Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di PT Toba Pulp Lestari, Tbk
Yohanna Nainggolan : Studi Analisis Peningkatan Kecerahan Pulp Pada Tahap Klorinasi Dan Ekstraksi Peroksida Di
STUDI ANALISIS PENINGKATAN KECERAHAN PULP PADA
TAHAP KLORINASI DAN EKSTRAKSI PEROKSIDA Di PT
TOBA PULP LESTARI, Tbk
SKRIPSI
YOHANNA NAINGGOLAN
040802036
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2009
(2)
PERSETUJUAN
Judul : STUDI ANALISIS PENINGKATAN KECERAHAN PULP
PADA TAHAP KLORINASI DAN EKSTRAKSI PEROKSIDA DI PT TOBA PULP LESTARI, TBk
Kategori : SKRIPSI
Nama : YOHANNA NAINGGOLAN
NIM : 040802036
Program Studi : SARJANA (S1) KIMIA Departemen : KIMIA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Disetujui di, Medan, Juli 2009 Komisi Pembimbing :
Pembimbing II Pembimbing I
Ir.Suhunan Sirait Jamahir Gultom, Ph.D NIP : 130 610 761 Diketahui / Disetujui Oleh
Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,
( Dr. Rumondang Bulan, MS ) NIP : 131 459 466
(3)
PERNYATAAN
STUDI ANALISIS PENINGKATAN KECERAHAN PULP PADA TAHAP KLORINASI DAN EKSTRAKSI PEROKSIDA Di PT
TOBA PULP LESTARI, Tbk
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.
Medan, Juli 2009
(4)
PENGHARGAAN
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan kasih setia-Nya, kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Dengan rasa hormat penulis mengucapkan terima kasih kepada Bpk Jamahir Gultom, Ph.D selaku pembimbing I serta Ir. Suhunan Sirait selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktunya untuk membimbing saya dalam melakukan penelitian dan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Terima kasih kepada Ibu Dr.Rumondang Bulan,MS dan Bapak Drs.Firman Sebayang, MS selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA-USU Medan dan seluruh Staff dan Dosen FMIPA-USU Medan yang telah membimbing penulis selama perkuliahaan. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh asisten Laborotarium Kimia Analitik dan seluruh Kimia stambuk ‘04 khususnya teman seperjuangan Refanti, Rosida, Yenni Enizar, Mangisi, Sari, dll. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Kepala Laboratorium Toba Pulp Lestari Bpk Arlodis Naiggolan, Ibu Mega yang telah membantu saya dalam melakukan penelitian di PT Toba Pulp Lestari, Tbk. Kepada sahabat-sahabat terbaikku Lebena, Dinand, Hisar, Melfa, Desi, Julia, dan Kak Debora Simamora sebagai kakak pembimbing kerohanianku terima kasih buat dukungan dan doa-doanya. Akhirnya, Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Tercinta A.L Nainggolan, Mama terkasih S. Br Marpaung serta abangku Jannes Nainggolan adik-adikku tersayang Robert Nainggolan, Theresya dan Reynaldo Nainggolan yang telah memberikan semangat dan dukungan doa kepada penulis. Semoga kasih dan berkat dari Tuhan Yesus Kristus senantiasa menyertai kita semuanya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan ilmu pengetahuan.
(5)
ABSTRAK
Telah dilakukan analisis peningkatan kecerahan pulp pada tahap klorinasi dan ekstraksi oleh NaOH dan H2O2. Analisis peningkatan kecerahan pulp dilakukan
dengan penentuan bilangan kappa, C-Organik dengan metode Walkey Black, viskositas dengan viskosimeter Cannon Fenske, sulfida dengan metode spektrofotometri, dan tingkat kecerahan dengan brightnessmeter (Elrepho). Dari hasil penelitian didapat pulp setelah proses pemasakan memiliki bilangan kappa 13,65; C-Organik 53,75%; viskositas 18,18 Cp, dan tingkat kecerahan 21,85% ISO. Dan pada variasi penambahan HCl 18,5 N sebanyak 6 tetes pada pengelantangan I (Do) oleh ClO2 diperoleh nilai C-Organik 51,63 %, viskositas 15,03 Cp, dan tingkat
kecerahannya 45,9 % ISO. Dari hasil analisis juga didapatkan bahwa pulp setelah proses pemasakan (Blowline), pengelantangan I (Do) oleh ClO2, pengelantangan II
(EP) oleh NaOH dan H2O2, pengelantangan III (D1) dan IV (D2) oleh ClO2 memiliki
nilai C-Organik, sulfida, dan tingkat kecerahan masing-masing 55,61 %; 55,33 %; 54,97 %; 54,51 %; 53,91 %; 0,183 ppm; 0,153 ppm; 0,027 ppm; 0,025 ppm; 0,020 ppm; dan 23,69 % ISO; 53,20 % ISO; 75,90 % ISO; 86,70 % ISO; 86,80 % ISO. Sehingga dari hasil anlisis diperoleh dengan penambahan HCl 18,5 N sebanyak 6 tetes dapat meningkatkan kecerahan pulp tetapi menurunkan viskositasnya pada pengelantangan I (Do) oleh ClO2, kandungan sulfida dan C-Organik yang tinggi
(6)
Study Analysis of Improving Brightness in Chlorination and Extraction Peroxide Bleaching Stage at PT Toba Pulp Lestari, Tbk
ABSTRACT
The analysis to increase brightness of pulp in chlorination and extraction stage by NaOH and H2O2 have been done. The analysis to increase the brightness of pulp had
been done by determination of kappa number, the value of C-Organic by Walkey Black method, determination of viscosity by Cannon Fenske viscosimeter, determination of sulfide by spectrofotometry method and brightness degree using brigthnessmeter (Elrepho).
The result of the first analysis show that the kappa value of pulp after cooking process is 13,65, C-Organic 53,75 %, viscosity 18,18 cP and degree of brightness is 21,85 % ISO, by adding HCl 18,5 % 6 drops to break down the pH into 1,4. In the first stage of bleaching (D0) by ClO2 show that the value of C-Organic is 51,63 %,
viscosity is 15,03 cP and degree of brightness is 45,9 % ISO.
The second analysis also show after the stage of cooking (blowline), chlorination first stage, second stage (Ep) by NaOH and H2O2, third and fourth bleaching stage by
ClO2 has each the value of C-Organic, sulfide and degree of brightness is 55,607 %,
55,327 %, 54,978%, 54,510 %, 53,906 % ; 0,183 ppm, 0,153 ppm, 0,027 ppm, 0,025 ppm, 0,020 ppm; and 23,69 % ISO, 53,2 % ISO, 75,9 % ISO, 86,8 % ISO.
The result of analysis give the conclusion that: by adding 6 drops of HCl 18,5 % in the first stage bleaching (D0) by ClO2 increase the brightness of pulp but decrease the
viscosity, while the higher contain of sulfide and C-Organic can decrease the brightness of pulp.
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
Persetujuan ii
Pernyataan iii
Penghargaan iv
Abstrak v
Abstract vi
Daftar isi vii
Daftar Gambar x
Daftar Tabel xi
BAB 1 PENDAHULUAN 1
1.1Latar Belakang 1
1.2Permasalahan 3
1.3Pembatasan Masalah 4
1.4Tujuan Penelitian 4
1.5Mamfaat Penelitian 4
1.6Lokasi Penelitian 4
1.7Metodologi Percobaan 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Kayu 6
2.1.1 Selulosa 7
2.1.2 Hemiselulosa 8
2.1.3 Lignin 8
2.1.4 Ekstraktif 9
2.1.5 Komponen-Komponen Anorganik 9
2.1.6 Karbon Organik 10
2.2 Pembuatan Pulp Kayu 10
2.2.1 Pembuatan Pulp Secara Semi Kimia 10
2.2.2 Pembuatan Pulp Kimia Alkalis 11
2.2.3 Pembuatan Pulp Kraf 12
(8)
2.3.1 Pengelantangan Pulp-Pulp Kimia 14
2.3.2 Pemutihan Menggunakan Klorindioksida (ClO2) 15
2.3.3 Pemutihan Menggunakan Hidrogen Peroksida (H2O2) 16
2.4 Pengujian dan Analisis dari Pulp Hasil Pengelantangan 17
BAB 3 METODE PENELITIAN 19
3.1 Alat- alat 19
3.2 Bahan-bahan 19
3.3 Prosedur Penenlitian 20
3.3.1 Pembuatan Pereaksi 20
3.3.1.1 Pembuatan Pereaksi Untuk Penentuan Bilangan Kappa 20 3.3.1.2 Standarisasi KMnO4 0,1 N Dengan H2C2O4 0,1 N 21
3.3.1.3 Pembuatan Cupri Etilen Diamin 0,5 M Untuk 21
Penentuan Viskositas
3.3.1.4 Pembuatan Pereaksi Untuk Penentuan C-Organik 22
3.3.2 Penentuan Bilangan Kappa 22
3.3.3 Pengelantangan Pulp 22
3.3.4. Penentuan Tingkat Kecerahan Pulp 23
3.3.5 Penentuan % C-Organik Dengan Metode Walkey Black 23
3.3.6 Penentuan Viskositas Pulp 23
3.3.7 Penentuan Kadar Air 24
3.3.8 Penentuan Kadar Sulfida secara Spektrofotometri 24
3.4 Bagan Penenlitian 25
3.4.1 Penentuan Bilangan Kappa 25
3.4.2 Pengelantangan Pulp 26
3.4.3 Penentuan Tingkat Kecerahan Pulp 27
3.4.4 Penentuan % C-Organik 28
3.4.5 Penentuan Viskositas Pulp 29
3.4.6 Penentuan Kadar Air Sampel Pulp 30
3.4.7 Penentuan Kadar Sulfida pada Pulp 31
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil dan Pengolahan Data 32
4.1.1 Hasil Penelitian 32
(9)
Sebelum Pengelantangan
4.1.3 Penentuan % C-Organik 36
4.1.4 Penentuan Viskositas Pulp 37
4.1.5 Penentuan Kadar Sulfida 37
4.2 Pembahasan 38
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 43
5.1 Kesimpulan 43
5.2 Saran 43
DAFTAR PUSTAKA 44
(10)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 4.2.1 Kurva perubahan C- Organik terhadap Variasi 38
Penambahan HCl 18,5 %
Gambar 4.2.2. Kurva Perubahan % C-Organik Terhadap Setiap Tahapan 39 Pengelantangan
Gambar 4.2.3 Kurva perubahan Viskositas terhadap Variasi pH dengan 40 penambahan HCl 18,5 %
Gambar 4.2.4 Kurva perubahan Kecerahan (Brigthness) Pulp terhadap variasi 41 pH dengan penambahan HCl 18,5 %.
Gambar 4.2.5 Kurva perubahan Kecerahan (Brigthness) Pulp terhadap 41 Setiap Tahapa Penngelantangan
Gambar 4.2.6 Kurva perubahan Kadar Sulfida didalam Pulp terhadap 42
(11)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Komposisi khusus lindi putih dan hijau dalam 12
pembuatan pulp sulfat
Tabel 4.1. Data Volume FeSO4 1,063 N yang Terpakai pada 32
Penentuan C-Organik Dengan Metode Walkey Black
Tabel 4.2. Data Pengukuran Waktu Pada Penentuan Viskositas 33
dengan Alat Viskosimeter ”Cannon Fenske”
Tabel 4.3. Data Penentuan Kadar Air Untuk Mendapatkan Berat Kering 33 Sampel Pada Penentuan Sulfida
Tabel 4.4. Data penentuan Tingkat Kecerahan (Brightness) dengan alat 34 Brightnessmeter (Elrepho).
Lampiran
Tabel 1. Data Pengukuran C-Organik dengan Metode Walkey Black 45
Tabel 2. Data Pengukuran Viskositas dengan Viskosimeter 46
”Cannon Fenske”
(12)
BAB 1
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kayu merupakan sumber serat utama untuk pembuatan pulp dan kertas. Hampir 93% kebutuhan serat virgin dunia diperoleh dari kayu.
Menurut ahli botani, kayu diklasifikasikan menjadi 2 kelompok utama yaitu : - Kayu Jarum atau Softwood (Gimnospermae)
- Kayu Daun atau Hardwood (Anggiospermae)
Secara umum komponen kimia kayu terdiri dari selulosa sebanyak 40-50%, hemisellulosa dan lignin sebanyak 20-35%, serta kandungan ekstraktif 2-10%. (Smook, 1987)
Pulp adalah komponen utama kayu terutama digunakan untuk pembuatan kertas, tetapi juga diproses menjadi berbagai turunan selulosa seperti kain sutera, rayon, dan selofan.
Tujuan utama pembuatan pulp kayu adalah untuk melepaskan serat-serat yang dapat dikerjakan secara kimia atau secara mekanik atau dengan kombinasi kedua tipe perlakuan tersebut. Pembuatan pulp secara kimia adalah proses dimana lignin dihilangkan sama sekali hingga serat-serat kayu mudah dilepaskan pada pembongkaran dari bejana pemasak (digester) atau paling tidak setelah perlakuan mekanik lunak. Hampir semua produksi pulp kimia didunia saat ini masih didasarkan pada proses sulfite dan sulfat (kraft), dimana proses sulfat lebih sering digunakan. (Hardjono.S, 1995)
Untuk menghasilkan serat pulp yang mempunyai tingkat kecerahan yang baik sesuai dengan standar yang dijadikan acuan oleh perusahaan pulp maka dilakukan beberapa tahapan pemutihan untuk menghasilkan pulp dengan tingkat kecerahan yang diinginkan.
(13)
Dalam pengembangan teknologi bleaching juga telah ditemukan beberapa metoda yang lebih aman terhadap lingkungan, antara lain teknologi bleaching dengan konsep ECF (Elementally Chlorine Free) dan TFC (Totally Free Chlorine) serta penerapan bio-bleaching. (Ridwanti.B, 2006)
Pada dasarnya warna dari pulp yang belum diputihkan disebabkan oleh lignin yang tersisa. Penghilangan lignin lebih banyak dari proses pemasakan.
Tabel komposisi khusus lindi putih dan hijau dalam pembuatan pulp sulfat
Komponen Lindi putih g/L Lindi Hijau g/L
Padatan 12,5 15,0
NaOH 65,6 3,2
Na2CO3 25,6 83,3
Na2S 30,4 33,6
Na2SO4 1,6 1,6
Na2S2O3 0,1 0,1
(Hardjono.S, 1995)
Proses kraf ini pada dasarnya menggunakan larutan alkali sebagai larutan pemasaknya yaitu natrium hidoksida (NaOH) pada pH sekitar 12. Jika pH sepanjang proses pemasakan berkurang , akan menghasilkan degradasi dari serat pulp yang akan mengakibatkan berkurangnya kekuatan dari pulp tersebut. Kehilangan kualitas dari pulp tersebut dapat ditunjukkan sepanjang dari kehilangan kekuatan serat dan peningkatan warna pulp tersebut. Solusi dari masalah tersebut dapat diatasi dengan penggunaan Na2S, yang berfungsi sebagai larutan buffer atau sebagai pendonor kaustik.
Pada proses kraf natrium hidroksida akan berfungsi untuk mereduksi sejumlah besar molekul lignin dan memecahkan molekul tersebut . Sedangkan natrium sulfida akan berperan dalam mengatur pH dari proses tersebut menjadi suatu reaksi dalam suasana buffer dari kaustik dengan kayu untuk melindungi atau mengurangi kerusakan serat pulp. (James.E, 1979)
(14)
Berdasarkan data komposisi kandungan Na2S digunakan sangat besar dalam proses pembuatan pulp sulfat tersebut maka kemungkinan kandungan Sulfida didalam pulp yang terlewatkan setelah proses pemasakan pada saat proses pemutihan tersebut dapat menurunkan tingkat kecerahannya.
Dimana proses pemutihan yang dilakukan adalah 4 tahap yaitu : 1. D0 : menggunakan ClO2 sebagai bahan pemutih
2. EP : menggunakan NaOH dan H2O2
3. D1 : menggunakan ClO2 4. D2 : menggunakan ClO2
Dan kondisi pemutihan oleh ClO2 dalam proses pemutihan pulp tersebut adalah
Suhu : 60-80oC
Tekanan : 1 atm
pH : 3-4
Waktu : 3-4 jam
Konsistensi (kandungan pulp kering) : 10-12 % (Suhunan.S, 2003)
Berdasarkan sumber data diatas peneliti tertarik mempelajari cara untuk meningkatkan kecerahan bubur pulp tersebut dengan melakukan analisa terhadap kandungan sulfida yang terlewatkan dari proses pembuatan pulp sulfat dan variasi pH terhadap proses pemutihan oleh ClO2 dimana tahapan yang digunakan adalah merupakan teknologi pengelantangan dengan konsep EFC (Elementally Free Chlorine).
1.2. Permasalahan
1. Apakah ada pengaruh perubahan pH, dengan variasi penambahan HCl 18,5 % terhadap kecerahan pulp pada pemutihan dengan menggunakan Klorin dioksida pada tahap awal pemutihan?
2. Apakah ada pengaruh kandungan sulfida didalam pulp terhadap kecerahannya pada setiap proses pemutihan pulp?
(15)
1.3. Pembatasan Masalah
Penelitian ini hanya dibatasi pada penentuan bilangan kappa (tingkat delignifikasi), variasi pH pada pemutihan pertama dengan menggunakan klorindioksida, serta penentuan tingkat kecerahan, kadar air, viskositas, % C- Organik, dan kadar sulfida sebelum dan sesudah setiap tahapan pengelantanagan.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bilangan kappa (tingkat delignifikasi) pada pulp setelah proses pemasakan, pH optimum pada tahap pemutihan yang pertama dengan menggunakan klorindioksida agar didapat serat pulp yang memiliki tingkat kecerahan yang tinggi, serta mengetahui kadar air, viskositas dari pulp, % C-Organik, kadar sulfida, dan kecerahan pulp sebelum dan sesudah tahapan pemutihan.
1.5. Mamfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai sumber informasi yang berguna bagi industri pulp untuk menghasilkan serat pulp yang memiliki derajat kecerahan yang diinginkan.
1.6. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Induk PT Toba Pulp Lestari, Tbk.
1.7. Metodologi Penelitian
1. Penelitian ini merupakan eksperimen laboratorium.
2. Sampel pulp diambil dari setiap proses pemutohan di PT Toba Pulp Lestari, Tbk.
3. Penentuan bilangan Kappa (tingkat delignifikasi) dari pulp sebelum proses pemutihan.
4. Pemutihan yang dilakukan dengan cara penambahan klorindioksida terhadap pulp dengan variasi pH.
5. Penentuan Viskositas dari pulp setelah tahap pemutihan pertama menggunakan ClO2 dengan variasi penambahan HCl.
(16)
7. Penentuan % C dengan metode Walkey Black, dimana senyawa organik dioksidasi oleh K2Cr2O7 yang menyebabkan Cr6+ direduksi menjdai Cr3+ yang berwarna hijau.
8. Penentuan kadar air pada sampel pulp.
(17)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kayu
Kayu merupakan sumber utama untuk pembuatan pulp dan kertas, disamping non kayu. Menurut ahli botani, kayu dikalsifikasikan menjadi dua kelompok utama yaitu :
1. Kayu jarum atau Softwood (Gimnaspermae) 2. Kayu daun atau Hardwood (Anggiospermae)
Dimana umumnya kayu daun mengandung haloselulosa lebih banyak dan sedikit lignin jika dibandingkan dengan kayu jarum, tetapi mempunyai kadar ekstraktif tinggi. Komposisi rata-rata kimianya adalah sebagai berikut :
Kayu jarum Kayu daun Selulosa 42 ± 2 % 45 ± 2 % Hemiselulosa 27 ± 2 % 25 ± 2 % Lignin 28 % 28 % Ekstraktif 3 ± 2 % 5 ± 3 % (Smook,1987)
`Distribusi statistika karakteristik 1000 sampel dari kayu keras tropical
Distribusi statistika Maximum
Minimum Kelas Utama
Densitas dari kayu kering 0,15 0,5-0,8 1,3
Komposisi Kimia
Ekstraktif alcohol benzene (%) <0,2 1-3 >0,15
Ekstraktif air (%) <0,2 1-3 >10
Lignin (%) <20 28-32 >35
Selulosa (%) 33 42-50 58
Pentosan 10 14-18 22
Silika <0,001 0,01-0,1 >3
Karakteristik Morfologi
Panjang Serat (mm) 0,07 1,1-1,5 3,7
Lebar (U) 12 20-30 73
Ratio Fleksibilitas <5 40-60 >90
(18)
2.1.1. Selulosa
Selulosa merupakan konstituen utama kayu kira-kira 40-45 % bahan kering dalam kebanyakan spesies kayu adalah selulosa, terutama terdapat dalam dinding sel sekunder. Selulosa merupakan homopolisakarida yang tersusun atas unit-unit B-D-Glukopiranosa yang terikat satu sama lain dengan ikatan-ikatan glikosida.
Molekul-molekul selulosa seluruhnya berbentuk linier dan mempunyai kecenderungan kuat membentuk ikatan-ikatan hidrogen intra dan intermolekul. Jadi berkas-berkas molekul selulosa membentuk agregat bersama-sama dalam bentuk mikrofibril, dalam mana tempat-tempat yang sangat teratur (kristalin) diselingi dengan tempat-tempat yang kurang teratur (amorf). Mikrofibril membentuk fibril-fibril dan akhirnya serat-serat selulosa. Sebagai akibat dari struktur yang berserat dan ikatan-ikatan hidrogen yang kuat selulosa mempunyai kekutatan tarik yang tinggi dan tidak larut dalam kebanyakan pelarut.
Sifat-sifat polimer selulosa
Sifat-sifat polimer selulosa biasanya dipelajari dalam keadaan larutan, menggu
nakan pelarut, seperti CED atau Kadoksen. Berdasarkan sifat-sifat larutan kesimpulan dapat diperoleh mengenai berat molekul rata-rata, polidispersitas, dan konformasi polimer. Pengukuran-pengukuran berat molekul menunjukkan bahwa selulosa kapas dalam keadaan asalnya mengandung kira-kira 15000 dan selulosa kayu mengandung kira-kira 10000 sisa glukosa. (Hardjono.S, 1995).
Menurut Clark, berdasarkan panjang rantainya membagi selulosa menjadi tiga bagian yaitu :
1. Alpha selulosa merupakan selulosa rantai panjang, tidak larut dalam larutan 17,5 % NaOH dengan DP sekitar 600-1500.
2. Beta selulosa merupakan selulosa rantai pendek larut dalam larutan 17,5 % NaOH, memiliki DP sekitar 15-90.
3. Gamma selulosa merupakan selulosa rantai pendek, larut dalam larutan 17,5 % NaOH dan larutan asam, dan memiliki DP kurang dari 15. (Smook, 1987)
(19)
2.1.2. Hemisellulosa
Hemiselulosa semula diduga merupakan senyawa antara dalam biosintesa selulosa. Namun saat ini diketahui bahwa hemiselulosa termasuk dalam kelompok polisakarida heterogen yang dibentuk melalui jalan biosintesis yang berbeda dari selulosa. Hemiselulosa merupakan heteropolisakarida, hemiselulosa berfungsi sebagai bahan pendukung dalam dinding-dinding sel. Kebanyakan hemiselulosa mempunyai derajat polimerisasi hanya 200.
Jumlah hemiselulosa dari berat kering kayu biasanya antara 20-30 %. Komposisi dan struktur hemiselulosa dari kayu lunak dan kayu lunak secara khas berbeda dengan kayu keras.perbedaan-perbedaan yang besarjuga dalam kandungan dan komposis hemisellulosa dalam batang, cabang-cabang, akar, dan kulit kayu.
Hemiselulosa kayu lunak
2.1.3. Lignin
Lignin merupakan suatu polimer alami yang sukar yang berkaitan dengan strukturdan heterogenitasnya. Dalam kebanyakan penggunaan kayu lignin digunakan sebagai bagian integral kayu. Hanya dalam pembuatan pulp dan pengelantangan lignin dilepaskan dilepaskan dari kayu dalam bentuk terdegredasi dan berubah, dan merupakan sumber karbon lebih dari 35 juta ton tiap tiap tahun diseluruh dunia yang sangat potensial untuk keperluan kimia dan energi.
Yang disebut lignin klason diperoleh seelah penghilangan polisakarida yang dari kayu yang ekstraksi (bebas damar) degan hidrolisis dengan asam sulfat 72 %. Lignin juga larut sebagai alkali lignin bila kayu diperlakukan pada suhu tinggi.(170oC) dengan natrium hidroksida atau lebih baik, dengan campuran natrium hidroksida dan natrium sulfida (lignin sulfat atau lignin kraft). Lignin lebih lanjut diubah menjadi turunan yang larut alkali dengan larutan asam klorida dan asam tioglikolal pada 100oC.
Lignin kayu lunak dapat ditentukan secara gravimetri dengan metoda Klakson. Kayu lunak normal megandung 26-36 % lignin sedangkan kandungan lignin kayu
(20)
keras adalah 35-40 %. Lignin yang terdapat dalam kayu keras. Sebagian larut selama hidrolisis asam dan karena itu harga-harga gravimetri harus dikoreksi untuk “lignin” yang larut dalam asam dengan menggunakan spectrometri UV. (Wegener,D, 1985)
2.1.4. Ekstraktif
Beraneka-ragam komponen kayu,meskipun biasanya merupakan bagian kecil, larut dalam pelarut-pelarut organik netral atau air. Mereka disebut ekstraktif. Ekstraktif terdidi atas jumlah yang sangat besardari senyawa-senyawa tunggal tipe lipofil maupun hidrofil. Dalam hal pinus, kayu teras secara khas mengandung ekstraktif jauh lebih banyak daripada kayu glubal. Ekstraktif ekstraktif fenolterdapat terutama.
Penentuan ekstraktif secara kuantitatif dalam kayu dan pulp dilakukan dengan pelarut-pelarut organik, seperti heksana, diklorometan, dietil eter, aseton, atau etanol. Kandungan ekstraktif biasanya kurang dari 10%, tetapi dapat bervariasi hingga sampai 40% berat kayu kering. Untuk tujuan analitik dan untuk identifikasi komponen-komponen individual, maka metode kromatografi cairan-gas yang digabungkan dengan spektrometer massa memainkan peranan penting.
2.1.5. Komponen-Komponen Anorganik
Konstituen anoganik kayu seluruhnya terdapat dalam abu, sisa setelah bahan organic dibakar. Mengenai seluruh pohon, kandungan komponen anorganik yang paling tinggi adalah berturut-turut pada daun jarum atau daun lebar. Urutan penurunan kandungan abu adalah berturut-turut kulit, akar-akar halus, ranting, akar, cabang, dan batang. Kompnen abu utama kayu adalah kalsium, kalium dan magnesium. Dalam banyak kayu jumlah Ca hingga 50 % dan lebih dari unsur total dalam abu kayu. K dan Mg masing-masing menduduki tempat kedua dan ketiga diiukuti Mn, Na, P dan Cl. Banyak unsure lain terdapat dalam kayu dengan konsentrasi kurang dari 50 ppm,mereka dinyatakan sebagai unsur-unsur runut. Dua belas unsur runut
Ba, Al, Fe, Zn, Cu, Ti, Pb, Ni, V, Co, Ag, dan Mo dideteksi dalam 34 spesies kayu dalam berbagai konsentrasi. (Hardjono.S, 1995)
(21)
2.1.6 Karbon Organik
Karbon adalah komponen utana dari bahan organik. Pengukuran C organik secara tidak langsung dapat menentukan bahan organik melalui penggunaan faktor koreksi tertentu. Faktor yang selama bebrapa tahun ini digunakan adalah faktor Van Bemmelen yaitu 1,724 dan didasarkan pada asumsi bahwa bahan organik mengandung 58% karbon.
2.2. Pembuatan Pulp Kayu
Pulp adalah produk utama kayu,terutama digunakan untuk pembuatan kertas,tetapi ia juga diproses menjadi berbagai turunan selulosa seperti sutera rayon dan selofan.
Tujuan utama pembuatan pulp kayu adalah untuk melepaskan serat-serat yang dapat dikerjakan secara kimia atau secara mekanik atau dengan kombinasi dua tipe perlakuan tersebut.
Pembuatan pulp secara kimia adalah proses dalam mana lignin dihilangkan sama sekali hingga serat-serat kayu mudah dilepaskan pada pembongkaran dari bejana pemasak (digester) setelah perlakuan mekanik lunak. (Casey,1980)
2.2.1. Pembuatan Pulp Secara Semi Kimia
Proses-proses pembuatan pulp secara semi kimia yang didahului dengan tahap penggilingan secara mekanik. Pulp-pulp semikimia merupakan kelompok pulp khusus yang diperoleh terutama dari kayu keras dengan rendemen antara 65-85 % bahkan hingga 92% .
Proses Semikimia Sulfit Netral (NSSC)
Keuntungan-keuntungan umum dari proses NSSC adalah persyaratan-persyaratan yang rendah mengeni kulaitas dan spesies kayu, rendemen tinggi pemakaian bahan kimia yang relative rendah pada kandungan sisa lignin
(22)
tertentu.investasi modal yang rendah dan unit-unit produksi kecil yang menguntungkan bila dibandingkan dengan pembuatan pulp secara kimia penuh.
Proses yang pokok meliputi tiga tahap utama yaitu :
- impregnasi dengan lindi natrium sulfit pada suhu sekitar 125oC selama 1 jam pada tekanan atmosfer.
Larutan natrium sulfit biasanya dipertahankan pada pH sekitar 7 (hingga pH 10) dengan sejumlah kecil NaOH, natrium bikarbonat atau natrium bisulfit untuk menghindari kondisi yang bersifat asam yang mungkin dihasilkan dari asam organik yang dibebaskan selama prosedur pemasakan.
- pemasakan pada suhu antara 160oC dan 190oC
suhu pemasakan terutama tergantung pada lamanya pemasakan, yang dapat bervariasi antara 15 menit sampai 8 jam, tergantung kepada macam lindi pemasak yang digunakan dalam macam dan kualitas pulp yang diinginkan. pelepasan serat dengan penggiling cakram. (Marteny, 1980)
2.2.3. Pembuatan Pulp Kimia Alkalis
Proses sulfat atau kraft dan proses soda merupakan dua teknik pokok pembuatan pulp alkalis dan merupakan dasar untuk sejumlah proses alkalis yang dimodifikasi, yang meliputi pembuatan pulp kraft setelah tahap hidrolisis pendahuluan untuk menghasilkan pulp untuk dilarutkan. Natrium hidroksida merupakan bahan kimia pemasak utama dalam kedua proses tersebut, sedangkan pembuatan pulp sulfat natrium sulfida merupakan komponen aktif tambahan. Nama kedua proses diperoleh dari bahan kimia yang direkaustikasi yang digunakan untuk mengimbangi hilangnya natrium hidroksida, masing-masing Natrium karbonat dan natrium sulfat.
Kekurangan-kekurangan utama dari pembuatan pulp sulfat adalah persoalan bau, rendemen yang lebih rendah daripada pembuatan pulp sulfit (biasanya 45-50 %), warna yang gelap dari pulp yang tidak dikelantang dan akhirnya biaya yang besar untuk pemasangan pabrik baru.
(23)
Meskipun proses soda klasik telah banyak diganti dengan proses sulfat terutama dalam pembuatan pulp kayu lunak, ia masih merupakan proses yang penting untuk menghasilkan pulp serat bukan kayu. (Wegener.D, 1985)
Banyaknya alkali yang digunakan dalam pembuatan pulp kraf, yang merupakan faktor penting dalam pembuatan pulp, dapat dinyatakan sebagai alkali aktif (NaOH + Na2S) atau sebagai alkali efektif (NaOH + ½ Na2S). yang terakhir berasal dari titik ekivalen tunggal reaksi hidrolisis natrium sulfida dalam air yang sesuai degan persamaan :
Na2S + H2O NaOH + NaHS Tabel 1 komposisi khusus lindi putih dan hijau dalam pembuatan pulp sulfat
Komponen Lindi putih g/L Lindi Hijau g/L
Padatan 12,5 15,0
NaOH 65,6 3,2
Na2CO3 25,6 83,3
Na2S 30,4 33,6
Na2SO4 1,6 1,6
Na2S2O3 0,1 0,1
Kesetimbangan-kesetimbangan berikut terdapat dalam larutan-larutan berair yang mengandung natrim sulfida dan natrium hidroksida :
S2- + H2O HS- + HO
-HS- + H2O H2S + HO- (Hardjono.S,1995)
2.2.3 Pembutan Pulp Kraf
Pembuatan pulp dengan proses kraf menjadi proses yang paling banyak
digunakan untuk memproduksi pulp dengan proses kimia penuh. Alasan dari kesuksesan tersebut adalah :
- Kekuatan daripada pulp yang dihasilkan
- Keanekaragaman proses yang dapat ditangani untuk semua jenis dari bahan bakunya
(24)
- Kesiapan untuk memulihkan kembali dari bahan kimia yang digunakan didalam sistem recoveri
Dalam pembuatan pulp kraf memiliki reputasi yang tinggi untuk memproduksi pulp dengan kekuatan yang tinggi. Fakta ini ditunjukkan oleh kerusakan serat pada penggunaan bahan kimia didalam proses pemasakan (digester) dapat dihindari oelh bahan kimia yang digunakan sebagai larutan pemasaknya.
Proses kraf ini pada dasarnya menggunakan larutan alkali sebagai larutan pemasaknya yaitu natrium hidoksida (NaOH) pada pH sekitar 12. Jika pH sepanjang proses pemasakan berkurang , akan menghasilkan degradasi dari serat pulp yang akan mengakibatkan berkurangnya kekuatan dari pulp tersebut. Kehilangan kualitas dari pulp tersebut dapat ditunjukkan sepanjang dari kehilangan kekuatan serat dan peningkatan warna pulp tersebut. Solusi dari masalah tersebut dapat diatasi dengan penggunaan Na2S, yang berfungsi sebagai larutan buffer atau sebagai pendonor kaustik.
Pada proses kraf natrium hidroksida akan berfungsi untuk mereduksi sejumlah besar molekul lignin dan memecahkan molekul tersebut . Sedangkan natrium sulfida akan berperan dalam mengatur pH dari proses tersebut menjadi suatu reaksi dalam suasana buffer dari kaustik dengan kayu untuk melindungi atau mengurangi kerusakan serat pulp. (James.E, 1979)
2.3 Pengelantangan Pulp
Proses pengelantangan atau pemutihan dapat dianggap sebagai lanjutan dari proses pemasakan yang dimaksudkan untuk memperbaiki brightness dan kemurnian dari pulp. Hal ini dicapai dengan cara menghilangkan atau memutihkan bahan pewarna yang tersisa dalam pulp. Lignin yang tersisa adalah suatu zat ang paling dominan untuk menghasilkan warna pada pulp oleh karena itu lignin harus dihilangkan atau diputihkan. (Suhunan.S, 2003)
Tujuan utama pengelantangan pulp adalah untuk menaikkan derajat putih. Karena komponen kromofor yang menyerap sinar dalam pulp yang tidak dikelantang
(25)
adalah terutama gugus fungsional dari lignin yang terdegradasi dan sisa lignin yang diubah, maka pengelantangan dapat dilakukan baik dengan pengubahan dan menstabilkan gugus kromofor tampa kehilangan bahan (pengelantangan yang melindungi lignin) atau dengan menghilangkan lignin (pengelantangan yang menghilangkan lignin). (Axegard, 1980)
Pengelantangan menimbulkan perubahan sifat-sifat optik pulp terhadap penye- rapan sinar, penghamburan sinar dan pemantulan yang dinyatakan dengan istilah-istilah seperti derajat putih, keputihan atau keburaman. Derajat putih yang paling umum digunakan adalah faktor pemantulan sinar biru (357 atau 360 nm) dari lembaran pulp(dalam %), didasarkan pada pemantulan magnesium oksida (derajat putih 100%) sebagai sampel standar. Bahan kimia pengelantang pulp dapat diklasifikasikan menjadi zat pengoksidasi dan pereduksi (Bolker,L, 1977)
2.3.1. Pengelantangan Pulp-Pulp Kimia
Tujuan dari pengelantangan pulp kimia adalah untuk menghilangkan sisa lignin setelah proses pemasakan untuk memperoleh yang disebut pulp yang dikelantang penuh dengan derajat putih diatas 90% atau untuk memperoleh kualitas semipengelantangan dengan derajat putih berkisar 60-70%.
Bahan Kimia Pengelantang
Oleh PT Toba Pulp Lestari, Tbk dibuat simbol sebagai berikut : Pengoksidasi
-Oksigen
Simbol O
Bentuk Gas yang digunakan dengan larutan NaOH
Fungsi Mengoksidasi dan melarutkan lignin
Keuntungan Biaya bahan kimia kecil, memberikan limbah yang bebas klor dalam pemulihannya
Kerugian Digunakan dalam jumlah yang besar,memerlukan peralatan yang mahal, dapat menyebabkan penurunan kekuatan serat.
Klorindioksida
(26)
Bentuk Lartan dalam air 7-10 gpl ClO2
Fungsi 1) Mengoksidasi,meningkatkan kecerahan dan melarutkan lignin 2) Dalam jumlah yang kecil dengan Cl2 melindungi,dan
melawan degradasi dari pulp
Keuntungan Memberikan tingkat kecerhan yang tinggi tampa pendegradasian pulp, merupakan partikel yang baik dalam pengelantangan
Kerugian Mahal, harus dibuat secara onsite Hidrogen Peroksida
Simbol P
Bentuk Larutan 2-5 %
Fungsi Mengoksidasi dan mencerahkan lignin dimana bahan kimia digunakan dalam jumlah pulp yang besar
Keuntungan Mudah digunakan, biaya yang kecil
Kerugian Mahal, merupakan partikel pengelantang yang jelek Pereduksi Alkali
Natrium Hidroksida
Simbol E
Bentuk Larutan NaOH 5-10%
Fungsi Menghidrolisis klorolignin dan melarutkan lignin Keuntungan Efektif dan ekonomis
Kerugian Menjadikan pulp gelap. (Reeve,D.W, 1989)
2.3.2. Pemutihan Menggunakan Klorindioksida (ClO2)
Warna dari pulp yang belum diputihkan umumnya disebabkan oleh lignin yang tersisa didalam pulp setelah proses pemasakan. Penghilangan lignin dapat lebih banyak pada proses pemasakan, tetapi akan mengurangi hasil yang banyak sekali dan merusak serat, sehingga menghasilkan kualitas pulp yang rendah.
Klorindioksida adalah salah satu bahan kimia pengoksidasi kuat, berwarna hijau kekuning-kuningan pada konsentrasi tinggi warnanya berubah menjadi orange, dapat larut dengan air dingin, merupakan campuran yang terdiri dari air dan ± 16 % Cl2 memiliki titik beku -59oC, dan titik didihnya +11oC. Kerja dari cara proses
(27)
pemutihan ini umumnya dengan cara mengoksidasi terhadap lignin dan bahan –bahan berwarna lain yang terdapat didalam pulp. Digunakan untuk memutihkan pulp yang berkualitas sebab dapat mengoksidasi bahan yang bukan merupakan selulosa dengan kerusakan pada selulosa yang minimum, dan brightness tinggi yang dihasilkan dengan klorindioksida adalah stabil. (Suhunan.S, 2003)
Klorindioksida dibuat secara sintesis melalui reaksi reduksi Natrium Klorat dengan HCl dengan adanya NaCl. Kilang ClO2 adalah terpada yang terdir atas 2 generator ClO2, 2 absorbtion dan 2 unit sintesis HCl.
H2 + Cl2 2 HCl Selanjutnya
NaClO3 + 2 HCl NaCl + ClO2 + ½ Cl2 + H2O
Klorindioksida diadsorbsi didalam air untuk menghasilkan larutan klorin dioksida. (Brahmana.R.H, 2005)
Pemutihan dengan menggunakan klorindioksida adalah suatu teknologi yang umum digunakan pada industri pulp. Pada beberapa industri pulp kraft, klorindioksida digunakan untuk menggantikan Cl2 sebagai bahan pemutihnya. Pada dasarnya keseluruhan tapapan pemutihan menggunakan ClO2 dengan tipe dari prosesnya adalah DEDED, walaupun oksigen dan peroksida dapat ditambahkan dalam proses didalam tahap ekstraksi. Pemutihan pulp oleh ClO2 pada kayu keras sebagian besar dari kekuatan ClO2 sebagai agent pemutih dihilangkan oleh Asam Heksanuorik (HexA). Oleh karena itu untuk menghancurkan asam heksanuorik tersebut digunakan asam untuk menghidrolisinya pada awal sebelum tahap D0 (pengelantangan I oleh ClO2), dengan menggunakan H2SO4, pada suhu 90-95oC, pH antara 3-3,5 selama 2-4 jam. Sekalipun didapatkan hasil yang positif, langkah tersebut menjadi menggambarkan beberapa kerumitan. Dimana kita harus menaikkan temperatur menjadi 95oC pada tahap D2 dan D3. (Dominique,Christine,Yahya., 2006)
2.3.3. Pemutihan menggunakan Hidrogen Peroksida (H2O2)
Pada umumnya ion perhidroksil, OOH- yang memberikan aksi pemutihan didalam pemutihan pulp oleh H2O2. Untuk alsan ini, digunakan larutan alkali didalam
(28)
sistem agar dihasilkan ion perhidroksil tersebut sebagai ion aktifnya seperti yang digambarkan dalam reaksi berikut :
H2O2 + OH- OOH- + H+
Kalkulasi tersebut didapatkan pada pH 10,5, dimana kurang dari 10 % dari hidrogen peroksida diubah menjadi ion perhidroksil. Pada pH yang tinggi kesetimbangan tersebut tidak membentuk ion perhidroksil tetapi mempercepat terjadinya dekomposisi dari pda hydrogen peroksida menjadi air dan oksigen.
H2O2 H2O + ½ O2
Hidrogen peroksida sebagai larutan asam yang lemah untuk menjaga kestabilannya. Oleh karena itu, laruta alkali harus ditambahkan pada tahap sebelum penambahan hidrogen peroksida ditambahkan sebagai larutan pemutih. Salah satu nya adalah larutan natrium hidroksida.
Hidrogen peroksida sebagai pengoksidasi lignin untuk menghasilkan brightness yang tinggi dan stabil di dalam pulp. Nilai dari pemutihan pulp dengan menggunakan hidrogen peroksida meningkat dengan meningkatnya temperatur. Sayangnya dekomposisi dari hidrogen peroksida juga meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur. Untuk tujuan tersebut proses pemutihan dengan hidrogen peroksida dilakukan pada suhu antara 104oF-158oF atau sekitar 45oC sampai 70oC. Dimana pada saat pemutihan oleh hydrogen peroksida telah berlangsung dengan sempurna , brightness yang dihasilkan didalam pulp harus distabilkan dengan penambahan sulfur dioksida. (Kenneth.E, 1981)
2.4. Pengujian dan Analisis dari Pulp Hasil Pengelantangan
Agar supaya pengendalian tahapan pemutihan berjalan dengan efisien untuk mendapatkan pulp dengan kualitas yang diharapkan maka dilakukan beberapa pengujian yaitu :
(29)
- Brightness yaitu : sifat lembaran pulp untuk memantulkan cahaya yang diukur pada suatu kondisi yang baku, digunakan sebagai indikasi tingkat keputihan. Keputihan pulp diukur dengan kemampuan memantulkan cahaya manokromatik dan diperbandingkan dengan standar yang telah diketahui (biaanya Magnesium Oksida), dan diukur dengan alat Brightnessmeter (Elrepho)
- Viskositas yaitu : pengujian terhadap kekuatan dari pada pulp, pebgujian mengevaluasi derajat polimerisasi dari pada selulosa atau dengan kata lain degradasi dari pada selulosa. ( Suhunan.S,2003)
Sifat-sifat polimer selulosa tersebut biasanya dipelajari dalam keadaan larutan menggunakan pelarut CED (Cupri Etilen Diamin). (Hardjono.S, 1995)
Berat molekul dari pada selulosa bergantung pada viskositas dari larutannya. Viskositas dari larutan polimer tersebut meliputi keadaan dasar dari gerakan rantai molekul dan gerakan rantai yang terlibat lainnya. Keadaan tersebut dipengaruhi oleh temperatur dari larutan dimana viskositas larutan akan meningkat seiring dengan kenaikan temperatur , dengan parameter dasarnya adalah derajat polimerisasi (DP) dari larutan polimer tersebut. ( Sperling.L.H, 1986)
Perbandingan antara viskositas larutan polimer dengan viskositas pelarut murni dapat dipakai untuk menentuakan massa molekul nisbih polimer . Metode ini mempunyai kelebihan daripada metode lain, yakni lebih cepat dan lebih mudah, alatnya murah serta perhitungan dan hasilnya lebih sederhana.
(Cowd.M, Stark.G, 1991)
Metode pengambilan sampel yang dilakukan dalam analisa terhadap pulp tersebut dilakukan dengan car acak berstrata (Starified Random Sampling), dimana setelah polpulasi dikelompokkan dalam strata, maka satu random sampling dapat ditempuh untuk masing-masing strata. (Suparmoko.M, 1999)
(30)
BAB 3
ALAT, BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Alat-alat
- Alat-alat gelas
- Penangas air Griffin
- Timbangan Elektrik Sartorius
- Oven Memmert
- Tanur Fisher Honey Well
- Buret Elektrik Brand
- Spektrofotometer DR 4000 Hach Program - Desikator
- pH meter Yokogawa
- Brightnessmeter Lorentzen wetter
- Viskosimeterbath Gallenkamp
- Viskosimeter Ostwald Cannon Fenske
- Alat Pengaduk Stuart Scientific
- Propipet
- Plastik dan karet 3.2. Bahan-bahan
- ClO2
- Bubur Kayu (Pulp)
- K2Cr2O7 p.a. E. Merck
- FeSO4.7H2O p.a. E. Merck
- H2SO4(p) p.a. E. Merck
- ((C6H5) 2NH) p.a. E. Merck
- H3PO4(p) p.a. E. Merck
- H2C2O2. 2 H2O p.a. E. Merck
- KMnO4 p.a. E. Merck
- HCl (p) p.a. E. Merck
- Na2S2O3. 5 H2O p.a. E. Merck
(31)
- Cuppri etilena Diamina p.a. E. Merck - Indikator amilum
- Akuades
- Reagen Sulfida 1 - Reagen Sulfida 2
3.3.Prosedur Penelitian
3.3.1. Pembuatan Pereaksi
3.3.1.1. Pembuatan Pereaksi Untuk Penentuan Bilangan Kappa
a. Larutan H2SO4 4 N
Sebanyak 27,77 ml larutan H2SO4(p) dipipet kedalam labu takar 250 ml yang telah berisi akuades secara perlahan-lahan sambil meletakkan labu takar tersebut didalam panci yang berisi es, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda pada labu takar.
b. Larutan KMnO4 0,1 N
Sebanyak 0,7902 g kristal KMnO4 ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, dilarutkan dengan akuades panas. Setelah dingin diencerkan dengan akuades sampai garis tanda pada labu takar. Disimpan ditempat gelap selama 3 hari lalu disaring dengan gelas woll kemudian filtratnya ditempatkan kedalam botol gelap.
c. Larutan KI 10 %
Sebanyak 10 g kristal KI ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya. Kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda pada labu takar.
d. Larutan H2C2O4 0,1 N
Sebanyak 1,5750 g kristal H2C2O4. 2 H2O ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya. Kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda pada labu takar.
(32)
3.3.1.2. Standarisasi KMnO4 0,1 N dengan H2C2O4 0,1 N
Dipipet larutan KMnO4 0,1 N sebanyak 10 ml kemudian dimasukkan kedalam erlemeyer 250 ml. Ditambahkan dengan 2 ml H2SO4 2 N. Dipanaskan hingga suhu 60-70oC lalu dititrasi dengan larutan H2C2O4 0,1 N sambil dijaga suhunya konstan hingga terbentuk larutan merah muda yang permanen pada titik akhir titrasi. Dicatat volume H2C2O4 0,1 N yang terpakai. Dilakukan perlakuan yang sama sebanyak 3 kali.
Rumus :
V1 . N1 = V2 . N2 10 . 0,1 = 9,96 . N2 N2 = 0,1004 N Dimana :
V1 = Volume H2C2O4 0,1 N N1 = Normalitas H2C2O4 0,1 N V2 = Volume KMnO4 0,1 N N2 = Normalitas KMnO4 0,1 N
Diperoleh konsentrasi KMnO4 0,1 N yang telah distandarisasi = 0,1004 N
d Larutan Na2S2O3 0,1 N
Sebanyak 3,100 g kristal Na2S2O3. 5 H2O ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, kemudian diencerkan dengan akuades sampai garis tanda pada labu takar.
3.3.1.3. Pembuatan Larutan Cupri Etilena Diamina 0,5 M Untuk Penentuan Viskositas
Sebanyak 6,175 g kristal Cupri Etilena Diamina ditimbang secara kuantitatif , dimasukkan kedalam gelas piala 100 ml, dilarutkan dengan 50 ml akuades, dimasukkan kedalam labu takar 100 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
(33)
3.3.1.4. Pembuatan Pereaksi Untuk Penentuan C-Organik
a. Larutan K2Cr2O7 1 N
Sebanyak 12,258 g kristal K2Cr2O7 ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam gelas piala 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
b. Larutan FeSO4 1 N
Sebanyak 69,505 g kristal FeSO4.7H2O ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam gelas beaker 250 ml, dilarutkan dengan akuades secukupnya, ditambahkan 37,5 ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan, diaduk hingga larut, dimasukkan kedalam labu takar 250 ml, diencerkan dengan akuades hingga garis tanda dan dihomogenkan.
c. Larutan Difenilamin ( (C6H5)2NH)
Sebanyak 0,5 g kristal difenilamin ditimbang secara kuantitatif, dilarutkan dengan 20 ml akuades dalam gelas beaker 250 ml, ditambahkan dengan 100 ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan, diaduk hingga larut seluruhnya.
3.3.2. Penentuan Bilangan Kappa
Sebanyak 400 ml akuades dimasukkan kedalam gelas piala 1000 ml, ditambahkan 2,61 g pulp kering kemudian diaduk dan ditambahkan 50 ml KMO4 0,1 N dan 50 mL H2SO4 4 N secara bersamaan sambil diaduk selama 10 menit. Kemudian ditambahkan 10 ml larutan KI 10 %, dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N, ditambahkan indikator amilum, kemudian dititrasi sampai warna larutan berubah dari biru menjadi kuning terang. Dicatat volume Na2S2O3 0,1 N yang terpakai.
3.3.3. Pengelantangan Pulp
Sebanyak 10 g pulp dimasukkan kedalam plastik, ditambahkan 34 ml larutan ClO2 7,5 g/l, ditambahkan 2 tetes larutan HCl 18,5 %, diikat dengan plastik dan karet, dihomogenkan, dipanaskan didalam waterbath pada suhu 80oC selama 40 menit, diangkat, didinginkan, diukur pH-nya, lalu dicuci dengan air. Dilakukan hal sama dengan variasi larutan HCl 18,5 % 4 tetes, dan 6 tetes.
(34)
3.3.4. Penentuan Tingkat Kecerahan Pulp
Sebanyak 8 g sampel pulp ditambahkan air secukupnya, diaduk, dimasukkan kedalam penyaring Gooch yang telah dilapisi kertas saring, disaring, dipindahkan. Residu dan kertas saring dipanaskan didalam oven pada suhu 105±3oC sampai kering, kemudian diukur kecerahannya dengan alat brigthnessmeter (Elrepho).
3.3.5. Penentuan % C dengan Metode Walkey Black
Sebanyak 0,2 g sampel pulp ditimbang secara kuantitatif, dimasukkan kedalam gelas erlemeyer 500 ml, ditambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7 1 N, kemudian ditambahkan 10 ml H2SO4 pekat secara perlahan-lahan, diaduk selama 1 menit, dan didiamkan selama 30 menit, selanjutnya ditambahkan 200 ml akuades, ditambahkan 5 ml H3PO4 pekat (85%) dan 1 ml larutan difenilamin, lalu dititrasi dengan larutan FeSO4 1 N hingga terjadi perubahan warna dari ungu menjadi hijau, dicatat volume FeSO4 yang terpakai.
3.3.6. Penentuan Viskositas Pulp
a. Preparasi sampel
Sebanyak 0,5 gram bubur pulp dimasukkan kedalam gelas beaker, ditambahkan akuades kemudian dihomogenkan, dimasukkan kedalam penyaring Gooch yang telah dilapisi dengan kertas saring, disaring dengan penyaring Gooch, diambil ¼ bagian dari residu, kemudian disinari dengan lampu sinar IR selama ± 7 menit.
b Penentuan Viskositas
Sebanyak 12,5 ml akuades dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer, dimasukkan kawat tembaga, ditambahkan 12,5 ml larutan Cupri Etilen Diamin 0,5 M ditambahkan 0,2928 g pulp. Diaduk dengan mesin pengaduk selama 15 menit. Dihisap larutan pulp dan Cupri Etilen Diamin 0,5 M kedalam tabung viskosimeter Cannon Fenske dengan menggunakan propipet. Dimasukkan viskosimeter yang berisi larutan kedalam waterbath dan dijaga suhunya konstan 25oC. Dicatat waktu yang dibutuhkan dari larutan untuk mengalir dari batas atas sampai batas bawah tabung viskosimeter.
(35)
3.3.7. Penentuan kadar air
Ditimbang wadah platina kosong pada neraca analitis, ditimbang secara kuantitatif 5 g pulp dimasukkan kedalam cawan platina, kemudian dimasukkan kedalam oven ± 105oC selama 2 jam, diangkat dan didinginkan didalam desikator, kemudian ditimbang kembali sampai didapat berat yang konstan.
3.3.8. Penentuan kadar sulfida secara spektrofotometri
a. Preparasi sampel
Sebanyak 50 g pulp basa dimasukkan kedalam cawan platina, kemudian dimasukkan kedalam tanur pada suhu 800oC selama kira-kira 60 menit, kemudian didinginkan didalam desikator, ditimbang, ditambahkan larutan HCl 18,5 % secukupnya, disaring dengan kertas saring whatman No 41, dan dibilas dengan akuades sampai kertas saring tidak mengandung sisa HCl, filtrat ditampung kedalam labu takar 500 ml, diencerkan dengan akuades dan dihomogenkan.
b. Analisa sampel dengan alat spektrofotometer
Sebanyak 25ml sampel yang telah diencerkan dimasukkan kedalam kuvet, ditambahakan 2ml reagen sulfida 1(larutan Kaliumdikromat dan akuabides) kemudian dihomogenkan, ditambahkan 2 ml reagen sulfida 2(larutan asam sulfida dan akuabides) kemudian dihomogenkan didiamkan selama 5 menit dan diukur konsentrasinya dengan spektrofotometer UV Visibel pada panjang gelombang 665 nm.
(36)
3.3. Bagan Penelitian
3.4.1. Penentuan Bilangan Kappa
dimasukkan kedalam gelas beaker 1000 ml ditambahkan 400 ml akuades
diaduk sampai pulp larut
ditambahkan 50 ml KMnO4 0,1 N ditambahkan 50 ml H2SO4 4 N diaduk selama 10 menit
ditambahkan 10 ml larutan KI 10 %
dititrasi dengan larutan Na2S2O3 0,1 N ditambahkan indikator amilum
dititrasi dengan lartan Na2S2O3 0,1 N hingga warna larutan berubah menjadi putih pucat/kuning terang dicatat volume Na2S2O3 0,1 N yang terpakai 2,61 g pulp kering
Larutan berwarna ungu
(37)
3.4.2. Pengelantangan pulp
dimasukkan kedalam wadah kantongan plastik
ditambahkan 34 ml larutan ClO2 7,5 g/l ditambahkan 2 tetes larutan HCl 18,5 %
diikat dengan karet dihomogenkan
dimasukkan kedalam penangas air pada suhu 80oC selama 40 menit
`
dipindahkan kedalam gelas beaker didinginkan
diukur pH-nya
Catatan: perlakuan yang sama dilakukan dengan penambahan 4 tetes dan 6 tetes HCl 18,5 %
10 g pulp kering
hasil
(38)
3.4.3. Penentuan tingkat kecerahan pulp
dimasukkan kedalam gelas beaker ditambahkan air secukupnya diaduk hingga homogen
dimasukkan kedalam penyaring Gooch yang telah dilapisi dengan kertas saring ditutup kertas saring diatasnya
disaring dengan penyaring Gooch
dikeringkan pada oven pada suhu 105±3oC selama ± 15 menit diukur kecerahannya dengan menggunakan alat Elrepho
Catatan : perlakuan ini dilakukan terhadap pulp sebelum dan sesudah setiap tahapan pemutihan.
8 g pulp
Lembaran pulp p lp
(39)
3.4.4. Penentuan % C-Organik pada pulp
dimasukkan kedalam gelas erlemeyer 500 ml ditambahkan 10 ml larutan K2Cr2O7 1 N ditambahkan 20 ml H2SO4(p) secara perlahan-lahan
diaduk selama 1 menit didiamkan selama 30 menit ditambahkan 200 ml aquades ditambahkan 5 ml H3PO(p) (85%) ditambahkan 1 ml larutan difenil amin dititrasi dengan larutan FeSO4 1 N hingga warna larutan berubah dari ungu menjadi hijau tua
Catatan : perlakuan ini dilakukan terhadap pulp sebelum dan sesudah setiap tahapan pemutihan.
0,05 g pulp kering
(40)
3.4.5. Penentuan Viskositas Pulp
dimasukkan kedalam gelas erlenmeyer ditambahkan 12,5 ml akuades
ditambahkan 12,5 ml larutan Cupri Etilena Diamina 0,5 M diaduk dengan mesin pengaduk selama 15 menit
dimasukkan kedalasm viskosimeter ostwald menggunakan propipet
dimasukkan kedalam viskosimeterbath pada suhu 25oC
ditentukan waktu alir dari larutan dari batas atas sampai batas bawah pada alat viskosimeter ostwald
diulangi pengukuran sebanyak 3 kali
Catatan : Perlakuan ini dilakukan terhadap pulp sebelum pemutihan dan pulp hasil pemutihan I (Do) menggunakan ClO2 dengan variasi 2,4,6 tetes HCl 18,5 %
0,2829 g pulp
larutan berwarna biru
(41)
3.4.6. Penentuan kadar air sampel pulp
dimasukkan kedalam cawan platina yang telah diketahui beratnya secara tepat
dimasukkan kedalam oven pada suhu 105± 3oC selama 3 jam diangkat
didinginkan didalam desikator
ditimbang sampai didapat berat yang konstan
Catatan : perlakuan ini dilakukan terhadap pulp sebelum dan sesudah setiap tahapan pemutihan.
5 g pulp
Cawan platina dan sampel
(42)
3.4.7. Penentuan kadar sulfida (S2- ) pada pulp
dimasukkan kedalam cawan platina dimasukkan kedalam tanur pada suhu 800oC selama ± 60 menit
didinginkan didalam desikator ditambahkan 5 ml HCl 18,5 %
disaring dengan kertas saring whatman no 41 dan kemudian dibilas dengan akuades sampai kertas saring tidak mengandung sisa HCl
ditampung kedalam labu takar 500 ml
diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda dihomogenkan
dipipet sebanyak 25 ml dimasukkan kedalam kuvet
ditambahkan 2 ml reagen sulfida 1 dihomogenkan
ditambahkan 2 ml reagen sulfida 2 dihomogenkan
didiamkan selama 5 menit diukur dengan spektrofotometer pada = 665 nm
Catatan : perlakuan ini dilakukan terhadap pulp sebelum dan sesudah setiap tahapan pemutihan.
50 g pulp
Larutan bening
Larutan bening kekuning-kuningan
hasil
(43)
` BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1Hasil Penelitian
Data hasil penentuan C-organik dengan metode Walkey Black dapat dilihat pada tabel 4.1 . Data hasil penentuan viskositas dengan viskosimeter Cannon Fenske dapat dilihat pada tabel 4.2, dan data hasil penentuan kadar air untuk penentuan sulfida dapat dilihat pada tabel 4.3, data penentuan tingkat kecerahan (brightness) dapat dilihat pada tabel 4.4.
Tabel 4.1 Data volume FeSO4 1,063 N yang terpakai pada penentuan C-organik
dengan metode Walkey Black.
No Perlakuan pH Berat kering
Sampel (g)
Volume FeSO4
1,063 N (ml)
Volume Rata-rata
1. Blanko - -
9,48 9,34 9,38
9,40
2. Sebelum tahap pengelantangan
(Blowline) 13,5 0,0509
2,80 2,78 2,82
2,80
3.
Pengelantangan I oleh ClO2
dengan penambahan 2 tetes HCl 18,5 %
2,4 0,0511
3,00 2,96 3,04
3,00
4.
Pengelantangan I oleh ClO2
dengan penambahan 4 tetes HCl 18,5 %
1,7 0,0538
2,70 2,72 2,68
2,70
5.
Pengelantangan I oleh ClO2
dengan penambahan 6 tetes HCl 18,5 %
1,4 0,0575
2,30 2,28 2,32
2,30
6. Sebelum tahap pengelantangan
(Blowline) 13,5 0,0507
2,60 2,64 2,56
2,60
7.
Tahap pengelantangan I oleh
ClO2 (D0) 2,0 0,0547
2,10 2,06 2,14
2,10
8.
Tahap pengelantangan II
oleh NaOH dan H2O2 (EP) 10,6 0,0558
2,00 2,06 1,94
2,00
9.
Tahap Pengelantangan III oleh
ClO2 (D1) 2,2 0,0540
2,30 2,28 2,32
2,30
10.
Tahap Pengelantangan IV oleh
ClO2 (D2) 2,6 0,0523
2,60 2,52 2,68
(44)
Tabel 4.2. Data pengukuran waktu pada penentuan viskositas dengan alat viskosimeter ”Cannon Fenske”
No Perlakuan
Berat Sampel (g) Konstanta tabung Viskosimeter
T / waktu alir (detik)
1. Sebelm tahap pengelantangan 0,2928 0,1041
166 166 166 2.
Pengelantangan I oleh ClO2 (D0) dengan penambahan 2 tetes HCl 18,5 %
0,3122 0,1041
145 145 145 3.
Pengelantangan I oleh ClO2 (D0) dengan penambahan 4
tetes HCl 18,5 %
0,3232 0,1043
140 140 140 4.
Pengelantangan I oleh ClO2 (D0) dengan penambahan 6 tetes HCl 18,5 %
0,3298 0,1011
164 164 164
Tabel 4.3. Data penentuan Kadar air untuk mendapatkan berat kering sampel pada penentuan sulfida.
No Perlakuan Kadar air
(%) Berat kering sampel(OD) (g) Pembacaan Spektrofotometer (ppm) 1. Sebelum tahap pengelantangan (Blowline)
67,27 16,41 0,003
2.
Tahap pengelantangan I oleh ClO2 (D0)
pH = 1,76
75,71 7,287 0,002
3.
Tahap penelantangan I oleh ClO2 (D0)
pH = 2,0
53,37 22,82 0,007
4.
Tahap pengelantangan II oleh NaOH dan H2O2 (EP) pH = 10,6
76,46 7,063 0,001
5.
Tahap pengelantangan II oleh NaOH dan H2O2 (EP) pH = 10,6
63,49 18,279 0,001
6.
Tahap pengelantangan III oleh ClO2 (D1) pH = 2,2
60,00 20,0348 0,001
7.
Tahap pengelantangn IV oleh ClO2 (D2) pH = 2,6
(45)
Tabel 4.4. Data penentuan Tingkat Kecerahan (Brightness) dengan alat Brightnessmeter (Elrepho).
No Perlakuan pH Kecerahan (% ISO)
1 Sebelum tahap pengelantangan (Blowline)
13,5 21.85
2 Pengelantangan I oleh ClO2 (Do) + 2 tetes HCl 18,5 %
2,4 45,01
3 Pengelantangan I oleh ClO2 (Do) + 4 tetes HCl 18,5 %
1,7 45,76
4 Pengelantangan I oleh ClO2 (Do) + 6 tetes HCl 18,5 %
1,4 45,9
5 Sebelum tahap pengelantagan (Blowline)
13,5 23,69
6 Pengelantangan I oleh ClO2 (Do) 1,76 47,18
7 Pengelantangan I oleh ClO2 (Do) 2,0 53,2
8 Pengelantangan II oleh NaOH dan H2O2 (EP)
10,6 74,19
9 Pengelantangan II oleh NaOH dan
H2O2 (EP)
10,6 75,9
10 Pengelantangan III oleh ClO2 (D1) 2,2 86,7
(46)
4.1.1 Perhitungan
4.1.2 Penentuan tingkat delignifikasi pulp sebelum pengelantangan
(
)
(
)
[
C T]
W f P
K= × 1+ 0.013 25o −
( )
1 , 0 N a b P= − Dimana :K : Bilangan Kappa
f : Faktor koreksi untuk 50% larutan KmnO4 0,1 N yang terpakai a : Volume Na2S2O3 0,1 N yang digunakan untuk blanko
b : Volume Na2S2O3 0,1 N yang digunakan untuk menitrasi sampel N : Normalitas Na2S2O3
T : Temperatur larutan = 25oC W : Berat pulp
Penentuan bilangan Kappa pada sampel pulp setelah proses pemasakan adalah :
(
)
1 , 0 1 , 0 6 , 15 88 ,49 ml ml
P= −
= 34,28
(
)
(
)
[
C C]
K 1 0,013 25o 25o
61 , 2 039 , 1 28 , 34 − + × =
= 13,65
Catatan : Penentuan bilangan Kappa ini digunakan untuk mengetahui jumlah ClO2 yang ditambahkan untuk pengelantangan I yang dilakukan
Dimana : ml ClO2 yang digunakan =
2 10 25 , 0 ClO i Konsentras OD
K× × ×
K = Bilangan Kappa
OD = Berat pulp kering (0 % kandungan air) mL ClO2 yang digunakan =
l g 5 , 7 100 25 , 0 65 ,
13 × ×
= 45,5 ml
Maka jumlah ClO2 yang ditambahkan pada tahap awal pengelantangan sebesar 75% x 45,5 ml = 34,125 mL atau sekitar 34 ml.
(47)
4.1.3 Penentuan % C-Organik
Penentuan Normalitas FeSO4 standar yang digunakan untuk menentukan % C-Organik :
N FeSO4 =
4 7 2 2 7 2 2 FeSO O Cr K O Cr K V V N × Dimana :
N FeSO4 : Normalitas FeSO4 standar
V FeSO4 : ml FeSO4 yang terpakai untuk blanko
N K2Cr 2O7 : Normalitas K2Cr2O7 yang digunakan sebagai larutan standar primer V K2Cr2O7 : ml K2Cr2O7 yang digunakan untuk menstandarisasi
N FeSO4 =
ml ml N 40 , 9 10 1 × = 1,064 N
Penentuan % C-Organik dalam sampel dapat dhtung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
C-Organik (%) =
[
(
)
]
( )
0,77ker 33 , 0 10 4 4 × × × − g ing sampel Berat V NFeSO FeSO
Dimana :
N FeSO4 : Normalitas FeSO4 standar
V FeSO4 : ml FeSO4 standar yang digunakan untuk mentitrasi sampel
Catatan : nilai 0,33 menyatakan bahwa 1 grek K2Cr2O7 dapat mengoksidasi 3 grek FeSO4 dan nilai 0,77 menyatakan bahwa hanya 77 % senyawa organik yang dapat dioksidasi oleh K2Cr2O7
Berdasarkan data volume FeSO4 1,064 N yang terpakai dalam penentuan C-Organik dengan metode Walkey Black (Tabel 4.1) maka dapat ditentukan % C- Organik pada sampel yaitu :
Pengukuran I
C-Organik =
[
(
)
]
77 , 0 0509 , 0 33 , 0 80 , 2 064 , 1 10 × × × −
= 53,73 %
Hasil pengukuran C-Organik pada sampel pulp sebelum dan sesudah setiap tahapan pengelantangan ditunjukkan pada tabel 4.1 pada lampiran.
(48)
4.1.4 Penentuan Viskositas
Penentuan viskositas pada sampel pulp dapat dihitung dengan menggunkan rumus sebagai berikut :
V = C x T x D Dimana
V : Viskositas dari larutan Cuppri Etilena Diamina pada 25oC (cP) C : Konstanta tabung viskosimeter
T : Efflux time (waktu alir larutan dari batas atas sampai batas bawah pada viskosimeter ostwald
D : Densitas bubur pulp (=1,025)
Berdasarkan data T (effux time) yang diperlukan dalam penentuan viskosimeter pada tabel 4.3 maka dapat ditentukan viskositas pada sampel yaitu :
Pengukuran I
Viskositas = 0,1041 x 166 x 1,052 = 18,18 Cp
Untuk data hasil pengukuran viskositas II dan III pada sampel pulp sebelum an sesudah pengelantangan ditunjukkan pada tabel 4.2 pada lampiran (setiap pengukuran viskositas masing-masing dilakukan sebanyak 3 kali).
4.1.5. Penentuan kadar sulfida
Penentuan kadar sulfida pada sampel pulp dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
Kadar sufida = OD
f A×
Dimana :
A : Pembacaan konsentrasi sulfida pada alat spektrofotometer f : Faktor pengenceran
OD : Berat kering sampel
Berdasarkan data berat kering sampel (OD) yang ditentukan untuk pengukuran kadar sulfida dengan metode spektrofotometri (tabel 4.2) maka dapat ditentukan kadar sulfida pada sampel yaitu :
(49)
Untuk sampel pulp setelah proses pemasakan (Blowline) Kadar sulfida =
41 , 16
1000 003
,
0 ppm×
= 0,1828 ppm
Untuk hasil pengukuran kadar sulfida pada sampel pada setiap tahapan pengelantangan ditunjukkan pada tabel 4.3 pada lampiran.
4.2Pembahasan
Didalam penelitian ini, diperoleh bahwa % C-Oraganik, pada pulp setelah proses pemasakan adalah 53,75%, setelah pengelantangan I (D0) oleh larutan ClO2 7,5 g/l dengan variasi penambahan HCl 2 tetes : 51,93%, 4 tetes : 51,63%, 6 tetes : 51,19%.
51 51,5 52 52,5 53 53,5 54
0 2 4 6 8
Var ias i HCl 18,5 % (te te s )
%
C
-O
rag
an
ik
(50)
Didalam penelitian juga diperoleh bahwa, % C-Organik pada pulp setelah proses pemasakan adalah 55,607%, pada tahap pengelantangan Do oleh klorindioksida adalah 55,327%, pada tahap pengelantangan EP oleh NaOH dan H2O2 adalah 54,978%, pada tahap pengelantangan D1 dan D2 oleh ClO2 masing-masing adalah 54,510%, dan 53,906%.
53.8 54 54.2 54.4 54.6 54.8 55 55.2 55.4 55.6 55.8
0 1 2 3 4 5 6
%
C
-O
rg
a
n
ik
Tahapan Pengelantangan
Gambar 4.2.2. Kurva Perubahan % C-Organik Terhadap Setiap Tahapan Pemutihan
Keterangan
1 : Pulp setelah proses pemasakan (Blowline) 2 : Tahap pemutihan D0 oleh ClO2
3 : Tahap pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 4 : Tahap pemutihan D1 oleh ClO2
5 : Tahap pemutihan D2 oleh ClO2
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa berkurangnya pH saat pengelantangan oleh karena bertambahnya jumlah HCl yang ditambahkan pada saat pengelantangan I (D0) oleh klorindioksida mengakibatkan semakin menurunnya % C-Organik pada pulp hasil pengelantangan. Hal ini disebabkan karena degradasi lignin oleh larutan klorindioksida dengan penurunan pH, menyebabkan molekul-molekul lignin terurai menjadi molekul-molekul yang lebih kecil, yang terlarut didalam air, dan dapat dihilangakan dari pulp. (Suhunan,S.2003)
(51)
Didalam penelitian diperoleh bahwa viskositas pada sampel pulp setelah proses pemasakan adalah 18,18 cP, setelah pengelantangan I (D0) menggunakan klorindioksida 7,5 g/L dengan variasi penambahan HCl 18,5 % sebesar 2 tetes : 15,87 cP, 4 tetes : 15,03 cP, 6 tetes : 14,51 cP.
14 14,5 15 15,5 16
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Variasi pH
Vi
sk
o
si
ta
s (
c
P
)
Gambar 4.2.3 Kurva perubahan Viskositas terhadap Variasi pH dengan penambahan
HCl 18,5 %
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa berkurangnya pH saat pengelantangan oleh karena bertambahnya jumlah HCl 18,5 % yang ditambahkan mengakibatkan semakin turun viskositas dari pulp hasil pengelantangan. Hal ini disebabkan reaksi klorindioksida dengan dengan karbohidrat mengoksidasi dan menguraikan polimer-polimer selulosa dan hemiselulosa meningkat pada pH yang lebih rendah. (Suhunan,S.2003)
Sifat-sifat polimer selulosa mengenai berat molekul dapat dipelajari dalam keadaan larutan menggunakan pelarut Cupri Etilen Diamin.( Hardjono,S.1995)
(52)
Didalam penelitian diperoleh bahwa tingkat kecerahan (Brightness) sampel pulp setelah proses pemasakan adalah 21,85 % ISO, setelah pengelantangan I (D0) oleh klorindioksida pada variasi penambahan HCl 18,5 % sebesar 2 tetes 45,01 %
ISO, 4 tetes 45,76 % ISO, 6 tetes 45,90 % ISO.
44,8 45 45,2 45,4 45,6 45,8 46
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Variasi pH K ecer ah an ( % I S O )
Gambar 4.2.4 Kurva perubahan Kecerahan (Brigthness) Pulp terhadap variasi pH dengan penambahan HCl 18,5 %.
Didalam penelitian juga diperoleh bahwa tingkat kecerahan pada pulp setelah proses pemasakan adalah 23,69 % ISO, pada tahap pengelantangan D0 oleh ClO2 adalah 53,2 % ISO, pada tahap pengelantangan EP oleh NaOH dan H2O2 adalah 75,9 % ISO, dan pada tahap D1 dan D2 oleh ClO2 masing-masing adalah 86,7 % ISO, dan 86,8 % ISO.
0 20 40 60 80 100
0 1 2 3 4 5 6
Tahapan Pengelantangan T in g kat K ecer ah an ( % IS O )
(53)
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa delignifikasi pada setiap proses pengelantangan meningkatkan kecerahan pulp. (Suhunan,S.2003)
Keterangan
1 : Pulp setelah proses pemasakan (Blowline) 2 : Tahap pemutihan D0 oleh ClO2
3 : Tahap pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 4 : Tahap pemutihan D1 oleh ClO2
5 : Tahap pemutihan D2 oleh ClO2
Didalam penelitian diperoleh bahwa kadar sulfida pada pulp setelah proses pemasakan adalah 0,183 ppm, pada tahap pengelantangan D0 oleh ClO2 adalah 0,153 ppm, pada tahap pengelantangan EP oleh NaOH dan H2O2 adalah 0,027 ppm, dan pada tahap D1 dan D2 oleh ClO2 masing-masing adalah 0,025 ppm, dan 0,020 ppm.
Hal ini dikarenakan sulfur dapat hilang sepanjang pencucian pulp tersebut. (Reeve,D.W.1989) 0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 0,18 0,2
0 1 2 3 4 5 6
Tahapan Pe nge lantangan
K ad ar S u lf id a ( p p m )
Gambar 4.2.6 Kurva perubahan Kadar Sulfida didalam Pulp terhadap setiap Tahapan Pengelantangan.
Keterangan
1 : Pulp setelah proses pemasakan (Blowline) 2 : Tahap pemutihan D0 oleh ClO2
3 : Tahap pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 4 : Tahap pemutihan D1 oleh ClO2
(54)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan Penelitian diperoleh % C-Organik, Viskositas, tingkat kecerahan, dan kadar Sulfida didalam pulp :
1. Bilangan Kappa (tingkat delignifikasi) pada pulp sebelum proses pemutihan adalah 13,65.
2. pH optimum yang didapat agar pemutihan pada tahap Do dengan
menggunakan ClO2 dihasilkan pulp yang memiliki kecerahan yang tinggi adalah 1,4 dimana viskositas dari pulp tersebut menurun menjadi 14,01 cP dan % C-Organiknya menjadi 51,19 %. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan penambahan HCl untuk menurunkan pH pada tahap pemutihan D0 oleh ClO2 dapat meningkatkan kecerahan tetapi menurunkan viskositas pulp tersebut. 3. Kandungan Sulfida pada proses pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 menurun
yaitu sebesar 0,027 ppm dimana kecerahannya meningkat menjadi 75,9 % ISO dan %C-Organiknya adalah 45,978%. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada tahap pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 sangat mempengaruhi kehilangan kandungan sulfida dan meningkatkan kecerahan pulp. Disamping itu kandungan C-Organik yang tinggi dapat menurunkan kecerahan pulp tersebut.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya diperlukan analisa kandungan C-Organik, viskositas, sulfida, dan tingkat kecerahannya dengan menggunakan sampel pulp dari hasil pemasakan dan pemutihan pada setiap tahapannya dengan skala laboratorium agar dapat dilihat dengan jelas pengaruh daripada parameter proses yang dilakukan terhadap hasil analisa.
(55)
DAFTAR PUSTAKA
Alfred, W.,1988. Tropical Wood Pulp Symposium’88, Kanada : Arbokem Inc. Batubara, R., 2006. Teknologi Bleaching Ramah Lingkungan, Medan :
USU Repository 2006.
Bolker, L., 1972. Pulp Paper. Canada : John And Miller Inc. Brahmana.H.R, 2005. Kimia Pulp. Medan : USU Press
Casey, J.P. 1980. Pulp And Paper Chemistry And Chemical Tecnology. Third Edition. New York : Willey Intersci.
Cowd.M, Stark.G, 1991. Kimia Polimer. Bandung : Penerbit ITB.
Dominique, Christine, Yahya. 2006. Future Challenges In Chemical Pulp Bleaching. Volume 60. Prancis: ATIP.
Hardjono, S., 1995. Kimia Kayu Dasar-Dasar Dan Penggunaanya. Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
James, E.K., 1979. Paper And Paper Board Manufacturing And Converting Fundamentals. Chicago : Miller Freeman Publication.
Kenneth.E, 1981. Pulping Processes Mill Operations, Technology and Practices. California : Miller Freeman. Inc.
Marteny. 1980. Semichemical Pulping, The Neutral Sulfite Semichemical. New York : Willey-Intersci.
Muklis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. Terbitan Pertama. Medan : USU Press. Reeve, D.W.,1989. Bleaching Chemistry, Pulp And Paper Manufacture.
Chicago : MillerFreeman, Inc.
Smook, G.A, 1982. Hand Book For Pulp And Pare Technologist. Boston : Miller Freeman, Inc.
Sperling. L.H, 1986. Introduction to Physical Polymer Science. New York : John Willey & Sons.
Suparmoko.M, 1999. Metode Penelitian Praktis. Edisi Keempat. Yogyakarta : BPFE- Yogyakarta.
Suhunan. S, 2003. Bleaching Field Operator, Porsea : PT Toba Pulp Lestari, Tbk Wegener. D, 1985. Wood : Chemistry, Ultrastructure, Reaction. Berlin : Walter de Grugter & Co.
(56)
Lampiran
Tabel 1. Data Pengukuran C-Organik dengan Metode Walkey Black
No Perlakuan % C - Organik
1 Sebelum tahap pengelantangan (Blowline) 55,75
2 Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2
dengan penambahan HCl 2 tetes 51,93
3
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 dengan
penambahan HCl 4 tetes
51,63
4
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 dengan
penambahan HCl 6 tetes
51,19
5 Setelah proses pemasakan ( Blowline) 55,607
6 Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 55,327
7 Pengelantangan II (EP) menggunakan NaOH dan
H2O2 54,978
8 Pengelantangan III (D1) menggunakan ClO2 54,510
(57)
Tabel 2. Data Pengukuran Viskositas dengan Viskosimeter ”Cannon Fenske”
No Perlakuan Viskositas ( Cp)
1 Sebelum tahap pengelantangan (Blowline) 18,18
2 Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2
dengan penambahan HCl 2 tetes 15,87
3
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 dengan
penambahan HCl 4 tetes
15,03
4
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 dengan
penambahan HCl 6 tetes
14,51
Tabel 3. Data Pengukuran Kadar Sulfida dengan metode Spektrofotometri.
No Perlakuan Kadar Sulfida
( ppm) 1 Setelah proses pemasakan ( Blowline)
0,183 2 Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2
0,153 3 Pengelantangan II (EP) menggunakan NaOH
dan H2O2 0,027
4 Pengelantangan III (D1) menggunakan ClO2
0,025 5 Pengelantangan IV (D2) menggunakan ClO2
(1)
Didalam penelitian diperoleh bahwa tingkat kecerahan (Brightness) sampel pulp setelah proses pemasakan adalah 21,85 % ISO, setelah pengelantangan I (D0) oleh klorindioksida pada variasi penambahan HCl 18,5 % sebesar 2 tetes 45,01 %
ISO, 4 tetes 45,76 % ISO, 6 tetes 45,90 % ISO.
44,8 45 45,2 45,4 45,6 45,8 46
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3
Variasi pH K ecer ah an ( % I S O )
Gambar 4.2.4 Kurva perubahan Kecerahan (Brigthness) Pulp terhadap variasi pH dengan penambahan HCl 18,5 %.
Didalam penelitian juga diperoleh bahwa tingkat kecerahan pada pulp setelah proses pemasakan adalah 23,69 % ISO, pada tahap pengelantangan D0 oleh ClO2 adalah 53,2 % ISO, pada tahap pengelantangan EP oleh NaOH dan H2O2 adalah 75,9 % ISO, dan pada tahap D1 dan D2 oleh ClO2 masing-masing adalah 86,7 % ISO, dan 86,8 % ISO.
0 20 40 60 80 100
0 1 2 3 4 5 6
Tahapan Pengelantangan T in g kat K ecer ah an ( % IS O )
Gambar 4.2.5 Kurva perubahan Kecerahan (Brigthness) Pulp terhadap Setiap Tahapan
(2)
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa delignifikasi pada setiap proses pengelantangan meningkatkan kecerahan pulp. (Suhunan,S.2003)
Keterangan
1 : Pulp setelah proses pemasakan (Blowline) 2 : Tahap pemutihan D0 oleh ClO2
3 : Tahap pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 4 : Tahap pemutihan D1 oleh ClO2
5 : Tahap pemutihan D2 oleh ClO2
Didalam penelitian diperoleh bahwa kadar sulfida pada pulp setelah proses pemasakan adalah 0,183 ppm, pada tahap pengelantangan D0 oleh ClO2 adalah 0,153 ppm, pada tahap pengelantangan EP oleh NaOH dan H2O2 adalah 0,027 ppm, dan pada tahap D1 dan D2 oleh ClO2 masing-masing adalah 0,025 ppm, dan 0,020 ppm.
Hal ini dikarenakan sulfur dapat hilang sepanjang pencucian pulp tersebut. (Reeve,D.W.1989)
0 0,02 0,04 0,06 0,08 0,1 0,12 0,14 0,16 0,18 0,2
0 1 2 3 4 5 6
Tahapan Pe nge lantangan
K
ad
ar
S
u
lf
id
a (
p
p
m
)
Gambar 4.2.6 Kurva perubahan Kadar Sulfida didalam Pulp terhadap setiap Tahapan Pengelantangan.
Keterangan
1 : Pulp setelah proses pemasakan (Blowline) 2 : Tahap pemutihan D0 oleh ClO2
3 : Tahap pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 4 : Tahap pemutihan D1 oleh ClO2
(3)
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan Penelitian diperoleh % C-Organik, Viskositas, tingkat kecerahan, dan kadar Sulfida didalam pulp :
1. Bilangan Kappa (tingkat delignifikasi) pada pulp sebelum proses pemutihan adalah 13,65.
2. pH optimum yang didapat agar pemutihan pada tahap Do dengan menggunakan ClO2 dihasilkan pulp yang memiliki kecerahan yang tinggi adalah 1,4 dimana viskositas dari pulp tersebut menurun menjadi 14,01 cP dan % C-Organiknya menjadi 51,19 %. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan penambahan HCl untuk menurunkan pH pada tahap pemutihan D0 oleh ClO2 dapat meningkatkan kecerahan tetapi menurunkan viskositas pulp tersebut. 3. Kandungan Sulfida pada proses pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 menurun
yaitu sebesar 0,027 ppm dimana kecerahannya meningkat menjadi 75,9 % ISO dan %C-Organiknya adalah 45,978%. Oleh karena itu, dapat ditarik kesimpulan bahwa pada tahap pemutihan EP oleh NaOH dan H2O2 sangat mempengaruhi kehilangan kandungan sulfida dan meningkatkan kecerahan pulp. Disamping itu kandungan C-Organik yang tinggi dapat menurunkan kecerahan pulp tersebut.
5.2 Saran
Untuk penelitian selanjutnya diperlukan analisa kandungan C-Organik, viskositas, sulfida, dan tingkat kecerahannya dengan menggunakan sampel pulp dari hasil pemasakan dan pemutihan pada setiap tahapannya dengan skala laboratorium agar dapat dilihat dengan jelas pengaruh daripada parameter proses yang dilakukan terhadap hasil analisa.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
Alfred, W.,1988. Tropical Wood Pulp Symposium’88, Kanada : Arbokem Inc. Batubara, R., 2006. Teknologi Bleaching Ramah Lingkungan, Medan :
USU Repository 2006.
Bolker, L., 1972. Pulp Paper. Canada : John And Miller Inc. Brahmana.H.R, 2005. Kimia Pulp. Medan : USU Press
Casey, J.P. 1980. Pulp And Paper Chemistry And Chemical Tecnology. Third Edition. New York : Willey Intersci.
Cowd.M, Stark.G, 1991. Kimia Polimer. Bandung : Penerbit ITB.
Dominique, Christine, Yahya. 2006. Future Challenges In Chemical Pulp Bleaching. Volume 60. Prancis: ATIP.
Hardjono, S., 1995. Kimia Kayu Dasar-Dasar Dan Penggunaanya. Edisi Kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
James, E.K., 1979. Paper And Paper Board Manufacturing And Converting Fundamentals. Chicago : Miller Freeman Publication.
Kenneth.E, 1981. Pulping Processes Mill Operations, Technology and Practices. California : Miller Freeman. Inc.
Marteny. 1980. Semichemical Pulping, The Neutral Sulfite Semichemical. New York : Willey-Intersci.
Muklis. 2007. Analisis Tanah Tanaman. Terbitan Pertama. Medan : USU Press. Reeve, D.W.,1989. Bleaching Chemistry, Pulp And Paper Manufacture.
Chicago : MillerFreeman, Inc.
Smook, G.A, 1982. Hand Book For Pulp And Pare Technologist. Boston : Miller Freeman, Inc.
Sperling. L.H, 1986. Introduction to Physical Polymer Science. New York : John Willey & Sons.
Suparmoko.M, 1999. Metode Penelitian Praktis. Edisi Keempat. Yogyakarta : BPFE- Yogyakarta.
Suhunan. S, 2003. Bleaching Field Operator, Porsea : PT Toba Pulp Lestari, Tbk Wegener. D, 1985. Wood : Chemistry, Ultrastructure, Reaction. Berlin : Walter de Grugter & Co.
(5)
Lampiran
Tabel 1. Data Pengukuran C-Organik dengan Metode Walkey Black
No Perlakuan % C - Organik
1 Sebelum tahap pengelantangan (Blowline) 55,75
2 Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2
dengan penambahan HCl 2 tetes 51,93
3
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 dengan
penambahan HCl 4 tetes
51,63
4
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 dengan
penambahan HCl 6 tetes
51,19
5 Setelah proses pemasakan ( Blowline) 55,607
6 Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 55,327
7 Pengelantangan II (EP) menggunakan NaOH dan
H2O2 54,978
8 Pengelantangan III (D1) menggunakan ClO2 54,510
9 Pengelantangan IV (D2) menggunakan ClO2 53,906
(6)
Tabel 2. Data Pengukuran Viskositas dengan Viskosimeter ”Cannon Fenske”
No Perlakuan Viskositas ( Cp)
1 Sebelum tahap pengelantangan (Blowline) 18,18
2 Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2
dengan penambahan HCl 2 tetes 15,87
3
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 dengan
penambahan HCl 4 tetes
15,03
4
Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2 dengan
penambahan HCl 6 tetes
14,51
Tabel 3. Data Pengukuran Kadar Sulfida dengan metode Spektrofotometri.
No Perlakuan Kadar Sulfida
( ppm) 1 Setelah proses pemasakan ( Blowline)
0,183 2 Pengelantangan I (D0) menggunakan ClO2
0,153 3 Pengelantangan II (EP) menggunakan NaOH
dan H2O2 0,027
4 Pengelantangan III (D1) menggunakan ClO2
0,025 5 Pengelantangan IV (D2) menggunakan ClO2