DIABETES MELITUS TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. DIABETES MELITUS

Diabetes melitus DM merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik peningkatan kadar gula darah, gangguan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya. Komplikasi kronis dari diabetes ini berhubungan dengan kerusakan jangka panjang dan kegagalan beberapa organ khususnya mata, ginjal,saraf, jantung dan pembuluh darah. Diabetes melitus dapat mengenai segala lapisan umur dan sosial ekonomi. DM tipe 2 pada awal penyakit sering tanpa gejala dan tanpa terdiagnosa dalam beberapa tahun. Prevalensi diabetes melitus sulit ditentukan oleh karena standar diagnostik yang berbeda-beda. Jika menggunakan hiperglikemia puasa sebagai standar diagnostik maka prevalensi di Amerika Serikat sekitar 1-2 dengan menggunakan data National Heaith Interview Survey diperkirakan 3,1 yang dibuat tahun 1993. 5 Dari berbagai penelitian epidemiologi di Indonesia didapatkan prevalensi DM sebesar 1,5 - 2,3 pada peduduk usia lebih dari 15 tahun. Dalam Diabetes Atlas 2000 International Diabetes Federation tercantum perkiraan penduduk Indonesia diatas 20 tahun sebesar 125 juta dan dengan perkiraan prevalensi DM sebesar 4,6, diperkirakan pada tahun 2000 pasien DM akan berjumlah 5,6 juta, merupakan beban yang sangat berat untuk dapat ditangani sendiri oleh dokter spesialis subspesialis. Semua pihak, baik masyarakat maupun pemerintah harus ikut serta dalam usaha menanggulangi peningkatan jumlah kasus DM sudah 13 Mahriani Sylvawani : Perbandingan Kadar C-Reaktif Protein Pada Keturunan Diabetes Melitus Tipe 2, 2009 USU Repository © 2008 dimulai dari sekarang, pendidikan sangat penting artinya dalam upaya pencegahan diabetes dengan memasukkan upaya pencegahan primer DM disekolah. 17 Deteksi dini dan pengobatan segera dapat menurunkan DM tipe 2 dan komplikasinya, oleh karena itu skrening untuk diabetes dapat dilakukan pada orang-orang yang mempunyai resiko tinggi. Adapun kelompok dengan resiko tinggi DM yaitu antara lain usia 45 tahun, berat badan lebih IMT 23 kgm 2 ,hipertensi, riwayat DM dalam garis keturunan, ibu dengan riwayat abortus berulang atau berat badan melahirkan bayi 4000 gram, kolesterol HDL ≤ 35 mgdl dan atau trigliserida ≥ 250 mgdl. Keturunan Penderita Diabetes Melitus DM tipe 2 merupakan penyakit multifaktorial dengan komponen genetik dan non genetik yang akan mempercepat fenotipe diabetes. Suatu model dari riwayat alamiah untuk timbulnya DM tipe 2, diilustrasikan secara lengkap dimana terjadi interaksi antara predisposisi genetik dan faktor lingkungan seperti yang ditunjukkan pada gambar 1. 18 Interaksi antara faktor genetik dan lingkungan dapat mempengaruhi biosintesa insulin, sekresi insulin dan kerja insulin gambar 2. 18,19 Riwayat alamiah dari DM tipe 2 ada 4 tahapan yaitu: 1. Dimulai pada saat lahir, dimana kadar gula darah masih dalam batas normal tetapi individu tersebut mempunyai resiko untuk DM tipe 2 oleh karena genetic polymorphisms diabetogenic genes 2. Penurunan sensitifitas insulin timbul karena hasil dari predisposisi genetik dan gaya hidup faktor lingkungan yang mana awalnya terkompensasi oleh 14 Mahriani Sylvawani : Perbandingan Kadar C-Reaktif Protein Pada Keturunan Diabetes Melitus Tipe 2, 2009 USU Repository © 2008 peningkatan fungsi sel mengalami penurunan, dengan tes toleransi glukosa ditemukan gangguan toleransi glukosa. Pada keadaan ini fungsi sel jelas abnormal tetapi kebutuhan untuk mempertahankan kadar gula darah puasa masih normal. 3. Hasil dari kemunduran fungsi sel dan peningkatan resistensi insulin. Kadar gula darah puasa dapat meningkat disebabkan produksi glukosa endogen basal,tetapi pasien masih dalam keadaan asimtomatik. 4. Pada tahap ini terjadi kemunduran fungsi sel , kadar gula darah puasa dan post prandial jelas meningkat dan biasanya pasien dalam keadaan simtomatis.gambar 1. 18 Beberapa gen yang diduga sebagai penyebab resistensi insulin, obesitas dan sekresi insulin tabel 1. Salah satu gen yang terlibat pada resistensi insulin, adipogenesis dan DM tipe 2 adalah gen peroxisome proliferator activated reseptor – PPAR- , ia merupakan faktor trankripsi yang terlibat pada adipogenesis, pengaturan ekspresi gen adiposa dan metabolisme glukosa. 17 Pada penelitian yang dilakukan The Framingham offsprings Study tentang Parental Transmission of Type 2 Diabetes didapatkan keturunan dengan ibu diabetes mempunyai resiko 2,5-3,5 x untuk menderita diabetes dibandingkan tanpa orang tua diabetes, bila kedua orang tua penyandang diabetes mempunyai resiko 3-6 x menderita diabetes pada keturunannya dibandingkan tanpa kedua orang tua penyandang diabetes. 4 15 Mahriani Sylvawani : Perbandingan Kadar C-Reaktif Protein Pada Keturunan Diabetes Melitus Tipe 2, 2009 USU Repository © 2008 Gambar 1 : suatu model riwayat alamiah dari DM tipe 2. 18 Gambar 2 : interaksi antara gen dan faktor lingkungan pada DM tipe 2. 19 16 Mahriani Sylvawani : Perbandingan Kadar C-Reaktif Protein Pada Keturunan Diabetes Melitus Tipe 2, 2009 USU Repository © 2008 Tabel 1.Beberapa gen yang diduga sebagai penyebab diabetes melitus tipe 2. 19 Gen Keterlibatan PPAR- PPAR- coactivator -1 PGC-1 GLUT 4 Adinopectin Resistin Leptin Uncoupling protein-2 UP2 Obesity insulin menyebabkan Diabetes tipe 2. Insulin receptor substrate IRS Calpain 10 Glucose transporter GLUT Gangguan pensignalan insulin dan transport glukosa Insulin GLUT 2 SUR Kir 6,2 GCK Gangguan sekresi insulin Resistensi Insulin Resistensi insulin adalah kegagalan respon efek fisiologis insulin terhadap metabolisme glukosa, lipid, protein, serta fungsi endotel vaskular. 20 Dengan semakin meningkatnya jumlah penduduk maka akan semakin meningkat pula jumlah penderita diabetes melitus, hipertensi,obesitas, penyakit kardiovaskular dan dislipidemia maka prevalensi sindroma resistensi insulin akan meningkat pula. Hanter dkk pada penelitiannya terhadap anak-anak prepubertas 5-10 dengan ibu penderita diabetes tipe1 atau tipe 2 dimana sensitifitas insulin lebih rendah pada anak prepubertas dengan ibu diabetes. 27 Tidak diragukan lagi bahwa resistensi insulin merupakan faktor resiko utama untuk terjadinya DM tipe 2. 4,5 Sedangkan Haffner dan kawan-kawan mendapatkan tingginya kadar insulin 17 Mahriani Sylvawani : Perbandingan Kadar C-Reaktif Protein Pada Keturunan Diabetes Melitus Tipe 2, 2009 USU Repository © 2008 serum pada keluarga keturunan penderita DM dibandingkan yang bukan keluarga keturunan penderita DM. Resistensi insulin umumnya telah berkembang lama sebelum munculnya penyakit, maka identifikasi dan terapi pasien resistensi insulin berpotensi mempunyai nilai prevensi yang besar. Resistensi insulin harus dicurigai pada pasien yang mempunyai riwayat DM satu generasi diatasnya First- degree relatives, pasien dengan riwayat diabetes dalam kehamilan, polycystic ovary syndrome PCOS atau gangguan toleransi glukosa, pasien obesitas. Jansen dan kawan-kawan pada penelitian 531 orang dengan first-degree relatives,akan meningkatkan resiko timbulnya hiperglikemia, dimana19 n=100 menderita DM, 36 n=191 dengan kadar gula puasa terganggu dan gangguan toleransi glukosa. 30 Mekanisme yang melatar belakangi resistensi insulin belum sepenuhnya diketahui meskipun telah dilakukan penelitian-penelitian secara intensif. Adapun gangguan seluler maupun molekuler yang diduga bertanggung jawab adalah : disfungsi receptor insulin, abberant receptor signaling pathway, dan abnormalitas transport atau metabolisme glukosa. Gangguan pada ambilan dan penggunaan glukosa yang dimediasi oleh insulin dapat menurunkan penyimpanan glukosa sebagai glikogen di otot dan hati. Hal ini bisa timbul , sebagian karena komponen genetik. Beberapa abnormalitas genetik yang berkaitan dengan GLUT 4 Glucose transporter dan hiperglikemia kronis dapat menyebabkan gangguan ambilan glukosa otot melalui down regulatio GLUT 4 transporter. 20 GLUT 4 adalah pengangkut utama glukosa yang responsive terhadap insulin dan terletak terutama pada sel otot dan adiposit. 30 Pada keadaan normal disel otot dan adiposa, 18 Mahriani Sylvawani : Perbandingan Kadar C-Reaktif Protein Pada Keturunan Diabetes Melitus Tipe 2, 2009 USU Repository © 2008 GLUT 4 mengalami daur ulang diantara membrane plasma dan pool penyimpanan intraseluler. C-Reaktif Protein. Protein fase akut diartikan sebagai suatu peningkatan konsentrasi plasma protein fase akut positif atau penurunan konsentrasi plasma protein fase akut negatif oleh sekurang-kurang 25 selama terjadinya inflamasi. Konsentrasi protein plasma protein C-Reaktif sebagian besar dihasilkan oleh hepatosit. Kondisi-kondisi yang sering menyebabkan perubahan konsentrasi protein fase akut antara lain infeksi, trauma, pembedahan, luka bakar, infark jaringan, crystal- induced inflammatory condiition dan kanker stadium lanjut. Tetapi hanya IL-6 yang dilepas kedalam sirkulasi. 23 Selain dijaringan adiposa, IL-6 juga dihasilkan oleh leukosit yang aktif dan sel endotel. 16 Hampir 30 dari produksi total IL-6 berasal dari jaringan adiposa,dan TNF- hanya bekerja lokal, ia juga berperan untuk terjadinya resistensi insulin pada jaringan adiposa dan sel otot. Nilai C- reaktif protein stabil untuk jangka waktu lama, ia tidak terpengaruh oleh intake makanan dan tidak ada variasi sirkadian. 39 Pada individu sehat tanpa inflamasi biasanya nilai C-reaktif protein dibawah 1 mgL. Pada orang sehat didapati nilai tengah kadar CRP di sirkulasi adalah 0,8 mgL dimana bila terdapat stimulus yang bersifat akut dapat terjadi peningkatan hingga 10000 kali dari nilai normalnya. Untuk pasien-pasien dengan infeksi bakteri, penyakit autoimun dan keganasan nilai C-reaktif protein dapat lebih dari 100 mgmL. Nilai plasma CRP akan meningkat 2 kali dalam 8 jam akibat inflamasi akut dan mencapai puncaknya dalam 50 jam. 40 Pearson membagi nilai CRP dalam katagori ringan, sedang dan 19 Mahriani Sylvawani : Perbandingan Kadar C-Reaktif Protein Pada Keturunan Diabetes Melitus Tipe 2, 2009 USU Repository © 2008 berat untuk prediksi penyakit jantung koroner. Untuk resiko rendah 1 mgL, resiko sedang 1,0 – 3,0 mgL, sedangkan resiko berat 3 mgL. 41 Pada penelitian epidemiologi prospektif, nilai C-reaktif protein dapat memprediksi insiden infark miokard, stroke, penyakit arteri perifer dan kematian jantung mendadak, juga dapat memperkirakan resiko iskemia berulang dan kematian pada penderita angina yang stabil dan tidak stabil yang menjalani angioplasti perkutan. 39,42 Selain untuk prediksi kelainan kardiovaskular, sekarang nilai C-reaktif protein juga digunakan untuk memprediksi DM tipe 2 pada beberapa penelitian prospektif yang telah dilakukan oleh Barzilay, Pradhan, Freeman. 6,16,43 Nakanishi pada penelitian prospektif pada orang Jepang Amerika mendapatkan pada 396 orang laki-laki diantaranya 57 orang diabetes, dan pada 551 perempuan diantaranya 65 orang didapatkan menderita diabetes selama follow up, ia juga mendapatkan nilai C-reaktif protein lebih tinggi nilainya pada orang-orang menderita DM. 24 Tan pada penelitiannya dari pasien non obese dengan gangguan tolerensi glukosa mendapatkan nilai C-reaktif protein dapat memprediksi apakah individu tersebut menjadi DM, kadar glukosa kembali normal atau menetap, dimana terlihat pada ketiga kelompok tersebut, nilai C- reaktif protein lebih tinggi pada kelompok yang menderita DM. 44 Inflamasi merupakan suatu reaksi proteksi dari jaringan konektif pembuluh darah terhadap berbagai stimulus. Respon inflamasi dapat berupa vasodilatasi, permiabilitas vaskular meningkat, recruitment dari sel-sel inflamasi khususnya netrofil pada infeksi akut, melepaskan beberapa mediator inflamasi dari sel termasuk vasoaktif amin, prostanoid dan beberapa sotokin. Pada reaksi 20 Mahriani Sylvawani : Perbandingan Kadar C-Reaktif Protein Pada Keturunan Diabetes Melitus Tipe 2, 2009 USU Repository © 2008 inflamasi banyak substansi yang dilepas oleh limfosit T dan B maupun oleh sel lain, yang berfungsi sebagai sinyal interseluler yang mengatur respon inflamasi lokal maupun sistemik terhadap rangsangan dari luar. Sekresi substansi ini dibatasi sesuai kebutuhan. Substansi-substansi tersebut secara umum dikenal dengan nama sitokin. Banyak sitokin yang telah diidentifikasi, baik struktur melekul maupun fungsinya, beberapa diantaranya mediator utama yang meningkatkan reaksi imunologik yang melibatkan makrofag limfosit dan sel-sel lain, jadi bersifat sebagai imunoregulator. Pada 2 nd International lymphokine workshop di Swiss tahun 1979, dicapai kesepakatan untuk memberikan 1 nama genetik pada mediator-mediator tersebut yaitu: interleukin yang berarti adanya komonikasi antar sel leukosit. Interleukin 6 IL-6 dibentuk oleh banyak sel dan berpengaruh pada banyak jenis sasaran. Sumber utama IL-6 adalah makrofag, walaupun limfosit didaerah inflamasi juga dapat mensekresi sejumlah besar IL-6. IL-6 juga berperan pada respon fase akut, dengan meningkatkan sintesa protein fase akut oleh hepatosit. Tumor necrosis factor- g TNF- merupakan mediator utama pada respon terhadap infeksi bakteri gram negatif dan juga berperan dalam merangsang hepatosit untuk memproduksi protein-protein tertentu. Hubungan kadar C-reaktif protein dengan resistensi insulin C-reaktif Protein merupakan salah satu petanda inflamasi sistemik akut yang dihasilkan oleh hati dan sering ditemukan pada banyak penyakit dan berhubungan dengan kejadian diabetes melitus dan cardiovascular event, bagaimana mekanisme sebenarnya belum diketahui secara pasti. Petanda 21 Mahriani Sylvawani : Perbandingan Kadar C-Reaktif Protein Pada Keturunan Diabetes Melitus Tipe 2, 2009 USU Repository © 2008 inflamasi seperti jumlah leukosit, tingginya nilai fibrinogen dan C-reaktif plasma dapat memprediksikan timbulnya DM tipe 2 pada orang Caucasian pada usia pertengahan dan usia lanjut. 6,16,44 Festa mendapatkan hubungan yang kuat antara petanda inflamasi dengan resistensi insulin dan beberapa komponen dari sindroma resistensi insulin. 9 Ada beberapa kemungkinan hipotesa hubungan tersebut, antara lain yaitu: 1. Penurunan sensitifitas insulin akan meningkatkan kadar C-reaktif protein, IL- 6 dan TNF- , dimana IL-6 dan TNF- merupakan pengatur produksi CRP di hati, sehingga produksi C-reaktif protein juga meningkat. 2. Pada individu-individu dengan predisposisi genetik dan metabolik dimana overnutrisi dapat menyebabkan hipersekresi sitokin IL-6 dan TNF- sehingga produksi CRP juga meningkat. Penanganan resistensi insulin. Untuk individu dengan sindroma resistensi insulin dapat dimulai dari usaha perbaikan sensitifitas insulin yaitu: perubahan gaya hidup. Pada pasien dengan berat badan lebih atau obesitas, penurunan berat badan 5-10 sangat berpengaruh dalam sensitifitas insulin. Peningkatan aktifitas fisik pada individu dengan resistensi insulin sangat besar pengaruhnya dalam meningkatkan pengeluaran energi dan mempertahankan atau menurunkan berat-badan 1 . Latihan jasmani dapat merangsang translokasi GLUT 4 ke plasma membrane sehingga terjadi percepatan masuknya glukosa kedalam sel otot polos. 24 Pada individu yang mempunyai kemampuan untuk olahraga aerobik secara teratur 30-40 menit, 4 kali setiap minggu dapat mengubah sensitifitas insulin secara langsung. Pada 22 Mahriani Sylvawani : Perbandingan Kadar C-Reaktif Protein Pada Keturunan Diabetes Melitus Tipe 2, 2009 USU Repository © 2008 penelitian prospektif menunjukkan kombinasi penurunan berat badan dan peningkatan aktifitas fisik dapat menurunkan timbulnya DM tipe 2 pada individu yang mempunyai resiko tinggi. 1 23 Mahriani Sylvawani : Perbandingan Kadar C-Reaktif Protein Pada Keturunan Diabetes Melitus Tipe 2, 2009 USU Repository © 2008

BAB III PENELITIAN SENDIRI