Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri

Dalam rangka mewujudkan masyarakat adil, makmur, sejahtera, aman dan merata yang merupakan bagian dari tujuan luhur Negara Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, hanya dapat dicapai melalui pembangunan nasional yang dilakukan secara berkesinambungan dan berkelanjutan serta merata di seluruh tanah air. Untuk dapat membiayai pelaksanaan pembangunan nasional tersebut secara mandiri, salah satu alternatif yang sangat potensial adalah melalui peran serta masyarakat berupa pembayaran pajak. Dalam beberapa tahun terakhir, sebagian besarnya proporsi penerimaan pajak dari tahun ke tahun terhadap seluruh penerimaan negara yang tercantum dalam APBN dan merupakan tugas bagi Direktorat Jenderal Pajak untuk melaksanakannya. Salah satu usaha pemerintah dalam meningkatkan penerimaan dari sektor pajak yaitu dengan mengadakan pembaruan peraturan dan kebijakan serta sistem administrasi perpajakan secara terus-menerus dan konsisten ke arah yang lebih baik. Usaha ini diawali dengan adanya reformasi perpajakan pada tahun 1983 yang tercermin dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Pada Undang-Undang ini, ciri Universitas Sumatera Utara dan corak dari sistem pemungutan pajak di negara kita mengalami perubahan yang sangat mendasar, yaitu perubahan dari official assessment system menjadi self assessment system. Dalam official assessment system, petugas pajaklah yang menentukan jumlah pajak terutang yang harus dibayar oleh Wajib Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Sebaliknya pada self assessment system, Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, memperhitungkan, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutangnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan. Akan tetapi dalam praktik banyak dijumpai Wajib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik, terutama dalam hal pembayaran pajak yang terutang. Hal ini dapat terjadi baik karena kesengajaan dari pihak Wajib Pajak maupun karena minimnya pengetahuan Wajib Pajak mengenai bagaimana cara memenuhi kewajiban perpajakannya tersebut, sehingga kemudian akan timbullah tunggakan pajak. Untuk menjamin agar tunggakan pajak tersebut dapat sepenuhnya masuk ke kas negara, maka diperlukan suatu pembinaan dari petugas pajak berupa pelaksanaan tindakan penagihan yang bersifat memaksa. Penagihan pajak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu penagihan pasif dan penagihan aktif. Penagihan pasif dilakukan melalui penerbitan Surat Tagihan Pajak STP, Surat Ketetapan Kurang Bayar SKPKB, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan SKPKBT, dan Surat Keputusan Universitas Sumatera Utara Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah. Sementara itu penagihan aktif merupakan kelanjutan dari penagihan pasif, yaitu mulai dari penerbitan Surat Teguran, pemberitahuan Surat Paksa, penyitaan sampai dengan penjualan barang sitaan lelang. Selain itu, dalam hal-hal tertentu, tindakan penagihan aktif juga dapat berupa penerbitan Surat Perintah Penagihan Seketika dan Sekaligus, pelaksanaan Pemblokiran, serta Pencegahan dan Penyanderaan. Di dalam tahapan penagihan aktif, Penanggung Pajak akan dibebani dengan biaya tambahan berupa biaya penagihan pajak yang juga harus dilunasi bersama utang pajaknya. Biaya penagihan tersebut tentu memberatkan Wajib Pajak itu sendiri, sehingga Wajib Pajak akan berusaha agar tidak dikenakan tindakan penagihan aktif terhadapnya. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, tidak ada pilihan lain bagi Wajib Pajak selain harus melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan baik dan benar sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. Adapun cikal bakal undang-undang penagihan pajak adalah Undang- Undang Darurat Nomor 17 Tahun 1957 Lembaran Negara Tahun 1957 Nomor 84 yang kemudian ditetapkan sebagai Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1959 tentang Penagihan Pajak Negara dengan Surat Paksa Lembaran Negara Tahun 1959 Nomor 63 dan tambahan Lembaran Negara Nomor 1850. Lalu pada tanggal 23 Mei 1997, undang-undang tersebut diganti dengan Undang-Undang Nomor 19 tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Universitas Sumatera Utara Paksa. Setelah itu, pada tanggal 2 Agustus 2000, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1997 tentang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000. Selain itu Pelaksanaan tindakan penagihan juga mengacu pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007. Mardiasmo : 2006 Karena menyadari pentingnya pelaksanaan penagihan pajak sebagai usaha terakhir dalam mengamankan penerimaan negara, maka penulis tertarik untuk membuat sebuah pembahasan dalam Laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri dengan judul “PELAKSANAAN PENAGIHAN AKTIF DAN KONTRIBUSINYA TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA MEDAN POLONIA”.

1.2. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri