Hubungan Periodontitis dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Ditinjau dari Aspek Kebutuhan Perawatan Periodontal

(1)

HUBUNGAN ANTARA PERIODONTITIS DENGAN

DIABETES MELITUS TIPE 2 DITINJAU DARI ASPEK

KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh:

AYU HIDRIYANA NIM : 070600106

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 13 Januari 2011

Pembimbing Tanda tangan

1. Pitu Wulandari, drg.,S.Psi.,Sp.Perio ………

NIP : 19790514 200502 2 001

2. Saidina Hamzah Daliemunthe,drg.Sp.Perio (K) ……… NIP : 19450905 197201 1 001


(3)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan dihadapan tim penguji pada tanggal 13 Januari 2011

TIM PENGUJI

KETUA : Pitu Wulandari, drg.,S.Psi.,Sp.Perio ………

ANGGOTA : 1. Saidina Hamzah Daliemunthe, drg.,Sp.Perio(K) ……… 2. Zulkarnain, drg., M.Kes ……….………

3. Irma Ervina, drg., Sp.Perio ………. Mengetahui

KETUA DEPARTEMEN Irmansyah R.,drg.,Ph.D

NIP. 19540210 198303 1 002


(4)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Periodonsia

Tahun 2011

Ayu Hidriyana

Hubungan Periodontitis dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Ditinjau dari Aspek Kebutuhan Perawatan Periodontal

Vi + 34 halaman

Prevalensi diabetes melitus di Indonesia adalah sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun. Pada suatu penelitian epidemiologis di Manado prevalensi diabetes mencapai 6,1 %. Penelitian yang dilakukan di Jakarta, Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di Indonesia membuktikan adanya peningkatan prevalensi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020, diperkirakan 7 juta dari 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun menderita diabetes melitus. Meningkatnya prevalensi diabetes berkaitan dengan adanya perubahan gaya hidup, bertambahnya prevalensi obesitas dan kurangnya aktivitas fisik..

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara diabetes melitus tipe 2 dengan periodontitis ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal. Penelitian yang dilakukan adalah analitik observasional secara Cross Sectional Study. Sampel diambil sebanyak 90 orang, terdiri dari 45 orang penderita diabetes melitus tipe 2 sebagai kelompok uji dan 45


(5)

orang sehat sebagai kontrol. Kedua kelompok diberikan kuesioner untuk diisi. Data yang di ambil dianalisis dengan Uji-t dan Uji korelasi Pearson. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan kebutuhan perawatan periodontal pada penderita diabetes melitus dan non-diabetes secara signifikan, dimana dimana rerata indeks CPITN penderita non-diabetes lebih tinggi dibandingkan non diabetes, dan perbedaan tersebut bermakna secara statistik (p<0,05). Hal ini menunjukan bahwa hipotesis diterima dan terdapat hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal.

Daftar Rujukan : 22 ( 1999-2010)


(6)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur ke hadirat Allah SWT, maka skripsi ini telah disusun dalam rangka memenuhi kewajiban penulis untuk diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Universitas Sumatera Utara

Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang tak terhingga kepada orangtua tercinta, Ayahanda Akmaluddin dan Ibunda Rahayu Purwantini, S.E serta adik-adikku Shera dan Lili yang telah mendo’akan penulis sehingga mampu menyelesaikan pendidikan ini

Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :. 1. Prof. Nazruddin, drg.C.Ort.,Sp.Ort, Ph.D selaku Dekan FKG USU

2. Ketua Departemen Periodonsia FKG USU, Irmansyah R.,drg.,Ph.D

3. Pitu Wulandari, drg.,SPsi, Sp.Perio dan S.H. Daliemunthe, drg., Sp. Perio selaku dosen pembimbing yang tak bosan-bosannya meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan, petunjuk, arahan serta saran dalam penulisan dari awal hingga skripsi ini dapat diselesaikan.

4. Drs.Abdul Jalil, A.A.,M.Kes, selaku Pembantu Dekan III FKM USU yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikirannya untuk dapat membantu di dalam pengolahan dan analisis data yang dilakukan pada penelitian ini

5. Dwi Tjahyaning Putranti, drg.,MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan perhatian dan motivasi kepada penulis selama menjalani pendidikan di FKG USU.


(7)

6. Seluruh staf pengajar dan tenaga administrasi FKG USU terutama di Departemen Periodonsia yang telah banyak membimbing dan membantu penulis dalam menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

7. Para sahabat penulis, Noe, Frisca, Nona, Putri dan kepada seluruh teman-teman stambuk ’07 yang telah memberikan dukungan dan semangat sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Dengan kerendahan hati penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas, pengembangan ilmu dan masyarakat.

Medan, 13 Januari 2011

Penulis

( Ayu Hidriyana) NIM : 070600106


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL………... i

HALAMAN PERSETUJUAN……… ii

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI……….. ii

KATA PENGANTAR………. iv

DAFTAR ISI……… vi

DAFTAR TABEL……… viii

DAFTAR LAMPIRAN………... ix

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah……… 1

1.2 Rumusan Masalah……….. 2

1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan………... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Diabetes Melitus tipe 2 dan faktor risikonya ……… 5

2.2 Periodontitis……….……….. 6

2.3 Hubungan Diabetes Melitus dengan Periodontitis……… 7

2.4 Kebutuhan Perawatan Periodontal……… 8

2.6 Indeks Periodontal untuk Kebutuhan Perawatan………. 11

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS……… 15

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian………. 16

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian……… 16

4.3 Populasi dan Sampel……….. 16

4.4 Besar Sampel…..………. 17

4.5 Kriteria Inklusi……….. 18

4.6 Kriteria Eksklusi……….... 18

4.7 Variabel Penelitian……… 18

4.8 Definisi Operasional………. 19

4.9 Alat dan Bahan………. 19

4.10 Prosedur Penelitian………. 20

4.11 Skema Penelitian………. 21


(9)

BAB 6 PEMBAHASAN……… 27

BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN………. 30


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Hubungan nilai HbA1c dengan kadar gula darah………. 9 2. Pemeliharaan periodontal untuk pasien diabetes……….. 12 3. Kriteria untuk Indeks Periodontal Komunitas untuk Kebutuhan

Perawatan……… 15

4. Data demografis penderita DM tipe 2 dan non DM……… 25 5. Rerata Indeks CPITN pada Kelompok Diabetes dan Non

Diabetes……….. 27

6. Analisis bivariat dan uji kemaknaan KGD dengan indeks


(11)

Fakultas Kedokteran Gigi

Departemen Periodonsia

Tahun 2011

Ayu Hidriyana

Hubungan Periodontitis dengan Diabetes Melitus Tipe 2 Ditinjau dari Aspek Kebutuhan Perawatan Periodontal

Vi + 34 halaman

Prevalensi diabetes melitus di Indonesia adalah sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun. Pada suatu penelitian epidemiologis di Manado prevalensi diabetes mencapai 6,1 %. Penelitian yang dilakukan di Jakarta, Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di Indonesia membuktikan adanya peningkatan prevalensi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020, diperkirakan 7 juta dari 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun menderita diabetes melitus. Meningkatnya prevalensi diabetes berkaitan dengan adanya perubahan gaya hidup, bertambahnya prevalensi obesitas dan kurangnya aktivitas fisik..

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan antara diabetes melitus tipe 2 dengan periodontitis ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal. Penelitian yang dilakukan adalah analitik observasional secara Cross Sectional Study. Sampel diambil sebanyak 90 orang, terdiri dari 45 orang penderita diabetes melitus tipe 2 sebagai kelompok uji dan 45


(12)

orang sehat sebagai kontrol. Kedua kelompok diberikan kuesioner untuk diisi. Data yang di ambil dianalisis dengan Uji-t dan Uji korelasi Pearson. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat perbedaan kebutuhan perawatan periodontal pada penderita diabetes melitus dan non-diabetes secara signifikan, dimana dimana rerata indeks CPITN penderita non-diabetes lebih tinggi dibandingkan non diabetes, dan perbedaan tersebut bermakna secara statistik (p<0,05). Hal ini menunjukan bahwa hipotesis diterima dan terdapat hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal.

Daftar Rujukan : 22 ( 1999-2010)


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Diabetes melitus adalah penyakit sistemik berupa gangguan metabolisme dengan beberapa komplikasi utama akibat kurangnya sekresi ataupun fungsi dari insulin. Periodontitis merupakan salah satu penyakit jaringan penyangga gigi yang paling luas penyebarannya dalam masyarakat dan termasuk komplikasi diabetes yang terjadi pada rongga mulut. Selain kadar gula yang tinggi, ada banyak patofisiologi lainnya pada penderita diabetes yang mempengaruhi hubungan antara diabetes melitus dengan periodontitis.1

Prevalensi diabetes melitus di Indonesia adalah sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk yang berusia lebih dari 15 tahun, bahkan pada suatu penelitian epidemiologis di Manado prevalensi diabetes mencapai 6,1 %. Penelitian yang dilakukan di Jakarta, Surabaya, Makasar dan kota-kota lain di Indonesia membuktikan adanya peningkatan prevalensi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020, diperkirakan 7 juta dari 178 juta penduduk berusia diatas 20 tahun menderita diabetes melitus. Meningkatnya prevalensi diabetes berkaitan dengan adanya perubahan gaya hidup, bertambahnya prevalensi obesitas dan kurangnya aktivitas fisik.2

Hubungan antara diabetes dan periodontitis telah diteliti secara luas dan telah dibuktikan bahwa penderita diabetes yang tidak terkontrol memiliki kerentanan dalam peningkatan keparahan periodontitis. Penderita diabetes mengalami gangguan mekanisme pertahanan kekebalan tubuh sehingga lebih rentan terhadap infeksi. Infeksi pada penderita diabetes lebih parah bila dibandingkan dengan infeksi pada non-diabetes. 3


(14)

Seiring dengan meningkatnya prevalensi diabetes melitus dengan periodontitis sebagai komplikasinya, maka dibutuhkan perawatan yang lebih besar baik terhadap penyakit diabetesnya maupun terhadap periodontitis yang terjadi. Adanya hubungan dua arah antara diabetes dan periodontitis, dimana periodontitis dapat memperburuk kontrol glikemik penderita diabetes melitus menyebabkan perawatan periodontal memegang peranan penting, tidak hanya pada jaringan periodonsium itu sendiri tetapi juga berpengaruh terhadap kontrol gula darah pada penderita diabetes. Para peneliti menyatakan bahwa pengendalian infeksi periodontal melalui kombinasi terapi mekanik dan kimia dapat meningkatkan kontrol glikemik.3 Oleh karena itu, penulis merasa perlu membahas mengenai hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 yang ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontalnya.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal ?

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis hubungan antara diabetes melitus tipe 2 dengan periodontitis ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Mengetahui hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2.


(15)

1.4.3 Mengetahui pengaruh perawatan periodontitis terhadap kontrol glikemik pada penderita diabetes melitus tipe 2.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Diabetes melitus merupakan suatu penyakit kronis berupa gangguan metabolisme yang ditandai dengan hiperglikemi karena terganggunya aktivitas insulin. Pada kondisi ini akan terjadi peningkatan kadar glukosa darah, karena produksi insulin berkurang, disfungsi insulin atau berkurangnya respon terhadap reseptor insulin pada organ target. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan sosial ekonomi. Prevalensi diabetes tidak mudah untuk ditentukan, karena banyak penderita diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak menyadari status penyakit mereka.2,3,4

Berdasarkan tanda dan gejalanya diabetes melitus dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian. Diabetes melitus tipe 1, diabetes melitus tipe2, diabetes melitus gestational dan diabetes melitus tipe lain. Diabetes melitus tipe 2 merupakan bentuk penyakit yang paling umum dan terjadi pada 86 persen dari semua kasus diabetes. Terdapat banyak komplikasi dari diabetes melitus tipe 2. Beberapa diantaranya adalah mempercepat arterosklerosis pembuluh darah besar yang menyebabkan penyakit jantung koroner (angina atau serangan jantung), rasa sakit anggota tubuh karena berkurangnya pasokan darah dan beberapa komplikasi mikrovaskuler termasuk retinopati (kebutaan), nefropati (menyebabkan kegagalan ginjal) dan neuropati. Selain itu juga terdapat manifestasi oral dari diabetes melitus diantaranya adalah serostomia serta kerentanan terhadap penyakit periodontal.4,5

2. 1. Diabetes melitus tipe 2 dan faktor risikonya

Diabetes melitus tipe 2, disebut juga non-insulin-dependent diabetes. Diabetes melitus tipe 2 ini merupakan jenis diabetes yang paling sering diderita dan sering terjadi pada usia 40 tahun


(17)

yang disebabkan karena menurunnya respon insulin terhadap organ atau disebut juga dengan insulin resistance.2 Serangan dari diabetes tipe ini berangsur-angsur tidak seperti diabetes tipe 1, dimana kondisi ini sering terjadi pada penderita yang mengalami obesitas. Selain itu, risiko terjadinya diabetes meningkat dengan bertambahnya usia dan kurangnya aktivitas fisik. Pasien

dengan diabetes tipe ini sering mengalami hipertensi dan dyslipidema.4

Diabetes tipe 2 sering dikaitkan dengan usia, kegemukan, riwayat keluarga, riwayat diabetes kehamilan, gangguan metabolisme glukosa, aktivitas fisik, ras atau etnis. Terdapat beberapa faktor risiko diabetes melitus tipe 2 diantaranya adalah obesitas, kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tidak sehat, keturunan atau genetik, usia dan meningkatnya tekanan darah dan kolesterol. Faktor risiko utama terjadinya diabetes melitus tipe 2 adalah obesitas. Ketika seseorang mengalami obesitas, sel-sel tubuh menjadi kurang sensitif terhadap insulin.6,7

Beberapa bukti menunjukan bahwa sel-sel lemak menyebabkan resistensi terhadap insulin dari sel-sel otot. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Pusat Statistik Kesehatan Nasional, dinyatakan bahwa jumlah anak dengan kelebihan berat badan telah meningkat tiga kali lipat sejak tahun 1980 diikuti jumlah anak yang menderita diabetes tipe 2. Selain obesitas, makanan yang tidak sehat juga mem-berikan kontribusi besar untuk terjadinya obesitas. Makanan dengan sedikit serat dan karbohidrat sederhana dapat meningkatkan terjadinya obesitas yang merupakan faktor risiko utama diabetes melitus.6,7

2.2. Periodontitis

Periodontitis merupakan penyakit inflamasi pada jaringan pendukung gigi yang merupakan hasil respon antara sistem kekebalan tubuh dengan infeksi bakteri gram-negatif sehingga menyebabkan kerusakan jaringan periodonsium, yaitu gingiva, ligamen periodontal, sementum


(18)

dan tulang alveolar.1 Adanya virulensi bakteri juga merupakan faktor utama penyebab terjadinya periodontitis. Walaupun terdapat lebih dari 300 spesies bakteri pada saku periodontal, tetapi hanya sebagian kecil yang merupakan agen etiologi periodontitis. Actinobacillus

actinomycetemcomitans dan porphyromonas gingivalis merupakan agen utama yang

teridentifikasi sebagai penyebab penyakit periodontal.8

Tiga karekteristik utama yang dimiliki oleh agen patogenesis periodontitis adalah kemampuan berkolonisasi, kemampuan menghindar dari respon pejamu dan kemampuan memproduksi substansi eksotoksin yang dapat membunuh netrofil. Namun, selain tiga karakteristik tersebut, Actino-bacillus actinomycetemcomitans mampu melewati sel-sel epitel penyatu dari saku periodontal dan berinvasi ke jaringan ikat dibawahnya. Sedangkan

Porphyromonas gingivalis hanya dapat berinvasi di antara sel-sel epitel penyatu. Akibat terjadi

serangan bakteri, pejamu akan menghasilkan sel-sel inflamasi yang merespon dengan jalan migrasi khemotaksis dan berkumpul pada daerah tertentu dimana sel-sel tersebut akan mem-fagositosis bakteri atau menyingkiran jaringan yang telah rusak.8,9

2.3. Hubungan diabetes melitus tipe 2 dengan periodontitis

Terdapat bukti yang kuat bahwa diabetes melitus merupakan faktor risiko gingivitis dan periodontitis, dan tingkat kontrol glikemik menjadi faktor penting dalam hubungan ini. Menurut penelitian epidemiologi, diabetes pada orang dewasa sering menunjukkan peningkatan yang luas dari keparahan periodontitis.10

Bridge dkk. menyatakan bahwa diabetes mempengaruhi semua parameter periodontal, termasuk skor pendarahan, kedalaman saku, kehilangan perlekatan dan kehilangan gigi.5 Taylor

dan Borgnakke telah menguji periodontitis sebagai kom-plikasi dari diabetes melitus. Taylor mengidentifikasi 48 penelitian pada tahun 1960 dan 2000, dimana dari penelitian-penelitian yang


(19)

membahas mengenai hubungan penyakit periodontal pada penderita diabetes ternyata sebanyak 44 penelitian mendukung diabetes sebagai faktor resiko periodontitis.11

Polymorphonuclear leukosit merupakan sel pertahanan utama dari periodonsium. Fungsi

sel yang terlibat dalam respon pertahanan ini adalah neutrofil, monosit dan makrofag. Penderita diabetes yang tidak terkontrol menderita kelainan fungsi sel pertahanan utama tersebut yaitu tidak seimbangnya fungsi kemotaksis dan fagositosis yang menyebabkan penderita diabetes lebih rentan terhadap infeksi.3

Terganggunya fungsi fagositosis neutrofil dapat meningkatkan jumlah bakteri di poket periodontal, sehingga meningkatkan kerusakan periodontal. Selain itu adanya respon yang berlebihan dari immunoinflammatory lain pada penderita diabetes. Sebagai contoh meningkatkan produksi tumor nekrosis alpha (TNF-α) oleh makrofag dan monosit pada waktu terjadinya inflamasi dalam merespon patogen penyakit periodontal, akibatnya dapat meningkatkan kerusakan jaringan pejamu. Peningkatan jumlah TNF-α ini ditemukan dalam darah menunjukan adanya respon yang berlebihan dari sistem pertahanan tubuh secara sistemik dan lokal.12

Selain itu, periodontitis juga dapat memperburuk kontrol glikemik pada penderita diabetes mellitus. Menurut penelitian Grosso dan Genco, penyakit perio-dontal dapat meningkatkan tingkat keparahan diabetes melitus. Pada penelitian tersebut dinyatakan bahwa terdapat hubungan dua arah antara diabetes melitus dengan penyakit periodontal, dimana penyakit periodontal dan diabetes melitus berinteraksi untuk meningkatkan kerusakan jaringan. Infeksi kronis dalam respon inflamasi pada penderita diabetes melitus meningkatkan kerusakan jaringan periodonsium pada penderita diabetes, sedangkan infeksi periodontal dapat me-nyebabkan keadaan resistensi insulin kronis sehingga mengubah kontrol metabolisme glukosa. Dengan demikian, terjadi siklus degeneratif dimana diabetes menyebabkan penurunan imunitas yang


(20)

kemudian mempengaruhi kontrol metabolisme glukosa dan memberikan dampak negatif terhadap diabetes.1

2.4. Kebutuhan perawatan periodontal

Setelah mengetahui adanya hubungan dua arah antara diabetes melitus dengan periodontitis dimana periodontitis juga dapat mempengaruhi kontrol glikemik pada penderita diabetes, penting bagi dokter gigi untuk mengetahui kebutuhan perawatan periodontal pada penderita diabetes melitus.3

Hubungan antara diabetes dan penyakit periodontal telah menyebabkan pentingnya perencanaan pertimbangan perawatan diabetes. Chandna S menyatakan bahwa perawatan periodontal dapat menyebabkan dampak positif pada kontrol glikemik pasien diabetes didasarkan pada hubungan antara mekanisme periodontitis dan diabetes.1

Pada penderita diabetes melitus tipe 2 dengan hiperlipidemia ditemukan adanya inflamasi gingiva yang parah dan hilangnya perlekatan pada jaringan periodonsium. Berkembangnya penyakit periodontal dengan diabetes melitus mengakibatkan kerusakan jaringan periodonsium lebih parah sehingga gigi menjadi goyang dan akhirnya lepas. Pada penelitian cross sectional dan longitudinal, diketahui bahwa pada penderita diabetes yang tidak terkontrol dalam waktu lama dapat menyebabkan terjadinya penyakit periodontal yang lebih parah dan hilangnya gigi dibandingkan dengan penderita diabetes melitus yang terkontrol dan yang tidak menderita diabetes melitus. Sebelum dilakukannya prosedur perawatan periodontal, dibutuhkan keadaan glikemik pasien yang memungkinkan untuk dilakukannya perawatan periodontal. Pada penderita diabetes melitus, pemeriksaan tingkat hemoglobin A1c (HbA1c) digunakan untuk memonitor kontrol glikemik secara keseluruhan. Glikohemoglobin terbentuk di dalam eritrosit yang merupakan hasil reaksi non-enzimatik antara glukosa dan protein hemoglobin. Pemeriksaan


(21)

HbA1c digunakan untuk mengukur kadar glikohemoglobin dan memperkirakan rata-rata kadar

gula darah. Meningginya kadar gula darah menunjukan nilai HbA1c yang meningkat. Nilai

HbA1c normal adalah < 6%. Tingkat HbA1c dikembangkan untuk dapat mendiagnosis diabetes

melitus dan beberapa komplikasinya. Hubungan tingkat HbA1c dan kadar gula darah dapat dilihat pada tabel dibawah berikut.10

Tabel 1 Hubungan nilai HbA1c dengan kadar gula darah (Mealey, Brian L. Periodontal Disease

and Diabetes.J American Dental Association.2006; 137:1291)

HbA1c (%) Kadar Glukosa Plasma (mg/dl) 6

7 8 9 10 11 12

135 170 205 240 275 310 345

2.5. Prosedur perawatan periodontal

Uji kontrol klinis telah menunjukkan bahwa pengendalian infeksi periodontal melalui kombinasi terapi mekanik dan kimia dapat meningkatkan kontrol glikemik.3 Beberapa prosedur perawatan yang dapat dilakukan antara lain adalah perbaikan oral higiene, skeling professional, perawatan komprehensif dan pemeliharaan periodontal pada penderita diabetes melitus.


(22)

Oral higiene yang tidak baik merupakan faktor risiko dominan dalam menyebabkan terjadinya penyakit periodontal. Penggunaan benang pembersih dan sikat gigi hanya bisa dilakukan pada daerah permukaan yang dapat dijangkau. Permukaan bukal dan lingual merupakan permukaan yang paling mudah dibersihkan sehingga upaya oral higiene yang efektif saja sudah dapat menghilangkan plak dan kalkulus pada permukaan ini.13

Penderita diabetes harus menerima instruksi oral higiene standar sebelum dilakukan skeling dan penyerutan akar. Kontrol oral higiene dan instruksi ulang dilakukan 2 kali sebulan diikuti dengan profilaksis.14

2.5.2 Skeling profesional

Perawatan mekanis pada penderita diabetes melitus tipe 2 dapat berupa skeling dan penyerutan akar. Christgau dan kawan-kawan melaporkan bahwa perawatan mekanis tidak mempengaruhi kadar glycated hemoglobin pada penderita diabetes tidak terkontrol.14

Sebuah penelitian mengenai skeling dan penyerutan akar yang dilakukan tanpa pemberian antibiotik secara sistemik tidak menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap kontrol glikemik penderita diabetes.14,15

Kebutuhan terhadap antibiotik bervariasi tergantung pada kontrol metabolik pasien. Tetapi pemilihan terhadap antibiotik, dosis dan cara pemberiannya biasanya sama dengan orang yang tidak menderita diabetes. Tingkat HbA1C memberikan indikasi yang sangat baik terhadap kontrol glikemik. Para peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan doxycycline, selain terapi mekanis, juga dapat meningkatkan kontrol glikemik dengan menurunkan tingkat HbA1C.16

Salah satu dari beberapa penelitian menyatakan bahwa antibiotik yang di-tambahkan untuk perawatan standar periodontal (debridement gigi dan peningkatan kebersihan rongga mulut) dapat meningkatkan pengendalian diabetes secara signifi-kan untuk jangka waktu tiga bulan.17


(23)

2.5.3 Perawatan komprehensif

Perawatan komprehensif berupa skeling dan penyerutan akar dibawah anastesi lokal, dengan atau tanpa prosedur bedah untuk aksesibilitas.8 Pada penderita diabetes yang terkontrol, perawatan non-bedah maupun bedah dapat dilakukan seperti pada orang yang tidak menderita diabetes melitus. Syarat untuk melakukan prosedur bedah antara lain hanya dilakukan pada penderita diabetes yang terkontrol. Prosedur bedah harus dilakukan dalam waktu singkat yaitu kurang dari 2 jam dan sedapat mungkin menghindari trauma.18

2.6 Indeks periodontal

2.6.1 Community Index of Periodontal Treatment Needs (CPITN)

Indeks Periodontal Komunitas untuk Kebutuhan Perawatan (CPITN) adalah alat epidemiologi yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO) untuk evaluasi penyakit periodontal pada survei penduduk. Indeks ini dapat digunakan untuk merekomendasikan jenis perawatan yang dibutuhkan untuk mencegah penyakit periodontal.19

Indeks ini dikembangkan oleh Ainamo dkk. yang merupakan anggota komite ahli WHO. Untuk pemeriksaannya didisain suatu prob khusus dengan ujung bulat berdiameter 0,5 mm dan berkalibrasi atas saku yang dangkal dan saku yang dalam yang dikenal dengan prob WHO.9

Tabel 2. Kriteria untuk Indeks Periodontal Komunitas untuk Kebutuhan Perawatan (Dalimunthe SH.2008. Periodonsia. Medan : Departemen Periodonsia:58)


(24)

0 = Periodonsium sehat.

1 = Secara langsung atau dengan bantuan kaca mulut terlihat pendarahan gingiva setelah probing.

2 = Sewaktu probing terasa adanya kalkulus, tetapi seluruh bagian prob berwarna hitam masih terlihat.

3 = Saku dengan kedalaman 4 atau 5 mm (tepi gingiva berada pada bagian prob berwarna hitam) 4 = Saku dengan kedalaman 6 mm (bagian prob

berwarna hitam tidak terlihat lagi ).

0 = Tidak membutuhkan 1 = Memerlukan perbaikan

higiene oral

2 = Perbaikan higiene oral + skeling professional

3 = Perbaikan higiene oral + skeling professional 4 = Perbaikan higiene oral +

skeling profesional + perawatan komprehensif

Untuk survei epidemiologis diperiksa 10 gigi indeks yang mencakup enam sektan di lengkung rahang yaitu gigi 17 (molar dua kanan atas), 16 ( molar satu kanan atas), 11 ( insisivus sentralis kanan atas), 26 (molar satu kiri atas), 27 (molar dua kiri atas), 36 (molar satu kiri bawah), 37 (molar dua kiri bawah), 31 ( insisivus sentralis kiri bawah), 46 (molar satu kanan bawah), 47 (molar dua kanan bawah). Dengan catatan hanya kondisi yang terburuk persektan yang dicatat.


(25)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS

3.1 Kerangka Konsep

3.2 Hipotesis

3.2.1 Hipotesis Nol (Ho) : Tidak ada hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe

2 ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal

3.2.2 Hipotesis Alpha (Ha) : Ada hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2

ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal

DIABETES MELITUS TIPE 2

KEBUTUHAN PERAWATAN PERIODONTAL

Indeks CPITN

Kadar Gula Darah Oral Higiene


(26)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik observasional, dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1 Tempat Penelitian

Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung , RSU dr. Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU.

4.2.2 Waktu Penelitian

Bulan Oktober – Desember 2010

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh pasien di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung, RSU dr. Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU yang berjumlah 300 orang.

4.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah penderita diabetes melitus tipe 2 dan penderita periodontitis non diabetes di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembun, RSU dr. Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU yang memenuhi kriteria inklusi dan diambil dengan metode purposive sampling


(27)

Besar sampel pada penelitian ini adalah 90 orang yang terdiri dari 45 orang penderita diabetes melitus tipe 2 dan 45 orang bukan penderita diabetes melitus di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung, RSU dr. Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU.

Pertimbangan penentuan jumlah sampel mengikuti standar rancangan penelitian cross sectional menggunakan rumus berikut.

N = ( Zα √2PQ + Zβ √P1Q1+P2Q2)2

( P1 – P2)2

N = ( 1,96 √2(0,55)(0,5) + 1,036√(0,5)(0,5) + (0,6)(0,4))2 ( 0,11)

N = 44,8 ~ 45 orang

N = besar sampel setiap kelompok

P1= proporsi periodontitis pada penderita DM tipe 2, diasumsikan 0,50 P2 = prevalensi periodontitis bukan penderita DM tipe 2, diasumsikan 0,60 P = (P1 + P2)/2 = 0.55

Q = 1 – P = 0,5 d = P1 –P2 = 0,3

α = 0,05 Zα = 1,96 (two tailed)

β = 0,15 Zβ = 1.036

4.4 Kriteria Inklusi

a. Penderita diabetes melitus tipe 2 b. Penderita periodontitis non-diabetes c. Berumur 20-60 tahun


(28)

e. Periodontitis dengan kehilangan perlekatan lebih dari 3 mm pada 2 gigi

4.5 Kriteria Eksklusi

a. Pernah mendapatkan perawatan periodontal dalam 6 bulan terakhir. b. Penderita penyakit kelainan darah dan keganasan.

c. Penderita yang mengkonsumsi obat yang mempengaruhi status periodontal, seperti phenytoin, siklosporin, beta-bloker dan lainnya.

d. Penderita imunokompromis

4.6 Variabel Penelitian 4.6.1 Variabel Bebas

Diabetes melitus tipe 2

4.6.2 Variabel Tergantung

Indeks CPITN

4.6.3 Variabel Kendali

1. Umur

2. Penyakit sistemik lainnya

4.6.4 Variabel Tidak Terkendali

1. Pekerjaan

2. Tingkat pendidikan 3. Tingkat ekonomi

4. Pemeliharaan kebersihan gigi dan mulut


(29)

1. Diabetes melitus tipe 2 adalah kelompok penyakit metabolik dengan karak-teristik hiperglikemia (kadar gula darah yang tinggi) yang terjadi karena ber-kurangnya sensitivitas insulin sehingga terganggunya transpor glukosa dari pembuluh darah ke seluruh tubuh.

2. Periodontitis adalah suatu infeksi mikrobial yang merangsang respon inflamasi pada jaringan periodonsium dan mengakibatkan kerusakan jaringan pendukung gigi.

3. CPITN adalah Indeks Periodontal yang digunakan untuk menilai kebutuhan akan perawatan periodontal yang dikembangkan oleh World Health Organization (WHO) untuk evaluasi penyakit periodontal pada survei penduduk dan merekomendasikan jenis perawatan yang dibutuhkan untuk mencegah penyakit periodontal.

4.8 Alat dan Bahan Penelitian 4.8.1 Alat Penelitian

1. Prob periodontal WHO

2. Pinset, sonde sabit dan kaca mulut ( SMIC, China ). 3. Gluco meter ( Easy Touch, Taiwan).

4.8.2 Bahan Penelitian

1. Sarung tangan 2. Masker 3. Kapas

4. Alkohol 70% 5. Desinfektan


(30)

Penelitian dilakukan terhadap penderita diabetes melitus tipe 2 di Puskesmas Sering Kecamatan Medan Tembung, RSU dr. Pirngadi Medan dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU.

4.10 Analisis data

Data yang telah diperoleh dimasukkan kedalam komputer dan dilakukan analisis data dengan menggunakan sistem SPSS versi 17.

Gambaran statistik meliputi rata-rata, standar deviasi (SD), jumlah dan persentase digunakan untuk menjelaskan status jaringan periodonsium. Perbandingan hubungan antara kedua kelompok dengan uji statistik T-test independen dan uji korelasi Pearson. Derajat kepercayaan yang digunakan adalah 95%. Signifikansi statistik diperoleh jika nilai P < 0,05.

Skema alur penelitian

Mencari subjek yang sesuai dengan kriteria inklusi

Meminta kesediaan subjek untuk mengikuti penelitian dengan memberikan lembar persetujuan

Memberikan pertanyaan-pertanyaan dari kuesioner

Melakukan pemeriksaan klinis : • Kadar Gula Darah

• Indeks CPITN


(31)

BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian dilakukan selama bulan Oktober sampai bulan Desember di tiga lokasi dikota Medan yaitu puskesmas Sering, RSUD Dr Pirngadi dan klinik Periodonsia RSGM FKG USU. Sebanyak 45 orang subjek penelitian yang didiagnosis diabetes melitus tipe 2 serta memenuhi kriteria inklusi dipilih sebagai kelompok kasus dan 45 subjek yang lain dipilih secara random sebagai kelompok kontrol.

Hasil penelitian mengenai hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal akan disajikan dalam bentuk tabel berikut :

5.1 Data Demografis Subjek Penelitian

Data demografis subjek penelitian ini terdiri dari jenis kelamin, usia dan tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 3. Data demografis penderita DM tipe 2 dan non DM

Variabel Kelompok Pengamatan Jumlah

Jenis kelamin Penderita DM tipe 2 a. Perempuan b. Laki-laki 45 35 (78%) 10 (22%) Non DM a. Perempuan b. Laki-laki 45 31 (69%) 14 (31%)

Variabel Kelompok Pengamatan Jumlah

Usia (%) Penderita DM tipe 2 a. 20-40 tahun b. 41-60 tahun c. 61-69 tahun

45

0 (0%) 27 (60%) 18 (40%)


(32)

Non DM

a. 20-40 tahun b. 41-60 tahun c. 61-69 tahun

45

24 (53%) 20 (45%) 1 (2%)

Tingkat pendidikan

Kadar Gula Darah

Penderita DM tipe 2 a. SD

b. SLTP c. SLTA

d. Perguruan tinggi

45 8 (18%) 13 (29%) 18 (40%) 6 (13%) Non DM a. SD b. SLTP c. SLTA

d. Perguruan tinggi Penderita DM tipe 2

a. <200 mg/dl b. 200-300 mg/dl c. >400 mg/dl

45 9 (20%) 14 (31%) 15 (33%) 7 (16%) 45 11 (24,4%) 30 (66,6%) 4 (8,9%)

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa subjek penelitian berjumlah 90 orang dan mayoritas subjek penelitian adalah perempuan yaitu 35 orang (78%) pada penderita DM tipe 2 dan 31 orang (69%) pada penderita non DM .

Seluruh subjek penelitian memiliki rentang usia 20-69 tahun. Subjek terbanyak pada kelompok penderita DM tipe 2 adalah pada rentang usia 41-60 tahun yaitu sebanyak 27 orang (60%) sedangkan yang paling sedikit adalah pada rentang usia 61-69 tahun yaitu sebanyak 18 orang (40%). Berbeda dengan kelompok penderita DM, penderita non DM terbanyak pada rentang usia 20-40 tahun yaitu sebanyak 24 orang (53%) dan paling sedikit pada rentang usia 61-69 tahun yaitu 1 orang (2%).

Pendidikan subjek penelitian terbanyak adalah dari kelompok SLTA yaitu sebanyak 18 orang (40%) pada kelompok penderita DM tipe 2 dan 15 orang (33%) pada kelompok penderita


(33)

non DM, sedangkan yang paling sedikit adalah berpendidikan perguruan tinggi yaitu 6 orang (13%) pada kelompok penderita DM tipe 2 dan 7 orang (16%) pada kelompok penderita non DM.

5.2 Indeks CPITN

Distribusi indeks CPITN penderita DM tipe 2 dan penderita non DM akan disajikan dalam tabel 5.

Tabel 4. Indeks CPITN pada penderita DM tipe 2 dan penderita Non DM

Variabel

Kelompok Pengamatan

Penderita DM tipe 2 Penderita non DM

Indeks CPITN

Skor 2 11(24,5%) 14(31,2%)

Skor 3 30(66,7%) 30(66,7%)

Skor 4 4(8,9%) 1(2,3%)

Berdasarkan indeks CPITN, penderita non DM yang memiliki skor 2 adalah sebanyak 14 orang, skor 3 sebanyak 30 orang dan skor 4 sebanyak 1 orang. Sementara pada penderita DM yang memiliki skor 2 adalah sebanyak 11 orang, skor 3 sebanyak 30 orang dan skor 4 sebanyak 4 orang.

5.3 Perbandingan rerata indeks CPITN

Perbandingan rerata indeks CPITN penderita penyakit DM tipe 2 dan penderita non DM disajikan pada tabel


(34)

Tabel 5. Indeks CPITN pada penderita penyakit DM tipe 2 dan penderita non DM.

Variabel

Kelompok

pengamatan Jumlah Rerata

Standar

deviasi P

Indeks CPITN Penderita DM 45 2,11 0,39 0.002 Penderita non DM 45 1,77 0,6

Keterangan: T-Test ; p<0,05 = bermakna

Dari tabel 6 terlihat adanya perbedaan rerata indeks CPITN pada penderita DM tipe 2 dan penderita non DM. Rerata indeks CPITN pada penderita DM tipe 2 (2,11) lebih tinggi dibandingkan dengan penderita non DM (1,77) dan perbedaan ini bermakna secara statistik (p<0,05). Dengan demikian, hipotesis yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal dengan menggunakan parameter indeks CPITN dapat diterima.

5.4 Korelasi antara KGD dengan indeks CPITN

Uji korelasi antara kadar gula darah dengan indeks CPITN menggunakan uji korelasi Pearson. Hasil uji dinyatakan dalam koefisien korelasi (r). Nilai r ditafsirkan sebagai sangat lemah (0,00-0,199), lemah (0,20-0,399), sedang (0,40-0,599), kuat (0,60-0,799) dan sangat kuat (0,80-1,000). Nilai p<0,05 dinyatakan terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji sedangkan nilai p>0,05 artinya tidak terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang diuji. Arah korelasi positif berarti searah, semakin besar nilai satu variabel semakin besar pula nilai variabel lainnya, sedangkan arah korelasi negatif berarti berlawanan arah, semakin kecil nilai satu variabel, semakin kecil nilai variabel lainnya.


(35)

Tabel 6. Korelasi kadar gula darah dengan indeks CPITN

Variabel Nilai p Koefisien

Korelasi

Kadar Gula Darah - indeks CPITN 0,5 -0,10

Keterangan: *Uji Pearson; p<0,005 = bermakna

Pada tabel diatas menunjukkan bahwa tidak terdapat korelasi bermakna (p>0,05) antara kadar gula darah dengan indeks CPITN. Korelasi menunjukkan hubungan yang sangat lemah antara kadar gula darah dengan indeks CPITN. Arah korelasi bernilai negatif berarti peningkatan kadar gula darah tidak disertai dengan peningkatan indeks CPITN. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kenaikan kadar gula darah tidak berhubungan dengan perubahan status kebutuhan perawatan periodontal.


(36)

BAB 6

PEMBAHASAN

Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit metabolik akibat resistensi insulin dengan berbagai komplikasi utama. Penyakit ini merupakan penyakit yang sangat penting dari sudut pandang periodonsia. Salah satu komplikasi utama diabetes melitus adalah periodontitis. Periodontitis secara umum dapat diartikan sebagai inflamasi yang melibatkan struktur jaringan pendukung gigi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan ada tidaknya hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal.9.

Mayoritas sampel yang diperoleh berumur 41 sampai 60 tahun dan memiliki minimal 20 gigi. Hal ini disebabkan oleh diabetes tipe 2 sering terjadi pada usia 40 tahun dan serangan dari diabetes tipe ini bertahap sehingga membutuhkan waktu yang lama di dalam identifikasi dan penegakan diagnosis.2

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukan bahwa rerata indeks CPITN pada penderita diabetes melitus lebih tinggi dibandingkan indeks CPITN pada penderita non-diabetes melitus. Dari distribusi CPITN juga menunjukan bahwa dari 45 sampel dengan diabetes terdapat 4 orang yang memiliki skor 4, sedangkan pada penderita non-diabetes hanya 1 orang yang memiliki skor 4 pada pemeriksaan CPITN. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ueno, Takeuchi, Oshiro dkk di Jepang yang menyatakan bahwa lebih dari 90% penderita diabetes melitus memiliki skor indeks CPITN 3 dan 4 dibanding penderita non-diabetes melitus hanya berkisar 56%.20


(37)

Penelitian yang dilakukan oleh Basic dkk juga menunjukan bahwa frekuensi penderita diabetes melitus yang memiliki skor 4 pada indeks CPITN jauh lebih besar dibandingkan non-diabetes. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penderita diabetes melitus memerlukan perawatan periodontal yang lebih besar dibandingkan penderita non-diabetes.20

Hal ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya kadar HbA1c dan buruknya kebersihan rongga mulut seiring dengan meningkatnya kadar gula darah pada penderita diabetes melitus. Mealy BL menyatakan bahwa adanya korelasi antara kadar HbA1c dengan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus. Penderita diabetes yang terkontrol memiliki nilai HbA1c kurang dari 6% yang secara signifikan mengurangi risiko dari komplikasi diabetes termasuk periodontitis.10

Namun penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chuang dkk dan Hatch dkk yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan skor indeks CPITN yang signifikan antara penderita diabetes melitus dan non-diabetes melitus.20

Penelitian Blanco dkk menyatakan bahwa setelah mempertimbangkan kebutuhan perawatan berdasarkan CPITN, penderita diabetes melitus memerlukan perawatan yang lebih kompleks dibandingkan penderita non-diabetes.21 Menurut Matthews DC, Penderita diabetes yang tidak terkontrol, harus lebih sering dievaluasi, terutama apabila penderita telah mengalami penyakit periodontal.5 Ship JA menyatakan bahwa penderita diabetes yang tidak terkontrol memiliki risiko komplikasi oral yang lebih tinggi sehingga membutuhkan waktu tambahan dalam penanganan periodontal dan terapi antibiotik.22

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan diabetes melitus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ship JA bahwa diabetes melitus dapat menyerang segala lapisan usia dan prevalensinya terus meningkat dari ke tahun.22


(38)

Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara kadar gula darah dengan indeks CPITN. Pengambilan sampel yang dilakukan di rumah sakit dan puskesmas dimana biasanya pasien yang datang adalah penderita diabetes yang kadar gula darahnya telah terkontrol menjadi kemungkinan penyebabab tidak ada hubungan antara kadar gula darah dengan indeks CPITN.


(39)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Hasil Penelitian ini menyimpulkan sebagai berikut :

1. Adanya hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal

2. Terdapat perbedaan kebutuhan perawatan periodontal antara penderita diabetes dan penderita non-diabetes dilihat dari adanya perbedaan skor CPITN antara kedua kelompok tersebut

3. Kadar Gula Darah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap skor CPITN pada penderita diabetes melitus

7.2 Saran

1. Penderita diabetes melitus diberikan pengetahuan tentang pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut karena tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut tetapi juga dapat mengontrol kadar gula darah penderita diabetes melitus

2. Penderita diabetes melitus diinstruksikan untuk menyikat gigi secara teratur dan diberikan informasi tentang bagaimana menyikat gigi dengan baik dan benar

3. Dokter gigi ataupun tim kesehatan gigi memberikan penyuluhan kepada penderita diabetes melitus di puskesmas maupun di rumah sakit setempat agar mempunyai kesadaran dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut

4. Untuk penelitian selanjutnya diharapkan untuk dapat menambah sampel penelitian sehingga diharapkan sampel penelitian menjadi lebih heterogen dan representatif


(40)

DAFTAR RUJUKAN

1. Chandna S. et al. Diabetes Mellitus-A Risk Factor for periodontal disease. Internet J of family practice.2010:9(1)

2. Shahab A. Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus. 31 Agustus 2010

3. Bjelland S.et all. Dentists, Diabetes and Periodontitis. Australian Dental J ,2002;47:(3):202-207

4. Matthews DC. The Relationship Between Diabetes and Periodontal Disease. J of the Canadian Dental Association, 2002;68:(3)

5. Matthews DC. The Two-Way Relationship Between Diabetes and Periodontal Disease. J of the Canadian Dental Association, 2002;68(3) : 161-164

6. Manzella D. Top 7 risk factors for type 2 diabetes. 30 Agustus 2010. (http://diabetes.about.com/od/symptomsdiagnosis/tp/riskfactors.htm)

7. Manzella D. Obesity and type 2 diabetes . 30 Agustus 2010

8. Haffajee AD, Socransky SS. Microbial Etiological Agents of Destructive Periodontal

disease. Periodontol 2000;5:78-111


(41)

10. Mealey BL. Periodontal Disease and Diabetes. J American Dental Association,2006;137

11. Lamster IB. et all. The relationship Between Oral Health and Diabetes Mellitus. J American Dental Association,2008;139

12. Mealey BL. Periodontal Disease and Diabetes. J American Dental

Association.2006;137:29s-30s

13. D. Taqwa, dkk. Pedodonsia Terapan. 2010. Departemen Pedodonsia

14. Rodrigues DC, Taba M Jr., Novaes AB Jr., Souza SLS, and Grisi MFM. Effect of

non-surgical periosdontal therapy on glycemic control in patients with type 2 diabetes mellitus. J Periodontol, 2003;74:7-1361

15. Mealey B. Position paper on diabetes and periodontal disease. J Periodontol 1999;71: 78-664

16. Taylor, G. Periodontal infection and glycemic control in Diabetes : Current Evidence. Inside Dentistry;2

17. Hirsch R. Diabetes and Periodontitis. 31 Agustus

18.Golla K, Epstein JB, Rada RE, sanai R, Messieha Z, and Cabay RJ. Diabetes mellitus :

An update overview of medical management and dental implications.(14 Apr.2006)

19. Sanei AS, Nasrabadi AN. Periodontal Health Status and Treatment Needs in Iranian


(42)

20. Ueno, Masayuki dkk. Association between Diabetes Mellitus and Oral Health Status in

Japanese Adult. Int J Oral Sci, 2010;2(2):82-89

21.Blanco, Arrieta dkk. Dental Problem in Patients with Diabetes Mellitus(II): Gingival Index and Periodontal disease. Med Oral, 2003;8:240-245

22.Ship JA. Diebetes and Oral Health: An Overview. J American Dental Association, 2003;134:4s-10s


(1)

Penelitian yang dilakukan oleh Basic dkk juga menunjukan bahwa frekuensi penderita diabetes melitus yang memiliki skor 4 pada indeks CPITN jauh lebih besar dibandingkan non-diabetes. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penderita diabetes melitus memerlukan perawatan periodontal yang lebih besar dibandingkan penderita non-diabetes.20

Hal ini mungkin disebabkan oleh meningkatnya kadar HbA1c dan buruknya kebersihan rongga mulut seiring dengan meningkatnya kadar gula darah pada penderita diabetes melitus. Mealy BL menyatakan bahwa adanya korelasi antara kadar HbA1c dengan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus. Penderita diabetes yang terkontrol memiliki nilai HbA1c kurang dari 6% yang secara signifikan mengurangi risiko dari komplikasi diabetes termasuk periodontitis.10

Namun penelitian tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Chuang dkk dan Hatch dkk yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan skor indeks CPITN yang signifikan antara penderita diabetes melitus dan non-diabetes melitus.20

Penelitian Blanco dkk menyatakan bahwa setelah mempertimbangkan kebutuhan perawatan berdasarkan CPITN, penderita diabetes melitus memerlukan perawatan yang lebih kompleks dibandingkan penderita non-diabetes.21 Menurut Matthews DC, Penderita diabetes yang tidak terkontrol, harus lebih sering dievaluasi, terutama apabila penderita telah mengalami penyakit periodontal.5 Ship JA menyatakan bahwa penderita diabetes yang tidak terkontrol memiliki risiko komplikasi oral yang lebih tinggi sehingga membutuhkan waktu tambahan dalam penanganan periodontal dan terapi antibiotik.22

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan diabetes melitus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ship JA bahwa diabetes melitus dapat


(2)

Dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa tidak ada hubungan yang bermakna secara statistik antara kadar gula darah dengan indeks CPITN. Pengambilan sampel yang dilakukan di rumah sakit dan puskesmas dimana biasanya pasien yang datang adalah penderita diabetes yang kadar gula darahnya telah terkontrol menjadi kemungkinan penyebabab tidak ada hubungan antara kadar gula darah dengan indeks CPITN.


(3)

BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Hasil Penelitian ini menyimpulkan sebagai berikut :

1. Adanya hubungan antara periodontitis dengan diabetes melitus tipe 2 ditinjau dari aspek kebutuhan perawatan periodontal

2. Terdapat perbedaan kebutuhan perawatan periodontal antara penderita diabetes dan penderita non-diabetes dilihat dari adanya perbedaan skor CPITN antara kedua kelompok tersebut

3. Kadar Gula Darah tidak berpengaruh secara signifikan terhadap skor CPITN pada penderita diabetes melitus

7.2 Saran

1. Penderita diabetes melitus diberikan pengetahuan tentang pentingnya menjaga kesehatan rongga mulut karena tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan rongga mulut tetapi juga dapat mengontrol kadar gula darah penderita diabetes melitus

2. Penderita diabetes melitus diinstruksikan untuk menyikat gigi secara teratur dan diberikan informasi tentang bagaimana menyikat gigi dengan baik dan benar

3. Dokter gigi ataupun tim kesehatan gigi memberikan penyuluhan kepada penderita diabetes melitus di puskesmas maupun di rumah sakit setempat agar mempunyai kesadaran dalam memelihara kesehatan gigi dan mulut


(4)

DAFTAR RUJUKAN

1. Chandna S. et al. Diabetes Mellitus-A Risk Factor for periodontal disease. Internet J of family practice.2010:9(1)

2. Shahab A. Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes Melitus. 31 Agustus 2010

3. Bjelland S.et all. Dentists, Diabetes and Periodontitis. Australian Dental J ,2002;47:(3):202-207

4. Matthews DC. The Relationship Between Diabetes and Periodontal Disease. J of the Canadian Dental Association, 2002;68:(3)

5. Matthews DC. The Two-Way Relationship Between Diabetes and Periodontal Disease. J of the Canadian Dental Association, 2002;68(3) : 161-164

6. Manzella D. Top 7 risk factors for type 2 diabetes. 30 Agustus 2010. (http://diabetes.about.com/od/symptomsdiagnosis/tp/riskfactors.htm)

7. Manzella D. Obesity and type 2 diabetes . 30 Agustus 2010

8. Haffajee AD, Socransky SS. Microbial Etiological Agents of Destructive Periodontal disease. Periodontol 2000;5:78-111


(5)

10. Mealey BL. Periodontal Disease and Diabetes. J American Dental Association,2006;137

11. Lamster IB. et all. The relationship Between Oral Health and Diabetes Mellitus. J American Dental Association,2008;139

12. Mealey BL. Periodontal Disease and Diabetes. J American Dental Association.2006;137:29s-30s

13. D. Taqwa, dkk. Pedodonsia Terapan. 2010. Departemen Pedodonsia

14. Rodrigues DC, Taba M Jr., Novaes AB Jr., Souza SLS, and Grisi MFM. Effect of non-surgical periosdontal therapy on glycemic control in patients with type 2 diabetes mellitus. J Periodontol, 2003;74:7-1361

15. Mealey B. Position paper on diabetes and periodontal disease. J Periodontol 1999;71: 78-664

16. Taylor, G. Periodontal infection and glycemic control in Diabetes : Current Evidence. Inside Dentistry;2

17. Hirsch R. Diabetes and Periodontitis. 31 Agustus

18.Golla K, Epstein JB, Rada RE, sanai R, Messieha Z, and Cabay RJ. Diabetes mellitus : An update overview of medical management and dental implications.(14 Apr.2006)


(6)

20. Ueno, Masayuki dkk. Association between Diabetes Mellitus and Oral Health Status in Japanese Adult. Int J Oral Sci, 2010;2(2):82-89

21.Blanco, Arrieta dkk. Dental Problem in Patients with Diabetes Mellitus(II): Gingival Index and Periodontal disease. Med Oral, 2003;8:240-245

22.Ship JA. Diebetes and Oral Health: An Overview. J American Dental Association, 2003;134:4s-10s