perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata.
Pasal 1315 menyebutkan bahwa pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya
sendiri. Pasal 1340 menyebutkan bahwa perjanjian hanya berlaku antara
pihak yang membuatnya. Namun ketentuan tersebut ada pengecualiannya sebagaimana diatur
dalam Pasal 1317 KUH Perdata menyebutkan bahwa dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, apabila suatu
perjanjian dibuat untuk dirinya sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu.
Sedangkan dalam Pasal 1318 KUH Perdata tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri tetapi juga untuk kepentingan ahli
warisnya atau orang-orang yang memperoleh hak dari padanya. Pasal 1317 KUH Perdata mengatur perjanjian untuk kepentingan
pihak ketiga, sedangkan Pasal 1318 KUH Perdata mengatur perjanjian untuk kepentingan dirinya sendiri, ahli waris, dan orang-
orang yang memperoleh hak darinya.
3. Prestasi dan wanprestasi
Suatu perjanjian dapat menimbulkan prestasi dan kontra prestasi bagi para pihak dari perjanjian tersebut. Prestasi performance dari suatu perjanjian adalah
pelaksanaan terhadap hal-hal yang telah diperjanjikan atau yang telah ditulis
Universitas Sumatera Utara
dalam suatu perjanjian oleh kedua belah pihak yang telah mengikatkan diri untuk itu. Jadi, memenuhi prestasi dalam perjanjian adalah ketika para pihak memnuhi
janjinya.
19
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 1234 KUH Perdata, maka prestasi dari suatu perjanjian terdiri dari :
1. Memberikan sesuatu;
2. Berbuat sesuatu;
3. Tidak berbuat sesuatu.
Suatu perjanjian dapat dikatakan dilaksanakan dengan baik apabila para pihak telah memenuhi syarat yang telah diperjanjikan. Namun demikian pada
kenyataannya, sering dijumpai bahwa pelaksanaan dari suatu perjanjian tidak dapat berjalan dengan baik karena salah satu pihak wanprestasi. Dapat pula
dikemukakan, bahwa ia lalai atau alpa atau ingkar janji atau bahkan melanggar perjanjian dengan melakukan suatu hal yang tidak boleh dilakukan.
Pengertian wanprestasi, yang kadang-kadang disebut juga dengan istilah “cidera janji” adalah kebalikan dari pengertian prestasi. Dalam bahasa Inggris
disebut dengan “default” atau “nonfulfillment” atau “breach of contract”. Yang dimaksudkan adalah tidak dilaksanakannya suatu prestasi atau kewajiban
sebagaimana mestinya yang telah disepakati bersama, seperti yang tersebut dalam kontrak yang bersangkutan.
20
19
Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata, Rajawali Pers Jakarta, 2014, hlm. 207.
20
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern di Era Global, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012, hlm. 17.
Universitas Sumatera Utara
Menurut pendapat R. Subekti, wanprestasi kelalaian atau kealpaan seorang debitur dapat berupa
21
: a.
tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya; b.
melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana dijanjikan;
c. melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat;
d. melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.
Hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang wanprestasi ada 4 empat macam, yaitu
22
: 1.
membayar kerugian yang diderita oleh kreditur atau membayar ganti rugi;
2. pembatalan perjanjian;
3. peralihan risiko;
4. membayar biaya perkara jika sampai diperkarakan di pengadilan.
Debitur yang dituduh lalai atau wanprestasi oleh krediturnya dapat melakukan pembelaan guna mencegah terjadinya eksekusi obyek jaminan atau
menghindari kewajiban membayar ganti rugi. Pembelaan debitur dapat meliputi 3 tiga macam, yaitu
23
:
21
Subekti, Op.Cit., hlm. 45.
22
Ibid.
23
Iswi Hariyani dan R. Serfianto D.P., Bebas Jeratan Utang Piutang, Pustaka Yustisia, Yogyakarta, 2010, hlm. 68.
Universitas Sumatera Utara
1. Debitur mengajukan alasan adanya keadaan memaksa force
majeureovermacht sehingga debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya.
2. Debitur mengajukan alasan bahwa pihak kreditur juga telah lalai
melaksanakan kewajiban sesuai perjanjian, misalnya kreditur terlambat mencairkan kredit.
3. Debitur mengajukan alasan bahwa pihak kreditur telah menetapkan
aturan kredit yang tidak wajar misalnya menetapkan bunga dan denda yang terlalu tinggi atau menetapkan syarat agunan yang terlalu ketat.
B. Pengaturan Perjanjian Kredit Perbankan pada Umumnya