Pertimbangan Teknis Pertanahan. Alih Fungsi Tanah Pertanian

14 dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah yang layak huni 17 . Kebutuhan akan tanah yang semakin meningkat dengan tidak diiringi tersedianya tanah untuk kegiatan pembangunan khususnya pemukiman menunjukkan bahwa sangat perlu dilakukan upaya pengarahan dan pengendalian dalam memperoleh tanah. Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan pemberian izin perubahan penggunaan tanah agar kepentingan masyarakat banyak dapat diperhatikan sehingga penggunaan dan pemanfaatan tanahnya sesuai dengan rencana tata ruang yang telah ditetapkan. Kecenderungan terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian terutama sawah, tentunya merupakan ancaman yang nyata terhadap ketersediaan pangan nasional, dampak dari hal ini sudah dapat kita lihat gejalanya, yaitu negara kita telah mulai mengimpor beberapa jenis bahan pangan dari negara luar untuk memenuhi ketersediaan pangan negara. Kebutuhan yang meningkat, namun ketersediaan minim akhirnya menimbulkan kenaikan pada harga jual pangan, sedangkan daya beli masyarakat kita masih rendah. Tentunya jika tidak bisa ditanggulangi akan menimbulkan pergolakan ekonomi dan politik di negara kita. 17 Pasal 1 ayat 2 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman. 15 Keterangan : Diteliti : Tidak diteliti : Gambar 1. Bagan Alir Kerangka Teori Pembangunan Penggunaan Tanah Pertanian Non Pertanian Perubahan Penggunaan Tanah Pertimbangan Teknis Pertanahan Oleh BPN Aspek Pertimbangan Izin Perubahan Penggunaan Tanah Pemberian Penolakan IPPT Pemerintah Daerah Pengendalian Pengggunaan Tanah Penggunaan tanah sesuai dengan Peruntukannya Aspek Tata Ruang Aspek Ekonomi Aspek Lingkungan Penetapan Lokasi Izin Lokasi 16

1.5. Kerangka Konseptual

Suatu Konsep atau kerangka konsepsionil pada hakekatnya merupakan suatu pengarah, atau pedoman yang lebih kongkrit dari pada rangka teoritis yang sering kali masih bersifat abstrak. Namun demikian, suatu kerangka konsepsionil belaka kadang-kadang dirasakan masih juga abstrak, sehingga diperlukan definisi- definisi operasionil yang akan menjadi pegangan kongkrit di dalam proses penelitian. 18 Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dalam teori. Peranan konsepsi dalam penelitian ini untuk menghubungan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional. 19 Menurut Soerjono Soekanto bahwa : “Kontiunitas Perkembangan Ilmu Hukum” selain bergantung pada metodologi, aktifitas penelitian dan imajinasi soaial sangat ditentukan oleh teori”. 20 Selanjutnya Burhan Ashshofa mendefinisikan suatu teori merupakan : “Serangkaian asumsi, konsep definisi, dan proposisi untuk menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara merumuskan antar konsep”. 21 Dalam kerangka konseptual ini akan dijelaskan tentang pengertian-pengertian pokok yang dipakai dalam penelitian untuk menjawab permasalahan dalam penelitian dan akan didefiniskan beberapa konsep dasar, sehingga mempunyai batasan yang tepat dalam penafsiran beberapa istilah, dengan maksud untuk 18 Soerjono Soekanto, Op Cit, hlm. 133. 19 Samadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, Raja Grafsindo Persada, Jakarta, 1998, hlm.3. 20 Soerjono Soekanto, Op Cit, hlm. 6. 21 Burhan Ashshofa, Op Cit, hlm.19. 17 menghindari kesalahan-kesalahan dalam penafsiran, agar secara operasional diperoleh hasil dalam penelitian ini yang telah ditentukan, yaitu: 1. Pemberian adalah “memperbolehkan; mengizinkan:‟. Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI versi v1.3 offline 2. Izin menurut Bagir Manan dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Refisi, 2013 menyebutkan bahwa izin dalam arti luas berarti suatu persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk memperbolehkan melakukan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum dilarang 22 . 3. Perubahan adalah “hal keadaan berubah; peralihan; pertukaran”. Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI versi v1.3 offline 4. Tanah menurut Petter Butt, dalam Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Refisi, 2013 menyebutkan bahwa pengertian tanah secara umum didefinisikan sebagai luasan fisik dari permukaan bumi yang ada luasan tertentu dalam sebuah area tertentu, dimana pemilikan atas tanah tersebut dibuktikan dengan sebuah dokumen yang disebut “Title deed” . Selanjutnya dinilai bahwa jarang ada sebuah dokumen pemilikan tanah menggambarkan luasan di atas atau di bawah permukaan tanah dari pemilikan itu. Akan tetapi dalam pengertian hukum tidaklah demikian, seperti diutarakan :” dalam hukum, tanah adalah tidak terbatas sekedar permukaan bumi, tetapi termasuk di bawah dan diatas permukaan bumi, tidak juga dibatasi sesuatu yang padat, tetapi dapat meliputi sesuatu benda cair dan gas” 23 22 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara Edisi Refisi., RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 199. 23 Muchtar Wahid,Memaknai Kepastian Hukum Hak milik atas Tanah Suatu Analisis dengan Pendekatan Terpadu secara Normatifdan sosiologis. Republika, Jakarta, 2008

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kewenangan Pemerintah Daerah di Bidang Pertanahan. Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas legaliteitsbeginsel atau het beginsel van wetmatiggheid van bestuur, maka berdasarkan prinsip itu tersirat bahwa wewenang pemerintahan berasal dari peraturan perundang- undangan, artinya sumber wewenang bagi Pemerintah adalah Peraturan Perundang-undangan. Secara teoritik, kewenangan yang bersumber dari peraturan perundang-undangan tersebut diperoleh melalui tiga cara yaitu : atribusi, delegasi, dan mandat. Indroharto dalam Hukum Administrasi Negara oleh Ridwan HR, mengatakan bahwa pada atribusi terjadi pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundang-undangan. Pada Atribusi dilahirkan atau diciptakan suatu wewenang baru. Lebih lanjut disebutkan bahwa legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang pemerintahan itu dibedakan antara : a. Berkedudukan sebagai original legislator; di negara kita di tingkat pusat adalah MPR sebagai pembentuk konstitusi dan DPR bersama- sama pemerintah sebagai yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah DPRD dan Pemerintah Daerah yang melahirkan Peraturan Daerah; b. Bertindak sebagai delegated legislator; seperti Presiden yang berdasar pada suatu ketentuan undang-undang mengeluarkan Peraturan Pemerintah di mana diciptakan wewenang-wewenang pemerintahan kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara tertentu. Pada delegasi, terjadilah pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan secara atributif kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha Negara lainnya. Jadi suatu 19 delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi wewenang. Mengenai atribusi, delegasi, dan mandat ini H.D. van WijkWillem Konijnenbelt mendefinisikan sebagai berikut : a. Atribusi, adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat undang-undang kepada organ pemerintahan; b. Delegasi, adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ pemerintahan kepada organ pemerintahan lainnya; c. Mandat, adalah terjadi ketika organ pemerintahan mengizinkan kewenangannya dijalankan oleh organ lain atas namanya. Dalam hal pelimpahan wewenang pemerintahan melalui delegasi, Ridwan HR, berpendapat : terdapat syarat-syarat sebagai berikut : a. Delegasi harus definitif dan pemberi delegasi delegans tidak dapat lagi menggunakan sendiri wewenang yang telah dilimpahkan itu; b. Delegasi harus berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan, artinya delegasi hanya dimungkinkan kalau ada ketentuan untuk itu dalam peraturan perundang-undangan; c. Delegasi tidak kepada bawahan, artinya dalam hubungan hierarki kepegawaian, tidak diperkenankan adanya delegasi; d. Kewajiban memberikan keterangan penjelasan, artinya delegans berhak meminta penjelasan tentang pelaksanaan wewenang tersebut; e. Peraturan kebijakan beleidsregel, artinya delegans memberikan instruksi petunjuk tentang penggunaan wewenang tersebut. Berdasarkan keterangan tersebut di atas, tampak bahwa wewenang yang diperoleh secara atribusi itu bersifat asli yang berasal dari peraturan perundang-undangan. Dengan kata lain, organ pemerintahan memperoleh kewenangan secara langsung dari redaksi pasal tertentu dalam suatu peraturan perundang-undangan. Dalam hal atribusi, penerima wewenang dapat menciptakan wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada, dengan tanggungjawab intern dan ekstern pelaksanaan wewenang yang didistribusikan sepenuhnya berada pada penerima wewenang atributaris. Pada Delegasi, tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya pelimpahan dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Tanggung jawab