baru bagi masyarakat menyuntik bayi usia 0-7 hari, tentunya perlu sosialisasi kepada masyarakat dan perlu dukungan berbagai pihak.
Pemberian imunisasi pada seorang bayi sangatlah penting termasuk ketepatan waktu dan berbagai macam jenisnya. Banyak orang tua yang cukup
teledor untuk memberikan anaknya imunisasi, seperti hanya memberikan beberapa Imunisasi yang penting saja. Padahal jika mereka tahu bahayanya,
mungkin mereka akan berpikir dua kali untuk melakukan hal tersebut. Program imunisasi tidak boleh dilakukan sembarangan dan harus sesuai
jadwal lahir dan usia dari sang bayi, karena pemberian Imunisasi yang terlambat bisa dikatakan hampir percuma karena biasanya sang penyakit sudah ada duluan
di dalam tubuh sang bayi. Keterlambatan dalam vaksinasi sampai usia 18 bulan akan meningkatkan kemungkinan anak terserang penyakit karena pada usia
tersebut anak rentan terhadap penyakit Dombkowski, 2004.
5.2 Gambaran Karakteristik Informan
Dari hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa informan yang terpilih sudah sesuai dengan azas kesesuaian, yang mana sampel yang dipilih
dalam penelitian ini yaitu ibu yang mempunyai bayi 0-12 bulan yang diantaranya 4 orang bayi yang tidak mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0 dan 1 orang bayi
yang mendapatkan imunisasi Hepatitis B-0. Berdasarkan hasil penelitian dari 5 informan diketahui bahwa umur
informan bervariasi antara 24 tahun hingga 35 tahun. Untuk jenjang pendidikan dari 5 informan, terdapat 1 informan berpendidikan SD, 1 informan berpendidikan
SMP, 2 informan berpendidikan SMA, dan 1 informan berpendidikan DIII. Dari
Universitas Sumatera Utara
tempat bersalin, 4 informan bersalin dengan bidan, dan 1informan bersalin di rumah sakit. Untuk karakteristik bidan, bidan yang menjadi informan
berpendidikan DIV Kebidanan, yang bekerja di Puskesmas Pangirkiran dibagian Imunisasi.
Dalam pemberian imunisasi Hepatitis B-0 pada bayi baru lahir dapat dipengaruhi oleh:
5.3 Peran Ibu
Peran adalah seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu sistem Mubarak, 2009.
Peran merujuk kepada beberapa set perilaku yang kurang lebih bersifat homogen, yang didefinisikan dan diharapkan secara normatif dari seseorang peran dalam
situasi sosial tertentu Mubarak, 2009. Peran keluarga adalah tingkah laku spesifik yang diharapkan oleh seseorang dalam konteks keluarga. Jadi peran
keluarga didasari oleh harapan dan pola perilaku dari keluarga, kelompok dan masyarakat Setiadi, 2008.
Menurut Setiadi 2008 setiap anggota keluarga mempunyai peran masing- masing. Peran ibu sebagai pengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak
– anak, pelindung keluarga dan juga sebagai anggota masyarakat kelompok sosial
tertentu. Peran ibu sangat penting dalam menentukan status kesehatan bayinya, termasuk untuk kelengkapan imunisasi bayinya. Berbagai faktor dapat
mempengaruhi perilaku ibu dalam memainkan perannya sehubungan dengan masalah kesehatan bayinya, misalnya latar belakang pendidikannya, umur, jumlah
anak, pekerjaan serta sosioekominya
Universitas Sumatera Utara
Peran orangtua dalam pemberian imunisasi Hepatitis B-0 di Desa Pangirkiran sangat kurang, karena ibu melihat anak mereka yang tidak
mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 sajapun sehat dan gemuk, dan berpikiran imunisasi tersebut hanya akan membuat anak mereka sakit, kemudian karena anak
masih kecil jadi tidak sanggup untuk melihat anaknya disuntik. Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua ibu telah
menjadi stategi popular di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak- anak tidak akan diimunisasi secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat
penjelasan yang baik atau karena memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi. Pengaruh peran ibu dalam pemberian Imunisasi Hepatitis B-0 pada bayi
usia 0-7 hari dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut:
5.3.1 Pengetahuan Knowledge
Pengetahuan didefinisikan sebagai hasil “tahu” setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu dan sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui indera penglihatan dan pendengaran. Proses penginderaan diperoleh baik dalam bentuk pengamatan sendiri, pengalaman
oranglain atau teori yang diperoleh dari media massa sehingga orang tersebut dapat memahami segala gejala sosial yang dihadapinya Notoatmodjo, 2007.
Ibu-ibu yang berada di Desa Pangirkiran masih mempunyai pengetahuan yang kurang tentang imunisasi hepatitis B-0, mereka tidak mengetahui pentingnya
anak diberi imunisasi sejak dini, bahkan ada beberapa ibu yang sama sekali tidak membawa anaknya untuk imunisasi. Walaupun mereka sudah mendapatkan
Universitas Sumatera Utara
informasi dari tenaga kesehatan tentang imunisasi, tetapi mereka masih juga tidak membawa anaknya karena berbagai alasan dan masih keliru dengan imunisasi.
Untuk mengetahui pengetahuan informan, peneliti melihat dari 1 pengetahuan tentang pengertian dan manfaat imunisasi hepatitis B-0, 2
mendapatkan informasi tentang imunisasi hepatitis B-0.
1. Pengertian Dan Manfaat Imunisasi Hepatitis B-0
Berdasarkan hasil wawancara terhadap 5 informan, 4 diantaranya dapat diketahui bahwa pengetahuan informan tentang pengertian imunisasi hepatitis B-0
masih kurang, seperti yang diungkapkan informan sebagai berikut : “Iya tahu...tapi agak-agak lupa gitu aku dek...”
“Tahulah...untuk kesehatan anak biar tidak terkena penyakit...” Informan lain mengatakan:
“Iya imunisasi yang disuntikkan waktu dia lahir itukan....” “Ya...untuk kesehatan anaklah...”
Informan lain yang mengetahui tentang imunisasi hepatitis B-0 juga mengatakan: “Iya tahu...imunisasi yang diberikan setelah bayi lahirlah dek...”
“Manfaatnya untuk mencegah agar anak tidak terkena penyakit hepatitis B”
Hasil penelitian Gunawan di Kabupaten Langkat pada tahun 2009 tentang karateristik ibu dan lingkungan sosial budaya terhadap pemberian imunisasi
hepatitis B pada bayi 0-7 hari. Diperoleh hasil, pengetahuan ibu merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap karateristik ibu terhadap pemberian
imunisasi Hepatitis B pada bayi 0-7 hari.
Universitas Sumatera Utara
Hasil penelitian Yuhanadh 2012 menujukkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu dengan memberikan imunisai hepatitis B 0-7
hari diwilayah kerja puskesmas panteraja dengan hasil persentase ibu yang berpengetahuan baik lebih banyak yaitu 80 dibandingkan ibu yang
berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 20. Survey awal yang Wahyu Sifa lakukan diwilayah kerja Puskesmas
Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan pada bulan Maret tahun 2013 tentang pemberian imunisasi Hepatitis B 0-7 hari pada 8 orang ibu bayi, terdapat 4 orang
ibu mengatakan tidak tahu tentang manfaat pemberian imunisasi tersebut, karena ibu tidak memperdulikan apa yang dilakukan oleh bidan penolong karena ibu
sedang menghadapi post partum. Kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap kesehatan mereka tidak
berperilaku sesuai dengan nilai kesehatan Eko Hesty, 2009 Tidak tercapainya target imunisasi hingga mencakup semua bayi, di beberapa daerah,
antara lain disebabkan pemahaman masyarakat yang masih terbatas bahkan keliru terhadap imunisasi Muchtar, 2009.
2. Mendapatkan Informasi Tentang Imunisasi Hepatitis B-0
Penyuluhan kesehatan yang umumnya dikenal dengan istilah pendidikan kesehatan merupakan penunjang bagi program-program kesehatan lain artinya
setiap program kesehatan misalnya pemberantasan penyakit, perbaikan gizi masyarakat, sanitasi lingkungan, kesehatan ibu dan anak, program pelayanan
kesehatan. Kegiatan promosi kesehatan adalah penyuluhan kesehatan dimana tujuan khusus dari membari motivasi tentang kesehatan adalah memberikan
Universitas Sumatera Utara
keyakinan kepada Ibu sehingga terjadi peningkatan pengetahuan Ibu, sebagai contoh menjelaskan pro dan kontra tentang vaksinasi kepada orang tua bayi
mempunyai tujuan khusus bahwa mereka akan mengetahui apa manfaat dan kerugian vaksinasi Ewles, 1994.
Dari hasil penelitian dari 5 informan, 3 informan mengatakan pernah mendapatkan informasi tentang imunisasi hepatitis B-0 dari petugas kesehatan,
seperti berikut: “Pernah waktu itu...dikasih tahunya sama orang itu tapi saya malas”.
Informan lain mengatakan: “Memang sih ada, tapi ayah nya ini takut dia kan kalo diimunisasikan ada
sakit jadi gak dibolehkan ayahnya ”.
Informan lain juga mengatakan: “nggak ada dek...pokoknya siap melahirkan aku, udah...”.
Hasil penelitian Wawan yang dilakukan di Kelurahan Lemo, Kecamatan Kulisusu Kabupaten Buton Utara Tahun 2010, menunjukkan bahwa dari 17
responden 54,8 yang tidak memperoleh penyuluhan kesehatan, terdapat 13 responden diantaranya 76,5 tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B 0-7 hari
dan 4 responden lainnya 23,5 yang mendapatkan imunisasi hepatitis B 0-7 hari. Responden yang memperoleh penyuluhan kesehatan sebanyak 14 responden
45,2, 5 responden diantaranya 35,7 tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B 0-7 hari dan 9 responden lainnya 64,3 yang mendapatkan imunisasi
hepatitis B 0-7 hari.
Universitas Sumatera Utara
Hambatan lingkungan dan logistik berupa iklim, geografi atau sulitnya menjangkau pelayanan kesehatan karena jalan yang buruk, jam kerja yang tidak
sesuai dengan keadaan masyarakat atau lamanya waktu tunggu untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Suatu program kesehatan akan gagal bila
interaksi antara pemberi pelayanan dan masyarakat kurang. Perilaku kasar petugas kesehatan pada saat memberikan informasi membuat orang tua enggan untuk
mengimunisasikan anaknya. Situasi seperti ini sering tidak disadari oleh petugas kesehatan WHO, 2000.
Pengakuan sebagian responden yang mengikuti penyuluhan kesehatan di Desa Pangirkiran mengemukakan bahwa para responden tidak memahami apa
yang disampaikan oleh petugas kesehatan. Selain itu, kurangnya partisipasi dalam kegiatan penyuluhan kesehatan yang dilakukan oleh petugas kesehatan dilakukan
pada saat pengunjung posyandu sedang sibuk dengan berbagai kegiatan. Kesibukan responden baik posisinya sebagai ibu rumah tangga atau mencari
kesibukan lain untuk menambah jumlah pendapatan keluarga. sehingga menimbulkan kemalasan responden untuk mengikuti penyuluhan yang dilakukan
oleh petugas kesehatan. Pemberian informasi di Desa Pangirkiran harus secara terus menerus
dilakukan tentang imunisasi Hepatitis B-0 untuk meningkatkan pemahaman ibu. Informasi tersebut dapat disampaikan pada saat kunjungan ANC Antenatal care,
pertolongan persalinan, atau pada saat posyandu sambil diberi penyuluhan tentang pentingnya imunisasi.
Universitas Sumatera Utara
5.3.2 Sikap Attitude
Sikap adalah kecendrungan bertindak dari individu, berupa respon tertutup terhadap stimulus ataupun objek tertentu Sunaryo, 2004. Faktor yang dapat
mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku pada diri seseorang atau masyarakat adalah sikap seseorang atau masyarakat tersebut terhadap apa yang
akan dilakukan. Sikap terhadap kesehatan adalah pendapat atau penilaian orang terhadap hal-hal yang berkaitan dengan pemeliharaan kesehatan yang salah
satunya mencakup sikap terhadap pencegahan penyakit menular Notoatmodjo, 2005.
Di Desa Pangirkiran masih ada orangtua yang tidak mau anaknya diimunisasi, karena masih takut efek samping yang terjadi setelah penyuntikan,
sehingga orangtua memutuskan untuk tidak membawa anaknya imunisasi. Kemudian karena waktu orangtua yang tidak ada, orangtua yang sibuk bekerja
dan lebih mementingkan pekerjaan dari pada membawa anaknya untuk imunisasi, bahkan mengatakan malas untuk ke posyandu atau ke puskesmas, padahal
kesehatan anak lebih penting dari semuanya. Informan yang pertama berinisial AN memiliki 4 orang anak, tetapi hanya
anak yang keempat ini yang imunisasinya tidak lengkap termasuk tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 sejak lahir. Informan tidak membawa
bayinya ke posyandu atau ke puskesmas untuk mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 karena waktu yang tidak ada dengan alasan banyak kerjaan, seperti yang
diungkapkan sebagai berikut: “Disuruh malas dek...banyak kerjaan menyuci lagi kesawah lagi. Jadi dak
sempat aku banyak kerjaan”.
Universitas Sumatera Utara
Informan kedua berinisial HN memiliki 2 orang anak. Anak pertama sudah mendapatkan imunisasi lengkap tetapi anak kedua tidak mendapatkan sama sekali
imunisasi termasuk imunisasi hepatitis B-0. Informan tidak membawa bayinya ke posyandu atau ke puskesmas dengan alasan karena takut efek samping yang
dialami setelah penyuntikan. Ayah sianak trauma karena anak pertama mereka mengalami demam dan bengkak kemerahan setelah imunisasi sehingga suami
informan melarang untuk tidak memberikan imunisasi lagi pada anak kedua mereka, seperti yang diungkapkan sebagai berikut:
“Memang sech ada, tapi ayah nya ini takut dia kan kalo diimunisasikan ada sakit jadi gak diboleh kan ayahnya”.
Informan ketiga berinisial JK memiliki 2 orang anak. Anak kedua berusia 12 bulan dan tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 sejak lahir. Informan
tidak membawa bayinya ke posyandu atau ke puskesmas karena tidak diberitahu oleh bidannya dan ketidaktahuan tentang jadwal posyandu yang dilaksanakan di
desa tersebut karena posyandu yang dilaksanakan terkadang secara tiba-tiba, seperti yang diungkapkan sebagai berikut:
“Nggak ada dikasih tahu...” “Tiba-tiba aja posyandu, orang itupun nggak ada ngasih tahu...kadang-
kadang pun kita kan nggak disini jadi nggak tahu” Informan keempat berinisial AP memiliki 3 orang anak. Anak yang ketiga
berusia 5 bulan dan pada saat bayi lahir tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0. Informan tidak membawa atau melapor kepada bidan atau tenaga kesehatan
yang ada di desa tersebut karena tidak mengetahui tentang imunisasi hepatitis B-0 dan tidak ada mendapatkan atau diberi saran untuk membawa bayi segera
Universitas Sumatera Utara
imunisasi hepatitis B-0 ke posyandu atau puskesmas, seperti yang diungkapkan sebagai berikut:
“Tidak ada...jadi tidak tahulah dek”. Informan kelima berinisial YS memiliki 1 orang anak, bersalin di rumah
sakit Nur’Aini Kota Pinang. Informan mengatakan bahwa bayinya sudah
mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 setelah bayi lahir dari petugas kesehatan rumah sakit.
“Lengkap...yang Hb0 ya dikasih...di rumah sakit Nur’Aini Kota Pinang”. Hasil penelitian Idwar tentang Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Status Imunisasi Hepatitis B pada Bayi 0-11 Bulan di Kabupaten Aceh Besar Propinsi Daerah Istimewa Aceh Tahun 19981999. Diperoleh hasil, Ibu yang
mempunyai sikap positif terhadap imunisasi mempunyai risiko 1,55 kali untuk mengimunisasikan bayinya dibandingkan ibu yang mempunyai sikap negatif.
Sikap yang positif dapat menjadi faktor predisposing atau pencetus yang menyebabkan ibu membawa bayinya untuk diimunisasi.
Survey awal yang dilakukan Wahyu Sifa diwilayah kerja Puskesmas Bakongan Timur Kabupaten Aceh Selatan pada bulan Maret tahun 2013 tentang
pemberian imunisasi Hepatitis B 0-7 hari bahwa menunjukkan persentase ibu yang memberikan imunisasi Hepatitis B 0-7 hari didapatkan pada ibu yang
bersikap positif sebanyak 48 dan ibu yang bersikap negatif sebanyak 52. Imunisasi Hepatitis B-0 untuk mencegah virus Hepatitis B yang dapat
menyerang dan merusak hati. Oleh karena itu, bila orangtua tidak mau anaknya diimunisasi berarti bisa membahayakan keselamatan anaknya, karena mudah
Universitas Sumatera Utara
tertular penyakit berbahaya yang dapat menimbulkan sakit berat, cacat atau
kematian Soedjatmiko, 2008.
Menurut asumsi penelitian sikap ibu dengan pemberian imunisasi hepatitis B 0-7 hari di Desa Pangirkiran termasuk dalam katagori positif hal ini secara
langsung mempengaruhi tindakan ibu dalam memberikan imunisasi hepatitis B 0-7 hari pada anaknya dan sebagian ibu-ibu yang bersikap negatif karena ibu
berpendapat tidak perlu diimunisasikan hepatitis B 0-7 hari karena mengakibatkan anaknya demam dan juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti orang-orang
yang berpengaruh disekitarnya yaitu suami, dan lain sebagainya.
5.3.3 Kepercayaan
Kepercayaan terhadap baik buruknya nilai kesehatan didasarkan atas penilaiannya pada kemanfaatan yang dirasakan dari segi emosikejiwaan, sosial,
ekonomi, dan lain-lain kerugian dan akibat yang dirasakannya akan timbul, serta hambatan-hambatan yang dirasakan Eko Hesty, 2009.
Masyarakat di Desa Pangirkiran mengatakan bahwa bayi yang tidak mendapatkan imunisasi sudah menjadi kebiasaan di lingkungan mereka, karena
mereka lebih percaya dengan apa yang mereka lihat saat ini pada anaknya yang belum mengalami sakit. Mereka tidak mengetahui apa dampak nya kedepan bagi
kesehatan anaknya, yang mereka tahu saat ini anaknya sehat-sehat saja dan tidak mempengaruhi jika anaknya tidak mendapatkan imunisasi. Dari hasil wawancara
terhadap 5 informan, semua informan mengatakan sebagai berikut : “Memang biasa itu, anak ku pun nggaknya terlalu berpenyakitan kali,
nggak ada makanya itu aku malas, demam aja pun gak pernah”.
Universitas Sumatera Utara
Informan lain mengatakan: “Yang pertama itu dapat...ya karena trauma sama yang pertama”.
Informan lain juga mengatakan: “Nggak...malas aja. Karena dilihat sehatnya kan ya udalah”.
Berdasarkan hasil penelitian Dedi di wilayah kerja puskesmas langsa tahun 2010, bahwa dari 72 ibu, mayoritas mendukung terhadap kepercayaan
dalam pemberian imunisasi hepatitis B pada bayi sebanyak 37 ibu 51,4, yang tidak mendukung terhadap kepercayaan sebanyak 35 ibu 48,6.
Hasil penelitian Suharti di Kelurahan Kenali Besar Wilayah Kerja Puskesmas Kenali Besar Tahun 2012, menunjukan dari 46 responden yang
memiliki kepercayaan baik, 39 84,8 responden imunisasinya baik dan dari 38 responden yang memiliki kepercayaan kurang baik, 19 50,0 responden
imunisasinya baik. Kepercayaan dan perilaku kesehatan ibu juga hal yang penting, karena
penggunaan sarana kesehatan oleh anak berkaitan erat dengan perilaku dan kepercayaan ibu tentang kesehatan dan mempengaruhi status imunisasi Mirzal,
2008. Setelah imunisasi kadang-kadang timbul kejadian ikutan pasca imunisasi KIPI demam ringan sampai tinggi, bengkak, kemerahan, agak rewel. Itu adalah
reaksi yang umum terjadi setelah imunisasi. Umumnya akan hilang dalam 3-4
hari, walaupun kadang-kadang ada yang berlangsung lebih lama Soedjatmiko,
2009.
Universitas Sumatera Utara
Menurut Depkes 2009 salah satu penyebab rendahnya pencapaian imunisasi dikarenakan adanya faktor budaya. Hal ini akan mempengaruhi dalam
pemberian imunisasi karena ada wilayah-wilayah tertentu di Indonesia yang mempunyai budaya yang berpengaruh pada pemberian imunisasi sehingga
cakupan imunisasi masih belum mencapai target. Imunisasi merupakan upaya medis untuk mencegah terjadinya suatu
penyakit. Dalam agama Islam, imunisasi sah menurut hukum absah secara syari sehingga masyarakat tidak perlu ragu untuk melakukan imunisasi sepanjang
materi atau bahan yang digunakan tidak berupa unsur yang haram Sholeh, 2009. Orang tua juga harus mengetahui bahwa pemberian imunisasi aman bagi anak,
bahkan saat anak sedang sakit ringan, mempunyai cacat fisikmental atau mengalami malnutrisi Dinkes. Kota Surabaya, 2007.
Kurangnya pengetahuan masyarakat di Desa Pangirkiran tersebut meliputi persepsi yang salah tentang pentingnya imunisasi dan keparahan suatu penyakit
merupakan faktor penting yang menjadi hambatan keberhasilan imunisasi. Persepsi yang salah tentang keparahan suatu penyakit dipengaruhi oleh
kepercayaan setempat dan kurangnya pengetahuan tentang kesehatan. Kepercayaan dan kurangnya pengetahuan ini membuat individu berasumsi bahwa
penyakit tidak berbahaya, jarang ada, tidak menular, merupakan hal yang biasa bagi anak atau individu akan resisten dengan sendirinya.
Universitas Sumatera Utara
5.4 Peran Bidan
Bidan adalah seseorang yang telah mengikuti program pendidikan bidan yang diakui di negaranya, telah lulus dari pendidikan tersebut, serta memenuhi
kualifikasi untuk didaftar register dan atau memiliki izin yang sah lisensi untuk melakukan praktik bidan Depkes RI, 2007.
Peran bidan berfungsi sebagai memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat, penanggulangan
masalah kesehatan terkait masalah kesehatan ibu dan anak. Mengembangkan pelayanan dasar kesehatan terutama pelayanan kebidanan untuk individu,
keluarga, kelompok khusus dan masyarakat diwilayah kerja dengan melibatkan masyarakat dan klien. Ruang lingkup pelayanan kebidanan adalah meliputi
pelayanan kebidanan kepada ibu dan anak. Pelayanan kepada anak diberikan pada masa bayi baru lahir yang diantara nya adalah pemberian imunisasi Rianti, 2010.
Di Desa Pangirkiran terdapat 1 Bidan Desa yang berinisial AS, 1 Bidan Swasta RF, dan 2 Bidan yang bekerja di Puskesmas Pangirkiran yaitu PR dan
WT. Di Desa tersebut masih ada bayi yang tidak diberikan immunisasi Hepatitis B-0 oleh penolong persalinan. Bidan berinisial PR yang berada di desa
Pangirkiran mengatakan bayi tersebut tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 dikarenakan bidan tersebut tidak mengetahui kapan mereka melahirkan, termasuk
masyarakat yang berada di daerah pegunungan, mereka kebanyakan masih ditolong oleh dukun. Konfirmasi untuk tenaga kesehatan tentang bayi yang lahir
juga tidak ada, karena mereka keluar hanya sekali sebulan. Kemudian akses tenaga kesehatan untuk menjangkau tempat mereka sangat susah, sehingga bayi
Universitas Sumatera Utara
tersebut tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 setelah lahir. Seperti yang diungkapkan sebagai berikut:
“Kalo dianjurkan seharusnya dikasih...tetapi karena budaya, kepercayaan, kekhawatiran, terkadang siibunya ini tidak ngasih. Uda gitu
lokasi rumahnya itu yang diperbukitan jadi akses untuk kelokasinya jadi susah menjangkau lokasinya. Kayak mana kan, kita nggak tahu kapan
lahirnya mereka melahirkan sendiri atau pakai dukun. Kita nggak tahu bidannya atau bidan lain...jadi kalo sama saya atau bidan desa mereka
selalu memberikan. Kecuali bidan-bidan swasta yang lain. Kami sudah membuat koordinasi jika ada persalinan harus melapor ke puskesmas dan
mengambil vaksin hepatitis B-0 unijeck untuk diimunisasikan pada bayi baru lahir, sebagian ada yang mengambil dan sebagian lain tidak
”. Hasil penelitian Ritawati menemukan bahwa penolong persalinan oleh
tenaga kesehatan yaitu sebesar 88,2 yang anaknya diberi imunisasi Hepatitis B-0. Salah satu penyebabnya adalah masih ada masyarakat yang masih ingin
melahirkan oleh non-tenaga kesehatan dukun sebesar 35,4, ini disebabkan kepercayaan masyarakat, bayarannya terjangkau dan masih banyak faktor
antaranya tingkat pengetahuan ibu, jaraknya jauh dengan pelayanan kesehatan sehingga ibu hanya ingin melahirkan di rumah yang dekat dengan tenaga non
kesehatan. Dari informasi bidan di Desa Pangirkiran bahwa untuk mendapatkan
imunisasi Hepatitis B-0 ini tidak dipungut biaya oleh tenaga kesehatan yang bersangkutan, tetapi masyarakat tidak memanfaatkan hal tersebut, bahkan tenaga
kesehatan melakukan kunjungan neonatal kerumah-rumah, tapi masih ada yang menolak untuk anaknya diimunisasi, dan tidak berada dirumah saat tenaga
kesehatan datang. Seperti yang diungkapkan oleh bidan: “Kalo imunisasi Hepatitis B-0 unijeck ini nggak pernah bayar, posyandu
pun nggak bayar, kalo tentang imunisasi kami menggratiskan kecuali posyandu penimbangan...kalo itu mau tuh mereka dipungut Rp. 2.000 dan
Universitas Sumatera Utara
Rp. 3.000 untuk pengganti gizi bayi balita seperti telur bubur itu sebagai honornya kader dipungut Rp. 2.000 itu. Tapi untuk pelayanan imunisasi
baik dibidan desa atau puskesmas mereka memberikan pelayanan imunisasi gratis
” “Kami kerumah bukan ibu yang membawa bayinya kepuskesmas, karena
bayi kan masih kecil dan ibu pun masih dalam masa nifas”. Menurut penelitian Hadi 2005 menemukan bahwa Ibu saat melahirkan
ditolong oleh tenaga kesehatan, bayi cenderung memperoleh imunisasi hepatitis B-0 sebesesar 4,38 kali dibandingkan dengan ibu yang ditolong tenaga non-
kesehatan. Hal ini, dimungkinkan karena salah satu penyebabnya hilangnya kesempatan Missed Opportunity karena penolong persalinan lupa tidak
membawa vaksin uniject FIB, tidak tersedia vaksin 80, petugas kesehatan belum di latih 66, sehingga kawatir terjadi KIPI dan tidak mendapatkan
informasi hepatitis B-0 pada bayi 58,8, masih membayar biaya vaksinasi Hepatitis B 71,3 dan pendidikan suami yang rendah 95.
Bayi usia 0-12 bulan diharapkan sudah mendapat imunisasi hepatitis B secara lengkap. Pemberian imunisasi hepatitis B-0 bagi bayi yang lahir di rumah
sakit dapat diberikan sedini mungkin. Oleh karena itu tempat dimana bayi dilahirkan juga dapat mempengaruhi kelengkapan imunisasinya. Demikian juga
pelayanan imunisasi yang disediakan oleh penolong persalinannya. Untuk meningkatkan cakupan imunisasi hepatitis B-0, hendaknya para petugas kesehatan
maupun kader lebih sering memberikan penyuluhan dan sosialisasi agar para ibu di Desa Pangirkiran lebih sadar untuk membawa balitanya ke posyandu ataupun
sarana pelayanan kesehatan lainnya untuk diimunisasi.
Universitas Sumatera Utara
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan 1. Peran Ibu
a. Peran ibu dalam pemberian imunisasi Hepatitis B-0 di Desa Pangirkiran
sangat kurang, karena ibu melihat anak mereka yang tidak mendapatkan imunisasi hepatitis B-0 sajapun sehat dan gemuk, karena mereka belum
melihat efek dari anak tidak mendapatkan imunisasi tersebut, dan berpikiran imunisasi tersebut hanya akan membuat anak mereka sakit,
kemudian karena anak masih kecil jadi tidak sanggup untuk melihat anaknya disuntik.
b. Alasan informasi berupa kurangnya pengetahuan ibu tentang kebutuhan
dan pentingnya imunisasi pada bayi, ketakutan akan efek samping imunisasi dan adanya persepsi salah yang beredar di masyarakat tentang
imunisasi, kemudian sikap ibu berupa penundaan imunisasi, kurangnya kepercayaan tentang manfaat imunisasi pada bayi, tidak tersedianya vaksin
pada bidan, orang tua yang terlalu sibuk, tidak ada dukungan dari keluarga, anak yang sakit. Data ini menunjukan bahwa pengetahuan sangat berperan
penting dalam pemberian imunisasi pada bayi.
Universitas Sumatera Utara