Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Penganiayaan diartikan merusak kesehatan orang dengan sengaja.Percobaan melakukan tindak penganiayaan ringan ini tidak dapat dihukum. Menurut Pasal 352, bahwa penganiayaan yang tidak menjadikan sakit atau halangan untuk melakukan pekerjaan sebagai penganiayaan ringan, dihukum penjara selama-lamanya tiga bulan atau denda sebanyak- banyaknya Rp. 4500,-. Hukuman ini boleh ditambah dengan sepertiganya, bila kejahatan itu dilakukan terhadap orang yang bekerja padanya atau yang ada dibawah perintahnya.Dan percobaan melakukan kejahatan ini tidak dapat dihukum. 71

D. Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Menurut Pasal 2, bahwa Undang-Undang ini memberikan perlindungan pada Saksi dan Korban dalam semua tahap proses peradilan pidanadalam lingkungan peradilan. 72 Menurut Pasal 3, pelaksanaan perlindungan saksi dan korban berasaskan pada: Perlindungan kepada Saksi dan Korban tujuannya adalah untuk memberikan rasa aman kepada saksi danatau korban dan melindungi hak- haknya agar tidak dilanggar oleh orang lain. 71 Undang-Undang No.1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, Pasal 352 72 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 2 A. Penghargaan atas harkat dan martabat manusia; B. Rasa aman; C. Keadilan; D. Tidak diskriminatif; dan E. Kepastian hukum. 73 Menurut Pasal 4, tujuan perlindungan saksi dan korban adalah memberikan rasa aman kepada Saksi danatau Korban dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana. 74 Perlindungan ini melindungi fungsi, hak, kewajiban dan peranannya sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Perlindungan saksi dan korban adalah diperlukan dalam memberikan keterangan pada setiap proses peradilan pidana. 75 Menurut Pasal 5 ayat 1 mengatur tentang hak-hak dari saksi dan korban,yaitu: 76 A. Memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, sertabebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telahdiberikannya; Perlindungan semacam ini merupakan perlindungan utama yang diperlukan Saksi dan Korban.Apabila perlu, Saksi dan Korban harus ditempatkan dalam suatu lokasi yang dirahasiakan dari siapa pun untuk menjamin agar Saksi dan Korban aman. 73 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 3 74 Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 4 75 Siswanto Sunarso, Op.cit. hlm. 255 76 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 5 ayat 1 Jika saksi mendapat ancaman dan gangguan, akan memberikan dampak terhadap kesaksian yang tidak benar, kesaksian yang direkayasa, dan pada akhirnya menimbulkan resiko hukum terhadap saksi dan korban itu sendiri. 77 B. Ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungankeamanan; C. Memberikan keterangan tanpa tekanan; D. Mendapat penerjemah; Hak ini diberikan kepada Saksi dan Korban yang tidak lancar berbahasa Indonesia untuk mempelancar persidangan. E. Bebas dari pertanyaan yang menjerat; F. Mendapat informasi mengenai perkembangan kasus; Seringkali Saksi dan Korban hanya berperan dalam pemberian kesaksian di pengadilan, tetapi Saksi dan Korban tidak mengetahui perkembangan kasus yang bersangkutan. Oleh karena itu, sudah seharusnya informasi mengenai perkembangan kasus diberikan kepada Saksi dan Korban. G. Mendapat informasi mengenai putusan pengadilan; Informasi ini penting untuk diketahui Saksi dan Korban sebagai tanda penghargaan atas kesediaan Saksi dan Korban dalam proses peradilan tersebut. H. Mendapat informasi dalam hal terpidana dibebaskan; Ketakutan Saksi dan Korban akan adanya balas denda dari terdakwa cukup beralasan dan ia berhak diberi tahu apabila seorang terpidana yang dihukum penjara akan dibebaskan. 77 Siswanto Sunarso, Op.cit. Halaman 257 I. Dirahasiakan identitasnya; Dalam berbagai kasus, terutama yang menyangkut kejahatan terorganisasi, Saksi dan Korban dapat terancam walaupun terdakwa sudah dihukum. Dalam kasus-kasus tertentu, Saksi dan Korban haruslah dirahasiakan identitasnya. J. Mendapat identitas baru; Saksi dan Korban dapat diberi identitas baru untuk menghindari ancaman dari berbagai pihak walaupun terdakwa sudah dihukum termasuk menyangkut kasus kejahatan yang terorganisir. K. Mendapat tempat kediaman sementara; Jika keamanan Saksi dan Korban sudah sangat mengkhawatirkan, pemberian tempat sementara pada Saksi dan Korban harus dipertimbangkan agar Saksi dan Korban dapat meneruskan kehidupannya tanpa ketakutan.Dan yang dimaksud dengan tempat kediaman sementara adalah tempat tertentu yang bersifat sementara dan dianggap aman. L. Mendapat tempat kediaman baru; Jika keamanan Saksi dan Korban sudah sangat mengkhawatirkan, pemberian tempat baru pada Saksi dan Korban harus dipertimbangkan agar Saksi dan Korban dapat meneruskan kehidupannya tanpa ketakutan.Dan yang dimaksud dengan tempat kediaman baru adalah tempat tertentu yang bersifat permanen dan dianggap aman M. Memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; Saksi dan Korban yang tidak mampu membiaya dirinya untuk mendatangi lokasi, perlu mendapat bantuan biaya dari Negara. N. Mendapat nasihat hukum; Yang dimaksud dengan nasihat hukum adalah nasihat hukum yang dibutuhkan oleh Saksi dan Korban apabila diperlukan. O. Memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu Perlindungan berakhir; Yang dimaksud dengan biaya hidup sementara adalah biaya hidup yang sesuai dengan situasi yang dihadapi pada waktu itu, misalnya biaya untuk makan sehari-hari. P. Mendapat pendampingan. Menurut Pasal 5 ayat 2 menyatakan Hak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan kepada Saksi danatau Korban tindak pidanadalam kasus tertentu sesuai dengan Keputusan LPSK. 78 Menurut Pasal 5 ayat 3 menyatakan selain kepada Saksi danatau Korban, hak yang diberikan dalam kasus tertentu sebagaimanadimaksud pada ayat 2, dapat diberikan kepada Saksi Pelaku, Pelapor, dan ahli, termasuk pulaorang yang dapat memberikan keterangan yang berhubungan dengan suatu perkara pidanameskipun tidak ia dengar sendiri, tidak ia lihat Yang dimaksud dengan tindak pidana dalam kasus tertentu antara lain, tindak pidana pelanggaran hak asasi manusia yang berat, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, tindak pidana terorisme, tindak pidana perdagangan orang, tindak pidana narkotika, tindak pidana psikotropika, tindak pidana seksual terhadap anak, dan tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi Saksi danatau Korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya . 78 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 5 ayat 2 sendiri, dan tidak ia alami sendiri, sepanjangketerangan orang itu berhubungan dengan tindak pidana.” 79 A. Bantuan medis; dan Yang dimaksud dengan “ahli” adalah orang yang memiliki keahlian di bidang tertentu yang diperlukan untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan. Menurut Pasal 6 ayat 1 menyatakan Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat, Korban tindak pidana terorisme, Korban tindakpidana perdagangan orang, Korban tindak pidana penyiksaan, Korban tindak pidana kekerasanseksual, dan Korban penganiayaan berat, selain berhak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5,juga berhak mendapatkan: B. Bantuan rehabilitasi psikososial dan psikologis. 80 Yang dimaksud dengan “bantuan medis” adalah bantuan yang diberikan untuk memulihkan kesehatan fisik Korban, termasuk melakukan pengurusan dalam hal Korban meninggal dunia misalnya pengurusan jenazah hingga pemakaman. Yang dimaksud dengan “rehabilitasi psikososial” adalah semua bentuk pelayanan dan bantuan psikologis serta sosial yang ditujukan untuk membantu meringankan, melindungi, dan memulihkan kondisi fisik, 79 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 5 ayat 3 80 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 6 ayat 1 psikologis, sosial, dan spiritual Korban sehingga mampu menjalankan fungsi sosialnya kembali secara wajar. Antara lain LPSK berupaya melakukan peningkatan kualitas hidup Korban dengan melakukan kerja sama dengan instansi terkait yang berwenang berupa bantuan pemenuhan sandang, pangan, papan, bantuan memperoleh pekerjaan, atau bantuan kelangsungan pendidikan. Yang dimaksud dengan “rehabilitasi psikologis” adalah bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada Korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan Korban. Rehabilitasi psiko-sosial adalah bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan korban. Pasal 6 ayat 2 menyatakan Bantuan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diberikan berdasarkan Keputusan LPSK.”Pemberian bantuan medis dan bantuan yang diberikan oleh psikolog kepada korban yang menderita trauma atau masalah kejiwaan lainnya untuk memulihkan kembali kondisi kejiwaan korban harus memenuhi prosedur dari LPSK. 81 Menurut Pasal 7 ayat 1 menyatakan setiap Korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat dan Korban tindak pidana terorisme selain mendapatkan hak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6, juga berhak atas kompensasi. 82 81 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 6 ayat 2 82 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 ayat 1 Menurut Pasal 7 ayat 2 menyatakan kompensasi bagi korban pelanggaran hak asasi manusia yang berat diajukan oleh korban,keluarga, atau kuasanya kepada Pengadilan Hak Asasi Manusia melalui LPSK. 83 Menurut Pasal 7 ayat 3 menyatakan Pelaksanaan pembayaran Kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat 2 diberikan oleh LPSKberdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengajuan Kompensasi oleh Keluarga dilakukan jika Korban meninggal dunia, hilang, tidak cakap hukum, atau tidak mampu secara fisik. 84 Menurut Pasal 7 ayat 4 menyatakan pemberian kompensasi bagi korban tindak pidana terorisme dilaksanakan sesuai denganketentuan Undang-Undang yang mengatur mengenai pemberantasan tindak pidana terorisme. Pendanaan yang diperlukan untuk pembayaran Kompensasi dibebankan pada anggaran LPSK. 85 Menurut Pasal 7A ayat 1 menyatakan Korban tindak pidana berhak memperoleh Restitusi berupa: 86 83 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 ayat 2 84 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 ayat 3 85 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 ayat 4 86 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 A ayat 1 A. Ganti kerugian atas kehilangan kekayaan atau penghasilan; B. Ganti kerugian yang ditimbulkan akibat penderitaan yang berkaitan langsung sebagai akibattindak pidana; danatau C. Penggantian biaya perawatan medis danatau psikologis. Menurut Pasal 7A ayat 2 menyatakan Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan dengan Keputusan LPSK. 87 MenurutPasal 7A ayat 3 menyatakan Pengajuan permohonan Restitusi dapat dilakukan sebelum atau setelah putusan pengadilan yangtelah memperoleh kekuatan hukum tetap melalui LPSK. 88 MenurutPasal 7A ayat 4 menyatakan Dalam hal permohonan Restitusi diajukan sebelum putusan pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap, LPSK dapat mengajukan Restitusi kepada penuntut umum untuk dimuatdalam tuntutannya. 89 MenurutPasal 7A ayat 5 menyatakan dalam hal permohonan Restitusi diajukan setelah putusan pengadilan yang telah memperolehkekuatan hukum tetap, LPSK dapat mengajukan Restitusi kepada pengadilan untuk mendapatpenetapan. 90 87 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 A ayat 2 88 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 A ayat 3 89 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 A ayat 4 90 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 A ayat 5 MenurutPasal 7A ayat 6 menyatakan dalam hal Korban tindak pidana meninggal dunia, Restitusi diberikan kepada Keluarga Korban yang merupakan ahli waris Korban. 91 MenurutPasal 7Bmenyatakan ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara permohonan dan pemberian Kompensasi dan Restitusisebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 dan Pasal 7A diatur dengan Peraturan Pemerintah. 92 Menurut Pasal 8 ayat 1 menyatakan perlindungan terhadap Saksi danatau Korban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 diberikansejak tahap penyelidikan dimulai dan berakhir sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 93 Menurut Pasal 8 ayat 2 menyatakan dalam keadaan tertentu, Perlindungan dapat diberikan sesaat setelah permohonan diajukankepada LPSK. 94 Menurut Pasal 9 menjelaskan Saksi danatau Korban yang merasa dirinya berada dalam Ancaman yang sangat besar, atas persetujuan hakimdapat memberikan kesaksian tanpa hadir langsung di pengadilan tempat perkara tersebut sedang diperiksa. 95 Saksi danatau Korban sebagaimana dimaksud pada dapat memberikan kesaksiannya secara tertulis yang disampaikan di hadapan pejabat yang berwenang dan membubuhkan tanda tangannya pada berita Ancaman yang besar adalah ancaman yang menyebabkannya tidak dapat memberikan kesaksiannya. 91 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 A ayat 6 92 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 7 B 93 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 8 ayat 1 94 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 8 ayat 2 95 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 9 ayat 1 acara yang memuat tentang kesaksian tersebut. 96 Saksi danatau Korban sebagaimana dimaksud pada ayat dapat pula didengar kesaksiannya secara langsung melalui sarana elektronik dengan didampingi oleh pejabat yang berwenang. Pejabat yang berwenang adalah penyidik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 97 Menurut Pasal 10 ayat 1 Saksi, Korban, Saksi Pelaku, danatau Pelapor tidak dapat dituntut secara hukum, baik pidana maupun perdata atas kesaksian danatau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikannya, kecuali kesaksian atau laporan tersebut diberikan tidak dengan iktikad baik. Kehadiran pejabat ini untuk memastikan bahwa Saksi danatau Korban tidak dalam paksaan atau tekanan ketika Saksi danatau Korban memberikan keterangan. 98 Menurut Pasal 10 ayat 2 dalam hal terdapat tuntutan hukum terhadap Saksi, Korban, Saksi Pelaku, danatau Pelapor atas kesaksian danatau laporan yang akan, sedang, atau telah diberikan, tuntutan hukum tersebut wajib ditunda hingga kasus yang ia laporkan atau ia berikan Yang dimaksud dengan pelapor adalah orang yang memberikan informasi kepada penegak hukum mengenai terjadinya suatu tindak pidana. Dan keterangan tidak dengan itikad baik dalam ketentuan ini antara lain memberikan keterangan palsu, sumpah palsu, dan permufakatan jahat. 96 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 9 ayat 2 97 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 9 ayat 3 98 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 10 ayat 1 kesaksian telah diputus oleh pengadilan dan memperoleh kekuatan hukum tetap. 99 99 Undang-Undang No. 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang No. 13 tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, Pasal 10 ayat 2

BAB III FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA TINDAK PENGANIAYAAN