2. Manusia Dalam Masyarakat Relasi Antara Realitas Mutlak dan Manusia

berbeda, tapi pemahaman keduanya yang berbeda sebenarnya menunjuk kepada satu persoalan metafisis yang mendasar: Apa realitas yang sesungguhnya? Realitas yang sesungguhnya itu ditemukan dalam Roh mutlak yang menjelma dalam dunia, manusia dan sejarah, dan dalam BG realitas itu ditemukan dalam Brahman yang dari padanya munculnya dunia, manusia dan sejarah. Realitas mutlak itu berevolusi dan berdinamis. Dunia, manusia dan sejarah pada Hegel merupakan medan kegiatan Roh yang secara bertahap berada dalam gerak kembali untuk bersatu dengan diriNya sendiri sebagai Roh mutlak, sementara dunia, manusia dan sejarah pada BG merupakan self yang lebih rendah atau aku-empiris yang membaluti Self yang lebih tinggi Atman dan dengan petunjuk Kresna sebagai penjelmaan Brahman, manusia bisa membebaskan diri dari self yang lebih rendah untuk bersatu kembali dengan Brahman. Manusia ideal yang menjalankan proses ini dengan baik adalah manusia yang menyadari diri untuk mencapai persatuan dengan roh mutlak atau persatuan dengan Brahman. Manusia Yesus Kristus” pada Hegel dan “manusia Arjuna di bawah bimbingan Kresna” pada BG merupakan penjelmaan Roh atau Allah. Maka di sini, manusia tidak menemukan autonomitas dan keberdikariannya yang mutlak. Manusia sebagai perpaduan antara purusha dan prakrti pada BG dan sebagai roh mutlak yang sadar akan dirinya melalui tubuh manusia tidak menyandang unsur esensial murni. Dia menjadi dependen dan tergantung pada realitas mutlak yang melingkupi hidupnya. Dan dalam kedudukan seperti ini, manusia menyadari asal usulnya, proses hidupnya dan tujuan hidupnya. Dia berasal dari Roh, hidup dalam roh dan berjalan menuju persatuan dengan roh. Bahasa teologis menyebut kedudukan manusia seperti itu sebagai yang berada dalam “penyelenggaraan ilahi”.

3. 2. Manusia Dalam Masyarakat

Titik temu sistematis yang kedua terletak dalam ide dasar Hegel dan BG tentang masyarakat yang ideal. Masyarakat ideal pada Hegel adalah negara dan wadah yang mengakomodasi semua bangsa dalam relasi satu sama lain, karena dalam bentuk seperti ini roh mutlak mencapai perkembangan tertinggi. Manusia individual mengalami kebebasan. Perbuatan manusia individual sudah sejalan dengan cita-cita negara. Sementara itu, masyarakat ideal pada BG adalah masyarakat yang tersusun atas dasar tujuan hidup bersama persatuan dengan Brahman=moksa melalui perwujudan dharma, artha, kama. Manusia individual terikat pada kastanya sendiri sebagai elemen konstitutif masyarakat. Masyarakat ideal pada Hegel dan pada BG, meskipun dikonsepkan secara berbeda, berbicara tentang satu realitas sosial yang merupakan satu keharusan dalam hidup. Realitas sosial itu mewujud dalam satu bentuk kehidupan bersama yang memiliki tujuan hidup bersama dan tata aturan yang menjadi milik bersama. Baik masyarakat modern maupun masyarakat kuno memiliki tujuan hidup bersama dan tata aturan yang menjadi milik bersama. Hal itu bersifat universal. Tetapi kekhasan pada ide dasar Hegel dan BG tentang masyarakat ialah bahwa masyarakat yang mereka gambarkan adalah bukan masyarakat sekular. Masyarakat dalam gambaran mereka bersifat religius theokratis, karena masyarakat seperti itu hanya menjadi medan penjelmaan roh. Kehidupan individual sedapat mungkin harus sejalan dengan cita-cita dan tata-aturan masyarakat, karena masyarakat yang menjamin kesejahteraan individu tidak pernah berada di luar lingkungan roh atau Brahman. Bentuk dan tata-aturan masyarakat dengan demikian mendapat legitimasinya dari roh. 3. 3. Relasi Antara Realitas Mutlak dan Manusia Roh mutlak yang bekerja sebagai roh subyektif manusia individual dan sebagai roh obyektif masyarakat memiliki kesadaran dirinya untuk berusaha keluar dari belenggu alam yang membalutinya dalam manusia. Tingkah laku manusia individual dan tata tertib yang mengatur relasi manusia yang satu dengan yang lain dalam masyarakat merupakan bentuk kesadaran roh. 8 Roh seperti ini bukan merupakan satu kekuatan dari luar, tapi kekuatan dari dalam manusia itu sendiri untuk bergulat membebaskan diri dari genggaman alam. Dalam fase historis tertentu, peperangan dipandang sebagai satu keharusan untuk proses pembebasan roh itu. Dalam BG, manusia adalah perpaduan antara purusha dan prakrti. Si pengenal yang sejati adalah Atman, subyek murni yang sadar akan dirinya. Manusia belum mencapai pengenal sejati, karena masih terbalut oleh prakrti. Peperangan yang dianjurkan Kresna kepada Arjuna dalam fase historis tertentu merupakan satu keharusan demi tercapainya pembebasan sejati dari belenggu materi. Gagasan Hegel dan BG tentang relasi antara manusia dengan roh tertinggi merujuk kepada satu titik temu sistematis yang berdiri di atas satu gagasan universal, yaitu realitas universal yang mutlak menjadi rujukan hidup manusia. Ketergantungan manusia pada realitas ini merupakan keharusan, tetapi ketergantungan ini ditandai oleh satu karakter relasi antara manusia dan realitas mutlak. Karakter relasi itu boleh dilukiskan sebagai satu karakter “pergulatan” atau karakter perjuangan” manusia untuk membaca dan mengikuti sinyal-sinyal yang berasal dari kehendak dan pikiran realitas mutlak. Bahasa teologis mengartikulasikan karakter relasi itu sebagai perjuangan manusia untuk membaca dan mengenal kehendak Allah. Peperangan seperti pengalaman Arjuna dalam fase historis tertentu bisa dipandang sebagai satu keharusan, apabila situasi menuntut manusia untuk berperang demi satu tujuan yang lebih luhur.

3. 4. Perkembangan Realitas Mutlak Di dalam Diri Manusia