24
a Situasi di luar badan atau badan organisasi pelaksana tidak menimbulkan kendala-kendala besar bagi proses implemntasi.
b Tersedia cukup waktu dan sumber daya untuk melaksanakan program.
c Tidak ada kendala dalam penyediaan keseluruhan sumber daya yang dibutuhkan , termasuk sumber daya yang dibutuhkan dalam
setiap tahapan implementasi. d Kebijakan yang akan diimplementasikan didasarkan pada teori
sebab-akibat yang valid. e Hubungan sebab-akibat tersebut hendaknya bersifat langsung dan
sedikit mungkin ada hubungan antara atau intervening variable. f Diimplementasikan oleh lembaga tunggal yang tidak bergantung
oleh lembaga-lembaga lainnya, namun jika melibatkan lembaga lain hendaknya hubungan kebergantungan antar lembaga sangat
minim. g Adanya pemahaman yang menyeluruh dan kesepakatan atas tujuan
yang hendak dicapai dan kondisi ini harus ada dalam seluruh proses implementasi.
h Dalam rangka mencapai tujuan yang telah disepakati, mungkin untuk menspesifikasikan tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh
tiap-tiap pihak yang terlibat, dalam urutan langkah-langkah pelaksanaan secara lengkap, detail, dan sempurna.
25
i Adanya komunikasi dan koordinasi yang sempurna antara berbagai elemen yang terlibat dalam program.
j Bahwa yang berwenang dapat menuntut dan menerima kepatuhan yang sempurna.
4. Faktor yang Memperngaruhi Keberhasilan Implementasi Menurut Van Meter dan Van Horn dalam Anggara 2014: 242.
Ada 6 Variabel yang mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi yaitu :
a. Tujuan kebijakan dan standar yang jelas, yaitu perincian mengenai sasaran yang ingin dicapai melalui kebijakan beserta standar untuk
mengukur pencapaiannya. b. Sumber daya, yaitu dana atau berbagai insentif yang dapat
memfasilitasi keefektifan implementasi. c. Kualitas hubungan interorganisasional,
yaitu keberhasilan implementasi
sering menuntut
prosedur dan
mekanisme kelembagaan yang memungkinkan struktur yang lebih tinggi
mengontrol agar implementasi berjalan sesuai dengan tujuan dan standar yang ditetapkan.
d. Karakteristik lembaga atau organisasi, yaitu termasuk kompetensi dan ukuran agen pelaksana, tingkat kontrol hierarkis pada unit
pelaksana terbawah pada saat implementasi, dukungan politik dari eksekutif dan legislatif, serta keberkaitan formal dan informal
dengan lembaga pembuat kebijakan.
26
e. Lingkungan politik, sosial, dan ekonomi, yaitu apakah sumber daya ekonomi mencukupi. Seberapa besar dan bagaimana kebijakan
dapat mempengaruhi kondisi sosial ekonomi yang ada. Bagaimana tanggapan publik tentang kebijakan tersebut. Apakah elit
mendukung implementasi. f.
Disposisitanggapan, yaitu sikap para pelaksana termasuk
pengetahuan dan pemahaman isi dan tujuan kebijakan, sikap atas kebijakan, serta intensitas sikap.
C. Pendidikan Kesetaraan
1. Pengertian Pendidikan Kesetaraan UNESCO dalam Asia Pasific Regional Guide to Equivalency
Programmes 2012, mendefinsikan pendidikan kesetaraan adalah designed to ensure that NFE offers education of a similar quality and
standard as formal education, and with equivalent certification. UNESCO menjelaskan bahwa pendidikan kesetaraan dirancang untuk
memastikan bahwa pendidikan nonformal menawarkan pendidikan berkualitas dan standar yang sama dengan pendidikan formal, dan
dengan ijazah yang sama. Kimberly Parekh
dalam Equivalency Programmes and Alternative Certified Learning
Achieving Education for All and Promoting Life Long Learning
yang diterbitkan oleh UNESCO 2011 menjelaskan bahwa pendidikan kesetaraan menargetkan peserta
didik yang berada di luar jalur pendidikan formal berusia 6-14 tahun
27
untuk kembali bersekolah pada tingkat dasar dan menengah, pemuda bersuia sekitar 15-24 tahun dan orang dewasa untuk melanjutkan
pendidikan kejuruan sederajat atau yang lebih tinggi demi untuk mencapai prospek pekerjaan yang lebih baik. Di Indonesia,
Kimberly Parekh menambahkan bahwa pendidikan kesetaraan idealnya dikelola dengan cara yang sama seperti pada jalur pendidikan
formal. Kimberly menjelaskan bahwa sistem pendidikan yang terdesentralisasi memberikan otonomi lebih besar kepada badan
pemerintahan nasional, daerah, dan pada tingkat masyarakat dalam mengkoordinasikan terkait mengenai pendidikan kesetaraan. Dalam
hal ini, sebagai negara yang menerapkan sistem desentralisasi pendidikan, terkait kebijakan pendidikan kesetaraan sebagai kebijakan
nasional, kebijakan tersebut harus dikuatkan dan dijabarkan dalam bentuk kebijakan messo level daerah dan kemudian didesain dalam
bentuk kebijakan mikro level masyarakatlembaga. 2. Visi dan Misi Pendidikan Kesetaraan
UNESCO dalam Asia Pasicif Regional Guide to Equivalency Programmes 2012 menjelaskan visi dan misi dari pendidikan
kesetaraan adalah sebagai berikut : a. Visi
Untuk berkontribusi dalam terciptanya masyarakat belajar melalui pengembangan sumber daya manusia yang berpendidikan,
terampil, dan mandiri.
28
b. Misi Untuk
menciptakan kesetaraan
yang berkualitas,
pendidikan yang relevan yang akan memperluas akses pendidikan, memberikan ijazahsertifikasi agar tujuan
edication for all terpenuhi dalam kerangka nasional menuju gerakan bernegara.
3. Prinsip dan Tujuan Pendidikan Kesetaraan UNESCO dalam Asia Pasicif Regional Guide to Equivalency
Programmes 2012 menjelaskan prinsip dan tujuan pendidikan kesetaraan adalah sebagai berikut :
a. Prinsip Pendidikan Kesetaraan 1 Keadilan dan Akses. Pendidikan kesetaraan wajib menyediakan
keadilan dan akses bagi semua kelompok sasaran. 2 Relevan dan Responsif. Pendidikan kesetaraan harus relevan
dan responsive terhadap tujuan nasional maupun tujuan kebijakan, kebutuhan lokal maupun kebutuhan individu.
3 Inklusi dan Partisipasi. Pendidikan kesetaraan harus didasarkan pada strategi pengajaran dan pembelajaran yang tepat, dan
harus menekankan pada pendekatan partisipatoris. 4 Sensivitas Budaya dan Gender. Pendidikan kesetaraan harus
peka terhadap budaya dan gender. 5 Kewarganegaraan yang baik.
Selaras dengan program pendidikan
lainnya, pendidikan
kesetaraan harus
29
mengedepankan nilai-nilai nasional dan kewarganegaraan yang baik.
6 Komparabilititas. Pendidikan kesetaraan harus sebanding dengan pendidikan formal dalam segalah aspek baik dalam
kurikulum, ijazah, dukungan kebijakan, standar pendidikan dan jaminan kualitas, kapasitas bangunan, penilaian belajar,
monitoring dan evaluasi. 7 Credit Transfer. Kredit dari pendidikan kesetaraan harus dapat
ditransfer ke pendidikan formal dan begitupun sebaliknya. 8 Flexibility. Pendidikan kesetaraan harus fleksibel pada setiap
konten dalam kurikulum, proses belajar-mengajar, waktu belajar dan evaluasi.
9 Belajar Sepanjang Hayat. Pendidikan kesetaraan harus
mempromosikan prinsip belajar sepanjang hayat. Mereka dapat melayani kebutuhan-kebutuhan individual baik itu penyediaan
program yang menciptakan lapangan pekerjaan, pendidikan untuk pengembangan keterampilan hidup dan pendidikan untuk
pembangunan sosial dan masyarakat. b. Tujuan Pendidikan Kesetaraan