ibunya, maka hal itu berimplikasi pada cara dan mekanisme pencatatan akta kelahiran bagi anak luar kawin. Pada akta kelahiran anak luar kawin hanya akan
disebutkan nama ibunya saja sedangkan nama ayahnya tidak akan dicatat dalam akta kelahiran si anak. Terputusnya hubungan hukum antara si anak dengan ayah
biologisnya mengakibatkan si ayah tidak memiliki kewajiban apa-apa terhadap anaknya, dan sebaliknya si anak tidak berhak menuntut apa-apa dari si ayah yang
berhubungan dengan hak-hak keperdataan. Witanto, 2012:13-14
2.5. Tinjauan Umum Tentang Maslahah Mursalah
2.5.1. Pengertian Maslahah Mursalah
Secara etimologi maslahah mursalah berarti manfa‟ah manfaat atau kepentingan, antonim dari kata mafsadah kerusakan. Ia berbentuk masdar
dengan arti solah keantasan, dan bentuk jamaknya adalah maslahih. Al-Tufi mendefinisikannya sebagai sesuatu yang pantas digunakan sesuai dengan
fungsinya seperti pena digunakan untuk menulis dan pedang untuk menebas atau memotong. Sedangkan mursalah berarti terlepas atau tidak terikat
oleh dalil shara‟ yang memuat ketetapan hukumnya.
Secara terminologi adalah dasar sumber hukum Islam yang tidak ada dalil secara terperinci menyebutkan atau menafikkannya baik oleh nas teks Al-
Qur‟an dan Hadits maupun Ijma’. Menurut al-Ghazali yaitu mengambil manfaat atau menolak mafsadahmudarat sesuatu yang merusakmembahayakan agar
terjaga tujuan shara‟ yang mencakup 5 hal, yaitu terpeliharanya agama, jiwa,
keturunan, akal dan harta benda. Sedangkan menurut al-Tufi yaitu instrumen hukum yang menyampaikan seseorang kepada tujuan shar‟i pembuat hukum
baik dalam lingkup ibadah atau adat. Jadi maslahah mursalah adalah suatu hukum yang tidak disebutkan dalilnya secara khusus dalam nas Al-
Qur‟an dan Hadith namun ia sejalan dengan prinsip dan tujuan Shara. Supriadi, 2012
Para ulama sepakat tidak membolehkan penerapan maslahah mursalah pada lingkup ibadah, karena karakternya yang tidak bisa direkonstruksi melaui
akalnalar. Penerapannya dalam lingkup ibadah akan memberi peluang orang- orang yang tidak berkompeten untuk mempraktekkan sesuatu yang tidak pernah
ada dalam agama. Namun ia diterapkan pada mu‟amalah dan adat karena kemaslahatan kepentingan manusia berkembang seiring dengan perubahan
situasi, kondisi, dan waktu. Kalau hanya membatasinya pada masalah-masalah yang disebutkan nas-nya dalam al-
Qur‟an dan Hadith akan menyebakan mandegnya sejumlah hukum. Hal seperti ini bertentangan dengan karakteristik
syariat Islam yang universal, fleksibel dan relevan dengan semua ruang dan waktu. Supriadi, 2012.
2.5.2. Pendapat Para Tokoh Tentang Maslahah Mursalah