4. Perkembangan Realitas Mutlak Di dalam Diri Manusia

Roh seperti ini bukan merupakan satu kekuatan dari luar, tapi kekuatan dari dalam manusia itu sendiri untuk bergulat membebaskan diri dari genggaman alam. Dalam fase historis tertentu, peperangan dipandang sebagai satu keharusan untuk proses pembebasan roh itu. Dalam BG, manusia adalah perpaduan antara purusha dan prakrti. Si pengenal yang sejati adalah Atman, subyek murni yang sadar akan dirinya. Manusia belum mencapai pengenal sejati, karena masih terbalut oleh prakrti. Peperangan yang dianjurkan Kresna kepada Arjuna dalam fase historis tertentu merupakan satu keharusan demi tercapainya pembebasan sejati dari belenggu materi. Gagasan Hegel dan BG tentang relasi antara manusia dengan roh tertinggi merujuk kepada satu titik temu sistematis yang berdiri di atas satu gagasan universal, yaitu realitas universal yang mutlak menjadi rujukan hidup manusia. Ketergantungan manusia pada realitas ini merupakan keharusan, tetapi ketergantungan ini ditandai oleh satu karakter relasi antara manusia dan realitas mutlak. Karakter relasi itu boleh dilukiskan sebagai satu karakter “pergulatan” atau karakter perjuangan” manusia untuk membaca dan mengikuti sinyal-sinyal yang berasal dari kehendak dan pikiran realitas mutlak. Bahasa teologis mengartikulasikan karakter relasi itu sebagai perjuangan manusia untuk membaca dan mengenal kehendak Allah. Peperangan seperti pengalaman Arjuna dalam fase historis tertentu bisa dipandang sebagai satu keharusan, apabila situasi menuntut manusia untuk berperang demi satu tujuan yang lebih luhur.

3. 4. Perkembangan Realitas Mutlak Di dalam Diri Manusia

Hegel menjelaskan perkembangan roh mutlak di dalam manusia melalui tiga tingkatan: perkembangan roh di dalam manusia individual; perkembangan roh di dalam keluarga dan masyarakat dan perkembangan roh di dalam negara. Di dalam manusia individual, roh mutlak mengambil bentuk pengungkapan dirinya dalam tiga jenjang: jiwa Seele; kesadaran dan roh spirit. Jiwa adalah tidurnya roh di dalam alam; dia masih didominasi oleh alam. Kesadaran adalah fase kesadaran ego dalam konfrontasinya dengan alam materi. Kesadaran berfungsi dalam bentuk “pengertian” Verstand. Roh pada jenjang berikut adalah perpaduan antara jiwa dan kesadaran, dan bentuk tertinggi perpaduan itu adalah akal budi yang dapat memadukan segala pertentangan. Sementara itu, BG menjelaskan realitas mutlak sebagai Brahman, dan Brahman yang menjelma dalam manusia tampil dalam sosok Kresna. Arjuna adalah sosok manusia yang masih terbelenggu dalam self-empiris. Di dalam manusia individual seperti Arjuna, roh yang menjelma dalam alam materi disebut purusha, sementara tubuh material sendiri adalah prakrti. Di dalam prakrti terdapat unsur: budi kesadaran; ego ahamkara: pusat kepribadian; pikiran manas: konsep, imaginasi dan indra. Manusia masih terbelenggu dalam prakrti, sementara roh statis dan tak berdaya dalam belenggu itu. Untuk mencapai persatuann manusia dengan Brahman, manusia harus membebaskan diri dari prakrti. Gagasan dasar Hegel dan BG tentang tujuan akhir hidup manusia dan tentang perkembangan roh menuju diriNya sendiri memuat satu pemahaman universal tentang tujuan hidup manusia dan perkembangan roh di dalam diri manusia. Di dalam filsafat manusia, tujuan hidup manusia adalah puncak pengalaman kristalisasi, yaitu satu pengalaman kepenuhan, keutuhan, kesempurnaan dan kebahagiaan, dan puncak kristalisasi ini tidak bisa ditetapkan secara definitif, tapi hanya dapat diwujudkan dalam bentuk harapan manusia, bahwa sesudah kematian, puncak kristalisasi itu dicapai. Bahasa teologis membahasakan puncak kristalisasi itu sebagai pengalaman eskatologis pada saat ketika manusia kembali bersatu dengan Allah. Satu hal yang menarik dan bersifat universal dari gagasan dasar Hegel dan BG adalah perkembangan roh dalam manusia. Perkembangan roh dalam manusia menggambarkan adanya proses “spiritualisasi” hidup manusia, satu proses penyadaran hidup manusia untuk selalu berusaha membaharui hidupnya menuju ke hidup yang lebih baik dan lebih luhur. Manusia dalam keyakinan apa pun termasuk 9 manusia atheist membutuhkan “spiritualitas” yang membingkai hidupnya untuk menghayati hidupnya menuju tujuan yang ia konsepkan.

4. Membaca Realitas Sosial Bangsa Indonesia Dalam Perspektif Hegel dan BG