3.4.5 Biaya ransum
Perhitungan diperoleh dari hasil perkalian jumlah ransum yang dikonsumsi dengan pertambahan berat badan yang dicapai dan disesuaikan harga
ransum dan harga per kilo ternak pada saat itu.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Keadaan umum penelitian
Keadaan suhu udara dalam kandang selama 10 minggu percobaan menunjukkan paling rendah sekitar 25
C terjadi pada pagi hari, dan paling tinggi sekitar 33
C terjadi pada siang hari. Dengan demikian rataan suhu kandang adalah 29.7 ± 0.5
C dengan kelembaban relatif 54 ± 1.70 . Sihombing 1983 berpendapat bahwa kondisi temperature yang diinginkan
untuk pertumbuhan babi adalah sekitar 15 sampai 24 C. keadaan ini berarti
kondisi temperature kandang dalam percobaan ini kurang mendukung laju pertumbuhan babi karena sekitar 5,7
C diatas yang diinginkan. Pengamatan secara visual menunjukkan bahwa pemberian zeolit dalam
ransum tidak memberikan efek keracunan, akan tetapi partikel feses babi kontrol kelihatan lebih kasar dan banyak mengandung air dibandingkan
kelompok babi yang menerima zeolit. Hasil ini sesuai pendapat Nestorov 1984 bahwa proses – proses pencernaan berlangsung lebih sempurna bila
zeolit ditambahkan dalam ransum. Selama berlangsung penelitian tidak ditemukan adanya penyakit mencret, hal ini sesuai dengan pernyataan
Kondo dan Wagai, 1968; Nishimura, 1973; Vrzgula dan Bartko, 1984 bahwa kondisi demikian memacu laju pertumbuhan ternak. Pengamatan
secara visual memperlihatkan ternak-ternak yang mendapat perlakuan pemberian zeolit warna daging ternak kemerahan, bulu berkilat, bentuk
tubuh kelihatan kompak dibandingkan kontrol.
4.2 Komposisi proksimat ransum
Pada table 3 diperlihatkan data komposisi proksimat ransum percobaan menurut hasil analisis di laboratorium selama 10 minggu percobaan. Bila
diamati data komposisi zat makanan penelitian menunjukkan bahwa kandungan protein ransum pada pemberian 4,5 zeolit dan kombinasinya
rata-rata 21,12 ± 0,20 , sedangkan kandungan protein pada pemberian 9,0 zeolit dan kombinasinya rata-rata 20,99 ± 0,49. Hasil ini
menunjukkan bahwa perbedaan kandungan protein ransum tidak mempengaruhi parameter yang diamati karena perbedaan hanya 0,62
lebih tinggi pada penggunaan 4,5 zeolit. Kandungan protein ransum penelitian ini sesuai rekomendasi NRC 1979 untuk ternak babi berbobot 5
– 10 kg, 10 – 20 kg dan 20 – 35 dibutuhkan kandungan protein berurutan sebesar 20, 18 dan 16.
Demikian kandungan serat kasar dalam ransum tidak melebih batas yang disarankan Krider dan Carroll 1971 yaitu dibawah 6. Dalam percobaan ini
kandungan serat kasar ransum untuk pemberian 4,5 zeolit sekitar 5,43 ± 0,03, dan 5,09 ± 0,07 untuk taraf zeolit 9,0. Terjadi perbedaan 6,22
lebih tinggi untuk pemberian 4,5 zeolit hal ini mungkin disebabkan substitusi 4,5 dedak kasar dalam ransum.
Tabel 3. Komposisi proksimat ransum selama penelitian
P e r l a k u a n kontrol
T1U1A1 T1U1A2
T1U2A1 T1U2A2
T2U1A1 T2U1A2
T2U2A1 T2U2A2
BK
90,65 90,62
90,94 90,57
90,62 90,65
90,81 90,56
90,91
Protein
20,84 21,35
21,24 20,96
20,94 21,12
21,63 20,64
20,56
Lemak
9,47 8,64
8,78 8,87
8,98 8,67
8,11 8,17
8,05
SK
4,31 5,43
5,38 5,44
5,46 5,19
5,09 5,02
5,05
Abu
6,45 10,22
10,33 10,35
10,53 13,74
13,98 13,78
13,45
Beta-n
49,58 44,98
44,91 44,95
44,71 42,93
42,80 42,95
43,80
Energy, kkcal
3943 3871
3871 3895
3895 3895
3919 3943
3943
Keterangan : kontrol : ransum normal tanpa zeolit
T1U1A1: ransum normal + 4,5 zeolit partikel halus 65 mesh aktivasii pabrik T1U1A2: ransum normal+ 4,5 zeolit partikel halus 65 mesh aktivasii ulang
T1U2A1: ransum normal+ 4,5 zeolit partikel halus 55 mesh aktivasii pabrik
T1U2A2: ransum normal+ 4,5 zeolit partikel halus 55 mesh aktivasii ulang T2U1A1: ransum normal+ 9,0 zeolit partikel halus 65 mesh aktivasii pabrik
T2U1A2: ransum normal+ 9,0 zeolit partikel halus 65 mesh aktivasii ulang T2U2A1: ransum normal+ 9,0 zeolit partikel halus 55 mesh aktivasii pabrik
T2U2A2: ransum normal+ 9,0 zeolit partikel halus 55 mesh aktivasii ulang
Kandungan abu dalam ransum menunjukkan bahwa semakin tinggi taraf pemberian zeolit dalam ransum semakin meningkat kandungan abu dalam
ralam ransum, dan semakin tinggi taraf pemberian zeolit dalam ransum, semakin menurun kandungan bahan organik dalam ransum. Pada Tabel 3
dapat dilihat kandungan abu pada pemberian 9,0 zeolit sekitar 13,74 ± 0,22 berbeda 32,63 lebih tinggi dibandingkan pada pemberian 4,5
zeolit yaitu 10,36 ± 0,13, sedangkan kandungan bahan organik lebih rendah 4,78 untuk perlakuan taraf 9,0. Keadaan ini sejalan dengan
pernyataan Vest dan Shutze 1984 bahwa zeolit sebagian besar mengandung abu; dan zeolit tidak mengandung bahan organik Shurson et
al, 1984. Hal ini terbukti bila diamati data proksimat ransum kontrol tanpa zeolit mempunyai komposisi perbandingan yang lebih baik dibandingkan
perlakuan zeolit dalam ransum. Kandungan energi untuk penggunaan 9,0 zeolit sebesar 3925,67 ± 22,88
kkal sedikit berbeda lebih tinggi 1,07 dibandingkan taraf pemberian 4,5 sebesar 3883,84 ± 13,80 kkal. Perbedaan ini dapat dikatakan tidak
mempengaruhi parameter percobaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa komposisi proksimat ransum percobaan khususnya kandungan
protein, serat kasar dan energi ransum tidak mempengaruhi variabel yang diamati. Artinya faktor zeolit dalam ransum adalah satu-satunya faktor yang
mempengaruhi parameter percobaan.
4.3 Konsumsi ransum