Hak Tanggungan atas Hak atas Tanah

A. Hak Tanggungan atas Hak atas Tanah

Pada tanggal 9 April 1996 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda Yang Berkaitan dengan Tanah UUHT diundangkan sebagai realisasi dari Pasal 51 Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960 UUPA. 69 Sebelum lahirnya UUHT, pembebasan hak atas tanah sebagai jaminan hutang menggunakan kelembagaan jaminan hipotek. Karena pada waktu itu hak atas tanah merupakan objek hukum dalam jaminan hipotek. Namun sesudah diberlakukannya UUHT, pembebasan hak atas tanah sebagai jaminan uang tidak lagi menggunakan jaminan hipotek, melainkan menggunakan jaminan Hak Tanggungan. 70 Selain melaksanakan amanat UUPA, kelahiran UUHT didasarkan pula kepada pertimbangan untuk memberi kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pemberian kredit dengan membebankan hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan tanah sebagai jaminan kredit serta untuk menciptakan unifikasi hukum jaminan hak atas tanah. 71 Pasal 29 UUHT menyebutkan bahwa dengan berlakunya Undang-Undang ini, ketentuan mengenai Credietverband sebagaimana tersebut dalam Staatsblad 1908-542 jo. Staatsblad 1909-586 dan Staatsblad 1909-584 sebagai yang telah diubah dengan Staatsblad 1937-190 jo. Staatsblad 1937-191 dan ketentuan 69 Mariam Darus Badrulzaman, Serial Hukum Perdata Buku Kedua Kompilasi Hukum Jaminan, Mandar Maju, Bandung, 2009, hlm. 9. 70 Rachmadi Usman., Hukum Kebendaan, Sinar Grafika : Jakarta, 2011, hlm. 305. 71 Ibid. Universitas Sumatera Utara mengenai Hypotheek sebagaimana mengenai pembebanan Hak Tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku lagi. Sesungguhnya Hak Tanggungan ini dimaksudkan sebagai pengganti lembaga dan ketentuan hypotheek hipotek sebagaimana diatur dalam Buku Kedua Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan credietverband dalam Staatsblad 1908 Nomor 542 sebagaimana yang telah diubah dengan Staatsblad 1937 Nomor 190, yang berdasarkan ketentuan Pasal 57 UUPA diberlakukan hanya untuk sementara waktu sampai menunggu terbentuknya Undang-Undang Hak Tanggungan sebagaimana dijanjikan oleh Pasal 51 UUPA. 72 Selanjutnya dalam Penjelasan Umum atas UUHT dikemukakan pula bahwa ketentuan-ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di atas berasal dari zaman kolonial Belanda dan didasarkan pada Hukum Tanah Nasional, sebagaimana pokok-pokok ketentuannya tercantum dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan dimaksudkan untuk diberlakukannya hanya untuk sementara waktu, yaitu sambil menunggu terbentuknya undang-undang yang dimaksud oleh Pasal 51 UUPA di atas. Oleh karena itu, ketentuan Hypotheek dan Credietverband tersebut jelas tidak sesuai dengan asas-asas Hukum Tanah Nasional dan dalam kenyataanya tidak dapat menampung perkembangan yang terjadi dalam bidang perkreditan dan hak jaminan sebagai akibat dari kemajuan pembangunan 72 Rachmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hlm.316. Universitas Sumatera Utara ekonomi. Akibatnya ialah timbulnya perbedaan pandangan dan penafsiran mengenai berbagai masalah dalam pelaksanaan hukum jaminan atas tanah. 73 Hak Tanggungan di dalam UUHT tidaklah dibangun dari suatu yang belum ada. Hak Tanggungan dibangun dengan mengambil alih atau mengacu asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok dari Hipotek yang diatur KUH Perdata. Bila kedua lembaga jaminan ini diperbandingkan, banyak asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok dari Hipotek yang diambil alih atau ditiru dari Hipotek. Namun, ada pula aas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok Hak Tanggungan yang berbeda. Bahkan ada asas-asas dan ketentuan-ketentuan pokok dari Hak Tanggungan yang baru, yang tidak terdapat di dalam Hipotek. 74 Berdasarkan ketentuan di atas, dapat dikemukakan tiga dasar pengaturan lembaga hak jaminan atas hak atas tanah tersebut, yaitu 75 : 1. lembaga jaminan hak atas tanah di negara kita diberi nama dengan “Hak Tanggungan”, yaitu suatu bentuk lembaga hak jaminan atas hak atas tanah, yang nantinya akan untuk menggantikan pelbagai lembaga hak jaminan yang ada dan diakui menurut ketentuan hukum yang berlaku di negara kita dewasa ini, seperti hipotek, credietverband, gadai, fidusia, dan lain-lain; 2. lembaga hak jaminan yang bernama “Hak Tanggungan” tersebut dapat dijadikan jaminan utang dengan hanya dibebankan kepada hak atas tanah berupa hak milik Pasal 25, hak guna usaha Pasal 33, dan hak guna bangunan Pasal 39; 73 Ibid. hlm. 317. 74 Ibid. 75 Ibid. hlm. 319. Universitas Sumatera Utara 3. Hak Tanggungan itu akan diatur dengan suatu undang-undang tersendiri dalam arti kata akan ada undang-undang yang mengatur tentang Hak Tanggungan Atas Tanah atau Benda lainnya yang bukan Tanah. Dalam Pasal 1 UUHT menyebutkan bahwa : Hak Tanggungan atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang selanjutnya disebut Hak Tanggungan, adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, unuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain”. Sementara itu, Angka 4 Penjelasan Umum atas UUHT antara lain menyebutkan bahwa Hak Tanggungan adalah hak jaminan atas tanah untuk pelunasan hutang tertentu, yang memberikan kedudukan diutamakan kepada kreditur tertentu terhadap kreditur-kreditur lain. Dalam arti, bahwa jika debitur cidera janji, kreditur pemegang Hak Tanggungan berhak menjual melalui pelelangan umum tanah yang dijadikan jaminan menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, dengan hak mendahulu daripada kreditur-kreditur lain. A.P. Parlindungan menyebutkan bahwa Undang-Undang Hak Tanggungan adalah peraturan yang berjiwa Hukum Adat sedangkan isinya hukum perdata, dan diakuinya apa yang diatur dalam Undang-Undang Hak Tanggungan merupakan Universitas Sumatera Utara suatu kemajuan, karena selama 35 tahun kondisi hukum jaminan berada dalam situasi yang tidak menentu. Sebagai konsekuensi logis kalau produk hukum yang ada sebelum berlakunya Undang-Undang Hak Tanggungan ini masih dianggap ada, berarti kekacauan yang pernah ada itu akan tidak berakhir dan kiranya hal ini tidak mungkin akan menciptakan suasana yang sangat menguntungkan dalam dunia perdagangan. 76 Jadi, Hak Tanggungan itu merupakan lembaga hak jaminan kebendaan atas hak atas tanah beserta benda-benda berkaitan dengan tanah yang merupakan satu kesatuan dengan tanah untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditur tertentu kepada kreditur pemegang Hak Tanggungan terhadap kreditur-kreditur lain. Jaminan yang diberikan Hak Tanggungan, yaitu hak yang diutamakan atau mendahulu dari kreditur-kreditur lainnya bagi kreditur pemegang Hak Tanggungan. 77 Berkembangnya Hak Tanggungan ini selaras dengan tuntutan kemajuan hukum masyarakat dalam jaminan hak atas tanah. Artinya pada saat-saat menghangatnya dibicarakan tentang perkembangan ekonomi bangsa tentu bila kemajuan ekonomi ini hendak dikehendaki berkembang maka Hak Tanggungan sangat dibutuhkan sebagai bagian tak terpisahkan dalam memenuhi modal dengan benda tak bergerak sebagai agunannya. Karena dengan adanya jaminan maka fasilitas akan menambah modal usaha kerja akan mudah diperoleh dengan kredit lihat UU No. 7 Tahun 1992. Sebagaimana disebutkannya dalam Pasal 8 76 Zaidar, Dasar Filosofi Hukum Agraria Indonesia, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2010, hlm. 153. 77 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, Op.Cit., hlm. 307. Universitas Sumatera Utara menyebutkan bahwa dalam memberi kredit, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan. 78 Hak Tanggungan atas tanah ini menjelaskan dengan tegas bahwa hak atas tanahlah yang dijadikan objek jaminan tersebut. Akan tetapi karena hak atas tanah tersebut merupakan atau tunduk pada hukum benda yang dahulu diatur dalam Buku II KUH Perdata. Maka dijumpailah sebagian ahli menyebutkan bahwa hukum jaminan ini harus diatur dan dilindungi oleh Hukum Perdata itu sendiri sehingga kalaupun berkembang harus harus dikembangkan dalam lingkup Hukum Perdata juga. Disamping itu yang namanya tanah dengan adanya Undang-Undang Pokok Agraria tentunya tidak bisa dipungkiri kalau objek jaminan yang berupa tanah harus pula dikembangkan menurut ketentuan yang disebutkan dalam Hukum Agraria itu sendiri. 79 Dalam lalu lintas perbankan, hukum jaminan inilah yang menata dalam pengucuran kredit bila hak atas tanah sebagai jaminannya. Akhirnya sikap ragu- ragu masih saja mewarnai beberapa bank dalam melayani nasabah khususnya nasabah tersebut hanya menunjukkan tanah secara fisik dengan dibarengi sedikit surat keterangan akan tanah, bukan bukti hak atas tanahnya yang sah. Sementara UUPA menetapkan secara tegas bahwa yang boleh diikat dengan Hak Tanggungan hanyalah tanah-tanah yang jelas ada bukti haknya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 25 “Bahwa yang dapat dijadikan objek Hak Tanggungan 78 Muhammad Yamin, Beberapa Dimensi Filosofis Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan 2003, hlm. 55. 79 Ibid. hlm. 56. Universitas Sumatera Utara adalah Hak Milik, Hak Guna Usaha Pasal 33, dan Hak Guna Bangunan Pasal 39 UUPA. Alam kondisi seperti inilah, tentu makin dirasakan pentingnya Hak Tanggungan ini dapat mengatur dengan tegas dalam perkembangan perekonomian sekarang. 80 Tujuan diundangkannya Undang-Undang Hak Tanggungan adalah 81 : a. Mengatasi kemelut yang sudah berlangsung lama, yaitu di manakah letak irah-irah Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa tersebut, pada sertifikat hak ataukah pada akta PPAT khususnya yang menyangkut jaminan hutang dengan tanah sebagai jaminan, dan apakah memadai pada sampul dari sertifikat Hak Tanggungan, atau pada kepala mahkota dari Akta Hak Tanggungannya. b. Melaksanakan perintah dari Pasal 51 UUPA untuk menciptakan Undang- Undang Hak Tanggungan, sehingga meniadakan penafsiran yang bermacam-macam tentang pranata jaminan ini dan sekaligus melaksanakan unifikasi yang dikembangkan oleh UUPA yaitu pranata Hak Tanggungan sebagai pranata jaminan hutang dengan tanah sebagai agunannya. Dengan demikian, sekaligus membentuk hukum nasional dan meniadakan warisan kolonial tentang pranata jaminan hutang dengan tanah sebagai agunannya. 80 Ibid. hlm. 57. 81 A.P. Parlindungan, Komentar Undang-Undang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- Benda yang Berkaitan dengan Tanah UU No. 4 Tahun 19969 April 1996L.N. No. 42 dan Sejarah Terbentuknya, Mandar Maju, Bandung, 1996, hlm. 31. Universitas Sumatera Utara c. Menyatakan bahwa istilah untuk jaminan tanah sebagai agunan adalah Hak Tanggungan buka hipotek seperti yang diciptakan oleh Undang-Undang Rumah Susun maupun Pasal 57 UUPA maupun credietverband Pasal 57 demikian pula fidusia yang tertera dalam Pasal 15 UU No. 16 Tahun 1985, dan terakhir juga diatur oleh Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Pemukiman. Dengan demikian seluruh istilah hipotek maupun credietverband yang diatur oleh Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 harus dibaca sebagai Hak Tanggungan. d. Memberikan solusi yang tepat masih adanya anggapan di kalangan masyarakat bahwa Hak Pakai privat tidak dapat sebagai objek Hak Tanggungan, sehingga berkembangnya fidusia yang akan menjadikan Hak Pakai sebagai agunan yang terdaftar. Demikian pula dalam prakteknya perbankan menerima Hak Pakai sebagai suatu agunan bank dengan berbagai versi. Dalam Penjelasan Umum atas UUHT disebutkan ciri-ciri Hak Tanggungan sebagai lembaga hak jaminan atas tanah yang kuat, yaitu 82 : a. memberikan kedudukan yang diutamakan atau mendahulu kepada pemegangnya; b. selalu mengikuti objek yang dijaminkan dalam tangan siapa pun objek itu berada; 82 Habib Adjie, Hak Tanggungan Sebagai Lembaga Jaminan Atas Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2000, hlm. 6. Universitas Sumatera Utara c. memenuhi asas spesialitas dan publisitas sehingga dapat mengikat pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak-pihak yang berkepentingan; dan d. mudah dan pasti pelaksanaan eksekusinya. Selain itu, sebagai jaminan kebendaan, maka Hak Tanggungan juga mempunyai sifat-sifat sebagai hak kebendaan yaitu sebagai berikut 83 : 1. Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi ondeelbaarheid atau tidak dapat dipisah-pisahkan onsplitsbaarheid sebagaimana disebutkan dalam ketentuan Pasal 2 ayat 1 UUHT . Hal ini mengandung arti, bahwa Hak Tanggungan membebani secara utuh objek Hak Tanggungan dan setiap bagian daripadanya. Telah dilunasinya sebagian dari utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan, tidak berarti terbebasnya sebagian objek Hak Tanggungan dari beban Hak Tanggungan, melainkan Hak Tanggungan itu tetap membebani seluruh objek Hak Tanggungan untuk sisa utang yang belum dilunasi. Dengan demikian, pelunasan sebagian dari hutang debitur tidak menyebabkan terbebasnya dari sebagian objek Hak Tanggungan. 2. Hak Tanggungan mengandung royal parsial sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 2 ayat 2 UUHT yang merupakan penyimpangan dari sifat Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi. 83 Rachmadi Usman, Hukum Kebendaan, Op.Cit., hlm. 307. Universitas Sumatera Utara 3. Hak Tanggungan mengikuti benda yang dijaminkan droit de suite dalam tangan siapa pun berada. Hal ini diatur secara tegas dalam Pasal 7 UUHT yang menyatakan, bahwa Hak Tanggungan tetap mengikuti objeknya dalam tangan siapa pun objek tersebut berada. Sifat ini merupakan salah satu jaminan khusus bagi kepentingan pemegang Hak Tanggungan. Walaupun objek Hak Tanggungan sudah berpindah tangan dan menjadi milik pihak lain, kreditur masih tetap dapat menggunakan haknya melakukan eksekusi, jika debitur cidera janji. 4. Hak Tanggungan bertingkat terdapat peringkat yang lebih tinggi di antara kreditur pemegang Hak Tanggungan. Dengan asas ini, maka pemberi jaminan atau pemilik benda yang menjadi objek Hak Tanggungan masih mempunyai kewenangan untuk dapat membebankan lagi benda yang sama dan yang telah menjadi objek Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan utang tertentu lainnya, sehingga akan terdapat peringkat kreditur pemegang Hak Tanggungan. Dengan kata lain dalam Hak Tanggungan dikenal dengan tingkat- tingkatan peringkat dari kreditur pemegang Hak Tanggungan. Asas Hak Tanggungan bertingkat ini dapat ditarik dari ketentuan dalam Pasal 5 ayat 2 UUHT, yang mengatur mengenai peringkat pemegang Hak Tanggungan, bahwa Hak Tanggungan yang telah dibebankan pada suatu benda yang menjadi objek Hak Tanggungan mempunyai peringkat diantara satu dengan yang lainnya, sehingga akan terdapat Universitas Sumatera Utara pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama, pemegang Hak Tanggungan peringkat kedua, pemegang Hak Tanggungan peringkat ketiga, dan seterusnya. Dengan sendirinya pemegang Hak Tanggungan yang lebih dahulu akan mempunyai peringkat yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemegang Hak Tanggungan berikutnya. 5. Hak Tanggungan membebani hak atas tanah tertentu asas spesialitas sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 11 juncto Pasal 8 UUHT. Asas spesialitas ini mengharuskan bahwa Hak Tanggungan yang hanya membebani hak atas tanah tertentu saja dan secara spesifik uraian mengenai objek dari Hak Tanggungan itu dicantumkan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT. Disamping itu pula, untuk memenuhi asas spesialitas dari Hak Tanggungan, secara spesifik uraian mengenai subjek maupun utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan serta nilai Tanggungan harus dicantumkan di dalam APHT. Dengan terpenuhinya asas spesialitas dari Hak Tanggungan, maka dapat diketahui secara spesifik uraian- uraian yang berkaitan dengan subjek Hak Tanggungan, utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan, nilai tanggungan maupun objek Hak Tanggungan, sehingga dapat diketahui secara spesifik dan uraian yang jelas mengenai subjek Hak Tanggungan, utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan, nilai Tanggungan dan objek Tanggungan. Universitas Sumatera Utara 6. Hak Tanggungan wajib didaftarkan asas publisitas, artinya pemberian Hak Tanggungan harus atau wajib diumumkan atau didaftarkan, sehingga pemberian Hak Tanggungan tersebut dapat diketahui secara terbuka oleh pihak ketiga dan terdapat kemungkinan mengikat pula terhadap pihak ketiga dan memberikan kepastian hukum kepada pihak- pihak yang berkepentingan. Oleh karena itu, pemberian Hak Tanggungan diwajibkan untuk diumumkan secara terbuka agar pihak ketiga mengetahui mengenai terjadinya pembebanan suatu hak atas tanah tertentu dengan Hak Tanggungan. Kewajiban pendaftaran Hak Tanggungan ini dinyatakan dalam ketentuan Pasal 13 UUHT. 7. Hak Tanggungan dapat disertai janji-janji tertentu yang dicantumkan dalam APHT. Hal ini diatur dalam Pasal 11 ayat 2 UUHT, bahwa Hak Tanggungan dapat diberikan dengan atau tanpa disertai dengan janji-janji tertentu, bila disertai dengan janji, maka hal itu dicantumkan di dalam APHT. Janji-janji tertentu tersebut sifatnya fakultatif atau tidak limitatif dan tidak mempunyai pengaruh terhadap sahnya pemberian Hak Tanggungan, karenanya pemberian Hak Tanggungan dapat saja tanpa disertai dengan janji-janji tertentu. Artinya, para pihak dapat dengan bebas menentukan untuk menyebutkan atau tidak menyebutkan janji-janji tertentu dimaksud dalam APHT. Namun demikian, bila janji-janji tertentu dimuat di Universitas Sumatera Utara dalam APHT, yang kemudian didaftar pada Kantor Pertanahan, maka janji-janji tertentu tersebut juga mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak ketiga. R. Subekti mengatakan bahwa sistem adalah suatu susunan atau catatan yang teratur, suatu keseluruhan yang terdiri atas bagian-bagian yang berkaitan satu sama lain tersusun menurut suatu rencana atau pola hasil dari suatu pemikiran untuk mencapai suatu tujuan. Bellefroid mengatakan pula bahwa sistem hukum adalah keseluruhan aturan hukum yang disusun secara terpadu berdasarkan atas asas-asas tertentu. Berdasarkan definisi ini, maka perlu diketahui sistem Hak Tanggungan melalui asas-asas yang mendukung Hak Tanggungan tersebut. 84 a Asas sistem tertutup gesloten system Arti sistem tertutup ialah bahwa selain dari hak jaminan kebendaan yang diatur Undang-Undang yaitu UUHT, Undang-Undang Rumah Susun Nomr 16 Tahun 1985 UURS, Undang-Undang Perumahan dan Permukiman Nomor 4 Tahun 1992 UUPP dan UUJF tidak dapat diadakan hak jaminan kebendaan lain berdasarkan kesepakatan antara para pihak. Hak kebendaan ini bersifat absolut, karena itu bersifat limitatif. b Asas hak didahulukan preference Penjelasan Umum angka 3a jo. Angka 4, Pasal 5 UUHT 84 Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit., hlm.11. Universitas Sumatera Utara Kreditur pemegang Hak Tanggungan mempunyai hak yang diutamakan droit de preference untuk dipenuhi piutangnya. Jika debitur cidera janji dan obyek Hak Tanggungan dijual, maka hasil penjualan dibayarkan pada kreditur yang bersangkutan. Jika ada beberapa kreditur, maka utang dilunaskan pada pemegang Hak Tanggungan pertama. Jika ada sisanya, dibayarkan kepada kreditur lain secara pari passu konkuren dan jika sisanya masih ada dan utang debitur semuanya lunas, maka sisa hasil penjualan itu diserahkan kepada debitur Pasal 6, Penjelasan Pasal 6 jo. Penjelasan Umum anka 4 UUHT. Asas ini dilakukan dengan memperhatikan piutang negara. Dibandingkan dengan KUH Perdata, asas ini terdapat dalam Pasal 1131, Pasal 1134 alinea 2 dan Pasal 1198. c Asas hak kebendaan Pasal 7 jo. Penjelasan Umum angka 3 huruf b UUHT Di dalam Pasal 7 jo. Penjelasan Umum angka 3 huruf a UUHT tidak ada disebut kata hak kebendaan, yang ada disebut adalah sifat hak kebendaan yaitu Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapapun obyek itu berada droit de suite Pasal 7 UUHT. Dengan demikian apabila obyek Hak Tanggungan sudah beralih kepemilikan, misalnya sudah dijual kepada pihak ketiga, kreditur tetap mempunyai hak untuk melakukan eksekusi terhadap obyek Hak Tanggungan jika debitur cidera janji. Universitas Sumatera Utara d Asas spesialitas : pertelaan Penjelasan Umum angka 3c UUHT Yang dimaksud dengan asas spesialitas adalah pertelaan mengenai obyek Hak Tanggungan. Asas spesialitas terwujud dalam uraian mengenai obyek Hak Tanggungan Penjelasan Umum angka 3 huruf c UUHT. Yang dituangkan dalam setifikat atau bagi tanah yang belum terdaftar sekurang- kurangnya memuat uraian mengenai kepemilikan, letak, batas-batas, dan luas tanahnya. Syarat ini merupakan syarat esensial bagi eksistensi Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT lihat Pasal 11 ayat 1 huruf e UUHT dan penjelasannya. e Asas publisitas Penjelasan Umum angka 3c UUHT Yang dimaksud dengan asas publisitas ialah pencatatan dari pembebanan obyek Hak Tanggungan sehingga terbuka dan dapat dibaca dan diketahui umum. Setiap orang umum yang ingin mendapatkan informasi tentang kepemilikan tanahpemegang Hak Tanggungan dapat melihat buku tanah atau buku tanah Hak Tanggungan. Asas ini ditentukan dalam Pasal 13 ayat 1 UUHT. Arti yuridis dari pendaftaran ini dapat dibaca lebih jauh dalam Peraturan Pemerintah Tentang Pendaftaran Tanah PP NO. 24 Tahun 1997 jo. Kepala BPN No. 5 Tahun 1996 tentang pendaftaran Hak Tanggungan. f Asas mudah dan pasti pelaksanaan eksekusi Penjelasan Umum angka 3 d UUHT Kemudahan dan kepastian pelaksanaan eksekusi terjadi dengan adanya sifat hak melakukan eksekusi dari pemegang Hak Tanggungan dengan Universitas Sumatera Utara mencantumkan irah- irah “DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA” pada Sertifikat Hak Tanggungan. g Asas accessoir Hak Tanggungan adalah perjanjian ikutan accessoir dan tidak merupakan hak yang berdiri sendiri zelfstandigrecht. Adanya dan hapusnya perjanjian ikutan accessorium tergantung dari perjanjian pokok Pasal 10 ayat 1, Penjelasan Umum angka 8. Di dalam KUH Perdata asas ini diatur dalam Pasal 1133, Pasal 1134, alinea 2 dan Pasal 1198. h Asas pemisahan horizontal Asas ini mengajarkan bahwa hak atas tanah terpisah dari benda-benda yang melekat di atasnya. UUHT menganut ajaran tersebut Penjelasan Umum angka 6 UUHT, tetapi berlakunya tidak secara otomatis. Penerapannya terjadi jika diperjanjikan yang dituangkan dalam APHT. Penggunaan asas ini menerobos asas perlekatan. Di dalam KUH Perdata ajaran pemisahan horizontal tidak dianut, yang dikenal adalah asas perlekatan vertikal. i Asas perlekatan accessie Asas perlekatan mengatakan bahwa benda-benda yang melekat sebagai kesatuan dengan tanah, karena hukum mengikuti hukum benda pokok. UUHT tidak menganut ajaran perlekatan vertikal tetapi berdasarkan kebutuhan, menyatakan asas ini dianut juga. Penerapan asas ini didasarkan Universitas Sumatera Utara pada perjanjian, yaitu jika para pihak sepakat, maka harus dituangkan secara tegas di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan APHT Pasal 4 ayat 4 dan Pasal 5 Penjelasan Umum angka 6 APHT. j Asas iktikad baik Di dalam pelaksanaan Hak Tanggungan para pihak harus jujur. Pengertian iktikad baik di dalam hak kebendaan mempunyai arti subyektif, berbeda dengan hukum perjanjian, di mana iktikad baik bersifat obyektif yaitu kepatutan yang berlaku di dalam lalu lintas masyarakat. Subjek Hak Tanggungan diatur dalam Pasal 8 sampai dengan Pasal 9 UUHT. Dalam kedua pasal itu ditentukan bahwa yang dapat menjadi subjek hukum dalam pembebanan Hak Tanggungan adalah pemberi Hak Tanggungan dan pemegang Hak Tanggungan. Biasanya dalam praktik pemberi Hak Tanggungan disebut dengan debitur, yaitu orang yang meminjamkan uang di lembaga perbankan, sedangkan penerima Hak Tanggungan disebut dengan kreditur, yaitu orang atau badan hukum yang berkedudukan sebagai pihak berpiutang. 85 Persyaratan Pemberi dan Penerima Hak Tanggungan adalah sebagai berikut 86 : a. Pemberi Hak Tanggungan 1 Persyaratannya 85 Salim HS, Op.Cit., hlm. 104. 86 Zaidar, Op.Cit., hlm. 155. Universitas Sumatera Utara Menurut ketentuan Pasal 8, pemberi Hak Tanggungan bisa orang perseorangan biasanya badan hukum yang mempunyai kewenangan untuk melakukan perbuatan hukum terhadap benda yang dijadikan objek Hak Tanggungan. Umumnya pemberi Hak Tanggungan adalah debitur sendiri tetapi dimungkinkan juga pihak lain, jika benda yang dijaminkan bukan untuk debitur. Bisa juga debitur dan pihak lain jika yang dijaminkan lebih dari 1 satu, masing-masing kepunyaan debitur dan pihak lain; 2 Saat ada kewenangan Dalam Pasal 8 ayat 2 demikian juga dalam penjelasannya ditentukan bahwa kewenangan pemberi Hak Tanggungan dilakukan yaitu pada tanggal dibuatnya buku tanah Hak Tanggungan yang dibebankan, tetapi sebenarnya kewenangan itu harus sudah ada pada waktu diberikan Hak Tanggungan dengan dibuatnya Akta Pemasangan Hak Tanggungan APHT oleh PPAT biarpun tidak selalu wajib dibuktikan dengan sertifikat hak atas tanah yang dijadikan jaminan kalau tanah yang bersangkutan memang belum didaftar, kalau tanahnya belum didaftar kewenangan pemberi Hak Tanggungan dapat dibuktikan dengan alat-alat bukti lain, misalnya surat keterangan waris atau akta pemindahan hak yang dapat memberikan keyakinan kepada PPAT yang memuat APHT-nya bahwa pemberi Hak Tanggungan memang mempunyai wewenang untuk melakukan perbuatan hak yang bersangkutan. Sudah barang tentu menerima jaminan tanah dalam keadaan belum terdaftar, lebih-lebih kalau diperoleh pemberi Hak Tanggungan melalui Universitas Sumatera Utara pemindahan hak, mengandung resiko yang harus diertimbangkan dengan seksama oleh pemberi kredit; 3 Alat Bukti Kewenangan Alat bukti apa yang digunakan oleh PPAT dan wajib diserahkan kemudian kepada PPAT dan wajib diserahkannya kemudian kepada Kantor Badan Pertanahan untuk keperluan pendaftaran Hak Tanggungan yang bersangkutan yang terdapat dalam Peraturan Menteri Negara AgrariaKepala BPN No. 3 Tahun 1997. b. PenerimaPemegang Hak Tanggungan Tidak ada persyaratan khusus bagi penerima atau pemegang Hak Tanggungan, ia bisa perseorangan bisa badan hukum, bisa orang asing, bisa badan hukum asing baik yang berkedudukan di Indonesia ataupun di luar negeri sepanjang kredit yang bersangkutan dipergunakan untuk kepentingan pembangunan wilayah NKRI Pasal 10 ayat 1 dan Penjelasannya. Ketentuan ini sejalan dengan tujuan diterbitkannya UUHT sebagaimana dinyatakan dalam konsideran dan penjelasan umum. Yaitu, bahwa dengan bertambah meningkatnya pembangunan nasional dibutuhkan penjelasan dana yang sebagian besar diperoleh melalui kegiatan perkreditan diperlukan adanya lembaga jaminan hak yang kuat dan mampu memberi kepastian hukum bagi pihak-pihak yang berkepentingan maka dana yang diperoleh dari luar negeri pun harus dipergunakan bagi pembangunan nasional. Universitas Sumatera Utara Sebenarnya baik pemberi maupun pemegang Hak Tanggungan ini bila dilihat dari perkembangan subjek hak atas tanah ini akan memberi jaminan terhadap masa depan hak-hak atas tanah di Indonesia, namun pada benda-benda yang berkaitan dengan tanah rumah, tanaman yang ada di atas tanah dan lain-lain yang dapat dijadikan objek Hak Tanggungan bila dipertahankan yang terdapat dalam Pasal 8 dan Pasal 9 Undang-Undang Hak Tanggungan tentu kurang memberi jaminan akan berkembangnya Hak Tanggungan ini pada masa yang akan datang, oleh karena itu sebaiknya subjek Hak Tanggungan ini tidak harus bersifat limitatif. 87 Pasal 4 ayat 1 dan 2 UUHT menyebutkan bahwa : 1 Hak atas tanah yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan adalah : - hak milik - hak guna usaha - hak guna bangunan 2 Selain hak-hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat 1, hak pakai atas tanah negara yang menurut ketentuan yang berlaku wajib didaftar dan menurut sifatnya dapat dipindahtangankan dapat juga dibebani dengan hak tanggungan. Walaupun tidak disebutkan secara tegas, tetapi mengingat Hak Tanggungan merupakan bagian dari pengaturan Undang-Undang Pokok Agraria vide Pasal 51 jo. Pasal 57 Undang-Undang Pokok Agraria, maka kiranya dapat disimpulkan bahwa hak-hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan, 87 Muhammad Yamin, Op.Cit., hlm. 62. Universitas Sumatera Utara sebagaimana yang disebutkan di atas, adalah hak-hak atas tanah menurut Undang- Undang Pokok Agraria. 88 Pasal 4 ayat 3 UUHT menyebutkan bahwa Pembebanan Hak Tanggungan pada Hak Pakai atas tanah Hak Milik akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. Kebutuhan praktik menghendaki agar supaya Hak Pakai dapat dibebankan juga dengan Hipotek pada saat ini Hak Tanggungan. Kebutuhan itu ternyata telah diakomodir oleh UUHT ini. Akan tetapi, hanya Hak Pakai atas tanah Negara saja yang dapat dibebani dengan Hak Tanggungan, sedangkan Hak Pakai atas tanah Hak Milik masih akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. 89 Menurut Sutan Remy Sjahdeini karena Hak Pakai adalah hak untuk menggunakan dan atau memungut hasil dari tanah yang tidak hanya dari tanah yang dikuasai langsung oleh Negara saja, tetapi juga dari tanah milik orang lain, dengan membuat perjanjian antara pemilik tanah dengan pemegang Hak Pakai yang bersangkutan. Sedangkan kedua jenis Hak Pakai itu pada hakikatnya tidak berbeda ruang lingkupnya yang menyangkut hak untuk penggunaannya atau hak untuk memungut hasilnya. 90 Karena itu, wajar bila Hak Pakai atas tanah Hak Milik dapat pula dibebani dengan Hak Tanggungan seperti halnya Hak Pakai atas Tanah Negara. Namun, 88 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Op.Cit., hlm. 296. 89 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan Asas-Asas, Ketentuan-Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan Suatu Kajian mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan, Alumni, Bandung , 1999, hlm. 57. 90 Ibid. Universitas Sumatera Utara sudah barang tentu bahwa pelaksanaan Hak Tanggungan atas tanah Hak Pakai atas tanah Hak Milik itu baru dapat dilakukan apabila telah dikeluarkan ketentuan bahwa Hak Pakai atas tanah Hak Milik diwajibkan untuk didaftarkan. Mengenai kebutuhan masyarakat agar Hak Pakai dimungkinkan menjadi agunan, yang dalam UUPA tidak ditunjuk sebagai objek Hak Tanggungan, oleh UUHT kebutuhan tersebut akhirnya ditampung dengan menetapkan Hak Pakai juga sebagai objek Hak Tanggungan. 91 Pasal 4 ayat 4 UUHT menyebukan bahwa: Hak Tanggungan dapat juga dibebankan pada hak atas tanah berikut bangunan, tanaman, dan hasil karya yang telah ada atau akan ada yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut, dan yang merupakan milik pemegang hak atas tanah yang pembebanannya dengan tegas d inyatakan di dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan yang bersangkutan”. Jadi, selain tanah, maka bangunan, tanaman dan hasil karya yang merupakan satu kesatuan dengan tanahnya dapat jadi objek Hak Tanggungan. Namun, perlu diperhatikan dengan baik, bahwa penyebutannya adalah juga dapat dibebankan “pada hak atas tanah berikut...”, dari cara penyebutannya diketahui bahwa bangunan, tanaman dan hasil karya itu hanya bisa menjadi objek Hak Tanggungan kalau tanah di atas mana bangunan itu berdiri, tanaman itu tumbuh dan hasil karya itu berada, juga dijaminkan dengan Hak Tanggungan. Benda- benda di luar tanah, yang tidak disebutkan dalam Pasal 4 ayat 4 Undang-Undang 91 Ibid., hlm. 58. Universitas Sumatera Utara Hak Tanggungan tidak bisa dijaminkan dengan Hak Tanggungan terlepas dari tanahnya. 92 Adapun yang dimaksud dengan hasil karya dalam Pasal 4 ayat 4 Undang-Undang Hak Tanggungan, menurut penjelasannya, adalah misalnya candi, patung, gapura, relief yang merupakan satu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan. Dari uraian di atas, maka objek-objek Hak Tanggungan adalah : a Hak Milik; b Hak Guna Usaha; c Hak Guna Bangunan; d Hak Pakai atas tanah Negara yang menurut sifatnya dapat dipindahtangankan; e Hak Pakai atas Hak Milik masih akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan adalah setiap utang yang telah ada atau yang telah diperjanjikan pada saat hak tanggungan diikatkan yang terdapat dalam Pasal 3 ayat 1 UUHT, seperti 93 : 1. Utang yang timbul dari perjanjian utang piutang, seperti perjanjian kredit; 2. Utang yang timbul dari perjanjian lain yang bukan perjanjian utang piutang, tetapi dapat menimbulkan utang piutang. Misalnya dari 92 J. Satrio, Hukum Jaminan, Hak Jaminan Kebendaan, Op.Cit., hlm. 297. 93 Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Op.Cit., hlm. 89. Universitas Sumatera Utara perjanjian jual beli, di mana harganya belum dibayar lunas, sehingga harga beli tersebut menjadi utang piutang. 3. Utang yang terbit dari suatu hubungan hukum yang bukan perjanjian, misalnya ganti rugi dari suatu perbuatan melawan hukum; 4. Utang yang terbit karena hukum semata-mata tanpa melalui perbuatan manusia, seperti utang karena tindakan zaakwarneming, atau utang karena terjadinya pembayaran yang tidak diharuskan; 5. Utang yang sudah ada pada saat dilakukan pengikatan hak tanggungan; 6. Utang yang telah diperjanjikan pada saat pengikatan hak tanggungan; 7. Utang yang telah diperjanjikan pada saat pengikatan hak tanggungan tetapi jumlah utangnya belum dapat dipastikan, tetapi harus dapat dipastikan paling lambat adalah pada saat permohonan eksekusi hak tanggungan. Pemberian Hak Tanggungan dalam Pasal 10 ayat 1 UUHT dimulai dengan janji untuk memberikan Hak Tanggungan sebagai jaminan pelunasan hutang tertentu yang dituangkan dengan akte yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akte Tanah PPAT dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perjanjian utang piutang atau perjanjian lainnya yang menimbulkan utang tersebut dan selanjutnya harus didaftarkan di Kantor Badan Pertanahan. 94 Berdasarkan penjelasan Pasal 10 ayat 1 UUHT, bahwa sesuai dengan sifatnya yang accesoir dari Hak Tanggungan, pemberiannya haruslah merupakan 94 Affan Mukti, Pembahasan Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, USU Press, Medan, 2010, hlm.140. Universitas Sumatera Utara ikutan dari perjanjian pokok, yaitu perjanjian yang menimbulkan hubungan hukum utang-piutang yang dijamin pelunasannya. Khusus terhadap tanah-tanah yang berasal dari konversi hak lama yang telah memenuhi syarat untuk didaftarkan, akan tetapi pendaftarannya belum dilakukan, maka pemberian Hak Tanggungan dilakukan bersamaan dengan permohonan pendaftaran hak atas tanah yang bersangkutan. 95 Di dalam akte tersebut wajib mencantumkan 96 : a. Nama dan identitas pemberi dan pemegang Hak Tanggungan; b. Domisili pihak-pihak sebagaimana tersebut di atas, apabila diantara para pihak ada yang berdomisili di luar Indonesia, maka baginya harus dicantumkan suatu domisili pilihan di Indonesia dan jika tidak dicantumkan domisili pilihan tersebut maka Kantor Pejabat Pembuat Akte Tanah PPAT tempat pembuatan AKTE pemberian Hak Tanggungan sebagai domisili yang dipilih; c. Penunjukkan secara jelas utang atau piutang yang dijamin; d. Nilai tanggungan; e. Uraian jelas mengenai objek Hak Tanggungan. Di dalam Pasal 13 UUHT menyebutkan bahwa Pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan tentu dengan persyaratan- persyaratan tertentu seperti Akte yang dibuat oleh PPAT serta warkah-warkah 95 Ibid. 96 Ibid, hlm. 141. Universitas Sumatera Utara lainnya dikirimkan selambat-lambatnya 7 tujuh hari kerja setelah penandatanganan Akte pemberian Hak Tanggungan. 97 Selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan melakukan pendaftaran Hak Tanggungan dengan membuat buku tanah Hak Tanggungan dan mencatatnya dalam buku tanah hak atas tanah yang menjadi objek Hak Tanggungan serta menjalin catatan tersebut pada sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan. 98 Pada asasnya, pembebanan Hak Tanggungan wajib dilakukan sendiri oleh pemberi Hak Tanggungan pada saat pembuatan APHT di hadapan PPAT. Hanya apabila benar-benar diperlukan, yaitu karena sesuatu sebab tidak dapat sendiri dihadapan PPAT, maka diperkenankan penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan SKMHT. Apabila keadaan seperti itu, pemberi Hak Tanggungan dapat menunjuk pemegang Hak Tanggungan atau pihak lain sebagai kuasanya untuk mewakilinya dalam pemberian Hak Tanggungan. 99 SKMHT ini merupakan surat kuasa khusus yang ditujukan kepada pemegang Hak Tanggungan atau pihak lain untuk mewakili diri pemberi Hak Tanggungan hadir dihadapan PPAT untuk melakukan pembebanan Hak Tanggungan, berhubung pemberi Hak Tanggungan tidak dapat datang menghadap sendiri untuk melaksanakan tindakan membebankan Hak Tanggungan dihadapan PPAT. 100 97 Ibid., hlm. 142 98 Ibid. 99 Rahmadi Usman, Hukum Jaminan Keperdataan, Op.Cit., hlm. 438. 100 Ibid. Universitas Sumatera Utara Hak Tanggungan baru dapat dieksekusi apabila debitur terbukti wanprestasi. Kreditur selaku pemegang Hak Tanggungan, karena memiliki kedudukan istimewa, mempunyai hak untuk terlebih dahulu menjual objek jaminan dibandingkan kreditur lainnya. Eksekusi objek Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan cara meminta penetapan fiat Ketua Pengadilan Negeri, maupun tanpa meminta penetapan fiat Ketua Pengadilan Negeri atau lazimnya dinamakan “Parate Eksekusi”. 101 Pasal 18 ayat 1 menyebutkan bahwa Hak Tanggungan hapus karena hal- hal sebagai berikut : a. hapusnya utang yang dijamin dengan Hak Tanggungan; b. dilepaskannya Hak Tanggungan oleh pemegang Hak Tanggungan; c. pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat Ketua Pengadilan Negeri; d. hapusnya hak atas tanah yang dibebani hak Tanggungan.” Dalam Penjelasan Undang-Undang disebutkan bahwa sesuai dengan sifat accessoir adanya hutang yang dijamin, namun apabila hutang itu hapus karena pelunasan atau sebab lain, maka dengan sendirinya Hak Tanggungan itu menjadi hapus juga. Pemegang Hak Tanggungan dapat melepaskan Hak Tanggungannya apabila hal ini terjadi, maka kedudukannya sebagai kreditur preferen berubah menjadi kreditur konkuren. 102 101 Iswi Hariyani dan R. Serfianto D.P., Op.Cit., hlm. 78. 102 Affan Mukti, Op.Cit., hlm. 145. Universitas Sumatera Utara Hapusnya Hak Tanggungan karena dilepaskan oleh pemegangnya dilakukan dengan pemberian pernyataan tertulis mengenai dilepaskannya Hak Tanggungan tersebut oleh pemegang Hak Tanggungan kepada pemberi Hak Tanggungan. Hapusnya Hak Tanggungan karena pembersihan Hak Tanggungan berdasarkan penetapan peringkat Ketua Pengadilan Negeri terjadi karena permohonan pembeli hak atas tanah yang dibebani dari beban Hak Tanggungan, agar hak atas tanah yang dibelinya itu dibersihkan dari beban hak tanggungan. Hapusnya Hak Tanggungan karena hapusnya hak atas tanah dibebani Hak Tanggungan tidak menyebabkan hapusnya hutang yang dijamin. Pembeli objek Hak Tanggungan, baik dalam suatu pelelangan umum atas perintah Ketua Pengadilan Negeri maupun dalam jual beli sukarela dapat meminta kepada pemegang Hak Tanggungan agar benda yang dibelinya itu dibersihkan dari segala beban Hak Tanggungan yang melebihi harga pembelian. 103 Mengingat Hak Tanggungan merupakan hak kebendaan, yaitu hak yang dapat dituntut oleh pemegangnya dari pihak ketiga yang menguasai atau memiliki objek Hak Tanggungan itu apabila objek Hak Tanggungan itu kemudian dialihkan oleh pemberi Hak Tanggungan semula, maka hapusnya Hak Tanggungan itu harus pula ditiadakan dari pencatatannya di buku tanah hak atas tanah yang menjadi objk Hak Tangggungan. Bila tidak demikian halnya, pihak ketiga tidak akan 103 Ibid. Universitas Sumatera Utara pernah tahu bahwa Hak Tanggungan itu telah hapus dan tidak lagi mengikat bagi pihak ketiga. 104 Bekenaan dengan itu, menutur Pasal 22 UUHT, setelah Hak Tanggungan hapus sebagaimana dimaksud Pasal 18 UUHT, Kantor Badan Pertanahan mencoret catatan Hak Tanggungan tersebut pada buku tanah hak atas tanah dan sertifikatnya. 105 Pencoretan pendaftaran Hak Tanggungan dapat dilakukan dengan atau tanpa pengembalian Sertifikat Hak Tanggungan yang telah dikeluarkan. Dalam hal Sertifikat Hak Tanggungan tidak dikembalikan, maka hal tersebut harus dicatat dalam Buku Tanah Hak Tanggungan. 106 Dengan demikian jelaslah bahwa pencoretan Hak Tanggungan adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh pemberi Hak Tanggungan setelah Hak Tanggungan yang diberikan olehnya hapus menurut ketentuan Pasal 18 UUHT. Untuk keperluan pencoretan Hak Tanggungan tersebut, pemberi Hak Tanggungan yang telah hapus Hak Tanggungannya diperbolehkan untuk menggunakan semua sarana hukum yang diperbolehkan dan karenanya juga mempergunakan semua alat bukti yang diperkenankan yang membuktikan telah hapusnya Hak Tanggungan tersebut. 107 104 Sutan Remy Sjahdeni, Op.Cit., hlm.148. 105 Ibid. 106 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Seri Hukum Hata Kekayaan : Hak Tanggungan, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 272 107 Ibid., hlm 273. Universitas Sumatera Utara

B. Force Majeure dan Akibat-Akibat Hukumnya