hlm 12. 2

Sutaryono, , Dinamika Penataan Ruang dan Peluang Otonomi Daerah. Tugu Jogja Grafika, Yogyakarta,2007 hlm 64.


(16)

penggunaan tanah akan dapat diketahui setiap jenis kegiatan pembangunan dan kelompok kegiatan pembangunan yang telah mendapat prioritas, termasuk luas tanah yang dibutuhkan sedemikian rupa sehingga bisa dicapai manfaat yang optimal.

Peraturan Perundangan yang menjadi dasar diterbitkannya Izin Perubahan Penggunaan Tanah antara lain:

- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, Pasal 2, dan Pasal 14 ayat (2). 3 .

- Undang-.Undang Nomor : 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; - Undang-Undang Nomor : 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang; Pasal 11

ayat 1 huruf (a). 4 .

- Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2004 tentang Penatagunaan Tanah. Dalam Pasal 1 disebutkan :Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.

3

A.P. Parlindungan , Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Mandar Maju, Bandung, 1998 hlm 66.

4

Hasni , Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah Dalam Konteks UUPA-UUPR-UUPLH Edisi Kedua, Rajawali Pers, Jakarta , 2010 hlm 534.


(17)

- Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.

- Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan. Dalam Pasal 2 disebutkan Bahwa ada 9 Kewenangan di bidang pertanahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah/Kota.

- Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2011 – 2030.

- Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan Dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah. Pertimbangan teknis pertanahan dalam penerbitan Izin Perubahan Penggunaan Tanah adalah pertimbangan yang memuat ketentuan dan syarat penggunaan dan pemanfaatan tanah, sebagai dasar pemberian izin kepada pemohon untuk melakukan perubahan penggunaan dan pemanfaatan tanahnya5.

- Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 118 Tahun 2011 tentang Pemberian Izin Lokasi. Dalam Pasal 2 ayat (3) ditetapkan bahwa tanah yang tidak Wajib memiliki Izin Lokasi Adalah : a). Untuk usaha pertanian dengan

5

Pasal 1 ayat (3) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan teknis pertanahan dalam penerbitan izin lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan Tanah.


(18)

luas s/d 25 Ha. b). Untuk usaha bukan pertanian dengan luas s/d 1 Ha. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat (4) diatur bahwa untuk tanah yang tidak wajib memiliki izin lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatas, harus memiliki Izin Perubahan Penggunaan Tanah dari Walikota Bandar Lampung. Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah, tidak lepas dari Pertimbangan Teknis Pertanahan yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung.Pertimbangan Teknis Pertanahan dari Kantor Pertanahan, merupakan persyarataan diterbitkannya Izin Perubahan Penggunaan Tanah Oleh pemerintah kota Bandar Lampung. Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi, dan izin Perubahan Penggunaan Tanah diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 2 Tahun 2011.

Berdasarkan uraian diatas, untuk mengetahui dan mempelajari lebih mendalam tentang perubahan penggunaan tanah dari Pertanian ke Non Pertanian, maka penulis tertarik untuk meneliti dan menuangkan dalam suatu tulisan dalam bentuk tesis dengan judul” Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah sebagai Instrumen Hukum Dalam Mengatasi Alih Fungsi Lahan di Kota Bandar Lampung. “.

1.2. Permasalahan dan Ruang Lingkup 1.2.1. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang sebagaimana di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam tesis ini adalah sebagai berikut :


(19)

1. Bagaimanakah Fungsi pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah dalam mengatasi alih fungsi lahan di Kota Bandar Lampung.

2. Aspek apa saja yang menjadi pertimbangan dalam pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah.

1.2.2. Ruang Lingkup

Selanjutnya ruang lingkup dalam penulisan tesis ini, penulis batasi pada :

1. Ruang lingkup disiplin ilmu : penulis batasi pada disiplin Ilmu Hukum Administrasi Negara;

2. Ruang lingkup penelitian : penulis batasi pada perubahan penggunaan tanah di Kota Bandar Lampung.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis tentang Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah dalam mengatasi alih fungsi lahan;

2. Untuk mengetahui dan mengkaji aspek-aspek yang menjadi bahan pertimbangan dalam pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah.

1.3.2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dan sumbangan pikiran dalam bidang ilmu hukum, khususnya hukum pertanahan dan berguna untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi penulis khususnya tentang Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah.


(20)

2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan oleh Pemerintah Daerah, Kantor Pertanahan dan masyarakat untuk dapat menciptakan tertib administrasi pertanahan dan tertib penggunaan tanah sesuai dengan rencana tata ruang wilayah.

3. Sebagai bahan masukan yang dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para pihak terkait untuk melakukan penelitian lanjutan tentang Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah.

1.4. Kerangka Teori.

Kerangka Teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, thesis mengenai suatu kasus atau permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoritis6. Kerangka Teori bertujuan menyajikan cara-cara untuk bagaimana mengorganisasikan dan menginterprestasi hasil-hasil penelitian dan menghubungkannya dengan hasil-hasil penelitian terdahulu.7

Bagi sebuah penelitian kerangka teori sangat mendukung sebagai acuan yang relevan, karena “kerangka teoritis adalah konsep yang merupakan abstraksi dari hasil-hasil pemikiran atau kerangka acuan yang pada dasarnya bertujuan mengadakan identifikasi terhadap dimensi - dimensi sosial yang dianggap relevan”.8

Sugiyono berpendapat, bahwa : Teori adalah alur logika atau penalaran, yang merupakan seperangkat konsep, definisi, dan proposisi yang disusun secara

6

M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm. 80

7

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta 1996, hlm.23

8


(21)

sistematis. Secara umum, teori mempunyai tiga fungsi, yaitu untuk menjelaskan (explanation), meramalkan (prediction), dan pengendalian (control) suatu gejala.9 Soerjono Soekanto, berpendapat, bahwa kerangka teori memiliki kegunaan yang mencakup hal-hal sebagai berikut :

1. Teori tersebut berguna untuk lebih mempertajam atau lebih mengkhususkan fakta yang hendak diselidiki atau diuji kebenarannya. 2. Teori sangat berguna di dalam mengembangkan sistem klasifikasi fakta,

membina struktur konsep-konsep serta memperkembangkan definisi-definisi.

3. Teori biasanya merupakan suatu ikhtisar daripada hal-hal yang telah diketahui serta diuji kebenarannya yang menyangkut objek yang diteliti. 4. Teori memberikan kemungkinan pada prediksi fakta mendatang, oleh karena telah diketahui sebab-sebab terjadinya fakta tersebut dan mungkin faktor-faktor tersebut akan timbul lagi pada masa-masa mendatang.

5. Teori memberikan petunjuk-petunjuk terhadap kekurangan-kekurangan pada pengetahuan peneliti.10

1.4.1. Perizinan

Izin menurut Bagir Manan dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Refisi, 2013 menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang11. N.M. Spelt dan J.B.J,M ten Berge membagi pengertian izin dalam arti luas dan sempit, yaitu sebagai berikut;

9

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R & D., Alfabeta, Bandung, 2012, hlm. 54.

10

Soerjono Soekanto, Op Cit, hlm 121

11

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Refisi., RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 199.


(22)

“Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam Hukum Administrasi. Pemerintah mengggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga.

Izin ialah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan.

Dengan memberi Izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini Menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya.Ini adalah paparan luas dari pengertian izin.

Izin (dalam arti sempit) adalah pengikatan-pengikatan pada suatu peraturan izin pada umumnya didasarkan pada keinginan pembuat undang-undang untuk mencapai suatu tatanan tertentu atau untuk menghalangi keadaan-keadaan yang buruk. Tujuannya ialah mengatur tindakan-tindakan yang oleh pembuat undang-undang tidak seluruhnya dianggap tercela, namun di mana ia menginginkan dapat melakukan pengawasan sekadarnya.

Yang pokok pada izin (dalam arti sempit) ialah bahwa suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan,dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi Persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus, tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan)12

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu, Izin adalah dokumen yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah berdasarkan peraturan daerah atau peraturan lainnya yang merupakan bukti legalitas, menyatakan sah atau diperbolehkannya seseorang atau badan untuk melakukan usaha atau kegiatan tertentu.Perizinan adalah pemberian legalitas kepada seseorang atau pelaku usaha/kegiatan tertentu, baik dalam bentuk izin maupun tanda daftar usaha.

Dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2006 tentang pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu. Perizinan merupakan

12


(23)

salah satu bentuk pelaksanaan dari Pengaturan yang bersifat pengendalian yang dimiliki oleh pemerintah terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat, dan izin untuk melakukan suatu tindakan atau kegiatan usaha yang biasanya harus dimiliki atau diperoleh suatu organisasi perusahaan atau seseorang sebelum yang bersangkutan dapat melakukan suatu kegiatan atau usaha. Perizinan sebagai Instrumen usaha iplementasi program pemerintah daerah yang menjadi bagian integral dari penyelenggaraan pemerintah, maka pemerintah daerah bisa lebih leluasa untuk menggunakannya sesuai dengan rambu peraturan perundangan yang berlaku dengan tetap menjunjung tinggi azaz umum pemerintahan yang layak.

1.4.2 Izin Perubahan Penggunaan Tanah (IPPT)

Izin perubahan penggunaan tanah adalah izin peruntukan penggunaan tanah yang wajib dimiliki orang pribadi yang akan mengubah peruntukan tanah pertanian menjadi non pertanian guna pembangunan rumah tempat tinggal pribadi/perseorangan, dengan ukuran seluas-luasnya 10.000 m2 (sepuluh ribu meter persegi) untuk usaha bukan pertanian, dan untuk usaha pertanian dengan ukuran seluas-luasnya 25.000 m2 ( dua puluh lima ribu meter persegi ) sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 2 ayat (3) Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 118 Tahun 2011 tentang Pemberian Izin Lokasi.

Adapun dasar hukum dalam perubahan penggunaan tanah, didasarkan pada Pancasila sebagai landasan idiil dan Undang-Undang Dasar 1945 yang telah di amandemen, khususnya Pasal 33 ayat (3) sebagai landasan konstitusional, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 Pasal 2 yaitu yang menyangkut hak


(24)

menguasai dari negara, dan Pasal 14 ayat (2) yaitu Pemerintah Daerah baik Tingkat I maupun Tingka II untuk mengatur rencana persediaan, peruntukan dan penggunaan tanah bagi pembangunan di wilayah masing-masing sesuai dengan peraturan yang berlaku. Selain itu dalam Pasal 15 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 juga diatur bahwa : “Memelihara tanah termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu dengan memperhatikan pihak ekonomi lemah.”

1.4.3. Pertimbangan Teknis Pertanahan.

Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Perubahan Penggunaan Tanah adalah pertimbangan yang mumuat ketentuan dan syarat penggunaan dan pemanfaatan tanah, sebagai dasar pemberian izin kepada pemohon untuk melakukan perubahan dan pemanfaatan tanahnya13. Pertimbangan Teknis Pertanahan menjadi persyaratan dalam penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi atau Izin Perubahan Penggunaan Tanah. Pertimbangan Teknis Pertanahan dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan, dalam hal ini adalah Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung.

Untuk mewujudkan penggunaan dan pemanfaatan tanah sebagaimana tujuan di atas, maka perlu disusun ketentuan dan syarat – syarat dalam menggunakan dan memanfaatkan tanah, yang disusun dalam bentuk Pedoman Teknis Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah. Pedoman Teknis Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah

13

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011, Pasal 1 ayat (3).


(25)

ini menjadi pedoman dalam meyusun dan menerbitkan Pertimbangan Teknis Pertanahan, dengan tetap memperhatikan kekhususan karakteristik dan kondisi wilayah masing - masing14.

1.4.4. Alih Fungsi Tanah Pertanian

Penggunaan tanah pertanian adalah sebidang tanah yang digunakan untuk usaha bidang pertanian dalam arti luas mencakup persawahan, tegalan, kebun campuran, dan penggunaan tanah lainnya yang lazim dikatakan sebagai usaha pertanian. Penggunaan tanah non pertanian adalah segala bentuk penggunaan tanah yang digunakan bukan untuk usaha pertanian, antara lain untuk perumahan, industri/usaha dan jasa pelayanan. Jadi pada dasarnya perubahan penggunaan tanah tersebut untuk digunakan dalam penggunaan yang lebih dipentingkan, seperti : perumahan atau sumber usaha, mengingat hal tersebut dipandang lebih utama dari pada usaha atau penggunaan sebelumnya.

Umumnya pengalihan fungsi tanah pertanian ke non pertanian digunakan untuk pemukiman/perumahan, perusahaan, industri, jasa dan kantor-kantor pemerintahan dll. Seiring dengan perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk yang terus bertambah dari waktu ke waktu, dan meningkatnya kualitas hidup manusia sebagai konsekuensi keberhasilan pembangunan yang merupakan kegiatan hidup manusia, telah menimbulkan kondisi yang tidak seimbang antara

14

Lampiran I Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2011, hlm 1.


(26)

kebutuhan dan ketersediaan tanah. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka akan menimbulkan masalah-masalah dalam penggunaan tanah, antara lain15:

1. Berkurangnya luas tanah pertanian subur menjadi tanah permukiman, industri dan keperluan non pertanian lainnya.

2. Terjadinya benturan kepentingan berbagai sektor pembangunan, antara lain pertambangan dengan perkebunan, kehutanan dengan transmigrasi, pertanian dengan pariwisata, dan sebagainya.

3. Menurunnya kualitas lingkungan permukiman akibat banjir, kekurangan air bersih untuk rumah tangga, baik jumlah, mutu maupun saat tersediaanya. 4. Meluasnya tanah kritis akibat penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan

potensinya, mendorong proses erosi, banjir dan sedimentasi

5. Penggunaan tanah untuk berbagai kegiatan menghasilkan limbah yang mengganggu lingkungan hidup, yaitu terjadinya pencemaran air dan udara. Untuk alih fungsi tanah pertanian ke non pertanian di Kota Bandar Lampung sebagian besar adalah akan dibangunnya perumahan. Perumahan dan kawasan permukiman adalah satu kesatuan sistem yang terdiri atas pembinaan, penyelenggaraan perumahan, penyelenggaraan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat16. Perumahan adalah kumpulan rumah sebagai bagian dari pemukiman, baik perkotaan maupun perdesaan, yang

15

Mieke Komar Kantaatmadja, Hukum Angkasa dan Hukum Tata Ruang, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm 117.

16

Pasal 1 ayat (1) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan kawasan pemukiman.


(27)

dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni17.

Kebutuhan akan tanah yang semakin meningkat dengan tidak diiringi tersedianya tanah untuk kegiatan pembangunan khususnya pemukiman menunjukkan bahwa sangat perlu dilakukan upaya pengarahan dan pengendalian dalam memperoleh tanah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan pemberian izin perubahan penggunaan tanah agar kepentingan masyarakat banyak dapat diperhatikan sehingga penggunaan dan pemanfaatan tanahnya sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Kecenderungan terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian terutama sawah, tentunya merupakan ancaman yang nyata terhadap ketersediaan pangan nasional, dampak dari hal ini sudah dapat kita lihat gejalanya, yaitu negara kita telah mulai mengimpor beberapa jenis bahan pangan dari negara luar untuk memenuhi ketersediaan pangan negara. Kebutuhan yang meningkat, namun ketersediaan minim akhirnya menimbulkan kenaikan pada harga jual pangan, sedangkan daya beli masyarakat kita masih rendah. Tentunya jika tidak bisa ditanggulangi akan menimbulkan pergolakan ekonomi dan politik di negara kita.

17

Pasal 1 ayat (2) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman.


(28)

Keterangan : Diteliti : Tidak diteliti :

Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Teori

Pembangunan Penggunaan Tanah

Pertanian Non Pertanian

Perubahan Penggunaan Tanah

Pertimbangan Teknis Pertanahan Oleh BPN

Aspek Pertimbangan

Izin Perubahan Penggunaan Tanah

Pemberian / Penolakan IPPT Pemerintah Daerah

Pengendalian Pengggunaan Tanah

Penggunaan tanah sesuai dengan Peruntukannya

Aspek Tata Ruang Aspek Ekonomi

Aspek Lingkungan

Penetapan Lokasi Izin Lokasi


(29)

1.5. Kerangka Konseptual

Suatu Konsep atau kerangka konsepsionil pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih kongkrit dari pada rangka teoritis yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsionil belaka kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasionil yang akan menjadi pegangan kongkrit di dalam proses penelitian.18 Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dalam teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.19

Menurut Soerjono Soekanto bahwa : “Kontiunitas Perkembangan Ilmu Hukum” selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi soaial sangat ditentukan oleh teori”.20

Selanjutnya Burhan Ashshofa mendefinisikan suatu teori merupakan : “Serangkaian asumsi, konsep definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan antar konsep”.21

Dalam kerangka konseptual ini akan dijelaskan tentang pengertian-pengertian pokok yang dipakai dalam penelitian untuk menjawab permasalahan dalam penelitian dan akan didefiniskan beberapa konsep dasar, sehingga mempunyai batasan yang tepat dalam penafsiran beberapa istilah, dengan maksud untuk

18

Soerjono Soekanto, Op Cit, hlm. 133.

19

Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafsindo Persada, Jakarta, 1998, hlm.3. 20

Soerjono Soekanto, Op Cit, hlm. 6.

21


(30)

menghindari kesalahan-kesalahan dalam penafsiran, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang telah ditentukan, yaitu:

1. Pemberian adalah “memperbolehkan; mengizinkan:‟. (Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI versi v1.3 offline)

2. Izin menurut Bagir Manan dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara

Edisi Refisi, 2013 menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu

persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang22.

3. Perubahan adalah “hal (keadaan) berubah; peralihan; pertukaran”. (Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI versi v1.3 offline)

4. Tanah menurut Petter Butt, dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara

Edisi Refisi, 2013 menyebutkan bahwa pengertian tanah secara umum

didefinisikan sebagai luasan fisik dari permukaan bumi yang ada luasan tertentu dalam sebuah area tertentu, dimana pemilikan atas tanah tersebut dibuktikan dengan sebuah dokumen yang disebut “Title deed” . Selanjutnya dinilai bahwa jarang ada sebuah dokumen pemilikan tanah menggambarkan luasan di atas atau di bawah permukaan tanah dari pemilikan itu. Akan tetapi dalam pengertian hukum tidaklah demikian, seperti diutarakan :” dalam hukum, tanah adalah tidak terbatas sekedar permukaan bumi, tetapi termasuk di bawah dan diatas permukaan bumi, tidak juga dibatasi sesuatu yang padat, tetapi dapat meliputi sesuatu benda cair dan gas” 23

22

Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Refisi., RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 199.

23

Muchtar Wahid,Memaknai Kepastian Hukum Hak milik atas Tanah (Suatu Analisis dengan Pendekatan Terpadu secara Normatifdan sosiologis. Republika, Jakarta, 2008


(31)

2.1. Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan.

Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas (legaliteitsbeginsel

atau het beginsel van wetmatiggheid van bestuur), maka berdasarkan prinsip itu tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang bagi Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan. Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu : atribusi, delegasi, dan mandat. Indroharto dalam Hukum Administrasi Negara oleh Ridwan HR, mengatakan bahwa pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Pada Atribusi dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. Lebih lanjut disebutkan bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang pemerintahan itu dibedakan antara :

a. Berkedudukan sebagai original legislator; di negara kita di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi dan DPR bersama-sama pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemerintah Daerah yang melahirkan Peraturan Daerah;

b. Bertindak sebagai delegated legislator; seperti Presiden yang berdasar pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan Peraturan Pemerintah di mana diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara tertentu.

Pada delegasi, terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara lainnya. Jadi suatu


(32)

delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. Mengenai atribusi, delegasi, dan mandat ini H.D. van Wijk/Willem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut :

a. Atribusi, adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan;

b. Delegasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya;

c. Mandat, adalah terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya.

Dalam hal pelimpahan wewenang pemerintahan melalui delegasi, Ridwan HR, berpendapat : terdapat syarat-syarat sebagai berikut :

a. Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi (delegans) tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu; b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan,

artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan;

c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian, tidak diperkenankan adanya delegasi;

d. Kewajiban memberikan keterangan (penjelasan), artinya delegans berhak meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut; e. Peraturan kebijakan (beleidsregel), artinya delegans memberikan

instruksi (petunjuk) tentang penggunaan wewenang tersebut.

Berdasarkan keterangan tersebut di atas, tampak bahwa wewenang yang diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada, dengan tanggungjawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang didistribusikan sepenuhnya berada pada penerima wewenang (atributaris). Pada Delegasi, tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya pelimpahan dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Tanggung jawab


(33)

yuridis tidak lagi berada pada pemberi delegasi (delegans), tetapi beralih pada penerima mandat (mandataris) hanya bertindak untuk dan atas nama pemberi mandat (mandans), tanggung jawab akhir keputusan yang diambil mandataris tetap berada pada mandans. Hal ini karena pada dasarnya, penerima mandat ini bukan pihak lain dari pemberi mandat.24

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan. Kewenangan otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelesaikan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dibidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, dan fiskal, agama, serta kewenangan lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Otonomi nyata adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan kewenangan pemerintahan di bidang tertentu yang secara nyata ada diperlukan untuk hidup dan berkembang di daerah, sedangkan yang dimaksud dengan otonomi yang bertanggung jawab adalah berupa perwujudan pertanggungjawaban sebagai konsekuensi pemberian hak dan kewenangan kepada daerah dalam wujud tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh daerah dalam mencapai tujuan pemberian otonomi, sehubungan dengan hal tersebut maka diterbitkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang mengatur tentang Pemerintah Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, hal tersebut mengukuhkan peran Pemerintah Daerah dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan di daerah otonom.

24


(34)

Undang-Undang 32 Tahun 2004 tersebut menunjukan bahwa pemerintah daerah mempunyai kewenangan lebih luas untuk melakukan upaya penataan ruang di wilayah territorial-nya. Kewenangan yang terdapat dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 14 ayat (1) menyebutkan tentang : “urusan wajib yang menjadi kewenangan daerah untuk Kabupaten merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota meliputi :

1. Perencanaan dan Pengendalian Pembangunan;

2. Perencanaan , Pemanfaatan dan Pengawasan Tata Ruang;

3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan Ketentraman Masyarakat; 4. Penyediaan sarana dan Prasarana Umum;

5. Penanganan bidang kesehatan; 6. Penyelenggaraan pendidikan; 7. Penanggulangan masalah sosial; 8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;

9. Fasilitas pengembangan koperasi, usaha kecil dan menengah; 10.Pengendalian lingkungan hidup;

11.Pelayanan Pertanahan;

12.Pelayanan Kependudukan, dan catatan sipil; 13.Pelayanan administrasi umum pemerintahan; 14.Pelayanan administrasi penanaman modal;

15.Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya dan; urusan wajib lainnya yang dapat diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan”.


(35)

Dari ketentuan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa semua bidang yang disebutkan diatas harus dilaksanakan oleh setiap daerah kabupaten maupun daerah kota, dengan kata lain tidak mungkin bidang tersebut dilaksanakan oleh pihak lain dengan pelimpahan wewenang. Berdasarkan ketentuan ini pula banyak daerah kabupaten/kota mempunyai keinginan untuk membentuk lembaga pertanahan secara otonom.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah. Penyelenggaraan desentralisasi mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan antara Pemerintah dengan Pemerintah Daerah. Urusan pemerintahan terdiri dari urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan Pemerintah dan urusan pemerintahan yang dikelola secara bersama antar tingkatan dan susunan pemerintahan atau konkuren. Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah adalah urusan dalam bidang politik luar negeri,pertanahan,keamanan,moneter dan fiskal nasional, yustisi, dan agama. Urusan Pemerintahan yang dapat dikelola secara bersama antar tingkatan dan susunan pemerintahan atau konkuren adalah urusan-urusan pemerintahan selain urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi urusan Pemerintah.25.

25

Penjelasan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah Provinsi dan Pemerintahan daerah kabupaten/kota,


(36)

9 (sembilan) urusan pemerintahan bidang pertanahan yang menjadi kewenangan dari pemerintah daerah26 .

1. Izin Lokasi

- Penerimaan permohonan dan pemeriksaan kelengkapan persyaratan. - Kompilasi bahan koordinasi.

- Pelaksanaan rapat koordinasi. - Pelaksanaan peninjauan lokasi.

- Penyiapan berita acara koordinasi berdasarkan pertimbangan teknis pertanahan dari kantor pertanahan kabupaten/kota dan pertimbangan teknis lainnya dari instansi terkait.

- Pembuatan peta lokasi sebagai lampiran surat keputusan izin lokasi yang diterbitkan.

- Penerbitan surat keputusan izin lokasi.

- Pertimbangan dan usulan pencabutan izin dan pembatalan surat keputusan izin lokasi dengan pertimbangan kepala kantor pertanahan kabupaten/kota.

- Monitoring dan pembinaan perolehan tanah. 2. Pengadaan Tanah Untuk KepentinganUmum

- Penetapan lokasi.

- Pembentukan panitia pengadaan tanah sesuai dengan peraturan perundangundangan.

- Pelaksanaan penyuluhan.

26

lampiran I, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah, pemerintahan daerah Provinsi dan Pemerintahan daerah kabupaten/kota.


(37)

- Pelaksanaan inventarisasi. - Pembentukan Tim Penilai Tanah

- Penerimaan hasil penaksiran nilai tanah dari Lembaga/Tim Penilai Tanah

- Pelaksanaan musyawarah.

- Penetapan bentuk dan besarnya ganti kerugian. - Pelaksanaan pemberian ganti kerugian.

- Penyelesaian sengketa bentuk dan besarnya ganti kerugian.

- Pelaksanaan pelepasan hak dan penyerahan tanah di hadapan kepala kantor pertanahan kabupaten/kota

3. Penyelesaian Sengketa Tanah Garapan

- Penerimaan dan pengkajian laporan pengaduan sengketa tanah garapan.

- Penelitian terhadap obyek dan subyek sengketa.

- Pencegahan meluasnya dampak sengketa tanah garapan.

- Koordinasi dengan kantor pertanahan untuk menetapkan langkah langkah penanganannya.

- Fasilitasi musyawarah antar pihak yang bersengketa untuk mendapatkan kesepakatan para pihak.

4. Penyelesaian Masalah Ganti Kerugian dan Santunan tanah Untuk Pembangunan.

- Pembentukan tim pengawasan pengendalian.

- Penyelesaian masalah ganti kerugian dan santunan secara musyawarah.


(38)

5. Penetapan subyek dan Obyek Redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absente.

- Pembentukan panitia pertimbangan landreform dan sekretariat panitia. - Pelaksanaan sidang yang membahas hasil inventarisasi untuk penetapan

subyek dan obyek redistribusi tanah, serta ganti kerugian tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee.

- Pembuatan hasil sidang dalam berita acara.

- Penetapan tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee sebagai obyek landreform berdasarkan hasil sidang panitia.

- Penetapan para penerima redistribusi tanah kelebihan maksimum dan tanah absentee berdasarkan hasil sidang panitia.

- Penerbitan surat keputusan subyek dan obyek redistribusi tanah serta ganti kerugian.

6. Penetapan Tanah Ulayat.

- Pembentukan panitia peneliti.

- Penelitian dan kompilasi hasil penelitian.

- Pelaksanaan dengar pendapat umum dalam rangka penetapan tanah ulayat.

- Pengusulan rancangan peraturan daerah tentang penetapan tanah ulayat. - Pengusulan pemetaan dan pencatatan tanah ulayat dalam daftar tanah

kepada kantor pertanahan kabupaten/kota.

- Penanganan masalah tanah ulayat melalui musyawarah dan mufakat. 7. Pemanfaatan dan penyelesaian masalah tanah kosong.


(39)

-

Inventarisasi dan identifikasi tanah kosong untuk pemanfaatan tanaman pangan semusim.

-

Penetapan bidang bidang tanah sebagai tanah kosong yang dapat digunakan untuk tanaman pangan semusim bersama dengan pihak lain berdasarkan perjanjian.

-

Penetapan pihak-pihak yang memerlukan tanah untuk tanaman pangan semusim dengan mengutamakan masyarakat setempat.

-

Fasilitasi perjanjian kerjasama antara pemegang hak tanah dengan pihak yang akan memanfaatkan tanah dihadapan/diketahui oleh kepala desa/lurah dan camat setempat dengan perjanjian untuk dua kali musim tanam.

-

Penanganan masalah yang timbul dalam pemanfaatan tanah kosong jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban dalam perjanjian.

8. Izin Membuka Tanah

-

Penerimaan dan pemeriksaan permohonan.

-

Pemeriksaan lapang dengan memperhatikan kemampuan tanah, status tanah dan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota.

-

Penerbitan izin membuka tanah dengan memperhatikan pertimbangan teknis dari kantor pertanahan kabupaten/kota.

-

Pengawasan dan pengendalian penggunaan izin membuka tanah. 9. Perencanaan Penggunaan tanah wilayah Kabupaten/Kota.


(40)

- Kompilasi data dan informasi yang terdiri dari Peta pola Penatagunaan tanah atau peta wilayah tanah usaha atau peta persediaan tanah dari kantor pertanahan setempat dan Rencana Tata Ruang Wilayah serta Rencana pembangunan yang akan menggunakan tanah baik rencana pemerintah, pemerintah kabupaten/kota, maupun investasi swasta. - Analisis kelayakan letak lokasi sesuai dengan ketentuan dan kriteria

teknis dari instansi terkait.

- Penyiapan draft rencana letak kegiatan penggunaan tanah.

- Pelaksanaan rapat koordinasi terhadap draft rencana letak kegiatan penggunaan tanah dengan instansi terkait.

- Konsultasi publik untuk memperoleh masukan terhadap draft rencana letak kegiatan penggunaan tanah.

Kewenangan yang terdapat dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 sejalan dengan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan yang lahir pada era UU Nomor 22 Tahun 1999. Keppres 34/2003 meskipun tidak secara eksplisit menyebutkan tentang kewenangan dalam penataan ruang tetapi kewenangan dalam pelaksanaan pemberian izin lokasi, penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan dan perencanaan penggunaan tanah di wilayah kabupaten/Kota memberikan peluang bagi Pemerintah Daerah untuk melakukan upaya-upaya penataan ruang dan perencanaan penggunaan tanah secara otonom.

Berdasarkan Undang-undang 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Keppres 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional Di Bidang Pertanahan, maka


(41)

Pemerintah Kota Bandar Lampung menerbitkan Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 118 Tahun 2011 Tentang Pemberian Izin Lokasi. Dalam Pasal 2 ayat (3) mengatur tentang Izin Perubahan Penggunaan Tanah. Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah adalah kewenangan dari Pemerintah daerah, tetapi untuk Pertimbangan Teknis Pertanahannya adalah Kewenangan dari Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung.

2.2. Alih Fungsi Tanah Pertanian dalam Penatagunaan Tanah

Umumnya pengalihan fungsi tanah pertanian ke non pertanian digunakan untuk pemukiman/perumahan, perusahaan, industri, jasa dan kantor-kantor pemerintahan dll. Seiring dengan perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk yang terus bertambah dari waktu ke waktu, dan meningkatnya kualitas hidup manusia sebagai konsekuensi keberhasilan pembangunan yang merupakan kegiatan hidup manusia, telah menimbulkan kondisi yang tidak seimbang antara kebutuhan dan ketersediaan tanah. Jika kondisi ini terus berlanjut, maka akan menimbulkan masalah-masalah dalam penggunaan tanah, antara lain27 :

1. Berkurangnya luas tanah pertanian subur menjadi tanah permukiman, industri dan keperluan non pertanian lainnya.

2. Terjadinya benturan kepentingan berbagai sektor pembangunan, antara lain pertambangan dengan perkebunan, kehutanan dengan transmigrasi, pertanian dengan pariwisata, dan sebagainya.

3. Menurunnya kualitas lingkungan permukiman akibat banjir, kekurangan air bersih untuk rumah tangga, baik jumlah, mutu maupun saat tersediaanya.

27

Mieke Komar Kantaatmadja, Hukum Angkasa dan Hukum Tata Ruang, Mandar Maju, Bandung, 1994, hlm 117


(42)

4. Meluasnya tanah kritis akibat penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan potensinya, mendorong proses erosi, banjir dan sedimentasi

5. Penggunaan tanah untuk berbagai kegiatan menghasilkan limbah yang mengganggu lingkungan hidup, yaitu terjadinya pencemaran air dan udara.

Seiring dengan perkembangan perekonomian dan pertumbuhan penduduk, juga terjadi peningkatan yang tajam dalam persaingan pemanfaatan sumber daya tanah. Hal itu mendorong terjadinya konversi tanah pertanian ke penggunaan non pertanian. Pola konversi tanah dapat ditinjau dari beberapa aspek. Menurut pelaku konversi, maka dapat dibedakan menjadi dua. Pertama, alih fungsi secara langsung oleh pemilik tanah yang bersangkutan. Lazimnya, motif tindakan ada 3:

(a) untuk pemenuhan kebutuhan akan tempat tinggal,

(b) dalam rangka meningkatkan pendapatan melalui alih usaha,

(c) kombinasi dari (a) dan (b) seperti misalnya untuk membangun rumah tinggal yang sekaligus dijadikan tempat usaha.

Pola konversi seperti ini terjadi di sembarang tempat, kecil-kecil dan tersebar. Dampak konversi terhadap eksistensi tanah sawah sekitarnya baru signifikan untuk jangka waktu lama. Kedua, alih fungsi yang diawali dengan alih penguasaan. Pemilik menjual kepada pihak lain yang akan memanfaatkannya untuk usaha nonsawah atau kepada makelar. Secara empiris, alih fungsi tanah melalui cara ini terjadi dalam hamparan yang lebih luas, terkonsentrasi dan umumnya berkorelasi positif dengan proses urbanisasi (pengkotaan). Dampak konversi terhadap eksistensi tanah sawah sekitarnya berlangsung cepat dan nyata.


(43)

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menanggulanginya adalah penataan kembali penggunaan, penguasaan, dan pemilikan tanah termasuk pengalihan hak atas tanah. Oleh karena itu dalam penggunaan tanah harus mempertimbangkan aspek tata guna tanah, menurut pasal 1 PP No 16 Tahun 2004 penatagunaan tanah adalah sama dengan pola tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil.

Berdasarkan ketentuan Peraturan Pemerintah No 16 Tahun 2004 tentang penataagunaan tanah tujuan dari penatagunaan tanah adalah pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. Secara tegas tujuan penatagunaan tanah disebutkan pada Pasal 3 Peraturan ini yaitu28 : a) Mengatur penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah bagi berbagai

kebutuhan kegiatan pembangunan yang sesuai Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW);

b) Mewujudkan penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah agar sesuai dengan arahan fungsi kawasan dalam RTRW;

c) Mewujudkan tertib pertanahan yang meliputi penguasaan, penggunaan dan pemanfaatan tanah serta pengendalian pemanfaatan tanah.

d) Menjamin kepastian hukum memanfaatkan tanah bagi masyarakat yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah sesuai dengan RTRW yang telah ditetapkan.

28

Muchsin dan Imam Koeswahyono, Aspek Kebijaksanaan Hukum Penatagunaan Tanah dan Penataan Ruang, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm 49.


(44)

Berdasarkan hal ini pemerintah membuat kebijakan dalam tata guna tanah dalam bentuk Rencana Tata Guna Tanah (RTGT) yang tujuannya adalah untuk mengatur persediaan, peruntukkan, penggunaan tanah agar memberi manfaat yang LOSS (Lestari, Optimal, Serasi dan Seimbang) 29 . Atau dikenal juga sebagai asas dalam tata guna tanah yang harus dipenuhi dimana penjelasannya yakni:

1. Asas Lestari

Tanah harus dimanfaatkan dan digunakan dalam jangka waktu yang lama, yang berdampak pada:

a) Akan terjadi penghematan dalam penggunaan tanah

b) Agar sumber daya alam yaitu tanah ini dapat diwariskan kepada generasi yang akan datang.

2. Asas Optimal

Pemanfaatan tanah harus mendatangkan hasil atau keuntungan ekonomis yang setinggi-tingginya.

3. Asas Serasi dan Seimbang

Suatu ruang atas tanah harus dapat menampung berbagai macam kepentingan pihak-pihak sehingga dapat dihindari adanya konflik dan percekcokan dalam penggunaan tanah.

Dari penjabaran asas-asas tata guna lahan diatas, kita dapat mengerti bahwa yang ingin dituju dengan tata guna tanah atau tata guna lahan adalah bukan hanya dalam hal penentuan penggunaan lahan melainkan lebih luas, yakni penggunaan lahan sesuai fungsinya, memperoleh manfaat total sebaik-baiknya secara

29

Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, Rajawali Pers, Jakarta, 2008, hlm 45


(45)

berkelanjutan, dan memelihara kualitas dari tanah tersebut agar dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.

Selanjutnya Penggunaan tanah merupakan wujud kegiatan atau usaha memanfaatkan tanah untuk tujuan memenuhi kebutuhan tertentu. Penggunaan tanah merupakan hasil pengambilan keputusan dari orang atau Badan Hukum yang menguasai dan atau memiliki tanah yaitu berupa pilihan jenis kegiatan atau usaha yang sesuai dengan keinginan atau kebutuhannya. Hakekat penggunaan tanah adalah cerminan kegiatan manusia yang dilakukan di atas tanah dalam usaha memenuhi hajat hidupnya. Penggunaan tanah merupakan hasil hidup manusia yang dipengaruhi oleh keadaan alam (fisik) serta kegiatan sosial ekonomi masyarakat di wilayahnya.

Faktor yang mempengaruhi penggunaan tanah antara lain:

1. Kondisi fisik medan Kondisi fisik medan dilaihat dari slope, altitude (ketinggian), kemampuan tanah dan fisiografi tanah.

2. Tekanan Penduduk semakin meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan akan tanah semakin tinggi, sedangkan persediaan tanah yang ada tidak bertambah atau tetap.

3. Tingkat teknologi yang dikuasai penduduk Semakin meningkatnya teknologi yang diketahui dan diperoleh masyarakat berpengaruh terhadap penggunaan tanah yang ada sebagai tempat untuk pengembangan sistem jaringan, sehingga pengembangan jaringan teknologi dapat meluas ke seluruh pelosok wilayah.


(46)

4. Aksesibilitas (kelancaran) : Kemampuan memperlancar arus lalu lintas yang diperuntukan untuk kegiatan jasa distribusi, berupa jasa perdagangan, jasa angkutan, sebagai sarana kebutuhan masyarakat setempat. Usaha mendayagunakan tanah yang ada secara optimal diperlukan suatu perencanaan tata ruang yang mengatur peruntukan dan penggunaan tanah pada suatu kawasan.

Realitas menunjukan bahwa pesatnya perkembangan diberbagai sektor pembangunan, menyebabkan penataan ruang tidak tertangani dengan baik, sehingga menyebabkan terjadinya benturan dalam penggunaannya antara sektor yang satu dengan sektor yang lainnya. Untuk dapat mengusahakan tanah secara efisien, optimal dan terhindar dari konflik penggunaan tanah yang ada, perlu diatur dan disesuaikan dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan.

Terjadinya perubahan penggunaan tanah dapat disebabkan karena adanya perubahan rencana tata ruang wilayah, adanya kebijaksanaan arah pembangunan dan karena mekanisme pasar. Pada masa lampau yang terjadi adalah lebih banyak karena dua hal yang terakhir, karena kurangnya pengertian masyarakat maupun aparat pemerintah mengenai tata ruang wilayah, atau rencana tata ruang wilayah yang sulit diwujudkan.

Penatagunaan tanah adalah sama dengan pola pengelolaan tata guna tanah yang meliputi penguasaan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang berwujud konsolidasi pemanfaatan tanah melalui pengaturan kelembagaan yang terkait


(47)

dengan pemanfaatan tanah sebagai satu kesatuan sistem untuk kepentingan masyarakat secara adil. 30

Penatagunaan tanah merupakan wujud pelaksanaan Pasal 33 Undang-Undang No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang di dalamnya diatur sebagai berikut :

(1) Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lain.

(2) Dalam rangka mengembangkan penatagunaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah, neraca panatagunaan sumber daya air, neraca penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber daya alam lain. (3) Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk pembangunan

prasarana dan sarana bagi kepentingan umum memberikan hak prioritas pertama bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah.

(4) Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi lindung, diberikan prioritas pertama bagi pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang bersangkutan akan melepas haknya.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah, penatagunaan air,penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya

30


(48)

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah. 31

Penatagunaan tanah perlu diatur karena tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi bangsa Indonesia yang dikuasai oleh negara untuk kepentingan hajat hidup orang banyak, baik telah dikuasai atau dimiliki oleh orang seorang, kelompok orang termasuk masyarakat hukum adat dan atau badan hukum maupun yang belum diatur dalam hubungan hukum dengan tanah yang berwujud hak-hak atas tanah memberikan wewenang untuk menggunakan tanah sesuai dengan sifat dan tujuan haknya berdasarkan persediaan, peruntukan, penggunaan, dan pemeliharaannya.

Kebijakan Penatagunaan tanah meliputi penguasaan, dan pemanfaatan tanah di kawasan lindung dan kawasan budi daya sebagai pedoman umum penatagunaan tanah di daerah. Kegiatan dibidang pertanahan merupakan satu kesatuan dalam siklus agraria, yang tidak dapat dipisahkan meliputi pengaturan penguasaan dan pemilikan tanah, penatagunaan tanah, pengaturan hak-hak atas tanah, serta pendaftaran tanah.

Penyelenggaraan penatagunaan tanah di kabupaten/kota meliputi : a. Penetapan kegiatan penatagunaan tanah;

b. Pelaksanaan kegiatan penatagunaan tanah.

Penatagunaan tanah merujuk pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota yang telah ditetapkan. Bagi kabupaten/kota yang belum menetapkan rencana tata ruang wilayah, penatagunaan tanah merujuk pada rencana tata ruang lain yang telah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

31


(49)

Penatagunaan tanah sangat penting dalam menentukan bagi persediaan peruntukan dan penggunaan tanah untuk menjamin adanya kelestarian lingkungan akibat adanya pertambahan penduduk dalam hal ini perlu peraturan daerah yang menunjang Pasal 15 yang berbunyi sebagai berikut:

“Memelihara tanah termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu.”

Kualitas suatu produk akan ditentukan oleh kerangka dasar yang menyusunnya, begitupun dalam penyusunan detail tata ruang. 32

2.3. Perizinan Perubahan Penggunaan Tanah 2.3.1 Pengertian Perizinan

Izin adalah salah satu instrumen yang paling banyak digunakan dalam hukum administrasi. Pemerintahan menggunakan izin sebagai sarana yuridis untuk mengemudikan tingkah laku para warga. Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah,untuk dalam keadaan tertentu menyimpang dari ketentuan-ketentuan larangan perundangan. Dengan memberi izin, penguasa memperkenankan orang yang memohonnya untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu yang sebenarnya dilarang. Ini menyangkut perkenan bagi suatu tindakan yang demi kepentingan umum mengharuskan pengawasan khusus atasnya33.

32

Hasni, Op Cit, hlm 73-75

33

Spelt dan Ten Berge, “Pengantar Hukum Perizinan”, disunting oleh Philipus M. Hadjon Yuridika, Surabaya,1993 , hlm 2


(50)

Izin adalah suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan dan peraturan pemerintah, yang dalam keadaan tertentu menyimpang dari peraturan perundang-undangan. Dengan demikian, izin pada prinsipnya memuat larangan, persetujuan yang merupakan dasar pengecualian. Pengecualian tersebut harus diberikan oleh undang-undang, untuk menunjukkan legalitas sebagai suatu ciri negara hukum yang demokratis. Izin tersebut diterapkan oleh pejabat negara. Dengan demikian, dilihat dari penepatannya, izin merupakan instrumen pengendalian dan alat pemerintah untuk mencapai apa yang menjadi sasarannya. 34.

Yang pokok pada izin (dalam arti sempit) ialah suatu tindakan dilarang, terkecuali diperkenankan, dengan tujuan agar dalam ketentuan-ketentuan yang disangkutkan dengan perkenan dapat dengan teliti diberikan batas-batas tertentu bagi tiap kasus. Jadi, persoalannya bukanlah untuk hanya memberi perkenan dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus,tetapi agar tindakan-tindakan yang diperkenankan dilakukan dengan cara tertentu (dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan). Penolakan izin hanya dilakukan jika kriteria yang ditetapkan oleh penguasa tidak dipenuhi atau bila karena suatu alasan tidak mungkin memberi izin kepada semua orang yang memenuhi kriteria. Yang terakhir ini terjadi misalnya jika hanya bagian tertentu dari obyek izin dapat dibagikan, seperti pada izin- izin tempat pemberhentian.

Akhirnya, penguasa karena alasan-alasan kesesuaian tujuan (doelmatigheid) dapat menganggap perlu untuk menjalankan kebijaksanaan izin reskriptif dan

34

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat. “ Hukum Tata Ruang dalam Konsep kebijakan otonomi daerah”, Nuansa, Bandung, 2008. hlm 107


(51)

membatasi jumlah pemegang izin. Pertimbangan-pertimbangan kesesuaian tujuan ini dapat misalnya berisi bahwa kapasitas lebih tertentu harus dicegah atau bahwa kontinuitas dari para pemegang izin yang sudah ada harus ditingkatkan. Pembatasan-pembatasan yang bersifat demikian terlibat antara lain dalam bidang izin-izin lingkungan35.

Ateng Syafrudin mengatakan, izin bertujuan dan berarti menghilangkan halangan. Hal yang dilarang menjadi boleh Penolakan atas permohonan izin memerlukan perumusan limitatif. Sejalan dengan hal tersebut, Ateng Syafrudin membedakan perizinan menjadi 4 (empat) macam, yakni:

a. Izin, Bertujuan dan berarti menghilangkan halangan, hal dilarang menjadi boleh, dan penolakan atas permohonan izin memerlukan perumusan yang limitatif.

b. Dispensasi, bertujuan untuk menembus rintangan yang sebenarnya secara formal tidak diizinkan. Jadi, dispensasi merupakan hal yang khusus.

c. Lisensi, adalah izin yang memberikan hal untuk menyelenggarakan suatu perusahaan.

d. Konsesi, merupakan suatu izin sehubungan dengan pekerjaan besar berkenaan dengan kepentingan umum yang seharusnya menjadi tugas pemerintah namun oleh pemerintah diberikan hak penyelenggaraannya kepada pemegang izin yang bukan pejabat pemerintah. Bentuknya dapat berupa kontraktual, atau bentuk kombinasi atau lisensi dengan pemberian status tertentu dengan hak dan kewajiban serta syarat-syarat tertentu36.

35

Spelt dan Ten Berge, Op Cit, hlm 3

36


(52)

2.3.2 Unsur – Unsur Perizinan

Izin adalah perbuatan pemerintah bersegi satu berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk diterapakan pada peristiwa konkret menurut prosedur dan persyaratan tertentu. Dari pengertian ini ada beberapa unsur dari perizinan yaitu 37

:

1. Instrumen Yuridis

Izin merupakan instrumen yuridis dalam bentuk keputusan yang bersifat konstitutif dan yang digunakan oleh pemerintah untuk menghadapi atau menetapkan peristiwa konkret. Sebagai keputusan, izin itu dibuat dengan ketentuan dan persyaratan yang berlaku bagi keputusan pada umumnya, sebagaimana telah disebutkan di atas.

2. Peraturan Perundang-undangan

Pembuatan dan penerbitan keputusan izin merupakan tindakan hukum pemerintah. Sebagai tindakan hukum, harus ada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus berdasarkan pada asas legalitas. Tanpa dasar wewenang , tindakan hukum itu menjadi tidak sah.Oleh karena itu, dalam hal membuat dan menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku, karena tanpa adanya dasar wewenang tersebut keputusan iin tersebut menjadi tidak sah.

3. Organ Pemerintah

Organ Pemerintah adalah organ yang menjalankan urusan pemerintahan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Menurut Sjachran Basah,

37


(53)

dari penelusuran belbagai ketentuan penyelenggaraan pemerintahan dapat diketahui, bahwa mulai dari administrasi negara tertinggi (Presiden) sampai dengan administrasi negara terendah (Lurah) berwenang memberikan izin. Ini berarti terdapat aneka ragam administrasi negara (termasuk instansinya) pemberi izin, yang didasarkan pada jabatan yang dijabatnya baik di tingkat pusat maupun daerah.

4. Peristiwa Konkret

Disebutkan bahwa izin merupakan instrumen yuridis yang berbentuk keputusan, yang digunakan oleh pemerintah dalam menghadapi peristiwa konkret dan individual. Peristiwa konkret artinya peristiwa yang terjadi pada waktu tertentu. Karena peristiwa konkret ini beragam, dan fakta hukum tertentu. Karena Peristiwa konkret ini beragam, sejalan dengan keragaman perkembangan masyarakat ,maka izin pun memiliki berbagai keragaman. Izin yang jenisnya beragam itu dibuat dalam proses yang cara prosedurnya tergantung dari kewenangan pemberi izin, macam izin dan struktur organisasai instansi yang menerbitkannya.

5. Prosedur dan Persyaratan

Pada umumnya permohonan izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh pemerintah, selaku pemberi izin. Disamping harus menempuh prosedur tententu, pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah atau pemberi izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis izin, tujuan izin, dan instansi pemberi izin.


(54)

Menurut Soehino, syarat – syarat dalam izin itu bersifat konstitutif dan kondisional. Bersifat Konstitutif, karena ditentukan suatu perbuatan atau tingkah laku tertentu yang harus (terlebih dahulu) dipenuhi, artinya dalam hal pemberian izin itu ditentukan suatu perbuatan konkret, dan bila tidak dipenuhi dapat dikenakan sanksi. Bersifat Kondisional, karena penilaian tersebut baru ada dan dapat dilihat serta dapat dinilai setelah perbuatan atau tingkah laku yang disyaratkan itu terjadi.

2.3.3 Fungsi dan Tujuan Perizinan

Izin sebagai instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai suatu tujuan konkret. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan makmur itu dijemakan. Hal ini berarti, lewat izin dapat diketahui bagaimana gambaran masyarakat adil dan makmur itu terwujud. Ini berarti persyaratan-persyaratan yang terkandung dalam izin merupakan pengendali dalam memfungsikan izin itu sendiri. Apabila dikatakan bahwa izin itu dapat difungsikan sebagai instrumen pengendali dan instrumen untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur, sebagaimana yang diamanatkan dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945, maka penataan dan pengaturan izin ini sudah semestinya harus dilakukan dengan sebaik-baiknya. Menurut Prajudi Atmosudirdjo, bahwa berkenaan dengan fungsi-fungsi hukum modern, izin dapat diletakkan dalam fungsi menertibkan masyarakat.


(55)

Adapun mengenai tujuan perizinan, hal ini tergantung pada kenyataan yang dihadapi. Keragaman peristiwa konkret menyebabkan keragaman pula dari tujuan izin ini, yang secara umum dapat disebutkan sebagai berikut38..

1. Keinginan mengarahkan (mengendalikan “sturen”) aktivitas-aktivitas tertentu (misalnya izin bangunan).

2. Mencegah bahaya bagi lingkungan (izin-izin lingkungan).

3. Keinginan melindungi objek-objek tertentu (izin terbang, izin membongkar pada monumen-monumen).

4. Hendak membagi benda-benda yang sedikit (izin penghuni di daerah padat penduduk).

5. Pengarahan, dengan menyleksi orang-orang dan aktivitas-aktivitas (izin berdasarkan “drank en horecawet”, dimana pengurus harus memenuhi syarat-syarat tertentu)

2.3.4 Bentuk dan Isi Izin

Sesuai dengan sifatnya, yang merupakan bagian dari keputusan, izin selalu dibuat dalam bentuk tertulis. Sebagai keputusan tertulis, secara umum izin memuat hal-hal sebagai berikut39.

1. Organ yang berwenang

Dalam izin dinyatakan siapa yang memberikannya, biasanya dalam surat dan penandatanganan izin akan nyata organ mana yang memberikan izin. Pada umumnya pembuat aturan akan menunjuk organ berwenang dalam

38

Ridwan HR, Op Cit, hlm. 208.

39


(56)

sistem perizinan, organ yang paling berbekal mengenai materi dan tugas bersangkuan, dan hampir selalu terkait adalah organ pemerintahan. Karena itu, bila dalam suatu undang-undang tidak dinyatakan dengan tegas organ mana dari lapisan pemerintahan tertentu yang berwenang, tetapi misalnya hanya dinyatakan secara umum bahwa “haminte” yang berwenang, maka dapat diduga bahwa yang dimaksud ialah organ pemerintahan haminte, yakni wali haminte dengan para anggota pengurus harian. Namun, untuk menghindari keraguan di dalam kebanyakan undang-undang pada permulaannya dicantumkan ketentuan definisi.

2. Yang Dialamatkan

Izin ditujukan pada pihak yang berkepentingan. Biasanya izin lahir setelah yang berkepentingan mengajukan permohonan untuk itu. Karena itu, keputusan yang memuat izin akan dialamatkan pula kepada pihak yang memohon izin. Ini biasanya dialami orang atau badan hukum. Dalam hal-hal tertentu, keputusan tentang izin juga penting bagi pihak yang berkepentingan. Artinya pihak pemerintah selaku pemberi izin harus pula mempertimbangkan kepentingan pihak ketiga yang mungkin memiliki keterkaitan dengan pengguna izin tersebut.

3. Diktum

Keputusan yang memuat izin, demi alasan kepastian hukum, harus memuat uraian sejelas mungkin untuk apa izin itu diberikan. Bagian keputusan ini, di mana akibat-akibat hukum yang ditimbulkan oleh keputusan, dinamakan diktum, yang merupakan inti keputusan.


(1)

53

3.5. Analisis Data

Setelah tahap pengumpulan dan pengolahan data tentang Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah menganalisisnya. Dalam penelitian Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah ini, dipergunakan metode analisis kualitatif. Analisis secara kualitatif dilakukan dengan cara menggambarkan kenyataan-kenyataan atau keadaan-keadaan terhadap suatu obyek dalam bentuk kalimat, berdasarkan keterangan-keterangan, penjelasan-penjelasan, dan jawaban-jawaban dari para responden yang berhubungan langsung dengan penelitian ini yang tidak dapat diwujudkan dengan angka-angka atau tidak dapat dihitung dengan menguraikan data secara sistematis, sehingga diperoleh arti dan kesimpulan. Sedangkan dalam pengambilan kesimpulan dan hasil analisis tersebut penulis berpedoman pada cara berfikir induktif, yaitu cara berfikir dalam mengambil kesimpulan atas fakta-fakta yang bersifat khusus, lalu diambil kesimpulan secara umum.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang dimuat dalam BAB IV, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Izin Perubahan Penggunaan Tanah berfungsi untuk Pengendalian dalam perubahan Penggunaan dan Pemanfaatan Tanah sehingga Perubahan penggunaan tanah tersebut sungguh sungguh diupayakan tidak mengorbankan Kepentingan umum, tidak saling mengganggu penggunaan tanah sekitarnya, memenuhi azaz keberlanjutan, memperhatikan azaz keadilan, sesuai dengan arahan Rencana Tata Ruang Wilayah serta memenuhi ketentuan peraturan perundangan. Izin Perubahan Penggunaan Tanah bermanfaat untuk menciptakan suatu penggunaan tanah yang sesuai dengan peruntukannya dan dapat bermanfaat secara optimal serta sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah. Dengan demikian dengan adanya Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah diharapkan tidak ada lagi perubahan penggunaan tanah yang tidak sesuai dengan aturan yang ada, sehingga Kelestarian dari tanah khususnya tanah sawah beririgasi teknis;

2. Aspek Pertimbangan Teknis Pertanahan oleh Kantor Pertanahan, aspek tata ruang, aspek ekonomi dan aspek lingkungan merupakan pertimbangan yang diberikan oleh tim teknis sangat mendukung dalam penentuan kualitas dan efektivitas pemberian/penolakan suatu Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung.


(3)

81

5.2. Saran - Saran

Berdasarkan kesimpulan tersebut di atas, dapat disarankan hal-hal sebagai berikut : 1. Untuk mendukung tercapainya fungsi dan manfaat Pemberian Izin Perubahan

Penggunaan Tanah dalam mengatasi alih fungi lahan di kota Bandar Lampung, sebaiknya Pemerintah Daerah Kota Bandar Lampung segera mengeluarkan Peraturan Walikota Bandar Lampung yang khusus mengatur tentang Izin Perubahan Penggunaan Tanah karena sampai sekarang peraturan tentang Izin Perubahan Penggunaan Tanah masih mengacu pada Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 118 tahun 2011 tentang Izin Lokasi.

2. Sebaiknya Pelayanan Pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah Harus Berpedoman pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Bandar Lampung dan Pertimbangan Teknis Pertanahan yang dikeluarkan Oleh Kantor Pertanahan Kota Bandar Lampung. Agar dalam pemberian Izin Perubahan Penggunaan Tanah oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung, maupun tim Teknis dalam memberikan rekomendasi aspek- aspek pendukung harus benar-benar realistis sesuai dengan keadaan dilapangan dan dan sesuai dengan peraturan yang telah ditentukan.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Achmad Sodiki, “Politik Hukum Agraria”, Konstitusi Press, Jakarta, 2013. Ali Achmad Chomzal, “Hukum Agraria”, Jilid I, Prestasi Pustaka, Jakarta, 2004. A.P. Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia, Mandar Maju, Bandung, 1999 Bahder Johan Nasution, “Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia”, Mandar Maju,

Bandung, 2012

Bambang Waluyo, “Metode Penelitian Hukum”, Sinar Grafika, Jakarta, 1996. Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, Rineka Cipta, Jakarta 1996.

Boedi Haarsono, “Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaan”, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Djambatan, Jakarta, 2008.

---, UUPA Bagian Pertama Jilid Pertama, Penerbit Kelompok Belajar ESA, Jakarta, 1968

F.X. Sumarja, Problematika Kepemilikan Tanah Bagi Orang Asing”, Indepth Publising, Bandar Lampung, 2012

Hasni, Hukum Penataan Ruang dan Penatagunaan Tanah, Rajawali Pers, Jakarta, 2008.

Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat. “ Hukum Tata Ruang Dalam Konsep Kebijakan Otonomi Daerah”, Nuansa, Bandung, 2008.

Lexy J. Moleong, Metodologi, Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung, 1990.

Muchsin dan Imam Koeswahyono, Aspek Kebijaksanaan Hukum Penatagunaan Tanah dan Penataan Ruang, Sinar Gafika, Jakarta, 2008.

Mieke Komar Kantaatmadja, Hukum Angkasa dan Hukum Tata Ruang, Mandar Maju, Bandung, 1994.

Maria SW. Sumardjono, “Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi” , Buku Kompas, Jakarta, 2001.


(5)

M. Solly Lubis, “Kebijakan Pubkik” Mandar Maju, Bandung, 2007.

Muchtar Wahid, “Memaknai Kepastian Hak Milik Atas Tanah, Suatu Analisis dengan Pendekatan Terpadu Secara Normatif dan Sosiologis”, Republika, Jakarta, 2008 Mochtar Mas‟oed dan Noer Fauzi Rachman, “Tanah dan Pembangunan”, Pustaka Sinar

Haarapan, Jakarta, 1997.

Moh. Mahfud, MD., Politik Hukum Di Indonesia, Rajawali Press, Jakarta, 2011

Oloan Sitorus , Darwinsyah Minin „”Cara Menyelesaikan Karya Ilmiah di Bidang Hukum”’ Mitra Kebijakan Tanan Indonesia, Yogyakarta, 2006

Ridwan HR, “Hukum Administrasi Negara” Edisi Revisi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013

Salim HS. dan Erlies Septiana Nurbani, “Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Diserftasi”, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013

Samadi Suryabrata, Metodelogi Penelitian, Raja Grafsindo Persada, Jakarta 1998. Soerjono Soekanto Pengantar Penelitian Hukum, UI-PRESS, Jakarta,1986.

Soerojo Wignjodipuro, Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Gunung Agung, Jakarta, 1982.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, “Penelitian Hukum Normatif”. Raja Grafindo Persada. Jakarta, 2002.

Spelt dan Ten Berge, “Pengantar Hukum Perizinan”,disunting oleh Philipus M. Hadjon, Yuridika, Surabaya,1993

Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafsindo Persada, Jakarta, 1998. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D., Alfabeta, Bandung,

2012.

Sulistyowati Irrianto & Shidharta „”Metode Penelitian Hukum” Yaysan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta, 2011


(6)

Peraturan Perundang-Undangan :

Undang-Undang Dasar 1945;

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah;

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman; Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten / Kota; Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di

Bidang Pertanahan;

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 2006, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Bdan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan;

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 1 Tahun 2010, tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan;.

Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 2011, tentang Pedoman Pertimbangan Teknis Pertanahan dalam Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi, dan izin Perubahan Penggunaan Tanah;

Peraturan Daerah Kota Bandar Lampung Nomor 10 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah tahun 2011 – 2030;

Peraturan Walikota Bandar Lampung Nomor 118 Tahun 2011 tentang Pemberian Izin Lokasi.