Perjanjian Kredit sebagai Perjanjian Baku Antara Debitur dan Kreditur

- Kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan untuk pengadaan barang modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan suatu barang ataupun jasa bagi usaha yang bersangkutan.

b. Kredit Konsumtif

Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat umumnya sumber pengembaliannya dari fixed income debitur. 2. Kredit ditinjau dari segi jangka waktunya, berupa :

a. Kredit Jangka Pendek

Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak melebihi jangka waktu 1 satu tahun.

b. Kredit Jangka Menengah

Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari 1 satu tahun tetapi tidak lebih dari 3 tiga tahun.

c. Kredit Jangka Panjang

Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu 3 tiga tahun.

C. Perjanjian Kredit sebagai Perjanjian Baku Antara Debitur dan Kreditur

Perjanjian kredit dari bank selaku kreditur kepada nasabah selaku debitur harus selalu didasari adanya perjanjian kredit antara kedua belah pihak. Perjanjian kredit harus dibuat dengan memperhatikan semua aspek Hukum Universitas Sumatera Utara Perjanjian, terutama asas-asas Hukum Perjanjian dan syarat sahnya suatu perjanjian. 36 Pemberian kredit dari Bank kepada Debitur, selain harus didasari oleh adanya unsur kepercayaan, juga harus didasari oleh adanya sebuah kontrak perjanjian kredit yang bersifat tertulis dan pada umumnya perjanjian kredit tersebut diikat dengan sebuah akta notaris agar kepastian hukumnya lebih terjamin. 37 Menurut Prof. Subekti, S.H., pengertian perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji kepada seseorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan hukum antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian itu menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. 38 Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Menurut Pasal 1313 KUH Perdata, perjanjian atau persetujuan diartikan sebagai perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih. Hubungan antara dua orang tersebut adalah suatu hubungan hukum di mana hak dan kewajiban di antara para pihak tersebut dijamin oleh hukum. 39 36 Iswi Hariyani dan R. Serfianto D.P., Op.Cit., hlm. 102. 37 Ibid. hlm. 103 38 Subekti, Op.Cit. hlm.1. 39 H.R. Daeng Naja, Op.Cit.,hlm. 175. Universitas Sumatera Utara Perjanjian kredit antara Debitur dengan Bank terdiri dari 2 dua macam perjanjian, yaitu : 1. Perjanjian Kredit sebagai Perjanjian Pokok Perjanjian kredit adalah perjanjian pokok yang bersifat riil, yan diikuti dengan perjanjian jaminan sebagai perjanjian tambahan accessoir. Pengertian “riil” berarti perjanjian kredit ditentukan oleh penyerahan uang oleh pihak Bank kepada Debitur. 40 Dilihat dari bentuknya, perjanjian kredit perbankan umumnya berbentuk perjanjian baku standard contarct, karena bentuk perjanjiannya telah disediakan pihak bank sebagai kreditur, sedangkan pihak debitur hanya mempelajari dan memahami dengan baik. 41 Dalam Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen menyebutkan bahwa klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat yang telah dipersiapkan atau ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi konsumen. Dari pengertian tersebut, tampak bahwa isi perjanjian dengan klausula baku ditetapkan secara sepihak oleh kreditur, ini menunjukkan hukum yang berlaku pada perjanjian itu adalah hukum kreditur. Sekaligus juga 40 Iswi Hariyani, Op.Cit., hlm. 15. 41 Ibid. Universitas Sumatera Utara menunjukkan pihak yang berkedudukan sosial dan ekonominya kuat seolah- olah yang berwenang menetukan isi perjanjian. 42 Dalam perjanjian baku, pihak debitur hanya dalam posisi menerima atau menolak tanpa ada kemungkinan melakukan negosiasi atau tawar menawar. Apabila debitur menerima semua ketentuan dan persyaratan yang ditentukan oleh bank, maka ia berkewajiban menandatangani perjanjian kredit, tetapi apabila debitur menolak maka ia tidak perlu menandatangani perjanjian kredit tersebut. 43 Perjanjian baku ini diperlukan untuk memenuhi kedudukan yang sifatnya praktis dan kolektif. Pada tahap ini, kedudukan calon nasabah debitur sangat lemah, sehingga menerima saja syarat-syarat yang diajukan dan ditetapkan oleh pihak kreditur, karena jika tidak demikian, maka calon nasabah debitur tidak akan mendapatkan kredit yang dimaksud. 44 Perjanjian kredit, walaupun umumnya berbentuk perjanjian baku, tetapi bentuk perjanjian baku tersebut tidak mengingkari asas kebebasan berkontrak, sepanjang tetap menegakkan asas-asas umum perjanjian seperti penetapan syarat-syarat yang wajar dengan menjunjung keadilan, dan adanya keseimbangan para pihak sehingga menghilangkan upaya penekanan kepada pihak lainnya. 45 42 Gatot Supramo, Perjanjian Utang Piutang, Kencana, Jakarta, 2014, hlm. 20. 43 Hermansyah, Op.Cit., hlm. 67. 44 S. Mantayborbir, Op.Cit., hlm. 86. 45 Iswi Hariyani, Op.Cit., hlm. 21. Universitas Sumatera Utara Rumusan perjanjian baku dalam perjanjian kredit harus memenuhi beberapa syarat, yaitu 46 : 1. tidak ada unsur kecurangan; 2. tidak ada unsur pemaksaan akibat ketidakseimbangan kekuatan para pihak; 3. tidak ada syarat perjanjian yang hanya menguntungkan secara sepihak; 4. tidak ada risiko yang hanya dibebankan secara sepihak; 5. tidak ada pembatasan hak untuk menggunakan upaya hukum. Perjanjian kredit yang bersifat baku tidak boleh bertentangan dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pelaku usaha, sesuai Pasal 18, dilarang membuat klausula baku yang mencantumkan hal-hal sebagai berikut : a. Pelaku usaha dilarang membuat aturan baru, aturan tambahan, danatau aturan selanjutnya yang dibuat secara sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya Pasal 18 ayat 1 huruf g. b. Pelaku usaha dilarang membuat klausula yang menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk membebankan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yang dibeli konsumen secara angsuran Pasal 18 ayat 1 huruf h. 46 Ibid. Universitas Sumatera Utara c. Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas atau yang pengungkapannya sulit dimengerti Pasal 18 ayat 2. Pelanggaran terhadap ketentuan di atas dapat berakibat perjanjian baku tersebut dinyatakan batal demi hukum Pasal 18 ayat 3. Disamping itu, semua pelaku usaha diwajibkan untuk menyesuaikan klausul baku yang bertentangan dengan Pasal 18 agar sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen Pasal 18 ayat 4. 2. Perjanjian Jaminan sebagai Perjanjian Tambahan Pemberian kredit dari bank kepada debitur, sebagaimana pemberian kredit pada umumnya, disamping harus didasarkan adanya perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok, juga harus diikuti pembuatan perjanjian jaminan sebagai perjanjian tambahan accessoir. 47 Perjanjian jaminan digolongkan sebagai perjanjian accessoir karena perjanjian tersebut bersifat perjanjian tambahan atau ikutan yang pemberlakuannya mengikuti perjanjian pokok yang mendasarinya. Perjanjian jaminan berkaitan dengan pengikatan jaminan atau agunan kredit yang umumnya diikat dengan akta notaris yang bersifat baku dan bersifat eksekutorial. 48 Sifat eksekutorial dari perjanjian jaminan mengandung konsekuensi jika debitur melakukan wanprestasi maka bank dapat mengajukan 47 Iswi Hariyani dan R. Serfianto D.P., Op.Cit., hlm. 108. 48 Ibid. Universitas Sumatera Utara permohonan eksekusi agunan melalui Ketua Pengadilan Negeri tanpa harus melalui proses peradilan biasa yang panjang dan berbelit-belit. Perjanjian jaminan dibuat pihak bank sebagai salah satu upaya untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam penyaluran kredit sehingga kelak ada jaminan pengembalian kredit bank yang utuh. 49 49 Ibid. hlm. 109. Universitas Sumatera Utara 40

BAB III PERJANJIAN KREDIT PERBANKAN DENGAN JAMINAN

HAK TANGGUNGAN

A. Pengertian dan Konsep Teoritis Hukum Jaminan

Salah satu kegiatan usaha perbankan adalah berupa pemberian kredit. Pemberian kredit merupakan pemberian pinjaman uang oleh bank kepada anggota masyarakat yang umumnya disertai dengan penyerahan jaminan kredit oleh debitur peminjam. Terhadap penerimaan jaminan kredit tersebut terkait dengan berbagai ketentuan hukum jaminan. 50 Bank sebagai badan usaha yang wajib dikelola berdasarkan prinsip kehati- hatian tidak terlepas dari ketentuan hukum yang berlaku agar dapat mengamankan dan melindungi kepentingannya. Jaminan kredit yang diterima bank dari debitur termasuk sebagai salah satu obyek yang berkaitan dengan kepentingan bank. Jaminan kredit tersebut harus dapat diyakini sebagai jaminan yang baik dan berharga sehingga akan dapat memenuhi fungsi-fungsinya, antara lain dengan memperhatikan aspek hukum yang terkait termasuk aspek hukum jaminan. 51 Istilah hukum jaminan berasal dari terjemahan zakerheidesstelling atau security of law. Dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional tentang Lembaga Hipotek dan Jaminan Lainnya, yang diselenggarakan di Yogyakarta, 50 M. Bahsan, Hukum Jaminan dan Jaminan Kredit Perbankan Indonesia, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2007, hlm. 70. 51 Ibid. Universitas Sumatera Utara