Penganiayaan Biasa Pengertian Penganiayaan

2 Lukanya tubuh; d Bertujuan pada akibatnya. Unsur luka dalam arrest-arrest HR tersebut merupakan alternatif penjelasan dari rasa sakit yang berlebihan sehingga menimbulkan luka pada tubuh. Yang bertujuan agar masyarakat dengan sendirinya memahami bahwa unsur luka tersebut menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Unsur adanya kesengajaan dan bertujuan pada akibatnya adalah bersifat subyektif. Sedangkan unsur adanya perbuatan dan adanya akibat perbuatan bersifat objektif. Walaupun unsur-unsur itu tidak ada dalam rumusan pasal 351, akan tetapi harus disebutkan dalam surat dakwaan dan harus dibuktikan dalam persidangan. 107 Kejahatan terhadap tubuh yang dilakukan dengan sengaja penganiayaan dapat dibedakan menjadi enam macam. Yaitu : 108

1. Penganiayaan Biasa

Pemberian kualifikasi sebagai penganiayaan biasa gewone mishandeling yang dapat disebut juga dengan penganiayaan bentuk pokok atau bentuk standard terhadap ketentuan pasal 351 sungguh tepat, setidak- tidaknya untuk membedakannya dengan bentuk-bentuk penganiayaan lainnya. Pada rumusan kejahtan-kejahatan lain, pembentuk Undang-Undang dalam membuat rumusannya adalah dengan menyebut unsur tingkah laku 107 Ibid, hlm. 13 108 Ibid, hlm. 7 dan unsur-unsur lainnya, seperti kesalahan, melawan hukum, atau unsur mengenai objeknya, mengenai cara melakukannya dan sebagainya. Pada kejahatan yang diberi kualifikasi penganiayaann pasal 351 ayat 1 ini, dirumuskan secara singkat, yaitu dengan menyebut kualifikasinya sebagai penganiayaan mishandeling sama dengan judul dari Bab XX, dan menyebutkan ancaman pidananya. Pasal 351 merumuskan sebagai berikut : 1 Penganiayaan pidana paling lama 2 tahun 8 bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 4.500. 2 Jika perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun. 3 Jika mengakibatkan mati, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun. 4 Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan. 5 Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana. Penganiayaan yang dirumuskan pada ayat 1 hanya memuat kualifikasi kejahatan dan ancaman pidananya saja, maka dari rumusan tersebut tidak dapat diketahui unsur-unsurnya, dan juga tidak diketahui dengan jelas tentang pengertiannya. Latar belakang mengapa pembentuk Undang-Undang membuat rumusan yang sangat singkat demikian itu, dapat diketahui dari sejarah pembentukan pasal yang bersangkutan dari KUHP WvS Belanda. Pada mulanya dalam rancangan dari pasal yang bersangkutan yang diajukan oleh Menteri Kehakiman Belanda ke Parlemen, terdapat 2 rumusan yakni : a. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakitpenderitaan pada tubuh orang lain. b. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk merusak kesehatan tubuh orang lain. Terdapat keberatan dari sebagian anggota Parlemen berhubung dengan tidak terang atau kaburnya pengertian tentang rasa sakitpenderitaan tubuh, maka Menteri Kehakiman mengubah rumusan yang pertama dengan hanya menyebutkanmerumuskan kata penganiayaan mishandeling saja, atas dasar pertimbangan bahwa semua orang sudah memahami artinya. Sedangkan pengertian dari rumusan yang kedua ditempatkan dalam ayat 4 dari Pasal 351 KUHP, yang dapat dianggap sebagai perluasan arti dari kata penganiayaan. Oleh karena rumusan kejahatan ini hanya disebut kualifikasinya saja. Dalam doktrinilmu pengetahuan hukum pidana, berdasarkan sejarah pembentukan dari pasal yang bersangkutan, penganiayaan diartikan sebagai perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit pijn atau luka letsel pada tubuh orang lain. 109 109 Loc.cit. Menurut doktrin penganiayaan mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: 110 1 Rasa sakit pada tubuh, dan atau a. Adanya kesengajaan; b. Adanya perbuatan; c. Adanya akibat perbuatan yang dituju, yakni : 2 Luka pada tubuh. Unsur yang pertama adalah berupa unsur subjektif kesalahan, unsur kedua dan ketiga berupa unsur objektif. Kesengajaan disini berupa sebagai maksud atau opzet als oogmerk disamping harus ditujukan pada akibatnya. Sifat kesengajaan yang demikian lebih nyata lagi pada rumusan pada ayat 4. Mengenai unsur tingkah laku sangatlah bersifat abstrak, karena dengan istilahkata perbuatan saja, maka dalam bentuknya yang kongkret tak terbatas wujudnya, yang pada umumnya wujud perbuatan-perbuatan itu mengandung sifat kekerasan fisik dan harus menimbulkan rasa sakit tubuh atau luka tubuh. Luka diartikan dengan terjadinya perubahan dari tubuh, atau menjadi lain dari rupa semula sebelum perbuatan itu dilakukan, misalnya lecet pada kulit, putusnya jari tangan, dan lain sebagainya. Sedangkan rasa 110 Teguh Prasetyo, Hukum Pidana, PT. RajaGrafindo Persada, Jakata; 2012, hlm. 105 sakit tidak memerlukan adanya perubahan rupa pada tubuh, melainkan pada tubuh timbul rasa sakit, rasa perih, tidak enak atau penderitaan. Dalam hal penganiayaan biasa dan penganiayaan ringan pada dasarnya percobaan dapat terjadi, dan sudah ada kepentingan hukum yang dibahayakan, tetapi bahaya terhadap suatu kepentingan hukum di sini dipandang oleh pembentuk Undang-Undang tidak sebesar bahaya pada kejahatan lain seperti pembunuhan Pasal 338 atau pencurian Pasal 362. Bahaya yang ditimbulkan merupakan bahaya yang dipandang sebagai bahaya yang belum patut untuk dipidana. Oleh karena itu terhadap percobaan penganiayaan biasa dan ringan tidak diancam pidana oleh Undang-Undang.

2. Penganiayaan Ringan