Pengaturan Perjanjian Kredit Perbankan pada Umumnya

1. Debitur mengajukan alasan adanya keadaan memaksa force majeureovermacht sehingga debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya. 2. Debitur mengajukan alasan bahwa pihak kreditur juga telah lalai melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian, misalnya kreditur terlambat mencairkan kredit. 3. Debitur mengajukan alasan bahwa pihak kreditur telah menetapkan aturan kredit yang tidak wajar misalnya menetapkan bunga dan denda yang terlalu tinggi atau menetapkan syarat agunan yang terlalu ketat.

B. Pengaturan Perjanjian Kredit Perbankan pada Umumnya

Yang dimaksud dengan perkreditan adalah suatu penyediaan uang atau yang dipersamakan dengannya, yang didasari atas perjanjian pinjam-meminjam antara pihak kreditur bank, perusahaan atau perorangan dengan pihak debitur peminjam, yang mewajibkan pihak debitur untuk melunasi hutangnya dalam jangka waktu tertentu, di mana sebagai imbalan jasanya, kepada pihak kreditur pemberi pinjaman diberikan hak untuk mendapatkan bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan selama masa kredit tersebut berlangsung. 24 Istilah kredit dapat didefinisikan dalam beberapa golongan, yaitu : 1. Berdasarkan Etimologis 24 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, Op.Cit., hlm.111. Universitas Sumatera Utara Kredit berasal dari bahasa Yunani, yaitu “credere” yang berarti kepercayaan trust atau faith. Dengan demikian istilah kredit memiliki arti khusus, yaitu meminjamkan uang atau penundaan pembayaran. Apabila orang mengatakan membeli secara kredit maka hal itu berarti si pembeli tidak harus membayarnya pada saat itu juga. 25 2. Berdasarkan Peraturan Perundang-undangan a. Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak peminjam melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan. b. Pasal 1 butir 11 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan bahwa kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunsai utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. 25 H. Budi Untung, Kredit Perbankan di Indonesia, Andi Yogyakarta, Yogyakarta, 2005, hlm.1. Universitas Sumatera Utara c. Pasal 1 angka 5 Peraturan Bank Indonesia Nomor 72PBI2005 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum disebut PBI 72005 menyebutkan bahwa penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga, termasuk : - Cerukan overdraft, yaitu saldo negatif pada rekening giro nasabah yang tidak dapat dibayar lunas pada akhir hari; - Pengambilalihan tagihan dalam rangka kegiatan anjak piutang; - Pengambilalihan atau pembelian kredit dari pihak lain.” 3. Berdasarkan Pendapat Ahli Raymond P. Kent dalam bukunya Money and Banking mengatakan bahwa kredit adalah hak untuk menerima pembayaran atas kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang diminta atau pada waktu yang akan datang karena penyerahan barang-barang sekarang. 26 Menurut O.P. Simorangkir, kredit adalah pemberian prestasi misalnya uang, barang dengan batas prestasi kontra prestasi akan terjadi pada waktu mendatang. Dewasa ini kehidupan ekonomi modern 26 Thomas Suyatno, dkk, Dasar-Dasar Perkreditan, Gramedia Pustaka Umum, Jakarta, 2007, hlm. 12. Universitas Sumatera Utara adalah prestasi uang, maka transaksi kredit menyangkut uang sebagai alat kredit yang menjadi pembahasan. 27 Kredit berfungsi kooperatif antara si pemberi kredit dan si penerima kredit atau antara kreditur dan debitur. Mereka menarik keuntungan dan saling menanggung risiko. Singkatnya, kredit dalam arti luas didasarkan atas komponen-komponen kepercayaan risiko, dan pertukaran ekonomi pada masa-masa mendatang. 28 Peraturan tentang perkreditan atau regulasi perkreditan di sektor perbankan secara nasional diatur dalam UU Perbankan dan Peraturan Bank Indonesia. Di samping itu, pengaturan perkreditan juga diatur secara internal di masing-masing bank dalam bentuk Pedoman Perkreditan atau Peraturan Perkreditan. 29 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan di dalam Pasal 8 ayat 2 secara tegas meyebutkan bahwa Bank Umum wajib memiliki dan menerapkan Pedoman Perkreditan dan Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Pedoman Perkreditan yang harus ada di masing-masing Bank Umum, berdasarkan Penjelasan Pasal 8 ayat 2 dari UU Nomor 10 Tahun 1998, harus memuat aturan tentang : 27 H.R. Daeng Naja, Hukum Kredit dan Bank Garansi, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2005, hlm. 123. 28 Ibid. 29 Iswi Hariyani dan R. Serfianto D.P., Op.Cit., hlm. 101. Universitas Sumatera Utara a. Perjanjian kredit harus dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis; b. Bank harus memiliki keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya. Keyakinan tersebut harus berdasarkan hasil penilaian terhadap Prinsip 5-C Character, Capacity, Capital, Collateral, dan Condition of Economy; c. Bank wajib menyusun dan menerapkan prosedur pemberian kredit atau Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; d. Bank wajib memberikan informasi yang jelas mengenai prosedur dan persyaratan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah; e. Bank dilarang memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah dengan persyaratan yang berbeda kepada nasabah debitur atau pihak terafiliasi; f. Bank wajib menetapkan aturan tentang cara-cara penyelesaian sengketa. Regulasi Perkreditan di sektor Perbankan juga diatur oleh Bank Indonesia yang berwenang untuk melakukan pengawasan bank di Indonesia. Berdasarkan SK Direksi BI No. 27162KTPDIR tanggal 31 Maret 1995 kepada setiap bank diwajibkan untuk memiliki kebijakan perkreditan secara tertulis, yang sekurang- kurangnya memuat atau mengatur prinsip kehati-hatian dalam perkreditan, organisasi dan manajemen perkreditan, kebijakan persetujuan kredit, dokumentasi dan administrasi kredit, pengawasan, dan penyelesaian kredit bermasalah. 30 30 Iswi Hariyani, Restrukturisasi dan Penghapusan Kredit Macet, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2010, hlm. 13. Universitas Sumatera Utara Melalui ketentuan tersebut diharapkan bank mempunyai panduan yang jelas sebagai pedoman pelaksanaan perkreditannya. Dengan demikian risiko yang mungkin timbul sedini dapat dideteksi dan dikendalikan sedini mungkin, sekaligus dapat menghindari kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang dalam pemberian kredit. Dewan komisaris, direksi atau pegawai bank yang dengan sengaja melanggar pedoman perkreditan, sesuai Pasal 49 ayat 2 huruf b UU No. 101998 dapat diancam pidana penjara 3 hingga 8 tahun serta denda Rp 5 miliar hingga Rp 10 miliar. 31 Unsur kredit yang paling esensial adalah “Kepercayaan” dari bankkreditur terhadap nasabah peminjamdebitur. Kepercayaan tersebut timbul karena dipenuhinya segala ketentuan dan persyaratan untuk memperoleh kredit bank oleh debitur, antara lain : jelasnya tujuan peruntukan kredit, adanya benda jaminan atau agunan, dan lain-lain. 32 Dalam buku “Dasar-Dasar Perkreditan” karya Drs. Thomas Suyatno mengemukakan unsur-unsur kredit terdiri atas 33 : a. kepercayaan; b. tenggang waktu; c. tingkat risiko degree of risk; d. pestasi dan obyek kredit. 31 Ibid. 32 Iswi Hariyani dan R. Serfianto D.P., Op.Cit., hlm. 99. 33 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Prenada Media, Jakarta, 2005, hlm. 56. Universitas Sumatera Utara Menurut CH. Gatot Wardoyo, bahwa perjanjian kredit mempunyai beberapa fungsi, yaitu 34 : 1. Perjanjian kredit berfungsi sebagai perjanjian pokok, artinya perjanjian kredit merupakan sesuatu yang menentukan batal atau tidak batalnya perjanjian lain yang mengikutinya, misalnya perjanjian pengikatan barang jaminan; 2. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat bukti mengenai batasan hak dan kewajiban di antara krediturbank dengan nasabahdebitur; 3. Perjanjian kredit berfungsi sebagai alat untuk melakukan monitoring kredit. Dalam prakteknya saat ini, secara umum ada 2 dua jenis kredit yang diberikan oleh bank kepada para nasabahnya, yaitu 35 : 1. Kredit ditinjau dari segi tujuan penggunaannya, berupa :

a. Kredit Produktif

Kredit produktif, yaitu kredit yang diberikan kepada usaha-usaha yang menghasilkan barang dan jasa sebagai kontribusi dari usahanya. Untuk kredit jenis ini terdapat 2 dua kemungkinan, yaitu : - Kredit modal kerja, yaitu kredit yang diberikan untuk membiayai kebutuhan usaha-usaha, termasuk guna menutupi biaya produksi dalam rangka peningkatan produksi atau penjualan. 34 S. Mantayborbir, Aneka Hukum Perjanjian Sekitar Pengurusan Piutang Negara, Pustaka Bangsa Press, Jakarta, 2004, hlm. 89. 35 H.R. Daeng Naja, Op.Cit.,hlm. 125. Universitas Sumatera Utara - Kredit investasi, yaitu kredit yang diberikan untuk pengadaan barang modal maupun jasa yang dimaksudkan untuk menghasilkan suatu barang ataupun jasa bagi usaha yang bersangkutan.

b. Kredit Konsumtif

Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada orang perorangan untuk memenuhi kebutuhan konsumtif masyarakat umumnya sumber pengembaliannya dari fixed income debitur. 2. Kredit ditinjau dari segi jangka waktunya, berupa :

a. Kredit Jangka Pendek

Kredit jangka pendek, yaitu kredit yang diberikan dengan tidak melebihi jangka waktu 1 satu tahun.

b. Kredit Jangka Menengah

Kredit jangka menengah, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu lebih dari 1 satu tahun tetapi tidak lebih dari 3 tiga tahun.

c. Kredit Jangka Panjang

Kredit jangka panjang, yaitu kredit yang diberikan dengan jangka waktu 3 tiga tahun.

C. Perjanjian Kredit sebagai Perjanjian Baku Antara Debitur dan Kreditur