Pelaksanaan Penagihan Pajak Aktif dan Kontribusinya Terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

(1)

PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

PELAKSANAAN PENAGIHAN AKTIF DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN

PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA O

L E H

LIDA NUR PRATIWI 072600052

Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Menyelesaikan Studi pada Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010


(2)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Penyayang, karena dengan berkah, rahmat, dan karunia-Nya lah sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang berjudul “Pelaksanaan Penagihan Pajak Aktif dan Kontribusinya Terhadap Penerimaan Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia” ini sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

Penulis menyusun laporan ini berdasarkan teori dari beberapa buku dan peraturan perundang-undangan perpajakan, serta dari data dan informasi yang penulis peroleh selama melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia. Adapun penulisan laporan ini bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat dinyatakan lulus pada Program Diploma III Administrasi Perpajakan.

Dalam kesempatan ini penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan dan motivasi kepada penulis selama ini, baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.


(3)

2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Jurusan Program Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. Bastari MM, BKP selaku dosen pembimbing yang telah bersedia memberikan masukan dan saran secara ikhlas meluangkan waktunya bagi penulis mulai dari awal pengerjaan sampai selesainya skripsi ini.

4. Seluruh dosen Program Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat bagi penulis.

5. Bapak Drs. Korpen Damanik selaku Supervisor dan seluruh staff pegawai di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia yang telah mengizinkan dan menerima kehadiran penulis untuk melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri di tempatnya bekerja.

6. Seluruh keluargaku khususnya untuk ibu dan bapak ku yang tanpa henti telah memberikan dukungan do’a, nasehat dan semangat kepadaku dan juga untuk abangku yang aku sayangi..

7. Teman-teman Program Diploma III Administrasi Perpajakan khususnya kelas B.

8. Teman-teman terdekatku yang selama ini setia mendukung penulis saat sedih ataupun senang dan mau menerima penulis apa adanya,


(4)

khususnya untuk Genk GR {Lia (mamiku yang paling narsis), Pina ( kakakQu yang paling ge-er), Rini (kakakQu yang selalu bisa tidur dimanapun) dan dhani (kakakqu yang sangat kalem).

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama penyusunan laporan ini.

Penulis menyadari bahwa laporan ini masih terdapat kekurangan, baik dari segi isi maupun penyajian. Semua ini disebabkan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan penulis. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan laporan ini di kemudian hari. Akhirnya penulis berharap semoga laporan ini dapat menjadi tambahan referensi yang bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Hormat saya, Penulis


(5)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan ... 1

1.2 Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 4

1.2.1 Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 4

1.2.2 Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 5

1.3 Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 7

1.4 Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 7

1.5 Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan Mandiri ... 9

1.6 Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan ... 10

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI 2.1. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 12

2.2. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 17

2.3. Bidang-bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 18


(6)

BAB III GAMBARAN DATA PENAGIHAN AKTIF

3.1. Pengertian Penagihan Pajak ... 23

3.2. Dasar-dasar Penagihan Pajak ... 25

3.3. Tugas, Wewenang dan Kewajiban Jurusita Pajak ... 25

3.4. Proses Penagihan Aktif ... 27

3.4.1. Surat Teguran... 27

3.4.2. Surat Paksa ... 28

3.4.3. Penyitaan ... 29

3.4.4. Lelang ... 32

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI 4.1. Pelaksanaan Penagihan Aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 34

4.2Kontribusi Pelaksanaan Penagihan Aktif Terhadap Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 38

4.3. Masalah-masalah yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Penagihan Aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia ... 39

4.4. Alternatif Pemecahan Masalah ... 41

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 44


(7)

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Pencairan Piutang dalam Pelaksanaan Penagihan Aktif

Tahun 2009...33 Tabel 4.2 Pencairan Tunggakan dan Penerimaan Pajak Tahun 2009 ...38


(9)

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Dalam rangka mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, aman dan merata yang merupakan bagian dari tujuan luhur Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, hanya dapat dicapai melalui pembangunan nasional yang dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air. Untuk dapat membiayai pelaksanaan pembangunan nasional tersebut secara mandiri, salah satu alternatif yang sangat potensial adalah melalui peran serta masyarakat berupa pembayaran pajak. Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besarnya proporsi penerimaan pajak dari tahun ke tahun terhadap seluruh penerimaan negara yang tercantum dalam APBN dan merupakan tugas bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk melaksanakannya.

Salah satu usaha pemerintah dalam meningkatkan penerimaan dari sektor pajak yaitu dengan mengadakan pembaruan peraturan dan kebijakan serta sistem administrasi perpajakan secara terus-menerus dan konsisten ke arah yang lebih baik.

Usaha ini diawali dengan adanya reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang tercermin dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pada Undang-Undang ini, ciri


(10)

dan corak dari sistem pemungutan pajak di negara kita mengalami perubahan yang sangat mendasar, yaitu perubahan dari official assessment system menjadi self assessment system. Dalam official assessment system, petugas pajaklah yang menentukan jumlah pajak terutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sebaliknya pada self assessment system, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Akan tetapi dalam praktik banyak dijumpai Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik, terutama dalam hal pembayaran pajak yang terutang. Hal ini dapat terjadi baik karena kesengajaan dari pihak Wajib Pajak maupun karena minimnya pengetahuan Wajib Pajak mengenai bagaimana cara memenuhi kewajiban perpajakannya tersebut, sehingga kemudian akan timbullah tunggakan pajak. Untuk menjamin agar tunggakan pajak tersebut dapat sepenuhnya masuk ke kas negara, maka diperlukan suatu pembinaan dari petugas pajak berupa pelaksanaan tindakan penagihan yang bersifat memaksa.

Penagihan pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penagihan pasif dan penagihan aktif. Penagihan pasif dilakukan melalui penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Keputusan


(11)

Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Sementara itu penagihan aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pasif, yaitu mulai dari penerbitan Surat Teguran, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan sampai dengan penjualan barang sitaan (lelang). Selain itu, dalam hal-hal tertentu, tindakan penagihan aktif juga dapat berupa penerbitan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, pelaksanaan Pemblokiran, serta Pencegahan dan Penyanderaan. Di dalam tahapan penagihan aktif, Penanggung Pajak akan dibebani dengan biaya tambahan berupa biaya penagihan pajak yang juga harus dilunasi bersama utang pajaknya. Biaya penagihan tersebut tentu memberatkan Wajib Pajak itu sendiri, sehingga Wajib Pajak akan berusaha agar tidak dikenakan tindakan penagihan aktif terhadapnya. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, tidak ada pilihan lain bagi Wajib Pajak selain harus melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku.

Adapun cikal bakal undang-undang penagihan pajak adalah Undang-Undang Darurat Nomor 17 Tahun 1957 (Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 84) yang kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa (Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 63 dan tambahan Lembaran Negara Nomor 1850). Lalu pada tanggal 23 Mei 1997, undang-undang tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat


(12)

Paksa. Setelah itu, pada tanggal 2 Agustus 2000, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Selain itu Pelaksanaan tindakan penagihan juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. (Mardiasmo : 2006)

Karena menyadari pentingnya pelaksanaan penagihan pajak sebagai usaha terakhir dalam mengamankan penerimaan negara, maka penulis tertarik untuk membuat sebuah pembahasan dalam Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri dengan judul “PELAKSANAAN PENAGIHAN AKTIF DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA”.

1.2. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Praktik Kerja Lapangan Mandiri adalah Kegiatan Intrakurikuler yang dilakukan mahasiwa secara mandiri yang dimaksudkan untuk memberikan pengalaman kerja praktis di lapangan yang secara langsung berhubungan dengan teori-teori yang telah diterima dari dosen.

1.2.1. Tujuan Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun tujuan pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ini adalah:

a. Untuk mengetahui pelaksanaan penagihan aktif pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.


(13)

b. Untuk mengetahui kontribusi penagihan aktif terhadap penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

c. Untuk mengetahui masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan penagihan aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia serta alternatif pemecahan masalahnya.

1.2.2. Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Manfaat dari pelaksanaan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) ialah:

a. Bagi Mahasiswa

1. Menambah wawasan di bidang perpajakan khususnya tentang pelaksanaan penagihan aktif.

2. Dapat mempraktikkan teori-teori yang telah diperoleh selama masa perkuliahan dalam pelaksanaan kegiatan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

3. Dapat meningkatkan keahlian dan keterampilan dalam bidang perpajakan khususnya tentang pelaksanaan penagihan aktif.

4. Sebagai wadah untuk mempersiapkan diri menghadapi dunia kerja yang semakin sulit dengan dibekali keahlian keterampilan dan pengalaman yang diperoleh sewaktu melaksanakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.


(14)

b. Bagi Universitas Sumatera Utara

1. Meningkatkan kerjasama yang baik antara pihak Universitas Sumatera Utara dengan Direktorat Jenderal Sumatera Utara I khususnya Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

2. Memberikan uji nyata atas ilmu yang telah diperoleh di perkuliahan. 3. Memperkenalkan sumber daya manusia yang ada di Universitas

Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

4. Dapat mempromosikan sumber daya manusia yang berkompeten di bidang Administrasi Perpajakan di Universitas Sumatera Utara khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan. 5. Mendapatkan masukan berupa ide, saran dan gagasan untuk

penyempurnaan kurikulum Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan sehingga mampu mencapai standar mutu pendidikan yang lebih baik.

c. Bagi Kantor Pelayanan Pratama Medan Polonia

1. Mempererat hubungan antara Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dengan pihak Universitas khususnya Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.


(15)

2. Mendapat masukan berupa ide, saran, dan gagasan dari Perguruan Tinggi menyangkut penanganan masalah perpajakan khususnya penagihan aktif.

3. Mengetahui tingkat perkembangan ilmu perpajakan di lingkungan Perguruan Tinggi khususnya di Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan Universitas Sumatera Utara terhadap kebutuhan penanganan masalah-masalah yang muncul dalam Administrasi Perpajakan.

1.3. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Adapun ruang lingkup praktik kerja lapangan mandiri ialah penulis hanya akan membahas topik mengenai pelaksanaan penagihan aktif mulai dari penerbitan Surat Teguran, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan, sampai dengan lelang yang terjadi pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia tahun 2009.

1.4. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Untuk mendapatkan dan mengumpulkan data serta informasi sesuai dengan metode yang digunakan sebagai berikut:

1. Tahap Persiapan

Pada tahap ini, penulis melakukan pengajuan judul, penentuan judul dan penentuan tempat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM), mencari dan mengumpulkan bahan untuk pembuatan proposal, seminar


(16)

dan konsultasi dengan pihak dosen pembimbing yang ditunjuk oleh Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan.

2. Studi Literatur

Merupakan dasar teori yang mendukung laporan ini menyangkut masalah yang dibahas yang berasal dari buku-buku, peraturan perundang-undangan perpajakan, artikel ilmiah, catatan-catatan maupun bahasa tertulis yang berhubungan dengan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri.

3. Observasi Lapangan

Penulis melakukan peninjauan atau pengamatan secara langsung secara langsung terhadap masalah yang dibahas dan meninjau secara langsung terhadap kondisi pelaksanaan kegiatan untuk mengetahui sistem kerja yang berlaku pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.

4. Pengumpulan Data

Pada tahap ini penulis melakukan pengumpulan data yang berhubungan dengan penyusunan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri. Dalam melakukan pengumpulan data, penulis menggunakan data primer dan data sekunder.

a. Data Primer merupakan data yang diperoleh dari orang yang memahami terhadap masalah yang dibahas dan berkompeten untuk memberi masukan data dan informasi.


(17)

b. Data Sekunder merupakan data yang diperoleh dari referensi ilmiah yang mendukung seperti laporan atau dokumen.

5. Analisa Data dan Evaluasi

Setelah penulis memperoleh data yang diperlukan, penulis akan menganalisa dan mengevaluasi data dan kemudian akan dipresentasikan secara objektif, jelas dan sistematis.

1.5. Metode Pengumpulan Data Praktik Kerja Lapangan (PKLM). Adapun cara pengumpulan data di atas melalui wawancara, observasi dan studi literatur:

1. Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan pedoman pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada pegawai yang mampu memberikan masukan data primer dan informasi tentang pelaksanaan penagihan aktif dan kontribusinya terhadap penerimaan pajak.

2. Observasi (Observation)

Melakukan pengamatan langsung atas proses kerja dan kegiatan yang dilakukan dalam pencatatan terhadap fenomena yang menjadi objek pengamatan.


(18)

3. Studi Dokumentasi (Optional Study)

Dalam metode ini penulis mengumpulkan dokumen-dokumen yang berhubungan dengan pelaksanaan penagihan pajak dan kontribusinya terhadap penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.

1.6. Sistematika Penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini disusun oleh penulis dalam lima bab. Adapun rincian dari tiap-tiap bab seperti terlihat di bawah ini: BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan gambaran umum tentang penulisan Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri yang meliputi latar belakang penyusunan, tujuan dan manfaat, ruang lingkup dan metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri, serta metode pengumpulan data dan sistematika penulisan.

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

Pada bab ini penulis menguraikan sejarah singkat mengenai lokasi Praktik Kerja Lapangan Mandiri, struktur organisasi, uraian tugas pokok dan fungsi dari tiap-tiap seksi di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia.


(19)

BAB III GAMBARAN DATA PENAGIHAN AKTIF

Pada bab ini penulis akan menguraikan dasar hukum dalam pelaksanaan penagihan pajak dan landasan teori yang terdiri dari pengertian beberapa istilah dalam penagihan pajak, dasar-dasar penagihan pajak, tugas dan wewenang serta kewajiban jurusita pajak, dan proses penagihan aktif.

BAB IV ANALISA DAN EVALUASI

Pada bab ini penulis akan menganalisa data yang diperoleh dan mengevaluasi data yang telah diterima selama proses Praktik Kerja Lapangan Mandiri ini.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini penulis akan menarik kesimpulan dari uraian pada bab-bab sebelumnya. Kemudian penulis juga akan memberikan saran yang mungkin dapat dijadikan sebagai bahan masukan.


(20)

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK LOKASI PRAKTIK KERJA LAPANGAN MANDIRI

2.1. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia Sebelum disebut Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dulunya bernama Kantor Inspeksi Pajak (KIP). Hal ini berlangsung sampai tahun 1989, mulai bulan April, Kantor Inspeksi Pajak diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak.

Tahun 1976 di Sumatera Utara berdiri 2 (dua) kantor yaitu:

1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara yang berada di Jl. Asrama 17A Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kecamatan Medan Timur b. Kecamatan Medan Barat c. Kecamatan Medan Labuhan d. Kecamatan Medan Deli e. Kecamatan Medan Belawan f. Kotamadya Binjai

g. Kabupaten Langkat

2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan yang berada di Jl. Ponegoro No. 30 Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kecamatan Medan Baru b. Kecamatan Medan Denai


(21)

c. Kecamatan Medan Deli Serdang d. Kabupaten Karo

e. Kotamadya Tebing Tinggi

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan No. 276/KMK.01/1989 pada tanggal 25 maret 1989 tentang Organisasi dan Tata Usaha Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Inspeksi Pajak diubah namanya menjadi Kantor Pelayanan Pajak. Sehingga tanggal 1 April 1989 Kantor Inspeksi Pajak di seluruh Indonesia diubah menjadi Kantor Pelayanan Pajak, dari dua Kantor Inspeksi Pajak yaitu Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara dan Kantor Inspeksi Medan Selatan dipecah menjadi tiga Kantor Pelayanan Pajak yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara yang berada di Jl. Asrama No. 17 Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kecamatan Medan Timur b. Kecamatan Medan Barat c. Kecamatan Medan Labuhan d. Kecamatan Medan Denai e. Kecamatan Medan Belawan

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Selatan yang berada di Jl. Ponegoro No. 30 Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kecamatan Medan Baru b. Kecamatan Medan Denai c. Kecamatan Medan Polonia


(22)

d. Kecamatan Medan Maimun

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat yang berada di Jl. Sukamulia No.27A Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kecamatan Medan Tuntungan b. Kecamatan Medan Sunggal c. Kecamatan Medan Binjai d. Kabupaten Langkat e. Kabupaten Karo

f. Kotamadya Tebing Tinggi dan Kabupaten Deli Serdang menjadi Kantor Pelayanan Pajak Tebing Tinggi

Sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 94/KMK/1994 tanggal 29 Maret, Kantor Pelayanan Pajak pada jajaran Kantor Wilayah I Sumatera bagian Utara terhitung tanggal 1 April 1994 menjadi 4(empat) Kantor Pelayanan Pajak yang baru dibentuk yaitu:

1. Kantor Pelayanan Pajak Medan Utara yang berada di Jl. Asrama No. 17 Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kecamatan Medan Belawan b. Kecamatan Medan Marelan c. Kecamatan Medan Labuhan d. Kecamatan Medan Deli


(23)

2. Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat yang berada di Jl. Suka mulia No. 27A Medan yang wilayah kerjanya meliputi:

a. Kecamatan Medan Barat b. Kecamatan Medan Petisah c. Kecamatan Medan Polonia d. Kecamatan Medan Maimun e. Kecamatan Medan Baru f. Kecamatan Medan Selayang g. Kecamatan Medan Sunggal h. Kecamatan Medan Helvetia i. Kecamatan Medan Tuntungan

3. Kantor Pelayanan Pajak Medan Timur dengan alamat Jl. Ponegoro No. 30A Medan dengan wilayah kerjanya meliputi:

a. Kecamatan Medan Timur b. Kecamatan Medan Perjuangan c. Kecamatan Medan Area d. Kecamatan Medan Denai e. Kecamatan Medan Tembung f. Kecamatan Medan Kota g. Kecamatan Medan Amplas h. Kecamatan Medan Johor


(24)

4. Kantor Pelayanan Pajak Binjai dengan alamat Jl. Asrama No 7A Medan dengan wilayah kerjanya meliputi:

a. Kotamadya Binjai b. Kabupaten Langkat c. Kabupaten Tanah Karo

d. Enam kecamatan di Deli Serdang yaitu: • Kecamatan Medan Sunggal • Kecamatan Pancur Batu • Kecamatan Hamparan Perak • Kecamatan Sibolangit • Kecamatan Kutalinbaru • Kecamatan Labuhan Deli

Kemudian sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Keuangan No. 443/KMK.01/2001 tanggal 23 Juli 2001, Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dipecah menjadi dua kantor yaitu Kantor Pelayanan Pajak Medan Barat dan Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia.

Melalui pengumuman Kanwil DJP Sumatera Utara I, PENG-04/WPJ.01/2008 tanggal 26 Mei 2008 tentang Kantor Pelayanan Pajak menjadi Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang terdiri dari:

1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Binjai 2. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Barat


(25)

3. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Belawan 4. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota 5. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Petisah 6. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia 7. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Timur 8. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Lubuk Pakam

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia mempunyai wilayah kerja meliputi Kecamatan Medan Johor, Medan Maimun, Medan Baru, Medan Selayang, Medan Tuntungan, dan Medan Polonia. Dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia terletak di Jalan Ponegoro No. 30A Medan. 2.2. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan

Polonia

Setiap Instansi atau perusahaan satu organisasi dalam fungsi dan tugasnya masing-masing. Sedangkan struktur organisasi adalah suatu bagan yang menggambarkan sistematis mengenai penetapan tugas-tugas, fungsi dan wewenang serta tanggung jawab masing-masing dengan tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Tujuannya yaitu untuk membina keharmonisan kerja agar pekerjaan dapat dilaksanakan dengan teratur dan baik untuk mencapai tujuan yang diharapkan secara maksimal.

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dipimpin oleh seorang kepala kantor yang secara operasional bertanggungjawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I.


(26)

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia dapat digambarkan sebagai berikut:

1. Sub Bagian Umum 2. Seksi Ekstensifikasi

3. Seksi Pengolahan Data Informasi (PDI) 4. Seksi Penagihan

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi 6. Seksi Pemeriksaan

7. Kelompok Fungsional 8. Seksi Pelayanan

9. Unit Fiskal Luar Negeri

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia merupakan struktur organisasi garis staff yang dipakai oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera bagian Utara, dimana semua pegawainya merupakan Pegawai Negeri Sipil Departemen Keuangan Republik Indonesia.

2.3. Bidang-bidang Kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

Kantor Pelayanan Pajak Pratama mempunyai bidang kerjanya masing-masing yaitu:


(27)

1. Sub Bagian Umum

Sub bagian umum mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan dan rumah tangga. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut sub bagian umum mempunyai fungsi:

a. Pengurusan tata usaha dan kepegawaian

b. Pengurusan keuangan kantor misalnya pengurusan gaji pegawai, pengajuan usul pengangkatan bendahara, penyusunan daftar realisasi anggaran belanja, pembayaran tagihan, lembur pegawai dan lain-lain.

c. Pengurusan rumah tangga dan perlengkapan yang dibutuhkan d. Penerimaan dokumen, pemprosesan dan penatausahaan dokumen

masuk di Sub bagian Umum dan penyampaian dokumen. 2. Seksi Ekstensifikasi

Seksi Ekstensifikasi mempunyai tugas melakukan urusan tata usaha wajib pajak, penerimaan dan pengecekan Surat Pemberitahuan Tahunan serta penerbitan Surat Ketetapan Pajak. Untuk menyelenggarakan tugas tersebut seksi ini mempunyai fungsi:

a. Pendaftaran Ojek Pajak baru dengan penelitian kantor dan lapangan.

b. Penerbitan Surat Himbauan untuk ber-NPWP c. Pelaksanaan penilaian individual objek PBB d. Pembuatan daftar biaya komponen bangunan.


(28)

e. Pemeliharaan data ojek dan subjek PBB f. Pendaftaran Wajib Pajak

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi

Memiliki tugas dalam hal pengumpulan, pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, perekaman dokumen perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengalokasian, dan penatausahaan penerimaan dan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, dan penyiapan laporan kinerja.

4. Seksi Penagihan

Memiliki tugas dalam hal penatausahaan dan pelaksanaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran tunggakan pajak dan usulan penghapusan piutang pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dan untuk mernyelenggarakan tugas tersebut seksi ini mempunyai fungsi sebagai berikut:

a. Penatausahaan Surat Ketetapan Pajak, Surat Tagihan Pajak, Surat Keputusan Pembetulan/Keberatan/Putusan banding/Pengurangan atau Pembatalan Ketetapan Pajak dan Surat Keputusan Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi.

b. Menjawab konfirmasi data tunggakan Wajib Pajak c. Usulan pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak d. Penghapusan piutang pajak


(29)

e. Penerbitan dan penyampaian Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Perintah Pelaksanaan Penyitaan, Pencabutan Sita, Pelaksanaan Lelang dan Permohonan Pembatalan Lelang

5. Seksi Pengawasan dan Konsultasi

Memiliki tugas pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak (Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Tanah dan bangunan dan pajak lainnya), bimbingan/himbauan kepada Wajib Pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil Wajib Pajak, analisis kinerja Wajib Pajak, rekonsiliasi data Wajib Pajak dalam rangka melakukan intensifikasi dan melakukan evaluasi hasil banding berdasarkan ketentuan yang berlaku. Dalam satu Kantor Pelayanan Pajak Pratama terdapat empat seksi pengawasan dan konsultasi yang pembagian tugasnya didasarkan pada cakupan wilayah tertentu.

6. Seksi Pemeriksaan

Memiliki tugas dalam hal pelaksanaan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya.

7. Kelompok Fungsional

Kelompok Fungsional yang terdiri dari Pejabat Fungsional Pemeriksa dan Pejabat Fungsional Penilai yang bertanggung jawab secara langsung


(30)

kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Medan Polonia. Dalam melaksanakan pekerjaannnya, Pejabat Fungsional Pemeriksa berkoordinasi dengan Seksi Pemeriksaan.

8. Seksi Pelayanan.

Memiliki tugas dalam hal penertiban dan penetapan produk hukum perpajakan, pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan surat pemberitahuan dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi Wajib Pajak, serta kerjasama perpajakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

9. Unit Fiskal Luar Negeri

Unit Fiskal Luar Negeri bertugas memberi pelayanan fiskal luar negeri kepada warga Negara yang hendak berpergian ke luar negeri. Unit ini berada di Bandara Internasional Polonia Medan dan bertugas setiap hari.


(31)

BAB III

GAMBARAN DATA PENAGIHAN AKTIF

3.1. Pengertian Penagihan Pajak

Menurut Pasal 1 angka 9 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, yang mulai berlaku sejak tanggal 1 Januari 2001 (selanjutnya disebut Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa), yang dimaksud dengan Penagihan Pajak adalah serangkaian tindakan agar Penanggung Pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus, memberitahukan Surat Paksa, mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, dan menjual barang yang telah disita.

Selain itu juga perlu diketahui beberapa pengertian lain yang terdapat pada Pasal 1 Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, antara lain:

a. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

b. Utang Pajak adalah pajak yang masih harus dibayar termasuk sanksi administrasi berupa bunga, denda atau kenaikan yang tercantum dalam


(32)

surat ketetapan pajak atau surat sejenisnya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

c. Biaya Penagihan Pajak adalah biaya pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, Pengumuman Lelang, Pembatalan Lelang, Jasa Penilai dan biaya lainnya sehubungan dengan penagihan pajak.

d. Surat Teguran, Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis adalah surat yang diterbitkan oleh Pejabat untuk menegur atau memperingatkan kepada Wajib Pajak untuk melunasi utang pajak.

e. Penagihan Seketika dan Sekaligus adalah tindakan penagihan pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh Utang Pajak dari semua jenis, Masa Pajak, dan Tahun Pajak.

f. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak.

g. Penyitaan adalah tindakan Jurusita Pajak untuk menguasai barang Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.

h. Lelang adalah setiap penjualan barang dimuka umum dengan cara penawaran harga secara lisan dan atau tertulis melalui usaha pengumulan peminat atau calon pembeli.


(33)

i. Pencegahan adalah larangan yang bersifat sementara terhadap Penanggung Pajak tertentu untuk keluar dari wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan alasan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

j. Penyanderaan adalah pengekangan sementara waktu kebebasan Penanggung Pajak dengan menempatkannya di tempat tertentu.

k. Jurusita Pajak adalah pelaksana tindakan penagihan pajak yang meliputi penagihan seketika dan sekaligus, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan dan penyanderaan.

3.2. Dasar-Dasar Penagihan Pajak Dasar-dasar penagihan pajak adalah:

a. Surat Tagihan Pajak (STP).

b. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB). c. Surat Ketetapan Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT).

d. Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah.

3.3. Tugas, Wewenang, dan Kewajiban Jurusita Pajak

Menurut Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, Jurusita Pajak bertugas:

a. Melaksanakan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus. b. Memberitahukan Surat Paksa.


(34)

c. Melaksanakan penyitaan atas barang Penanggung Pajak berdasarkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.

d. Melaksanakan penyanderaan berdasarkan Surat Perintah Penyanderaan.

Wewenang Jurusita Pajak antara lain:

a. Memasuki dan memeriksa semua ruangan, termasuk membuka lemari, laci, dan tempat lain untuk menentukan objek sita di tempat usaha, ditempat kedudukan, atau tempat tinggal Penanggung Pajak, atau di tempat lain yang dapat diduga sebagai tempat penyimpanan objek sita. b. Meminta bantuan kepada Kepolisian, Kejaksaan, Departemen yang

membidangi hukum dan perundang-undangan, Pemerintah Derah setempat, Badan Pertanahan Nasional, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Pengadilan Negeri, Bank atau pihak lain dalam rangka pelaksanaan penagihan pajak.

c. Menjelaskan tugasnya serta memberitahukan maksud dan tujuan penyitaan.

Sedangkan yang menjadi kewajiban Jurusita Pajak adalah:

a. Memperlihatkan kartu tanda pengenal Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak.

b. Memberitahukan dengan pernyataan dan penyerahan salinan Surat Paksa.


(35)

d. Menempelkan Surat Paksa (salinan) pada papan pengumuman kantor pejabat yang menerbitkannya, mengumumkan melalui media massa, atau cara lain dalam hal Wajib Pajak atau Penanggung Pajak tidak diketahui tempat tinggalnya, tempat usaha, atau tempat kedudukannya. e. Meninggalkan Surat Paksa (salinan) dan mencatatnya dalam Berita

Acara apabila Wajib Pajak menolak menerima salinan Surat Paksa dan Surat Paksa tersebut dianggap telah diberitahukan.

f. Memperlihatkan Surat Perintah Melakukan Penyitaan (SPMP).

g. Membuat Berita Acara Pelaksanan Sita (BPAS), dan ditandatangani oleh Jurusita Pajak, saksi-saksi, dan Penanggung Pajak.

h. Menempelkan segel sita pada barang-barang yang disita. 3.4. Proses Penagihan Aktif

3.4.1. Surat Teguran

Sebagaimana telah disebutkan pada pembahasan diatas yang menjadi dasar penagihan pajak adalah adanya STP, SKPKB, SKPKBT, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang dibayar bertambah.

Setelah dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal diterbitkannya surat ketetapan tersebut, Wajib Pajak tetap tidak melunasi utang pajaknya, barulah dilakukan tindakan penagihan aktif berupa Surat Teguran.

Surat Teguran diterbitkan oleh Pejabat kepada Wajib Pajak segera setelah 7 hari sejak saat jatuh tempo pembayaran yang tercantum dalam surat


(36)

ketetapan. Pejabat yang dimaksud disini adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk penagihan pajak pusat dan Kepala Dinas Pendapatan Daerah untuk penagihan pajak daerah. Penerbitan Surat Teguran dimaksudkan untuk memperingatkan atau menegur Wajib Pajak untuk melunasi utang pajaknya. 3.4.2. Surat Paksa

Surat Paksa adalah surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak. Ada tiga hal yang menyebabkan diterbitkannya Surat Paksa, yaitu:

a. Penanggung Pajak tidak melunasi utang pajak dan kepadanya telah diterbitkan Surat Teguran atau Surat Peringatan atau surat lain yang sejenis. Dalam hal ini, Surat Paksa disampaikan kepada Penanggung Pajak segera setelah 21 hari sejak Surat Teguran diterbitkan.

b. Terhadap Penanggung Pajak telah dilaksanakan penagihan seketika sekaligus. Dalam hal ini, Surat Paksa dapat langsung diterbitkan sejak diketahui adanya itikad tidak baik dari Penanggung Pajak yang memiliki utang pajak, dengan tanpa didahului surat teguran atau tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran Surat Teguran.

c. Penanggung Pajak tidak memenuhi sebagaimana tercantum dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak. Dalam hal ini, Surat Paksa dapat langsung diterbitkan apabila Penanggung Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum


(37)

dalam keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.

Surat Paksa yang diterbitkan tersebut mempunyai kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang sama dengan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Hal ini karena pada bagian kepala Surat Paksa terdapat kata-kata “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA”, dimana kata-kata tersebut juga terdapat pada putusan pengadilan yang dikeluarkan oleh lembaga peradilan.

Dan karena memiliki kekuatan eksekutorial dan kedudukan hukum yang tetap, pemberitahuan Surat Paksa kepada Penanggung Pajak oleh Juru Sita Pajak harus disampaikan secara resmi yaitu dengan cara dibacakan oleh kedua pihak menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Surat Paksa sebagai pernyataan Surat Paksa telah diberitahukan.

Surat Paksa memerintahkan kepada Penanggung Pajak untuk melunasi utang pajak, bunga dan biaya penagihan dalam waktu 2 x 24 jam. Bila tidak dilunasi maka akan dilakukan dengan penyitaan.

3.4.3. Penyitaan

Apabila jumlah utang pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa diberitahukan kepadanya, pejabat segera menerbitkan Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan.


(38)

Penyitaan adalah tindakan Juru Sita Pajak untuk menguasai barang milik Penanggung Pajak, guna dijadikan jaminan untuk melunasi utang pajak menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penyitaan dilaksanakan terhadap barang milik Penanggung Pajak yang berada di tempat tinggal, tempat usaha, tempat kedudukan, atau di tempat lain termasuk yang penguasaannya berada di tangan pihak lain atau yang dijaminkan sebagai pelunasan utang tertentu yang dapat berupa:

a. Barang bergerak termasuk mobil, perhiasan, uang tunai, dan deposito berjangka, tabungan, saldo rekening koran, giro atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu, obligasi, saham atau surat berharga lainnya, piutang, dan penyertaan modal pada perusahaan lain.

b. Barang tidak bergerak termasuk tanah, bangunan dan kapal dengan isi kotor tertentu.

Barang bergerak milik Penanggung Pajak yang dikecualikan dari penyitaan:

a. Pakaian dan tempat tidur beserta perlengkapannya yang digunakan oleh Penanggung Pajak dan keluarga yang menjadi tanggungannya. b. Persediaan makanan dan minuman untuk keperluan satu bulan beserta

peralatan memasak yang berada di rumah.

Pengertian makanan dan minuman termasuk obat-obatan yang digunakan/ diminum dalam hal Penanggung Pajak dan atau keluarganya sakit.


(39)

c. Perlengkapan Penanggung Pajak yang bersifat dinas yang diperoleh dari Negara.

d. Buku-buku yang bertalian dengan jabatan atau pekerjaan Penanggung Pajak dan alat-alat yang dipergunakan untuk pendidikan untuk pendidikan, kebudayaan, dan keilmuan.

e. Peralatan dalam keadaan jalan yang masih digunakan untuk melaksanakan pekerjaan atau usaha sehari-hari dengan jumlah seluruhnya tidak lebih dari Rp. 20.000.000 (dua puluh juta rupiah). f. Peralatan penyandang cacat yang digunakan oleh Penanggung Pajak

dan keluarga yang menjadi tanggungannya.

Terhadap barang yang disita dilarang untuk dipindahtangankan, disewakan, dipinjamkan, disembunyikan, dihilangkan, dan dirusak. Untuk barang yang disita mudah rusak atau cepat busuk penjualannya guna pelunasan utang pajak dikecualikan dari penjualan secara lelang.

Dengan adanya ketentuan tentang pengecualian barang yang dapat disita dimaksudkan agar Penanggung Pajak tetap dapat melangsungkan kehidupannya sehari-hari secara layak, walaupun terhadapnya telah dilakukan tindakan penyitaan. Penanggung Pajak diberi kesempatan untuk tetap melangsungkan pekerjaannya agar ia memperoleh penghasilan yang dapat digunakan untuk melunasi pajak yang terutang tersebut.


(40)

3.4.4. Lelang

Apabila utang pajak dan biaya penagihan pajak yang masih harus dibayar tidak dilunasi oleh Penanggung Pajak setelah lewat waktu 14 hari sejak tanggal pengumuman lelang, pejabat segera melakukan penjualan barang sitaan Penanggung Pajak melalui Kantor Lelang Negara. Pengumuman lelang itu sendiri dilakukan dalam waktu paling singkat 14 hari setelah tanggal pelaksanaan penyitaan.

Pengumuman lelang melalui media massa dilakukan satu kali untuk barang bergerak dan dua kali untuk barang tidak bergerak. Hasil lelang dipergunakan terlebih dahulu untuk membayar biaya penagihan pajak yang belum dibayar dan sisanya untuk membayar utang pajak. Dalam hal penjualan secara lelang, biaya penagihan pajak ditambah 1% (satu persen) dari pokok lelang. Apabila hasil lelang sudah mencukupi untuk melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak, maka pelaksanaan lelang dihentikan oleh Pejabat walaupun barang yang akan dilelang masih ada dan sisa barang beserta kelebihan uang hasil lelang tersebut dikembalikan kepada Penanggung Pajak segera setelah pelaksanaan lelang.


(41)

Tabel 4.1

Pencairan Piutang dalam Pelaksanaan Penagihan Aktif Tahun 2009

Jumlah Surat Teguran Pencairan Piutang Jumlah Surat Paksa Pencairan Piutang Jumlah SPMP Penc P Badan 3.204 164.140.501 5.568.690 924 1.655.729 229 1.567.555 4 Orang Pribadi 2.630 17.289.970 50.353 105 6793 62 16.459

Jenis Wajib Pajak Jumlah Wajib Pajak Jumlah STP/SKPKB/SKPKBT, SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Banding*

yang Terbit dan Belum Lunas

Jumlah STP/SKPKB/SKPKBT,

SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Banding yang Lunas

tanpa Tindakan

Tindakan Penagihan Pelaksanaan Surat

Teguran

Pelaksanaan Surat

Paksa Pelaksanaan S

Sumber: Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, Desember 2009

*) SK Pembetulan/SK Keberatan/Putusan Banding yang menyebabkan jumlah pajak yang masih harus dibayar bertambah


(42)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

4.1. Pelaksanaan Penagihan Aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah tunggakan pajak yang belum lunas adalah sebesar Rp. 164.140.501.000 dengan jumlah Wajib Pajak Badan sebanyak 3.204. Kita dapat memperkirakan rata-rata setiap badan memiliki jumlah tunggakan pajak sebesar:

Rp. 164.140.501.000 = Rp. 51.229.869 3.204

Dari sini kita bisa melihat perkiraan jumlah badan yang telah membayar lunas tunggakan pajaknya sebelum dilakukan tindakan penagihan ialah sebanyak 109 wajib pajak {Rp. 5.568.690.000 / Rp. 51.229.869}. Maka seharusnya jumlah Wajib Pajak Badan yang harus dilakukan tindakan penagihan berupa Surat Teguran sebanyak 3.095 wajib pajak {3.204 - 109}.

Namun pada tabel 4.1 diatas, kita melihat jumlah pemberitahuan Surat Teguran hanya sebanyak 924 dengan nilai pencairan piutang sebesar Rp. 1.655.729.000. Jika dibandingkan dengan jumlah Wajib Pajak Badan yang seharusnya dilakukan tindakan penagihan berupa Surat Teguran, maka dapat dilihat persentase jumlah pemberitahuan Surat Teguran untuk Wajib Pajak


(43)

Badan sebanyak 29.8% {(924 lembar / 3095 wajib pajak) x 100%} terhadap jumlah wajib pajak yang seharusnya dilakukan tindakan penagihan berupa Surat Teguran dan hanya sekitar 32 wajib pajak badan saja yang mau membayar tunggakan pajaknya setelah dilakukan penagihan berupa Surat Teguran {Rp. 1.655.729.000 / Rp. 51.229.869}.

Kemudian, jika dibandingkan dengan jumlah pemberitahuan Surat Paksa, maka dapat dilihat bahwa persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Badan sebanyak 24,8% {(229 lembar / 924 lembar) x 100%} terhadap jumlah pemberitahuan Surat Teguran yang diterbitkan dan sekitar 31 wajib pajak badan yang mau membayar tunggakannya setelah dilakukan tindakan penagihan berupa pemberitahuan Surat Paksa {Rp. 1.567.555.000 / Rp. 51.229.869}. Dilihat dari persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Badan terhadap pemberitahuan Surat Teguran, bahwa tidak semua Surat Teguran yang diterbitkan kemudian ditindaklanjuti dengan pemberitahuan Surat Paksa.

Dan persentase jumlah pemberitahuan Surat Perintah Melakukan Penyitaan untuk Wajib Pajak Badan sebanyak 1,7% {(4 lembar / 229 lembar) x 100%} terhadap jumlah pemberitahuan Surat Paksa yang diterbitkan dan sekitar 1 wajib pajak badan yang mau membayar tunggakannya setelah dilakukan tindakan pemberitahuan Surat Perintah Melakukan Penyitaan {Rp. 66.602.000 / Rp. 51.229.869}. Dilihat dari persentase jumlah pemberitahuan Surat Perintah Melakukan Penyitaan untuk Wajib Pajak Badan terhadap


(44)

jumlah pemberitahuan Surat Paksa yang diterbitkan, bahwa tidak semua Surat Paksa yang diterbitkan kemudian ditindaklanjuti dengan pemberitahuan Surat Perintah Melakukan Penyitaan.

Sementara itu, persentase jumlah pelaksanaan Lelang untuk Wajib Pajak Badan sebanyak 25% {(1 kali / 4 lembar) x 100%} terhadap jumlah pemberitahuan Surat Perintah Melakukan Penyitaan yang diterbitkan, dengan pencairan piutang sebesar Rp. 191.600.000. Dilihat dari persentase pelaksanaan Lelang untuk Wajib Pajak Badan terhadap jumlah pemberitahuan Surat Perintah Melakukan Penyitaan yang diterbitkan, bahwa tidak semua Surat Perintah Melakukan Penyitaan yang diterbitkan kemudian ditindaklanjuti dengan pelaksanaan Lelang.

Dari tabel 4.1 disajikan data bahwa jumlah tunggakan pajak yang belum lunas adalah sebesar Rp. 17.289.970.000 dengan jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi sebanyak 2.630. Kita dapat memperkirakan rata-rata setiap badan memiliki jumlah tunggakan pajak sebesar:

Rp. 17.289.970.000 = Rp. 6.574.133 2.630

Dari sini kita bisa melihat perkiraan jumlah Orang Pribadi yang telah membayar lunas tunggakan pajaknya sebelum dilakukan tindakan penagihan ialah sebanyak 8 orang {Rp. 50.353.000 / Rp. 6.574.133}. Maka seharusnya


(45)

jumlah Wajib Pajak Orang Pribadi yang harus dilakukan tindakan penagihan berupa Surat Teguran sebanyak 2.622 wajib pajak {2.630 - 8}.

Namun pada tabel 4.1 diatas, kita melihat jumlah pemberitahuan Surat Teguran hanya sebanyak 105 dengan nilai pencairan piutang sebesar Rp. 6.793.000. Jika dibandingkan dengan jumlah jumlah wajib pajak yang seharusnya dilakukan tindakan penagihan berupa Surat Teguran, maka dapat dilihat persentase jumlah pemberitahuan Surat Teguran untuk Wajib Pajak Orang Pribadi sebanyak 4% {(105 lembar / 2622 wajib pajak) x 100%} terhadap jumlah wajib pajak yang seharusnya dilakukan tindakan penagihan berupa Surat Teguran dan hanya sekitar 1 wajib pajak Orang Pribadi saja yang mau membayar tunggakan pajaknya setelah dilakukan penagihan berupa Surat Teguran {Rp. 6.793.000 / Rp. 6.574.133}.

Kemudian, jika dibandingkan dengan jumlah pemberitahuan Surat Paksa, maka dapat dilihat bahwa persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Orang Pribadi sebanyak 59% {(62 lembar / 105 lembar) x 100%} terhadap jumlah pemberitahuan Surat Teguran yang diterbitkan dan sekitar 3 orang yang mau membayar tunggakannya setelah dilakukan tindakan penagihan berupa pemberitahuan Surat Paksa {Rp. 16.459.000 / Rp. 6.574.133}. Dilihat dari persentase jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Orang Pribadi terhadap pemberitahuan Surat


(46)

Teguran, bahwa tidak semua Surat Teguran yang diterbitkan kemudian ditindaklanjuti dengan pemberitahuan Surat Paksa.

Dari analisis data tersebut, kita dapat melihat bahwa tidak semua pemberitahuan Surat Teguran ditindaklanjuti dengan pemberitahuan Surat Paksa, pemberitahuan Surat Paksa ditindaklanjuti dengan pemberitahuan Surat Perintah Melakukan Penyitaan, dan pemberitahuan Surat Perintah Melakukan Penyitaan ditindaklanjuti dengan pelaksanaan Lelang. Hal ini perlu menjadi perhatian petugas pajak khususnya di seksi penagihan agar tindakan penagihannya lebih ditingkatkan lagi ditahun-tahun berikutnya.

4.2. Kontribusi Penagihan Aktif Terhadap Penerimaan Pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

Tabel 4.2

Pencairan Tunggakan dan Penerimaan Pajak Tahun 2009

(Rp: dalam ribuan rupiah)

Pencairan Tunggakan Tahun 2009

Total Penerimaan Pajak keseluruhan

26.666.028 734.000.000

Sumber: Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, Desember 2009


(47)

Pada tabel 4.2 di atas di sajikan data mengenai pencairan tunggakan untuk tahun 2009 sebesar Rp. 26.666.028.000 dan penerimaan pajak untuk tahun 2009 sebesar Rp.734.000.000.000. Maka dapat dilihat persentase pencairan tunggakan terhadap penerimaan pajak untuk tahun 2009 sebesar 3,6% {(Rp. 26.666.028.000 / Rp. 734.000.000.000) x 100%}.

4.3. Masalah-Masalah yang Dihadapi dalam Pelaksanaan Penagihan Aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia

Dalam pelaksanaan penagihan aktif, Jurusita Pajak sering kali menghadapi berbagai kendala dan permasalahan yang menyebabkan ketidaklancaran dalam pelaksanaan tugasnya, baik berupa kendala dalam hal administrasi maupun kendala yang dijumpai di lapangan. Kendala-kendala tersebut antara lain:1

a. Banyak Surat Teguran yang kembali pos (kempos)

Surat Teguran yang kembali pos (kempos) dapat disebabkan karena alamat yang tercantum di dalam Surat Teguran tersebut tidak lengkap, misalnya dalam suatu Surat Teguran hanya tercantum nama jalan saja, tidak lengkap sampai nomor rumah ataupun RT/RW-nya. Ketidaklengkapan alamat tersebut bisa saja karena unsur kesengajaan dari Wajib Pajak/Penanggung Pajak. Selain itu juga dikarenakan alamat tersebut tidak atau sudah bukan ditempati oleh Wajib

1


(48)

Pajak/Penanggung Pajak sebagaimana yang dimaksud dalam Surat Teguran

b. Tidak ditemukannya alamat Wajib Pajak/Penanggung Pajak pada saat Jurusita Pajak akan menyampaikan Surat Paksa

Hal ini dapat terjadi karena tetap ditindaklanjutinya Surat Teguran yang kembali pos dan merupakan pekerjaan tambahan bagi Jurusita Pajak untuk dapat menemui alamat Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang dimaksud jika ingin tunggakan pajak tersebut dapat dicairkan. c. Sedikitnya barang milik Wajib Pajak yang dapat disita

Hal ini biasanya terjadi dalam hal usaha Wajib Pajak mengalami kebangkrutan yang mengakibatkan barang-barang yang dapat disita hanya bernilai kecil sehingga tidak cukup untuk melunasi tunggakan pajaknya.

d. Wajib Pajak/Penanggung Pajak menghalang-halangi Jurusita Pajak saat akan melakukan penyitaan.

Sering terjadi kasus dimana Jurusita Pajak mendapat sambutan yang kurang baik dari Wajib Pajak/Penanggung Pajak pada saat akan melakukan penyitaan. Hal ini yang biasanya dilakukan oleh Wajib Pajak/Penanggung Pajak mulai dari tidak mengizinkan Jurusita Pajak masuk kedalam rumah, menghalang-halangi Jurusita Pajak untuk memasuki ruangan-ruangan yang dianggap perlu, hingga hal yang


(49)

paling ekstrim dengan meminta bantuan dari pihak-pihak tertentu untuk mengusir Jurusita Pajak.

e. Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak kooperatif

Terkadang terjadi dimana Wajib Pajak/Penanggung Pajak mempunyai kemampuan bayar tetapi dia tidak mau membayar tunggakan pajaknya. f. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran Wajib Pajak/Penanggung Pajak

mengenai kewajiban perpajakannya

Hal ini juga menjadi kendala pada kelancaran tindakan penagihan pajak adalah masih banyaknya Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang sama sekali buta dan tidak peduli terhadap perpajakan secara umum maupun mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan yang dimilikinya. Dan apabila diberi penjelasan oleh petugas pajak, banyak diantara Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak menerima penjelasan tersebut karena mereka menganggap penjelasan yang diberikan oleh petugas pajak tersebut hanya memberatkan dirinya saja.

4.4. Alternatif Pemecahan Masalah

Berdasarkan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan penagihan aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, penulis mencoba memberikan beberapa alternatif pemecahan masalah sebagai berikut:

a. Terhadap surat teguran yang kembali pos dan tidak ditemukannya alamat Wajib Pajak sebenarnya bisa diantisipasi sejak awal oleh petugas di Seksi Pelayanan yang menerima permohonan pendaftaran


(50)

NPWP/NPPKP dari Wajib Pajak dengan cara meneliti kelengkapan pengisian formulir pendaftaran, terutama kelengkapan alamat dan nomor telepon yang dapat dihubungi. Apabila data tersebut tidak lengkap, maka petugas di Seksi Pelayanan tersebut dapat meminta Wajib Pajak untuk melengkapinya. Dengan ini, dimungkinkan kesempatan bagi Wajib Pajak yang berniat curang akan semakin kecil. Selain itu, pemutakhiran data Wajib Pajak juga sangat diperlukan. b. Dengan sedikitnya barang milik Wajib Pajak yang dapat disita apabila

si Wajib Pajak mengalami kebangkrutan, dalam hal ini petugas pajak bisa menyita barang-barang milik Penanggung Pajak yaitu orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijakan dan atau pengambilan keputusan dalam rangka jalannya perusahaan.

c. Dalam hal Wajib Pajak/Penanggung Pajak berusaha menghalangi Jurusita Pajak untuk melakukan penyitaan, maka Jurusita Pajak dapat meminta bantuan dari pihak kepolisian. Hal ini diatur dalam pasal 5 ayat 4 UU PPSP.

d. Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak koperatif, petugas pajak bisa terus melanjutkan tindakan penagihan hingga ke penyitaan terhadap barang-barang Wajib Pajak/Penanggung Pajak sehingga dia mau melunasi utang pajaknya.

e. Melakukan penyuluhan dan sosialisasi yang lebih banyak, baik kepada masyarakat secara umum maupun kepada Wajib Pajak/Penanggung


(51)

Pajak. Hal ini dapat dilakukan secara langsung melalui seminar Tanya jawab ataupun melalui media massa, baik media cetak maupun media elektronik.


(52)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah penulis uraikan pada bab-bab sebelumnya, penulis akhirnya dapat mengambil beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Pelaksanaan penagihan aktif yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia sebagai berikut:

a. Jumlah pemberitahuan Surat Teguran untuk Wajib Pajak Badan sebesar 29,8% dan Orang Pribadi sebesar 4% dari jumlah wajib pajak yang seharusnya dilakukan pemberitahuan Surat Teguran. b. Jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Badan

sebesar 24,8% dan Orang Pribadi sebesar 59% dari jumlah pemberitahuan Surat Teguran yang diterbitkan.

c. Jumlah pemberitahuan Surat Perintah Melakukan Penyitaan untuk Wajib Pajak Badan sebesar 1,7% dari jumlah pemberitahuan Surat Paksa.

d. Pelaksanaan Lelang untuk Wajib Pajak Badan sebesar 25% dari jumlah pemberitahuan Surat Perintah Melakukan Penyitaan. 2. Kontribusi penagihan aktif sebesar 3,6% terhadap penerimaan pajak


(53)

3. Jurusita Pajak sering mendapatkan masalah dan kendala yang menyebabkan terhambatnya kelancaran dalam pelaksanaan tugasnya seperti Surat Teguran yang kembali pos, tidak ditemukan alamat saat menyampaikan Surat Paksa, sedikitnya barang wajib pajak yang dapat disita, wajib pajak yang menghalangi Jurusita Pajak saat penyitaan, Wajib Pajak yang tidak kooperatif dan kurangnya pengetahuan dan kesadaran Wajib Pajak dalam kewajibannya perpajakannya.

5.2. Saran

Pada bagian ini penulis mencoba untuk memberikan beberapa saran yang mungkin akan dapat dipertimbangkan, antara lain:

a. Meningkatkan intesitas penyuluhan mengenai perpajakan kepada masyarakat, baik melalui seminar maupun melalui media massa untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya. b. Tindakan penagihan aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan

Polonia masih perlu ditingkatkan, baik dari segi kuantitas (jumlah pelaksanaannya) maupun segi kualitas (nilai nominalnya).


(54)

DAFTAR PUSTAKA

Bastari, Drs, MM, BKP, 2009, Hand out Kuliah Penagihan Pajak dan Lelang, Medan

Hadi, Moeljo, SH, 2001, Dasar-Dasar Penagihan Pajak dan Surat Paksa oleh Jurusita Pajak Pusat dan Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kurniawan, Panca., Bagus Pamungkas, 2006, Penagihan Pajak di Indonesia, Bayu Media, Malang.

Mardiasmo, 2006, Perpajakan, Andi, Yogyakarta.

Siahaan, Marihot P, 2004, Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban, dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sihaloho, Cyrus, 2002, Modul Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, PT.Rajawali Grafindo Persada, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.

Peraturan Pemerintah 135 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Departemen Keuangan. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.


(1)

paling ekstrim dengan meminta bantuan dari pihak-pihak tertentu untuk mengusir Jurusita Pajak.

e. Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak kooperatif

Terkadang terjadi dimana Wajib Pajak/Penanggung Pajak mempunyai kemampuan bayar tetapi dia tidak mau membayar tunggakan pajaknya. f. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran Wajib Pajak/Penanggung Pajak

mengenai kewajiban perpajakannya

Hal ini juga menjadi kendala pada kelancaran tindakan penagihan pajak adalah masih banyaknya Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang sama sekali buta dan tidak peduli terhadap perpajakan secara umum maupun mengenai pemenuhan kewajiban perpajakan yang dimilikinya. Dan apabila diberi penjelasan oleh petugas pajak, banyak diantara Wajib Pajak/Penanggung Pajak yang tidak menerima penjelasan tersebut karena mereka menganggap penjelasan yang diberikan oleh petugas pajak tersebut hanya memberatkan dirinya saja.

4.4. Alternatif Pemecahan Masalah

Berdasarkan masalah-masalah yang dihadapi dalam pelaksanaan penagihan aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia, penulis mencoba memberikan beberapa alternatif pemecahan masalah sebagai berikut:

a. Terhadap surat teguran yang kembali pos dan tidak ditemukannya alamat Wajib Pajak sebenarnya bisa diantisipasi sejak awal oleh petugas di Seksi Pelayanan yang menerima permohonan pendaftaran


(2)

NPWP/NPPKP dari Wajib Pajak dengan cara meneliti kelengkapan pengisian formulir pendaftaran, terutama kelengkapan alamat dan nomor telepon yang dapat dihubungi. Apabila data tersebut tidak lengkap, maka petugas di Seksi Pelayanan tersebut dapat meminta Wajib Pajak untuk melengkapinya. Dengan ini, dimungkinkan kesempatan bagi Wajib Pajak yang berniat curang akan semakin kecil. Selain itu, pemutakhiran data Wajib Pajak juga sangat diperlukan. b. Dengan sedikitnya barang milik Wajib Pajak yang dapat disita apabila

si Wajib Pajak mengalami kebangkrutan, dalam hal ini petugas pajak bisa menyita barang-barang milik Penanggung Pajak yaitu orang yang nyata-nyata mempunyai wewenang dalam menentukan kebijakan dan atau pengambilan keputusan dalam rangka jalannya perusahaan.

c. Dalam hal Wajib Pajak/Penanggung Pajak berusaha menghalangi Jurusita Pajak untuk melakukan penyitaan, maka Jurusita Pajak dapat meminta bantuan dari pihak kepolisian. Hal ini diatur dalam pasal 5 ayat 4 UU PPSP.

d. Apabila Wajib Pajak/Penanggung Pajak tidak koperatif, petugas pajak bisa terus melanjutkan tindakan penagihan hingga ke penyitaan terhadap barang-barang Wajib Pajak/Penanggung Pajak sehingga dia mau melunasi utang pajaknya.


(3)

Pajak. Hal ini dapat dilakukan secara langsung melalui seminar Tanya jawab ataupun melalui media massa, baik media cetak maupun media elektronik.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah penulis uraikan pada bab-bab sebelumnya, penulis akhirnya dapat mengambil beberapa kesimpulan, antara lain:

1. Pelaksanaan penagihan aktif yang dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Polonia sebagai berikut:

a. Jumlah pemberitahuan Surat Teguran untuk Wajib Pajak Badan sebesar 29,8% dan Orang Pribadi sebesar 4% dari jumlah wajib pajak yang seharusnya dilakukan pemberitahuan Surat Teguran. b. Jumlah pemberitahuan Surat Paksa untuk Wajib Pajak Badan

sebesar 24,8% dan Orang Pribadi sebesar 59% dari jumlah pemberitahuan Surat Teguran yang diterbitkan.

c. Jumlah pemberitahuan Surat Perintah Melakukan Penyitaan untuk Wajib Pajak Badan sebesar 1,7% dari jumlah pemberitahuan Surat Paksa.

d. Pelaksanaan Lelang untuk Wajib Pajak Badan sebesar 25% dari jumlah pemberitahuan Surat Perintah Melakukan Penyitaan. 2. Kontribusi penagihan aktif sebesar 3,6% terhadap penerimaan pajak


(5)

3. Jurusita Pajak sering mendapatkan masalah dan kendala yang menyebabkan terhambatnya kelancaran dalam pelaksanaan tugasnya seperti Surat Teguran yang kembali pos, tidak ditemukan alamat saat menyampaikan Surat Paksa, sedikitnya barang wajib pajak yang dapat disita, wajib pajak yang menghalangi Jurusita Pajak saat penyitaan, Wajib Pajak yang tidak kooperatif dan kurangnya pengetahuan dan kesadaran Wajib Pajak dalam kewajibannya perpajakannya.

5.2. Saran

Pada bagian ini penulis mencoba untuk memberikan beberapa saran yang mungkin akan dapat dipertimbangkan, antara lain:

a. Meningkatkan intesitas penyuluhan mengenai perpajakan kepada masyarakat, baik melalui seminar maupun melalui media massa untuk meningkatkan kesadaran Wajib Pajak dalam memenuhi kewajibannya. b. Tindakan penagihan aktif di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan

Polonia masih perlu ditingkatkan, baik dari segi kuantitas (jumlah pelaksanaannya) maupun segi kualitas (nilai nominalnya).


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Bastari, Drs, MM, BKP, 2009, Hand out Kuliah Penagihan Pajak dan Lelang, Medan

Hadi, Moeljo, SH, 2001, Dasar-Dasar Penagihan Pajak dan Surat Paksa oleh Jurusita Pajak Pusat dan Daerah, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kurniawan, Panca., Bagus Pamungkas, 2006, Penagihan Pajak di Indonesia, Bayu Media, Malang.

Mardiasmo, 2006, Perpajakan, Andi, Yogyakarta.

Siahaan, Marihot P, 2004, Utang Pajak, Pemenuhan Kewajiban, dan Penagihan Pajak dengan Surat Paksa, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Sihaloho, Cyrus, 2002, Modul Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, PT.Rajawali Grafindo Persada, Jakarta.

Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umun dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 Tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000.

Peraturan Pemerintah 135 Tahun 2000 Tentang Tata Cara Penyitaan Dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.

Departemen Keuangan. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.04/2000 Tentang Tata Cara Pemblokiran dan Penyitaan Harta Kekayaan Penanggung Pajak yang Tersimpan pada Bank dalam Rangka Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.