Bhagavad Gita: Manusia, Alam Semesta dan Sejarah

keluarga sendiri antara anggota keluarga ayah, ibu dan anak di bawah motif cinta, dan kesatuan keluarga menjelma sangat jelas dalam diri anak yang memiliki sifat individualnya dan sekaligus juga mewarisi elemen ayah dan ibu. Bentuk yang lebih tinggi dari keluarga adalah masyarakat sipil. Ketegangan antara anggota yang satu dengan anggota yang lain sudah terjadi, terutama dalam mengejar tujuan ekonomis. Dalam satu masyarakat liberal, ketika terjadi perkembangan industri dan tekhnik, kepentingan ekonomi pribadi lebih ditonjolkan dari pada kesejahteraan bersama dengan akibat bahwa kemiskinan, pengangguran dan overproduksi meraja di mana-mana. Fase ini hanya bisa diatasi oleh negara yang dilihat Hegel sebagai “polisi” untuk mengawasi gerak gerik anggota masyarakat. Dalam pemikirannya tentang negara, Hegel berpendapat bahwa negara merupakan sintese keluarga dan masyarakat. Ide tentang kesusilaan dan moralitas telah terealisir dalam negara. Kekuasaan negara adalah kekuasaan kesusilaan yang di satu pihak telah melenyapkan keputusan-keputusan individual, tetapi di lain pihak menjamin hak individu untuk menghayati kebebasannya dan menuntut kewajibannya sebagai warga negara untuk membangun kesejahteraan bersama. Negara Prusia pada waktu itu merupakan negara ideal menurut Hegel. Tahap yang lebih tinggi dari negara adalah sejarah dunia. Sejarah dipandang sebagai tahap beradanya manusia individual, manusia sosial, masyarakat dan negara. Hubungan antara negara yang satu dengan negara yang lain, antara bangsa yang satu dengan bangsa yang lain membentuk satu proses sejarah dunia. Maka, sejarah dunia merupakan perkembangan roh mutlak yang menggunakan waktu sebagai alatnya. Di dalam sejarah dunia dijumpai proses roh untuk mengolah pengetahuan dan kehendak diriNya yang menyentuh diriNya untuk kembali lagi kepada diriNya. Hegel menunjukkan proses sejarah dunia, yang di dalamnya roh mencapai puncak perkembangannya dalam kebudayaan Eropa; di sana puncak perkembangan roh ditandai dengan “kebebasan” sebagai watak manusia yang sebenarnya. India ditempatkannya dalam tahap ketika roh belum tahu bahwa dia sebenarnya bebas tapi masih terkurung dalam sistem teokrasi, ketika raja dilihat sebagai dewa. Roh mutlak merupakan kesatuan tertinggi antara roh subyektif dan roh obyektif. Dia sudah ada pada diriNya Bei-sich-Sein dan ada untuk diriNya Fuer-sich-Sein. Dia yang tadinya berada di luar diriNya dan berbeda dari diriNya kini kembali kepada diriNya secara penuh. Bahasa teologis menyebut roh mutlak ini adalah Allah yang dibicarakan Hegel dalam temanya tentang agama. Proses dialektika subyek dan obyek mencapai kepenuhan dalam Roh Mutlak yang hadir dalam tiga bentuk sejalan dengan pikiran Hegel tentang psikologi, yaitu kegiatan kesadaran dalam dalam hal memandang Anschauen dengan menghasilkan kesenian, kegiatan kesadaran dalam hal membayangkan Vorstellen dengan menghasilkan agama, dan kegiatan kesadaran dalam hal berpikir Denken dengan menghasilkan filsafat. Pertanyaan dasar untuk filsafat Hegel: Apakah Roh Mutlak sebagai puncak proses dialektika sudah selesai dalam sejarah dunia dewasa ini atau masih belum selesai menuju zaman eskatologis. Dijawab Hegel bahwa Roh Mutlak itu sudah terwujud dan telah mencapai kepenuhannya dalam agama Kristen Protestan dan dalam filsafat Hegel sendiri, tapi sejarah masih berjalan terus menuju masa depan tanpa membawa synthese lagi.

2. Bhagavad Gita: Manusia, Alam Semesta dan Sejarah

Kata “Bhagavad-Gita” terbentuk dari kata “Bhagavad” dan “Gita”. Bhagavad berarti “Yang Mulia, Yang Agung” dan dalam buku ini, Yang Mulia atau Yang Agung itu adalah Brahman yang menjelma dalam diri “Kresna”. Gita berarti “Nyanyian atau Hymne”. Jadi, Bhagavad-Gita adalah “Hymne dari Yang Agung”. Ini bisa ditafsirkan sebagai lagu suci yang dinyanyikan oleh Kresna dan Arjuna tentang Yang Agung Brahman atau juga Hymne Brahman sendiri yang dituangkan dalam bentuk percakapan Kresna dan Arjuna di medan perang”. Penulis BG dalam tradisi dikenakan pada diri Vyasa, tetapi studi kritis-historis menunjukkan bahwa ada kemungkinan tiga pengarangnya sesuai dengan pembagian tiga bagian besar dari himne itu. 4 Himne ini berisikan sebagian ceritera epos dalam Mahabharata bagian 6, dan dituangkan dalam 18 percakapan bab, dan dari 18 bab ini para ahli Indologi membaginya ke dalam tiga bagian utama yang isinya kita akan ringkaskan: bagian I himne 1-6; bagian II himne 7-12; bagian III himne 13-18. Arjuna dan Kresna merupakan tokoh utama dalam BG. Arjuna adalah salah seorang tokoh dari kaum Pandawa dalam perang melawan saudara mereka Kaurawa. Pandawa, putera dari Pandu, terdiri dari lima orang: Arjuna; Yudhisthira; Bima; Nakula; Shahadewa dengan pemimpin mereka Yudhisthira. Kaurawa, putera dari Drtarasta, terdiri dari 100 orang di bawah pimpinan Duryodhana. Dalam BG, Arjuna adalah murid Kresna, sementara Kresna adalah guru rohani Arjuna, pengemudi kereta perang Arjuna, penjelmaan Brahman dan pada bagian lain penjelmaan Visnu. Isi ringkas dari BG itu adalah demikian. Bagian pertama berisikan pengajaran kepada Arjuna tentang disiplin kerja tanpa mengharapkan hasil dan sifat-sifat jiwa manusia. Dalam himne pertama, peperangan antara Pandawa dan Kaurawa sudah berada di ambang pintu, tetapi Arjuna bingung untuk berperang melawan saudara-saudaranya karena peperangan akan membawa kehancuran dan kebinasaan kerajaan. Arjuna akhirnya memutuskan untuk menolak perang, tapi dalam himne kedua Samkhya Yoga Kresna tidak setuju dengan sikap penolakan Arjuna dan menasihatkan Arjuna untuk maju berperang, karena berperang adalah kebajikan ksatrya. Kresna memberi nasihat bahwa tidak usahlah bersedih atas kematian, sebab kematian hanyalah kematian badan dan bukannya kematian jiwa. Pusatkan perhatian dan pikiran pada kesucian, bertindaklah tanpa mengharapkan pahala kerja dan serahkanlah diri kepada Yang Maha Tahu dan bersatulah dengan Brahman. Dalam himne ketiga Karma Yoga, Arjuna bertanya kepada Kresna mengapa orang harus bertindak kejam membunuh saudara-saudaranya, jika ilmu pengetahuan adalah lebih tinggi dari pada perbuatan. Kresna menjawab bahwa tindakan dan kerja merupakan hukum alam. Bekerjalah dengan penuh bakti dan pengabdian kepada Brahman tanpa mengharapkan keuntungan pribadi demi kesejahteraan umat manusia. Himne keempat Jnana Yoga berisikan penyingkapan diri Kresna bahwa dia adalah penjelmaan avatara Brahman dan dialah yang mengajarkan Yoga untuk pertama kali. Kresna menjelaskan kepada Arjuna bahwa ilmu pengetahuan menuntun manusia untuk bekerja tanpa hawa nafsu, tanpa motif kepentingan diri. Dengan pikiran yang terpusat pada ilmu pengetahuan, manusia dapat melaksanakan tugasnya dengan penuh kepercayaan dan pengabdian kepada Brahman. Himne kelima Karma Samnyasa Yoga berisikan jawaban Kresna atas pertanyaan Arjuna: “Manakah yang lebih baik, membebaskan diri dari kerja samnyasa atau bekerja karma Yoga tanpa didasari pada kepentingan pribadi.” Kresna menjawab bahwa kedua-keduanya penting, tapi bekerja tanpa didasari kepentingan pribadi adalah lebih baik. Dan dalam himne keenam Dhyana Yoga Kresna menegaskan bahwa seorang yang melakukan Yoga terus menerus memusatkan perhatian penuh pada Atman jiwa di tempat yang aman, sendirian, sunyi dan bersih dalam proses untuk menyucikan diri. Bagian kedua himne 7-12 berisikan persiapan diri Arjuna untuk menempuh jalan ketiga yang disebut “Bhakti-Yoga”, yaitu penyerahan diri total kepada Yang Maha Tinggi, yang dipandang sebagai “tuan dunia yang personal” Isvara. Pada bagian terakhir, yaitu himne 11, Kresna mewahyukan dirinya sebagai Visnu, sang Realitas Mutlak. Himne ketujuh berbicara tentang penjelasan Kresna menyangkut Brahman yang terdiri dua unsur, yaitu unsur alam tanah, air, api, udara dan ether, pikiran, ego, akal budi, dan unsur hidup atau jiwa. Dalam himne kedelapan, Kresna memberi keterangan lebih lanjut tentang renungan meditasi menuju Brahman dan identitas Brahman ditunjuk. Himne kesembilan berisi tentang penjelasan Kresna menyangkut ilmu pengetahuan tertinggi dan rahasia terbesar. Pengetahuan tertinggi tidak lain dari pada pencapaian persatuan dengan Brahman. Identitas alam semesta juga ditunjuk di sana. Himne kesepuluh memuat penjelasan tentang manifestasi Brahman ke dalam banyak wujud. Himne kesebelas berisi tentang pengertian dan pengetahuan tertinggi yang dimiliki Arjuna tentang 5 manifestasi Brahman berkat penjelasan penuh kasih sayang dari Kreshna. Himne keduabelas berbicara tentang orang yang berbakti menyembah wujud Brahman dan yang berbakti menyembah Brahman. Kedua-duanya menurut Krisna sama-sama jalan menuju Brahman, hanya yang terbaik adalah orang yang menyatukan pikiran dan berbakti menyembah wujud Brahman. Bagian ketiga BG Himne 13-18 memuat penjelasan tentang hakekat Realitas Mutlak purusha dan relasi Brahman dengan alam semesta. Himne ketigabelas memuat penjelasan Kresna tentang ilmu pengetahuan yang sesungguhnya, yaitu pengetahuan tentang jiwa purusha, tentang alam semesta prakriti dan tentang badan kshetra. Himne keempatbelas adalah himne tentang Brahman yang melahirkan prakriti, dan prakriti yang melahirkan guna sifat-sifat, yaitu sattva baik-mulia; rajas aktif bernafsu dan tamas gelap dan bodoh. Himne kelimabelas memuat penjelasan Krisna tentang dua macam purusha: Purusha yang termusnahkan dan Purusha yang tak termusnakan. Himne keenambelas berisi tentang penjelasan Kresna menyangkut ciri-ciri orang yang baik dan ciri-ciri orang yang jahat. Himne ketujuhbelas memuat penjelasan Krisna tentang tiga macam kepercayaan yang bergantung pada setiap individu sesuai dengan guna sifat dan watak individu itu: sattva baik-mulia; rajas aktif-bernafsu dan tamas bodoh-gelap. Himne kedelapanbelas memuat kesimpulan BG tentang tidak melakukan pekerjaan yang didorong oleh hawa nafsu samnyasa dan menolak semua pahala kerja tyaga. Gagasan dasar filsafat BG terletak dalam pergumulannya tentang “apa itu Yang Real” dan apa kedudukan alam semesta, manusia dan sejarah. Yang Real itu adalah Brahman dan di luar itu hanyalah “semu”. Tetapi konsep tentang Brahman dalam BG sudah merupakan perpaduan konsep- konsep sebelumnya dari tradisi Veda dan Upanishad. Hal yang baru dalam perpaduan itu ialah bahwa Brahman sudah bersifat personal. Istilah-istilah seperti Brahman sebagai yang tak dapat binasa dan yang tidak menjelma, Atman dan Purusha memperlihatkan karakter personal Brahman. Karakter personal Brahman dalam BG menyata dalam diri Kresna yang memandang diri sebagai penjelmaan Brahman, Visnu dan Siva, tiga bentuk penjelmaan dari satu Realitas Allah. Sifat personal Allah yang menjelma dalam Kreshna memiliki dinamikanya. Dia adalah Realitas “Ada” yang bersifat dinamis, dan itu berarti bahwa dia bergerak dan berubah sambil tidak kehilangan sifat tetapnya; dia merupakan asal dan tujuan terakhir segala sesuatu; dia bersifat transenden dan immanen; penjelmaannya merupakan satu tindakan dinamis yang menyelamatkan; dia memiliki kekuatan kreatif maya; dia membangkitkan dinamisme cinta. Untuk mencapai Brahman diperlukan kerja karma, pengetahuan jajna dan bakti bhakti. Bagaimana konsep BG tentang manusia? Manusia menurut BG adalah perpaduan antara roh yang disebut “Purusha” dan materi yang disebut “Prakrti”. Istilah lain yang digunakan dalam BG, adalah atman yang disebut purusha dan anatman yang disebut prakrti. Istilah lain lagi yaitu “Self tertinggi” yang adalah Brahman dan “self” kecil yang masih diliputi materi aku empiris adalah prakrti. Prakrti memiliki untaian energi materi dengan tendensinya yang berbeda-beda, dan untaian energi itu disebut guna; ia tetap membalut “atman”. Energi materi tersebut dikenal tiga macam: sattva kecenderungan yang mengarahkan manusia kepada kegiatan intelektual, kebajikan; rajas kecenderungan yang mengarahkan manusia untuk berkobar-kobar bertindak; rangsangan; semangat yang menggelora; tamas kecenderungan buta, gelap dan irrasional, devosional. Setiap manusia individual terikat pada guna ini, meskipun individu yang satu lebih cenderung kepada jenis guna yang satu dari pada yang lain. Untuk mencapai Self tertinggi, yaitu atman, manusia harus membebaskan diri dari guna itu, dan untuk tujuan itu yang dilihat sebagai tujuan hidup manusia BG mengemukakan disiplin diri melalui tiga jalan: yoga pengetahuan jnana-yoga, yoga karya karma-yoga dan yoga devosi bakhti-yoga. Di dalam prakrti dan purusha ada karakter dinamis yang mempunyai pengaruh besar dalam realisasi diri manusia menuju persatuan dengan Brahman. Di dalam prakrti ada unsur budi yang dari kodratnya adalah kesadaran, unsur “ego” ahamkara: pusat kepribadian yang keluar dari 6 budhi, unsur “pikiran” manas: imaginasi, konsep, determinasi yang menentukan bagaimana indra bekerja, dan unsur indrawi BG menyebut 11 indra: 5 indra biasa; 5 organ tindakan tangan, kaki, suara, anus dan alat kelamin dan ditambah “pikiran”. Indra-indra ini bila tidak dikontrol akan menghasilkan kemarahan, nafsu dan kelobaan. Sementara itu, purusha sendiri di dalam dirinya bersifat kekal, statis dan pasif. Purusha adalah Self yang masih terbelenggu dalam materi, tetapi dia tidak mati dan tidak pernah lahir. Dia bersifat kekal. Dia tidak aktif, artinya tidak bertindak dan tidak juga berinisiatif untuk bertindak. Dia bersifat pasif, dan hanya bisa bertindak sejauh bersatu padu dengan tubuh konsep psychosomatik organisme. Alam semesta dalam BG masih dipahami sama seperti konsep Upanishad. Alam semesta berubah-ubah dan bermacam-macam. Dia dari kodratnya buta, dan memiliki unsur: ether, udara, api, air, tanah. Tetapi di dalamnya terdapat hakekat tertinggi yang disebut “Atman” yang bersifat tetap dan tidak berubah. Atman ini tidak pernah dikenal secara benar karena manusia selalu dilingkupi oleh ketidaktahuannya akan kodratnya yang benar, yaitu Brahman. Sejarah tidak dimengerti seperti dalam konsep barat, tetapi satu totalitas perjalanan hidup manusia baik individual maupun kollektif sejak penciptaannya sampai kepada peperangan besar Bharata ketika Kresna mendesak Arjuna untuk berperang menuju persatuan kembali dengan Brahman. Sejarah dalam arti seperti ini tidak pernah berakhir. Sesudah kematian, manusia akan kembali lagi memulai satu fase hidup baru di bawah tuntunan Kresna. Roda perjalanan hidup manusia tidak berakhir. Poin yang penting di sini dalam BG adalah diri Arjuna dan Kresna. Arjuna mewakili sosok manusia yang masih terbelenggu dalam self yang lebih rendah. Kresna adalah manusia ideal yang menjadi tokoh panutan Arjuna. Arjuna menemukan dirinya sebagai manusia yang tidak mampu menentukan manakah hal yang benar untuk dilakukan. Pertanyaan khas ini tentu menyentuh keputusan mendesak Arjuna untuk berperang atau tidak berperang melawan saudaranya. Kreshna yang menyamar sebagai kusir kereta Arjuna mendesak Arjuna untuk berperang, tapi desakan Kresna sebetulnya punya maksud yang lebih luas: mengajarkan Arjuna tentang manusia, tentang Atman, tentang tujuan hidup dan tentang kodrat. Arjuna keliru dalam mengambil keputusannya. Ini dilihat sebagai ketidaktahuan Arjuna akan Selfnya yang sejati. Selfnya yang lebih rendah aku empiris telah membutakan dia untuk mengenal Selfnya yang sebenarnya, yaitu Atman yang menjelma dalam diri Kresna. Karena itu, dia harus dibebaskan dari selfnya yang lebih rendah. Untuk tujuan itu, Kresna mengajarkan Arjuna untuk disiplin diri melalui jalan pembebasan: jnana- yoga; karma-yoga dan bhakti-yoga. Meskipun BG tidak berbicara secara khusus tentang masyarakat, tapi pemahamannya tentang masyarakat masih berada pada jalur tradisi sejak masa Brahmana, Upanishad sampai pada saat itu. Masyarakat dilihat dalam konteks tujuan hidup manusia. Itu berarti bahwa manusia baik secara individual maupun secara kollektif dalam relasi satu sama lain keluarga, masyarakat dan kerajaan diatur dalam satu tatanan-hidup yang bertujuan untuk mencapai persatuan dengan Brahman atau mencapai pembebasan moksa dari belenggu hidup. Tatanan masyarakat itu sudah tersusun dalam klas-klas jatis=kasta seperti Brahmana, ksatrya, vaisya, sudra, dan mekanisme kehidupan bersama diatur menurut tujuan dasar hidup bersama, yaitu dharma kewajiban dan kebajikan yang harus dihayati seseorang dalam masyarakat sesuai dengan kastanya; artha keberhasilan dan kekayaan yang harus dikejar; kama kebahagiaan dan kenikmatan yang hendak dicapai, dan moksa pembebasan sebagai tujuan akhir. 3. Titik Temu Sistematis 3. 1. Roh Mutlak dan Brahman